C. PERJANJIAN KREDIT
Tentang bagaimana hakikat perjanjian kredit jika dihubungkandengan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, maka secara yuridis, perjanjian kredit dapat dilihat dari 2 (dua) segi
pandang sebagai berikut:
1. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam pakai habis
2. Perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus
Jika perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus, maka tidak ada perjanjian bernama
KUH Pertada yang sebut dengan perjanjian kredit. Karena itu, yang berlaku adalah ketentuan
umum dari hukum perjanjian, tentunya ditambah dengan klausul-klausul yang telah
disepakati bersama dalam kontrak yang bersangkutan.
Selanjutnya, penggolongan perjanjian kredit sebagai perjanjian bernama dalam
tampilannya sebagai perjanjian pinjam pakai, maka di samping terhadapnya berlaku
ketentuan umum tentang perjanjian pinjam pakai habis.
D. JAMINAN KREDIT
Berbeda dengan jaminan umum yang didasarkan atas pasal 1131 KUH Perdata, maka
terhadap pemegang jaminan hutang yang khusus (yang bersifat kebendaan), oleh hukum
diberikan hak preferens. Artinya, kreditur diberikan kedudukan yang lebih tinggi
(didahulukan) pembayaran hutangnta yang diambil dari hasil penjualan benda jaminan
hutang, sedangkan jika ada sisa dari penjualan benda jaminan hutang baru dibagi-bagikan
kepada kreditur lainnya. Dalam jaminan umum berdasarkan atas Pasal 1131 KUH Perdata,
kedudukan preferens dari kreditur tersebut tidak ada.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka pihak kreditur cenderung untuk meminta
jaminan hutang yang khusus dari pihak debitur agar pembayaran hutangnya menjadi aman.
Jaminan khusus (yang bersifat kebendaan) tersebut misalnya berupa hipotik, fidusia, hak
tanggungan, atau gadai.
E. KREDIT SINDIKASI
Kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan oleh beberapa bank kepada satu debitur,
di mana di antara bank-bank peserta sindikasi tersebut terdapat suatu hubungan lintas kreditur
yang dikoordinasi secara erat dan kokoh oleh satu bank sebagai koordinator, yang disebut
dengan Lead Creditur atau Lead Manager.
Model-model kredit sindikasi adalah sbb:
1. Model Dicert Participation
2. Model Indirect Participation
3. Model Club Deal
F. SUBJEK PEMBIAYAAN
Disamping memberikan pinjaman dalam bentuk kredit kepada debitur, mungkin juga
diberikan dana atau barang lainnya kepada debitur dalam bentuk pembiayaan. Dalam hal
pembiayaan kepada debitur ini, di samping debitur sebagai subjek pembiayaan, subjek yang
memberikan pembiayaan adalah sebagai berikut:
1. Pihak Lembaga Pembiayaaan
2. Bank
3. Perusahaan Swasta
4. Masyarakat
G. MODEL-MODEL PEMBIAYAAN
Pembiayaan (selain kredit) tersebut banyak modelnya, di antaranya yang terpenting
adalah sebagai berikut:
1. Model Pembiayaan Lewat Lembaga Pembiayaan
a. Sewa Guna Usaha
b. Anjak Piutang
c. Modal Ventura
d. Pembiayaan Konsumen
e. Pembiayaan dengan Kartu Kredit
2. Model Pembiayaan Lewat Pasar Modal
3. Model Pembiayaan Leat Pendanaan Langsung
4. Model Pembiayaan Lewat Pasar Uang
5. Model Pembiayaan Project
6. Model Pembiayaan Dagang dan Ekspor-Impor
BAB 12
PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN
A. PENGERTIAN
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, dan sesudah masa kerja. Hukum yang mengatur sektir ketenagakerjaan ini
disebut dengan hukum ketenagakerjaan atau hukum perburuhan. Yang dimaksud hukum
perburuhan adalah ketentuan hukum yang mengatur tentang hubungan kerja dengan mana
terdapat pekerjaan yang dilakukan oleh pihak buruh (tenaga kerja) kepada pihak majikan
(pengusaha) sebagai atasannya.
Perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan memberlakukan prinsip-prinsip
yuridis sebagai sbb:
- Landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan yang baik
- Kesempatan dan pemberlakuan yang sama
- Perencanaan dan informasi ketenagakerjaan sebagai dasar mengatur kebijakan
- Pembinaan hubungan industrial sesuai dengan nilai-nilai pancasila
- Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial
- Perlindungan tenaga kerja
- Pelatihan kerja
- Pelayanan penempatan tenaga kerja
- Pembinaan dan perlindungan tenaga kerja
- Pengawasan ketenagakerjaan
B. HUBUNGAN KERJA
Hubungan kerja ada yang merupakan hubungan kerja sektor formal dan hubungan
kerja sektor informal. Hubungan kerja sektor formal adalah hubungan kerja yang terjalin
antara pengusaha dan perkerja berdasarkan perjanjian kerja, baik untuk waktu tertentu
maupun untuk waktu tidak tertertu yang mengandung adanya unsur kepercayaan, upah dan
perintah.
Hubungan kerja didasari atas suatu perjanjian kerja antara majikan dan buruh,
baik perjanjian kerja atau lisan ataupun perjanjian kerja tertulis perjanjian kerja dibuat
berlandaskan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Kemauan bebas dari kedua belah pihak
- Kemampuan atau kecapakan dua belah pihak
- Adanyaa pekerjaan yang diperjanjikan
- Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
C. HUBUNGAN INDUSTRIAL
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja dan
pemerintah. Hubungan industrial yang sesuai dengan keadaaan di indonesia disebut dengan
Hubungan Indonesia Pancasila. Hubungan industrial meliputi pokok-pokok kerja sama sbb:
- Kerjasama produksi (partner in production)
- Kerjasama keuntungan (partner in profit)
- Kerjasama dalam tanggung jawab (partner in responsibility)
Peraturan perusahaan adalah peraturan peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Kecuali yang telah
memiliki kesepakatan kerja sama, maka setiap perusahaan wajib memiliki peraturan
perusahaan yang disahkan oleh menteri yang berwewenang.
E. MOGOK KEJRA
Mogok kerja adalah tindak pekerja secara bersama-sama menghentikan atau
memperlambat pekerjaan sebagau akibat gagalnya perundingan penyelesaian perselisihan
industrial yang dilakukamn, agar perusahaan memenuhi tuntutan perkerjaan. Mogok kerja
adalah hak dari pekerja dan hanya dapat dilakukan di perusahaan yang bersangkutan, yang
harus diberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi pemerintahan yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pemberitahuan tertulis tersebut dilakukan
dalam waktu minimal 24 (dua puluh empat) jam sebelum tindakan mogok dan harus
ditandatangani oleh pengururs serikat pekerja dan wakil pekerja
H. PERSELISIHAN PERBURUHAN
Yang dimaksudkan dengan perselisihan perburuan adalah perselisihan mengenai
subjek-subjek sbb:
1. Overview Kasus :
Dedy bersama tim kuasa hukumnya, Kantor hukum dan Hak Asasi Manusia
Lokataru, memaparkan sejumlah dugaan pelanggaran oleh PT Freeport Indonesia terhadap
pekerjanya. Nur Kholis, pengacara pekerja PT Freeport Indonesia melaporkan setidaknya
ada 19 peserta mogok kerja yang ditangkap polisi. Mereka, kata Nur, dikriminalisasi
dengan tuduhan pengrusakan dan penghasutan.
Selain itu, Nur melaporkan ada 18 orang yang meninggal akibat persoalan tersebut.
Sebanyak 16 pekerjanya meninggal karena sakit akibat penghentian kepesertaan BPJS oleh
PT Freeport Indonesia. Mereka dianggap bukan lagi karyawan perusahaan tambang
tersebut, sehingga dianggap tidak berhak menerima asuransi kesehatan. Sementara dua
orang lainnya nekat bunuh diri, yang disebut Nur sebagai dampak tekanan masalah hak
pekerja ini. Lima pekerja lainnya juga mengalami luka tembakan akibat aksi bentrok
dengan aparat.
2. Analisis Kasus :
Permasalahan ini berawal dari adanya kebijakan efisiensi yang diakukan oleh PT.
