UU No. 3 TAHUN 2006) Teori Receptio in Complexu mendapat legalisasi dalam Pasal 134 ayat (2) IS yang diundangkan dalam Stb.1929 No.212 sebagai pengganti Pasal 75 ayat (2) RR yang berbunyi :”Dalam hal timbul perkara perdata di antara orang muslim dan hukum adat mereka meminta penyelesaiannya maka penyelesaian perkara tersebut diselenggarakan oleh hakim agama, terkecuali jika ordonansi telah menetapkan sesuatu yang lain. Hal inilah yang mendasari pembagian penduduk Indonesia menjadi 3 golongan berdasarkan Pasal 163 IS yaitu a. Gol. Eropa berlaku KUHPerdata b. Gol. Timur Asing berlaku BW dan Hukum Adat c. Gol. Bumi Putera berlaku Hukum Adat
Terhadap ketiga golongan ini,
diberlakukan sistem Hukum yang berbeda Pasal 134 ayat (2) IS ini sangat berpengaruh pada kewenangan Pengadilan Agama karena yang awalnya berwenang untuk mengadili semua sengketa di bidang hukum islam, dirubah hanya mengadili sengketa di bidang perkawinan saja. Bahkan kedudukan Pengadilan Agama berada di bawah pengadilan negeri, misalnya untuk pelaksanaan putusan harus minta penetapan (fiat eksekusi/executoire verklaring). Kompetensi Pengadilan Agama tersebut berlangsung sampai Indonesia Merdeka dan berakhir setelah diundangkannya UU no. 7 tahun 1989.
Salahsatu alasan diundangkannya UUPA ini adalah untuk
mengakhiri keberagaman pengaturan : a. peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa+Madura berdasarkan S 1882 No.152 jo S 1937 No. 116 dan 610 b. Peraturan Kerapatan Qadi dan Kerapatan Qadi Besar untuk sebagian Kalimanatan Selatan dan Timur (S 1937 No. 638 dan 639 c. Peraturan tentang Mahkamah Syar’iah dan Mahkamah Syar’iah Tingkat Tinggi di Luar Jawa dan Madura (PP No. 45 tahun 1957) HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA KOMPETENSI PENGADILAN AGAMA Peradilan Agama merupakan lembaga peradilan yang mendasarkan pada personalitas keislaman. Pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 jo No. 3 Tahun 2006 menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perkara di tingkat pertama antara orang orang islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam, wakaf, zakat, infaq, shodaqoh dan ekonomi syari’ah. (2) Dibidang perkawinan adalah hal hal yang diatur dalam undang undang perkawinan yang berlaku (3) di bidang kewarisan adalah : a. Penentuan ahli waris b. penentuan hara peninggalan c. Penentuan bagian masing masing ahli waris d. Melaksanakan pembagian harta peninggalan Peradilan Agama merupakan salahsatu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara perdata yang diatur dalam uu. Pengadilan Agama berkedudukan di Kabupaten/kota, sedangkan Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Provinsi . 1 Peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama islam. 2. Hukum Acara yang berlaku di lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata dalam peradilan umum kecuali yang telah diatur secara khusus dalam UUPA 3. Pemeriksaan perkara dimulai sesudah diajukan permohonan atau gugatan dan para pihak dipanggil menurut ketentuan yang berlaku 4. Pengadilan tidak boleh menolak perkara diajukan tetapi wajib untuk memeriksa dan mengadilinya 5. Sidang terbuka untuk umum, kecuali jika undang-undang atau hakim menentukan lain. 6. Penetapan dan putusan pengadilan hanya sah dan memiliki kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 7. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah upaya perdamaian dinyatakan tidak berhasil 8. Ketentuan tentang cerai talak diatur dalam pasal 66-72 9. Ketentuan tentang gugat cerai diatur dalam pasal 73-86 10. Ketentuan tentang cerai zina (sumpah li’an) diatur dalam pasal 87-88