Anda di halaman 1dari 21

Pengaturan Klausula Baku Untuk

Kepentingan Pelindungan Konsumen Di


Sektor Keuangan
Irna Nurhayati
Departemen Hukum Bisnis
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
18 Maret 2023
Lingkup pembahasan
• Pendahuluan
• UU 4 Tahun 2023
• Pelindungan konsumen
• Pengaturan klausula baku
• Pembinaan dan pengawasan
Pendahuluan
• Hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha sektor keuangan (PUSK)
umumnya didasarkan pada perjanjian—hubungan kontraktual
• Misalnya: hubungan konsumen dengan PUSK bank berdasarkan perjanjian kredit
• Dalam konteks hubungan tersebut, kedudukan konsumen berada pada
posisi yang lebih lemah, mengingat konsumen sebagai pihak yang
membutuhkan produk &/ layanan dari PUSK
• Lemahnya posisi konsumen tersebut ditambah dengan hubungan
kontraktual yang berbentuk perjanjian standar/baku—take it or leave it
agreement
• Hukum/peraturan diperlukan untuk memberikan pelindungan kepada
konsumen
• UU 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor
Keuangan/PPSK merupakan amandemen terhadap peraturan perundang-
undangan eksisting pada sector keuangan dengan metode omnibus law,
yang bertujuan untuk mengembangkan dan menguatkan sektor keuangan
• UU PPSK ini mencabut UU 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, mencabut
sebagian UU 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dan setidaknya
mengamandemen 22 UU, antara lain: UU 7 Tahun 2017 tentang Mata
Uang, UU 9 Tahun 2016 tentang pencegahan dan Penanganan Krisis
Keuangan, UU 22 Tahun 2004 tentang LPS, UU 21 Tahun 2011 tentang OJK,
UU 23 Tahun 2009 tentang BI, UU 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
• Bagaimana pelindungan konsumen dalam konteks UU 4 Tahun 2023/UU
PPSK?
Pelindungan konsumen
• Konsumen adalah setiap orang yang memiliki dan/atau memanfaatkan produk dan/atau
layanan yang disediakan oleh pelaku usaha sektor keuangan. (Pasal 1 butir 38 UU PPSK)
• Pelindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberikan pelindungan kepada Konsumen. (Pasal 1 butir 39 UU PPSK)
• Pelindungan Konsumen termasuk pengaturan dan pengawasan Pelindungan Konsumen,
penanganan pengaduan Konsumen, penyelesaian sengketa, dan edukasi Konsumen.
• Konteks pelindungan konsumen dapat dilihat dari aspek normatif (regulasi/perjanjian)—
preventif, maupun praktik—represif
• Pelindungan Konsumen di sektor keuangan melalui yang diatur dlam Pasal 230-248 UU
PPSK ini bersifat khusus (lex specialis) terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai Pelindungan Konsumen di luar sektor keuangan (Pasal 248 UU PPSK)
• Peraturan perundang-undangan mengenai pelindungan konsumen di luar sektor
keuangan yang bersifat umum (lex generali), misalnya UU 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen/UUPK, yang tahun ini masuk dalam prolegnas dan sedang dalam
proses amandemen
• Prinsip pelindungan konsumen:
• a. edukasi yang memadai;
• b. keterbukaan dan transparansi informasi produk dan/atau layanan;
• c. perlakuan yang adil dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab;
• d. pelindungan aset, privasi, dan data Konsumen;
• e. penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif dan
efisien;
• f. penegakan kepatuhan; dan
• g. persaingan yang sehat.
• Tujuan pelindungan konsumen:
• a. menciptakan ekosistem Pelindungan Konsumen yang mewujudkan
kepastian hukum serta penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa
yarrg efektif dan efisien;
• b. menumbuhkan kesadaran PUSK mengenai perilaku bisnis yang
bertanggung jawab, perlakuan yang adil; memberikan pelindungan aset,
privasi, dan data Konsumen; serta meningkatkan kualitas produk dan/atau
layanan PUSK; dan
• c. meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian Konsumen
mengenai produk dan/atau layanan PUSK serta meningkatkan pemberd ay
aan Konsumen.
• Objek dalam penyelenggaraan Pelindungan Konsumen di sektor
keuangan meliputi perilaku PUSK dalam:
• a. melakukan perancangan, menyusun dan menyampaikan informasi, dan
melakukan penawaran atas produk dan/atau layanan di sektor keuangan;
• b. membuat perjanjian dan memberikan pelayanan atas penggunaan produk
dan/atau layanan di sektor keuangan; dan
• c. melakukan penanganan pengaduan.
