Anda di halaman 1dari 13

TEKNIK PEMBUATAN AKTA III

TPA III
Materi : Keterangan Waris
Kuliah ke-4 Jumat, 2 Oktober 2020
Waktu : 16.30 -18.10 wib/18.30 – 20.10 wib
Dosen : Dr. ARMAN LANY, S.H., M.H.

Surat keterangan waris adalah surat keterangan yang di dalamnya


berisikan tentang siapa saja yang berhak atas harta yang ditinggalkan oleh
pewaris. Harta dimaksud dapat berupa harta bergerak dan tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud, dll. yang kesemuanya berkaitan dengan
lalu lintas hukum. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia
saat ini tidak ada pengaturan khusus mengenai keterangan waris.

Pembuatan Surat Keterangan Hak Waris (SKWH)/Surat Bukti


Waris/Keterangan Ahli Waris/Surat Keterangan Waris sebelum
berlakunya UUJN, menurut golongan penduduk didasarkan pada:

1. Asas konkordansi Pasal 13 Wet op de Grootboeken der Nationale


Schuld (undang-undang tentang Buku Besar Perutangan Nasional) di
Belanda.

2. Surat Edaran Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria


tanggal 20 Desember 1969 No. Dpt/12/63/69 (untuk warisan perlu
meninjau golongan-golongan dari warga negara Indonesia).

3. Fatwa Mahkamah Agung atas permintaan dan ditujukan kepada


Nyonya Sri Redjeki Kusnun, S.H.,tertanggal Jakarta, 25 Maret 1991
No.KMA/041/III/1991 juncto Surat Ketua Mahkamah Agung kepada
Ketua Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan
Negeri, dan Pengadilan Agama di seluruh Indonesia tertanggal
Jakarta, 8 Mei 1991No. MA/Kumdil/171/V/K/1991 (melakukan balik
nama dan pembuatan sertifikat tanah warisan dapat ditempuh
prosedur yang digariskan oleh Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur
Jenderal Agraria tanggal 20 Desember 1969 No. Dpt/12/63/12/69).

4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran


Tanah, Pasal 42 ayat (1) juncto Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
24Tahun 1997, Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 4.

Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 4 Peraturan Menteri Negara


Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (PMNA/KBPN) Nomor 3
Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Penjelasan Pasal 42 ayat (1) PP Nomor 24/1997Tentang Pendaftaran


Tanah untuk keperluan peralihan hak atas tanah karena pewarisan
menyatakan bahwa:

“Mengenai Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena


hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal
dunia. Dalam arti bahwa sejak itu para ahli waris menjadi
pemegang haknya yang baru. siapa yang menjadi ahli waris
diatur dalam hukum perdata yang berlaku bagi pewaris.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 111 ayat (1) huruf c petunjuk bagi


pendaftaran tanah apabila hendak melakukan pendaftaran peralihan
hak karena warisan, maka terdapat tiga bentuk dan tiga institusi yang
membuat bukti/surat keterangan waris, yaitu:

1. Bagi penduduk Indonesia pribumi, surat keterangan waris yang


dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang
saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat
tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.

2. Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa, akta keterangan


hak mewaris dari notaris.

3. Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya, surat


keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006
Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang hanya membedakan
antara warga negara Indonesia dan warga negara asing, seyogianya
pembedaan atas golongan penduduk tidak boleh terjadi. Demikian juga
telah dihapuskan diskriminasi dengan mencabut peraturan administrasi
ataatsblad yang membedakan penduduk berdasarkan suku, ras, etnis,
agama berdasarkan Undang-Undang Rwpublik Indonesia Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Berlakunya sistem hukum waris di Indonesia masih bersifat


pluralisme, dengan dibuatnya Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) oleh
instansi yang berbeda-beda sesuai kebutuhan keperdataan
masing-masing golongan penduduk. Pembuatan SKHW bagi penduduk
pribumi adalah kewenangan kepala pemerintah setempat. Pembuktian
sebagai ahli waris dibuat di bawah tangan yang bermeterai oleh para ahli
waris sendiri yang disaksikan oleh dua orang saksi dan diketahui atau
dikuatkan oleh lurah/kepala desa dan camat setempat sesuai dengan
tempat tinggal terakhir pewaris. Menurut Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, yang mengatur wewenang
kepala desa/lurah dan camat diantaranya, untuk camat diatur dalam
Pasal 126 ayat (2) dan (3), untuk lurah diatur dalam Pasal 127 ayat (2)
dan (3), sedangkan wewenang desa diatur di dalam Pasal 207.

Pengadilan agama menerbitkan penetapan waris dengan judul


pemisahan dan pembagian warisan di luar sengketa (dapat dilihat Pasal
236a Herziene Indonesisch Reglement (HIR), dan disebutkan juga di
dalam Surat Edaran mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 1990
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama (SEMA 2/1990). Kenyataannya, isinya tidak
mengatur pemisahan pembagian warisan di luar sengketa tetapi murni
merupakan penetapan/fatwa waris. SEMA 2/1990 memberi petunjuk
bahwa, di dalam perkara antara orang-orang yang beragama islam di
bidang kewarisan berkaitan dengan pilihan hukum, berlaku bagi mereka
yang hukum warisnya tunduk pada hukum adat dan/atau hukum islam
atau tunduk pada hukum perdata barat dan/atau hukum islam, dalam
mana mereka memilih hukum adat atau hukum perdata barat yang
menjadi wewenang pengadilan negeri atau memilih hukum islam yang
menjadi wewenang pengadilan agama.

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1), (2) Undang-Undang Nomor 14


Tahun 1970 (Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman):

(1) penyelenggaraan kekuasaan kehakiman tercantum dalam


Pasal 1 diserahkan kepada badan-badan peradilan dan
ditetapkan dengan undang-undang, dengan tugas pokok
untuk menerima, memeriksa, dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya;

(2) Tugas lain dari pada yang tersebut pada ayat (1)dapat
diberikan kepadanya berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

Berkaitan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) tersebut, Mahkamah Agung


(MA) menggunakan penafsiran yang mengatur bahwa di samping tugas
di bidang contentieuse jurisdictie dapat pula diberikan tugas lain, yaitu
voluntaire jurisdictie kepada peradilan sepanjang berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Misal, pengadilan negeri berwenang menetapkan
pengangkatan wali untuk anak di bawah umur sebagaimana dimaksud di
dalam Pasal 300-301 KUHPerdata. Dengan demikian, oleh karena tidak
terdapat undang-undang yang secara tegas memberi kewenangan
kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan/fatwa di luar
sengketa, maka harus dianggap bahwa pengadilan negeri/agama tidak
berwenang menerbitkan penetapan/fatwa waris di luar sengketa
(22-1-1992 No. 01/PK/AG/1991 yang membatalkan Penetapan Ahli
Waris yang telah diterbitkan oleh Pengadilan Agama Pandeglang
14-4-1990 (18 Ramadhan 1410 H) No. 13A/1990.

Kewenangan pembuatan SKHW bagi mereka yang tunduk pada


hukum waris yang diatur dalam KUHPerdata didasarkan atas asas
konkordansi menurut ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan (3) Wet op de
Grootboeken der Nationale Schuld (S.1931-105) di Nederland yang
kemudian diterima sebagai doktrin dan yurisprudensi di Indonesia dan
dianggap sebagai hukum kebiasaan. Wet op de Grootboeken der
Nationale Schuld bukan undang-undang yang khusus mengatur
wewenang notaris dalam membuat SKHW. Namun di dalam praktik Wet
op de Grootboeken der Nationale Schuld dianggap sebagai dasar hukum
kewenangan notaris dalam pembuatan SKHW, demikian menurut
Herlien Budiono. Selanjutnya, menurut Tan Thong Kie, selama ini
pembuatan SKHW oleh seorang notaris di Indonesia tidak mempunyai
dasar dalam undang-undang di Indonesia, demikian pula pendapat Ting
Swan Tiong dan Oe Siang Djie. Sehingga akibatnya,di dalampraktik
ditemukan bermacam-macam bentuk SKHW.

Kewenangan Balai Harta Peninggalan (BHP) mengeluarkan SKHW


bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing selain Timur Asing
Tionghoa diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Ordonantie tanggal
22-7-1916,S.1916-517diubah LN 1931 Nomor 168 dan LN 1937 Nomor
611. BHP pada saat ini ada di Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya, dan
Makassar. Secara structural BHP berada dalam ruang lingkup
Kementerian Hukum dan HAM yang melaksanakan urusan pemerintah.
Menurut Habib Adjie bahwa, bukti ahli waris yang merupakan bukti
perdata tidak tepat jika dikeluarkan oleh pejabat yang tunduk pada
hukum administrasi.

Para notaris selama ini telah mendasarkan kewenangan


pembuatan SKHW berdasarkan PMNA/KBPN Nomor 3 tahun 1997
dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 4 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
PP No. 24/1997 juncto PP Nomor 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
PMNA/BPN Nomor 3 Tahun 1997 tersebut tergolong pada keputusan
yang berlaku secara intern dan tidak mengikat umum dan pada dasarnya
merupakan petunjuk bagi pendaftaran tanah apabila hendak melakukan
pendaftaran peralihan hak karena warisan. Oleh karena itu, peraturan
Menteri Negara Agraria tersebut tidak dapat memberi wewenang
kepada notaris sebagai dasar pembuatan SKHW sebagaimana dimaksud
Pasal 15 ayat (3) UUJN:

“Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan


ayat (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan”.
Mengingat peraturan menteri Negara Agraria hanya berlaku intern dan
tidak mengikat umum. Kewenangan notaris yang utama adalah
membuat akta otentik sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan
Pasal 15 ayat (1) UUJN:

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua


perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki
oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik;
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta; menyimpan akta;
memberikan grosse; salinan; dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang."

Apabila ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUJN tersebut dikaitkan dengan


pembuatan SKHW di bawah tangan yang dibuatkan oleh notaris tidak
mempunyai dasar dalam undang-undang di Indonesia dan bukan bentuk
yang diatur di dalam pasal tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 15
ayat (1) UUJN notaris berwenang untuk membuat SKHW dalam bentuk
akta otentik tidak saja bagi mereka yang tunduk pada KUHPerdata,
tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam rangka menuju
unifikasi untuk menyatukan pendapat mengenai bentuk dan wewenang
notaris dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris untuk seluruh bangsa
Indonesia sudah saatnya akta Keterangan Ahli Waris dibuat dalam
bentuk akta notaris.

Contoh Akta Keterangan Ahli Waris yang dibuat dihadapan notaris:

KETERANGAN AHLI WARIS


Nomor:

Pada hari ini, dst

1. Nyonya Y, dst.
2. Tuan A, dst
3. Tuan B, dst
Para penghadap yang telah dikenal oleh saya, notaris, bersama ini---------
menerangkan dengan sebenarnya:--------------------------------------------------

bahwa Tuan X, untuk selanjutnya dalam akta ini akan disebut “pewaris”,-
telah meninggal dunia di (…), tempat tinggalnya yang terakhir pada-------
tanggal (…) sebagaimana ternyata dari petikan Akta kematian tertanggal
(…) nomor (…) yang telah dikeluarkan oleh kepala Kantor Pencatat Sipil--
di (…), akta tersebut diperlihatkan kepada saya, notaris;-----------------------

bahwa “pewaris” semasa hidupnya telah menikah untuk pertama dan----


terakhir kalinya dengan penghadap Nyonya Y di (…) pada tanggal (…)------
sebagaimana ternyata dari petikan Akta Perkawinan tertanggal (….)-------
nomor (…) yang telah dikeluarkan ol eh Kepala Kantor Catatan Sipil di (…),
diperlihatkan kepada saya, notaris;--------------------------------------------------

bahwa perkawinan tersebut telah dilakukan di dalam pencampuran-------


harta benda perkawinan;---------------------------------------------------------------

bahwa dari perkawinan antara “pewaris” dan penghadap Nyonya Y-------


tersebut telah dilahirkan dan sekarang masih hidup dua orang anak,------
yaitu:-----------------------------------------------------------------------------------------

1. Penghadap Tuan A, dilahirkan di (…) pada tanggal (…) sebagai-


mana ternyata dari petikan Akta Kelahiran tertanggal (…)------
nomor (…) yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kantor-----------
Pencatat Sipil di (…), akta tersebut diperlihatkan kepada saya,
notaris;------------------------------------------------------------------------
2. Penghadap Tuan B, dilahirkan di (…) pada tanggal (…) sebagai-
mana ternyata dari petikan Akta Kelahiran tertanggal (…)------
nomor (…) yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kantor-----------
Pencatat Sipil di (…), akta tersebut diperlihatkan kepada saya,
notaris;------------------------------------------------------------------------

bahwa di samping kedua anak tersebut di atas, “pewaris” semasa----------


hidupnya tidak pernah mengakui anak maupun mengangkat anak;---------
bahwa menurut keterangan dari Departemen Hukum dan Hak Asasi-------
Manusia Republik Indonesia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum-----
Umum Seksi Daftar Wasiat tertanggal (…) nomor (…) dalam Seksi Daftar--
Wasiat Sub Direktorat Harta Peninggalan Direktorat Perdata tidak---------
terdapat suatu pendaftaran surat wasiat atas nama “pewaris”, surat------
tersebut kepada saya,notaris;---------------------------------------------------------

Berhubung dengan apa yang diuraikan di atas menurut keterangan para-


penghadap bahwa para ahli waris dari “pewaris” adalah Nyonya Y, Tuan-
A, dan Tuan B tersebut yang secara bersama-sama, dengan mengesam---
pingkan siapa pun, berhak untuk melakukan segala tindakan pengurusan
ataupun tindakan pemilikan atas segala sesuatu dalam harta----------------
peninggalan “pewaris”.-----------------------------------------------------------------

DEMIKIAN AKTA INI


Dst.

Contoh Keterangan Waris yang dibuat olh notaris secara bawah


tangan:

KETERANGAN HAK WARIS

Nomor:

Saya yang bertanda-tangan dibawah ini, X , notaris di Jakarta,------------


berdasarkan keterangan jang diperolehnja dan surat-surat yang------------
diperlihatkan kepadanya, dengan ini menerangkan: -------------------------

- bahwa tuan A, pedagang, selanjutnya akan disebut “pewaris”, telah-----


meninggal dunia di Jakarta, tempat tinggalnya terakhir, pada tanggal---
30 Desember 1990 (akte Kematian catatan Sipil Jakarta tanggal 2---------
Januari 1990 nomor 123/1990); ----------------------------------------------------
- bahwa pewaris telah menikah untuk pertama kali dan terakhir dengan-
nyonya B dalam tahun 1970, tanpa membuat suatu perjanjian kawin----
(huwelijksvoorwaarden), sehingga menurut hukum antara pewaris dan-
B terjadi percampuran harta-lengkap;---------------------------------------------
- bahwa dari pernikahan antara pewaris dengan B itu telah dilahirkan----
seorang anak perempuan bernama C pada tanggal 2 Pebruari 1975------
(akta kelahiran dari catatan sipil Jakarta tanggal 5 Mei 1975 nomor------
321/1975); -------------------------------------------------------------------------------
- bahwa sesuai dengan bunyi surat dari Departemen Kehakiman Bagian--
Daftar Wasiat tanggal 6 April 1990 nomor J .A. 10/41/9, pewaris telah--
meninggalkan satu-satunya surat wasiat jang dibuat dihadapan----------
penanda-tangan, tertanggal 11 September 1985 nomor 28, yang isinja-
berbunyi sebagai berikut:------------------------------------------------------------
“Saya cabut dan anggap tidak berlaku semua surat wasiat dan--------
surat-surat lainnya yang mempunjai kekuatan sebagai surat wasiat-
yang telah saya buat sebelum surat wasiat ini, tanpa pengecualian.-
Saya angkat sebagai satu-satunya ahliwaris saya serta pelaksana-----
dari wasiat saya ini, isteri saya, yaitu nyonya B. Kepadanya saya------
berikan semua hak dan kekuasaan, yang menurutundang-undang---
diberikan Kepada pelaksana wasiat, terutama hak untuk memegang
dan mengurus serta menguasai semua harta peninggalan saya, -----
selama waktu jang ditetapkan oleh undang-undang”;-------------------
- bahwa harta peninggalan pewaris terdiri dari setengahnya dari harta---
campur antara pewaris dengan jandanya, Nyonya B tersebut; -------------
- bahwa C tersebut diatas menurut hukum berhak atas bagian yang-------
dijamin menurut undang-undang (legitieme portie) --------------------------
yaitu 1 2 x 1 2 = 1 4 (seperempat) bagian dari harta peninggalan--------
Pewaris atau 1 8 dari harta campur antara pewaris dengan ------------
jandanya (B); ----------------------------------------------------------------------------
- bahwa dengan demikian atas harta-campuran dalam mana termasuk---
harta-peninggalan pewaris itu: -----------------------------------------------------
nyonya B berhak atas 7 8 (tujuh perdelapan) bagian; --------------------------
sedangkan C sisanya atau 1 8 (satu perdelapan) bagian; --------------------
- bahwa oleh karena itu nyonya B dan anaknya, C tersebut diatas,---------
dengan mengecualikan siapapun, berhak untuk melakukan ----------------
tindakan-tindakan hukum atas semua harta-campuran dalam mana-----
termasuk harta-peninggalan pewaris itu, diantaranya berhak untuk------
meminta dan menerima, menguasai serta mempergunakan----------------
harta-benda itu dalam arti kata yang seluas-luasnya.-------------------------

Jakarta,

cap tertanda

X, notaris di

Jakarta (X)
UNIVERSITAS JAYABAYA
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER KENOTARIATAN
KELAS NON REGULER

UJIAN TENGAH SEMESTER


SEMESTER III – (TH 2020-2021 GENAP)

Mata Kuliah : TPA III


Hari/Tanggal : Jum’at, 15 Mei 2020
Waktu : 16.30 – 19.30 WIB
Dosen : Dr. ARMAN LANY, S.H.,M.H.

Kasus:

Pada 1 Januari 1974 Tuan Alexander dan Nyonya Maria melangsungkan


pernikahan secara agama islam dihadapan pegawai pencatat
perkawinan dari kantor urusan agama Tebet Jakarta Selatan. Satu
minggu sebelumnya, calon pasangan suami isteri tersebut datang ke
kantor Ahmad, S.H. notaris yang berkedudukan di Jakarta Selatan.
Kedatangan mereka di kantor notaris tersebut untuk meminta nasihat
terkait dengan akta yang akan dibuat berikut konstruksi hukumnya, serta
akibat hukum dari akta tersebut, dan berlakunya terhadap pihak ketiga.
Mereka dapat memahami dengan baik penjelasan yang disampaikan
notaris tersebut. Keesokan harinya keduanya datang kembali ke kantor
notaris tersebut dengan maksud menyerahkan daftar harta
masing-masing kepada notaris untuk dicantumkan ke dalam bentuk akta
otentik. Dari daftar harta tersebut diketahui bahwa, harta yang dimiliki
oleh tuan Alexander berupa: 2 (dua) unit kendaraan bermotor roda
empat merk Mercedez Benz, 3 (tiga) unit apartemen di Jakarta Selatan,
dan 30 (tigapuluh) saham dalam PT. Angin Ribut, dan deposito senilai
IDR 10.000.000.000 (sepuluh milyard). Sedangkan Nona Maria
memiliki harta berupa: 1 (satu) unit kendaraan bermotor roda empat
merk Honda Jaz, 2 (dua) unit apartemen di Bekasi, deposito senilai IDR
5.000.000.000 (lima milyard). Hal-hal lain yang disepakati dan
dicantumkan dalam akta diantaranya perlindungan suami terhadap
isterinya dan memberikan segala sesuatu kebutuhan hidup sesuai
kemampuannya, dan isteri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan
sebaik-baiknya; Semua biaya yang berkaitan dengan pendidikan dan
pemeliharaan anak-anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan akan
ditanggung oleh suami; Barang-barang yang diperoleh karena apapun
juga oleh masing-masing pihak harus dibuktikan dengan surat-surat, dan
jika tidak ada bukti-bukti surat maka para pihak atau ahli warisnya,
bukti-bukti lain atau pengetahuan umum dapat dianggap dan diterima
sebagai bukti yang sah; Barang-barang keperluan rumah tangga akan
dibagi dua. Pada hari yang sama ditandatangani akta yang dikehendaki
oleh calon pasangan suami isteri tersebut dihadapan notaris Ahmad, S.H.
Pada tanggal 13 Maret 2020, Tuan Alexander datang ke kantor saudara
sebagai notaris di Jakarta dengan maksud untuk memohon penjelasan
terkait pembuatan pesan-pesan terakhir sebelum yang bersangkutan
meninggal dunia, hal ini dapat dimaklumi karena Tuan Alexander sering
sakit-sakitan. Kehadiran Tuan Alexander di kantor notaris didampingi
oleh nyonya Maria selaku isterinya dengan maksud untuk memberikan
persetujuan terkait perbuatan hukum yang akan dilakukan. Isi
pesan-pesan terakhir yang dibuat dihadapan saudara sebagai notaris
adalah mengangkat isterinya tersebut sebagai satu-satunya ahli waris
dan sekaligus sebagai pelaksana dari pesan-pesan tersebut. Pada saat
berlangsungnya perkawinan dilahirkan 2 (dua) orang anak yaitu Hans
dan Togar, kesemuanya masih siswa SMP di Jakarta. Satu bulan
terhitung sejak penandatanganan akta dimaksud, tuan Alexander
meninggal dunia. Selanjutnya, 2 (dua) minggu dari meninggalnya alm.
tuan Alexander, nyonya Maria beserta kedua anaknya mendatangi
kantor saudara selaku notaris di Jakarta dan menyampaikan bahwa
suaminya tuan Alexander telah meninggal dunia dua minggu yang lalu.
Tujuan kedatangan nyonya Maria ke kantor saudara utk minta dibuatkan
surat yang isinya menerangkan bahwa mereka yang berhak atas harta
peninggalan alm. tuan Alexander tersebut. Sebelum saudara sebagai
notaris membuatkan akta yang dimaksud terakhir ini, penjelasan apa
yang harus disampaikan kepada nyonya Maria sehingga pembuatan akta
dimaksud dapat terlaksana sesuai ketentuan hukum.

Tugas :

a. berikan nasihat hukum berikut konstruksi hukumnya terkait maksud


dan tujuan kedatangannya ke kantor notaris.

b. buat akta-akta dimaksud dalam kasus di atas dengan memperhatikan


ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. data-data yang diperlukan harap dilengkapi sendiri

Anda mungkin juga menyukai