Freeport Indonesia terkait dengan ketidakpastian Investasi dan Perpanjangan Kontrak karya
dengan Pemerintah RI, yang perundingannya berlarut-larut. Akhir-akhir ini juga terjadi
perubahan gaya kepemimpinan di PT. Freeport Indonesia khususnya di divisi HRD,
manajemen saat ini lebih memilih berjalan sendiri dan enggan berunding lebih memilih
“update status” dengan serikat pekerja. Tiba-tiba Manajemen PT. Freeport Indonesia
memperkenalkan sebuah program bernama Furlough, dimana Perusahan mengumumkan
nama-nama Pekerja yang akan dikembalikan ke tempat Penerimaan. Pekerja yang akan
dikembalikan tersebut hanya diberikan kesempatan selama 2 hari untuk mengumpulkan
barang pribadi kemudian pulang ke tempat penerimaan.
Setiap hari Manajemen mengirimkan amplop kepada pekerja secara acak, baik lewat
department maupun barak. Ratusan pekerja dikirimi amplop yang isinya pemberitahuan
program furlough dan diharuskan menurut tanpa diberi kesempatan untuk membela diri.
Ketika serikat mempertanyakan dasar kebijakan Furlough (merumahkan pekerja),
Perusahaan menjawab bahwa kebijakan tersebut adalah sepenuhnya hak Perusahan dan bukan
merupakan persoalan Hubungan Industrial sehingga tidak perlu dirundingkan dengan pihak
serikat. Dengan dalih lebih jauh bahwa Perusahaan merugi akibat tidak dapat menjual hasil
konsentrat. Namun demikian, pernyataan bahwa perusahaan merugi tidak dapat dibuktikan,
bahkan hingga saat ini PT Freeport masih dapat menjual hasil produksi mereka. Dengan kata
lain klaim PT Freeport Indonesia tidak terbukti.
Banyak diantara pekerja yang masih muda dan produktif menjadi korban dari
program tersebut, padahal manajemen pernah menyampaikan bahwa jika terjadi efisiensi
maka perusahan tentu akan memilih pekerja yang baik dan produktif untuk tetap bekerja agar
memberikan koneko busi yang terbaik bagi perusahan, tapi anehnya mengapa tenaga muda
dan produktif juga menjadi korban dari program Furlough. Sehingga terkesan moment ini
akan digunakan oleh manajemen untuk melakukan balas dendam terhadap pekerja yang
selama ini vokal dan kritis terhadap kebijakan perusahan, terutama pekerja yang menjadi
fungsinaris serkat yang dinilai oleh manajemen sebagai provokator dan para pekerja tertentu
yang bersebrangan dengan kebijakan Perusahaan.
Karena tertutupnya kriteria pekerja yang akan terkena program furlough, saat ini
pekerja menjadi mulai resah dengan kebijakan tersebut dan ketenangan di tempat kerja
merasa terganggu karena takut sewaktu-waktu mereka akan menjadi korban selanjutnya yang
diberikan amplop pemberitahuan furlough.
Kedua, PT Freeport Indonesia juga dianggap melanggar 143 UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan larangan penghalangan kebebasan buruh untuk
berserikat.
Ketiga, perusahaan tambang itu juga disebut menabrak UU Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. PT Freeport Indonesia terancam UU tersebut
karena menghentikan keikutsertaan karyawannya dalam program BPJS.
5. Penyelesaian Kasus :
Komnas HAM telah mengeluarkan hasil telaahnya dan merekomendasikan kepada
PT.Freeport Indonesia untuk mempekerjakan kembali para pekerja yang mengelami furlough
dan di PHK karena melakukan mogok kerja. Sebelumnya juga, pada 31 Agustus 2017,
Dewan Jaminan Sosial Nasional telah menyelesaikan verifikasi dan kajian yang
menyimpulkan bahwa belum ada PHK terhadap para Pekerja PT. Freeport Indonesia yang
dengan demikian tindakan sepihak PT Freeport Indonesia yang menonaktifkan kepesertaan
BPJS Kesehatan para pekerja adalah melanggar sejumlah ketentuan dalam UU Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS Kesehatan.