Klausula baku
• “Perjanjian Baku adalah perjanjian tertulis termasuk dalam bentuk
elektronik yang ditetapkan secara sepihak oleh PUSK dan memuat klausula
baku tentang isi, bentuk, dan cara pembuatan, serta digunakan untuk
menawarkan produk dan/atau layanan kepada Konsumen secara masal”
(Pasal 1 butir 42 UU PPSK)
• “Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang
telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh
pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian
yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen” (Pasal 1 UUPK)
• Perjanjian baku yang memuat klausula baku tersebut awal mulanya timbul
kemudian berkembang karena adanya kebutuhan pelaku usaha untuk
memberikan layanan kepada konsumen secara lebih efisien
• Secara prinsip, klausula baku yang terkandung dalam perjanjian baku
masih diperbolehkan sepanjang tidak mengandung ketentuan yang
bersifat membatasi atau mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha
kepada konsumen—klausula eksonerasi
• Klausula eksonerasi: “suatu klausula dalam suatu perjanjian, dimana
ditetapkan adanya pembebasan atau pembatasan dari tanggung
jawab tertentu, yang secara normal menurut hukum seharusnya
menjadi tanggung jawabnya” (lihat J. Satrio, 1995)
• Isu dalam perjanjian baku di antaranya adalah ketidakseimbangan
kedudukan para pihak yang dapat menimbulkan penyalahgunaan keadaan
(undue influence)
• Undue influence merupakan salah satu bentuk baru dari cacat kehendak,
selain bentuk yang sudah dikenal yaitu paksaan (dwang),
kesesatan/kekeliruan/kekhilafan (dwaling) dan penipuan (bedrog).
• Undue inluence berkaitan dengan asas kebebsan berkontrak dan iktikad
baik.
• Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata: “Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”.
• Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata mengatur iktikad baik dalam
pelaksanaan perjanjian “Persetujuan-persetujuan harus dilakukan
dengan iktikad baik”
• Terjadi penyalahgunaan keadaan apabila “orang mengetahui, bahwa
orang lain terdorong oleh keadaan istimewa, seperti keadaan darurat,
kebergantungan, gegabah,keadaan jiwa yang abnormal,
menyebabkan terjadinya perbuatan hukum itu, meskipun apa yang
diketahui atau seharusnya dimengerti olehnya, seharusnya
mencegahnya” (Lihat J. Satrio, 1992).
Pengaturan klausula baku
• Pasal 238 UU PPSK, ketentuan:
• PUSK memenuhi (asas) keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam
pembuatan perjanjian dengan konsumen
• Yang dimaksud dengan "keseimbangan" adalah pembuatan perjanjian dilakukan dengan
mempertimbangkan kesetaraan hak dan kewajiban antara PUSK dengan Konsumen.
• Yang dimaksud dengan "keadilan' adalah terpenuhinya segala sesuatu yang merupakan
hak dan kewajiban dalam hubungan antara para pihak, dalam hal ini PUSK dan
Konsumen.
• Yang dimaksud dengan "kewajaran" adalah tetap memperhatikan nilai-nilai yang berlaku
pada masyarakat dalam menentukan isi perjanjian. Nilai tersebut memjuk di antaranya
pada moral dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat.
• Perjanjian dalam bentuk tertulis
• Perjanjian tertulis dimaksud dapat berbentuk perjanjian baku yang memuat
klausula baku, kecuali dilarang dalam UU PPSK
• Perjanjian baku yang dilarang:
• a. menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban PUSK kepada Konsumen;
• Klausul pengalihan tanggung jawab atau kewajiban PUSK kepada Konsumen di antaranya
Konsumen membebaskan PUSK dari tanggung jawab dan/atau pemberian ganti rugi dalam
bentuk apa pun yang mungkin timbul dari keluhan, atau gugatan yang diajukan oleh
Konsumen atau kuasanya. Klausul baku ini mengalihkan tanggung jawab yang secara hukum
merupakan tanggung jawab pelaku usaha, menjadi tanggung jawab Konsumen melalui
perjanjian.
• b. menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada PUSK, baik secara langsung
maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang
diagunkan oleh Konsumen, kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
• c. mengatur tentang kewajiban pembuktian oleh Konsumen, jika PUSK menyatakan
bahwa hilangnya kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen,
bukan merupakan tanggung jawab PUSK;
• d. memberi hak kepada PUSK untuk mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan
atau mengurangi harta kekayaan Konsumen yang menjadi objek perjanjian produk dan
layanan;
• yang dimaksud dengan "memberi hak kepada PUSK untuk mengurangi kegunaan produk
dan/atau layanan atau mengurangi harta kekayaan Konsumen yang menjadi objek perjanjian
produk dan layanan" di antaranya PUSK melakukan perubahan nilai proteksi (coverage)
pertanggungan asuransi.
• e. menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada PUSK untuk pembebanan
hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang
dibeli oleh Konsumen secara angsuran;
• Pemberian kuasa Konsumen kepada PUSK dibuat terpisah dari Pedanjian Baku dan mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• f. menyatakan bahwa PUSK dapat menambah, mengubah dan/atau memberikan
aturan lanjutan secara sepihak setelah perjanjian disetujui/ disepakati ;
• menambah, mengubah dan/atau memberikan aturan lanjutan secara sepihak setelah
perjanjian disetujui/disepakati termasuk yang mengakibatkan munculnya aturan baru.
• g. menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada perubahan sepihak oleh PUSK
terhadap aturan sebagaimana diatur dalam huruf f setelah perjanjian ditandatangani
oleh Konsumen;
• h. memberikan kewenangan bagi PUSK untuk menghindari atau membatasi
keberlakuan suatu klausul;
• i. menyatakan bahwa PUSK memiliki wewenang untuk menafsirkan arti perjanjian
secara sepihak;
• j. menyatakan bahwa PUSK membatasi tanggung jawab terhadap kesalahan dan/atau
kelalaian pegawai dan/atau pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan PUSK;
• k. membatasi hak Konsumen untuk menggugat PUSK ketika terjadi sengketa terkait
dengan perjanjian; dan
• l. membatasi barang bukti yang dapat diberikan oleh Konsumen ketika terjadi
sengketa terkait dengan perjanjian.
• Apabila dibandingkan dengan UUPK, UU PPSK di satu sisi mencakup
jenis pelarangan klausula baku yang lebih banyak/luas secara
kuantitas, namun di sisi lain belum mencakup larangan klausula baku
berikut:
• Yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas,
atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
• Ketentuan klausula baku pada UU PPSK juga tidak mengandung
ancaman batal demi hukum terhadap dokumen/perjanjian yang
memuat klausula baku yang dilarang.
Pembinaan pengawasan pelaku usaha sektor
keuangan/PUSK
• Otoritas sektor keuangan melakukan Pengawasan Perilaku Pasar (Marlcet Conductl
untuk memastikan kepatuhan PUSK dalam menerapkan ketentuan Pelindungan
Konsumen dan masyarakat secara langsung dan/atau tidak langsung sesuai dengan
fungsi, tugas, dan wewen€rng otoritas sektor keuangan yang diberikan berdasarkan
Undang- Undang
• Dalam rangka Pelindungan Konsumen, otoritas sektor keuangan berwenang memberikan
perintah atau melakukan tindakan tertentu kepada PUSK. (Pasal 244 ayat (1) UUPPSK)
• PUSK wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme penanganan pengaduan yang
disampaikan oleh Konsumen. (Pasal 245 ayat (1) UUPPSK)
• Penyelesaian sengketa secara internal PUSK
• Dalam hal tidak terdapat kesepakatan terhadap hasil penanganan pengaduan yang
dilakukan oleh PUSK, Konsumen dapat:
• a. menyampaikan pengaduan kepada otoritas sektor keuangan untuk penanganan pengaduan
sesuai dengan kewenangan masing-masing; atau
• b. mengajukan sengketa kepada lembaga atau badan penyelesaian sengketa yang mendapat
persetujuan dari otoritas sektor keuangan atau kepada pengadilan.
• Yang dimaksud dengan "lembaga atau badan penyelesaian sengketa" adalah
lembaga atau badan yang melakukan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Penyampaian pengaduan disampaikan oleh Konsumen melalui
kanal resmi yang telah ditentukan oleh masing-masing otoritas sektor
keuangan. Permohonan penyelesaian sengketa Konsumen didasarkan atas di
antaranya sengketa atau beda pendapat perdata.
• Dalam hal terdapat gugatan ganti rugi berdasarkan perbuatan
melawan hukum, pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan
merupakan tanggung jawab PUSK.
• Sedikit catatan: UU PPSK belum mengakomodasi penanganan
pengaduan atau penyelesaian sengketa secara elektronik.
Daftar pustaka
• Ang, Millencia, “Consumer’s Data Protection And Standard Clause In Privacy Policy In E-Commerce: A Comparative Analysis On
Indonesian And Singaporean Law”, The Lawpreneurship Journal, Volume 1 Issue 1 January 2021.
• Arifin, R., et al, “Protecting the Consumer Rights in the Digital Economic Era: Future Challenges in Indonesia”, JALREV 3 Volume 3
Special Issue 2021, ISSN Print: 2654-9266 ISSN Online: 2656-0461.
• Hermansyah, Nanang, “Penyalahgunaan Keadaan/Undue Influence Menurut Civil Law System (LUH Perdata Indonesia) dan
Common Law System (Inggris) Dalam Perjanjian”, Wasaka Hukum, 2022 Vol. 10 No. 01.
• Khairo, Fatria, “Consumer Protection Policy for Conducting E-Commerce Transactions in Indonesia”, Journal of Governance Volume
7, Issue 1, April 2022 (170-183) (P-ISSN 2528-276X) (E-ISSN 2598-6465) http://dx.doi.org/10.31506/jog.v7i1.14575
• Rosadi, Sinta Dewi and Tahira, Zahra, “Consumer Protection In Digital Economy Era: Law In Indonesia”, Yustisia Vol. 7 No. 1 January
– April 2018.
• Satrio, J., 1995, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung
• Satrio, J., 1992, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung.
• Shofie, Yusuf, 1999, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung.
• Tjipto, Felix Pratama, “Comparative Law Analysis of Consumer Protection Law in E-Commerce Transaction Between Indonesia and
United States”, UIRLawReview, Volume 5 Issue 2, 2021 P-ISSN: 2548-7671, E-ISSN: 2548-768X.
• United Nations, United Nations Conference on Trade and Development, TD/B/C.I/CPLP/18, 29 April 2019, “Voluntary peer review
of the consumer protection law and policy of Indonesia: Overview”, https://unctad.org/system/files/official-
document/cicplpd18_en.pdf.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai