Anda di halaman 1dari 102

TUGAS ARGUMENTASI HUKUM

Perjanjian Kredit dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Kredit

Dosen Pengampu : DR. RORRY PRAMUDYA, SH.MH

DISUSUN OLEH:

Yulisa Melsy 20.000.03

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM


HABARING HURUNG SAMPIT
PRODI ILMU HUKUM
SAMPIT
2023
I. SUMARRY

Pembangunan ekonomi nasional dalam pembangunan dalam rangka

mewujudkan masyarakat indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Harus dapat

memenuhi segala keperluan dari masyarakat. Guna mencapai tujuan tersebut,

maka pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan

pertumbuhan ekonomi serta terciptanya stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.

Kesulitan yang menimpa perekonomian indonesia, terutama sejak terjadinya krisis

ekonomi pada tahun 1997 yang masih berlangsung hingga kini, mungkin tidak

perlu terjadi apabila dunia usaha secara sungguh-sungguh melaksanakan prinsip-

prinsip manajemen keuangan perusahaan yang sehat yakni dengan antara lain

menyeimbangkan struktur permodalan sedemikian rupa. Namun dengan

meningkatnya kegiatan pembangunan dan struktur permodalan meningkat juga

keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan

perkreditan.1

Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau

badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

membeli rumah, mobil atau motor ataupun untuk meningkatkan produki

usahanya. Mengingat modal yang dimiliki perusahaan ataupun perorangan tidak

cukup untuk mendukung peningkatan usahanya. Usaha perbankan ialah suatu

1
Purwahid patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang,
2008, h.4
badan usaha yang bergerak di bidang jasa keuangan yang menjadi alternatifnya.

Pengakuan yuridis formal mengenai eksistensi perbankan dimulai sejak lahirnya

Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan yang

kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan dan selanjutnya di ganti dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbakan.

Sebagai badan usaha, kehadiran bank di masyarakat memiliki peran yang sangat

strategis dalam proses pembangunan nasional. Arti dan peran Perbankan terlihat

dari pengertian bank itu sendiri yakni badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.2

Prasarana perbankan indonesia setelah reformasi mengalamiperkembangan

yang sangat cepat. Dalam rangka menarik minat nasabah untuk menyimpan dana

pada bank beberapa bank mengadakan undian, menawarkan hadiah menarik,

mempromosikan iklan-iklan yang bagus, menawarkan biaya dan bunga yang lebih

menarik. Kegiatan penghimpunan dana antara lain, transaksi dalam pemberian

kredit, pemanfaatan fasilitas bank misalnya ATM, dan surat-surat berharga

lainnya. Maka dalam hal ini, kedudukan bank adalah suatu lembaga yang

berhubungan erat dengan masyarakat dan mempunyai hubungan timbal baik bagi

masyarakat tersebut, sesuai dengan kerangka asas-asas hukum perbankan, yakni:

1. Asas demokrasi ekonomi


2
Lihat pasal 1 angka (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
2. Asas kepercayaan (fiduciary principle)

3. Asas kerahasiaan (confidential principle)

4. Asas kehati-hatian(prudential principle)

Istilah kredit berasal dari bahasa latin “credere” ( lihat pula yang credo dan

creditum) yang kesemuanya berarti kepercayaan ( dalam bahasa inggris faith dan

trust). Dapat dikatakan bahwa kreditor dalam hubungan perkreditan dengan

debitor mempunyai suatu kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu dan dengan

syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan atau membayar

kembali kredit yang bersangkutan.Dengan demikian, dasar dari pada kredit adalah

kepercayaan. Dilihat dari Sudut Ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan

pembayaran karena pengembalian atas penerimaan uang dana atau suatu barang

tidak dilakukan bersamaan pada saatnya menerima, melainkan pengembaliannya

dilakukan pada masa tertentu yang akan datang. 3 Devinisi lain tentang kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihanyang dapat dipersamakan dengan itu

berdasarkan persetujuan pinjam meminjamantara bank dengan pihak lain, yang

mana pihak tersebut berkewajiban melunasihutangnya setelah jangka waktu

tertentu denganjumlah bunga yang ditetapkan.

Beberapa pakar juga mengemukakan mengenai pendapat mengenai

definisi kredit, yakni H.M.A Savelberg menyatakan bahwa kredit mempunyai

dasar bagi setiap perikatan (verbintenis) dimana seorang berhak menuntut sesuatu
3
Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral dalam Upaya Penyelesaian
Kredit Bermasalah, PT Refika Aditama, Bandung, 2004, h. 17
dari orang sebagai jaminan, dimana seorang menyerahkan sesuatu dari orang lain

dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu. Menurut Mr.

J.A Levy merumuskan arti hukum dari kredit yaitu menyerahkan secara sukarela

sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima

kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan

kewajiban mengembalikan jumlah uang pinjaman itu di belakang hari.4

Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas

prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu prestasi uang, maka transaksi

kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit

berfungsi koperatif antara pemberi kredit dan penerima kredit atau antara kreditor

dengan debitor. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko.

Singkatnya kredit dalam arti luas berdasarkan atas komponen-komponen

kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi dimasa mendatang. 5 Pengertian

kredit secara tegas tertuang dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan) yang menyebutkan kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka

waktu dengan pemberian bunga.6

4
Ibid, h. 17
5
Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif dalam
Perjanjian Kredit Bank ( Perspektif Hukum dan Ekonomi), Mandar Maju, Bandung, 2004, h. 10
6
Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa di dalam

kredit terdapat unsur-unsur sebagai berikut:7

1. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa

kredit yang diberikan (baik yang berupa uang, barang atau jasa) benar-benar

diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit

kepercayaan diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa

suatu kredit berani dikucurkan. oleh karena itu, sebelum kredit dikucurkan harus

dilakukan penelitian dan penyelidikan lebih dulu secara mendalam tentang kondisi

nasabah, baik secara interen maupun eksteren. Penelitian dan penyelidikan kondisi

pemohon kredit sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan ikhtikad

baik nasabah terhadap bank.

2. Kesepakatan

Di samping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur

kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini

dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani

hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan ini kemudian dituangkan

dalam akad kredit dan ditandatangani kedua belah pihaksebelum kredit

dikucurkan.

3. Jangka waktu

7
Op.Cit, h. 19
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu

ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu

tersebut bisa berbentuk jangka pendek (dibawah 1 tahun), jangka menengah (1

sampai 3 tahun) atau jangka panjang (diatas 3 tahun. Jangka waktu merupakan

batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah

pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai

kebutuhan.

4. Risiko

Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan

memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macetnya pemberian suatu

kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar

risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank. Baik

risiko yang disengaja oleh nasabah maupun risiko yang tidak sengaja misalnya

karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa adanya unsur

kesengajaan lainnya, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kredit yang

diperolehnya.

5. Balas Jasa

Bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas

pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa kita kenal

dengan nama bunga. Di samping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga

membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga merupakan


keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya

ditentukan dengan bagi hasil.

Dalam lembaga-lembaga keuangan Islam kredit dikenal

denganpembiayaan, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana

atau tagihan yang dipersamakan dengan ituberupa:

1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah;

2. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk

Ijarah Muntahiya Bittamlik;

3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Mudharabah, Salam, dan Istishna;

4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh; dan

5. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa.

Di dalam suatu perjanjian, para pihak mempunyai hak dan kewajiban

masing-masing yang harus dipenuhi. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua

orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau dapat

dikatakan suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Berdasarkan

peristiwa itu timbul suatu hubungan hukum diantara pihak-pihak yang

mengadakan perjanjian tersebut. Hubungan hukum yang merupakan suatu

perikatan itu menjadi dasar bagi salah satu pihak untuk menuntut suatu prestasi

dari pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan dari pihak lain atau

sebaliknya.
Rumusan dan pengertian tentang perjanjian kredit belum secara eksplisit

tercantum dalam perundang-undangan. Namun Demikian dalam Pasal 1 angka 11

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit diartikan sebagai penyediaan uang

atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga. Berdasarkan pengertian tersebut, perjanjian kredit dapat

diartikan sebagai perjanjian pinjam-meminjam antara bank sebagai kreditor

dengan pihak lain sebagai debitor yang mewajibkan debitor untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.8

Pemberian istilah “perjanjian kredit” memang tidak tegas dinyatakan

dalam peraturan perundang-undangan, namun berdasarkan Surat Edaran Bank

Indonesia No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970 yang ditujukan

kepada segenap Bank Devisa saat itu, pemberian kredit diinstruksikan harus

dibuat dengan surat perjanjian kredit sehingga perjanjian pemberian kredit

tersebut sampai saat ini disebut Perjanjian Kredit. Pengertian tentang perjanjian

kredit belum dirumuskan baik dalam UU Perbankan ataupun Rancangan Undang-

Undang tentang perkreditan, oleh karena itu ada beberapa pendapat untuk

memahami pengertian perjanjian kredit, Subekti menyatakan dalam bentuk

apapun juga pemberian kredit itu adakan, dalam semuanya pada hakikatnya yang

terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur oleh

KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.9

8
Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
9
Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,
Perjanjian kredit merupakan perjanjian pinjam mengganti, namun juga

merupakan perjanjian khusus, karena didalamnya terdapat kekhususan dimana

pihak kreditor selaku bank dan objek perjanjian berupa uang (secara umum diatur

oleh KUHPerdata dan secara khusus diatur oleh UU Perbankan. Dari rumusan

yang terdapat didalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit,

dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah Perjanjian pinjam

meminjam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian

pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu obyeknya adalah

benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk didalamnnya uang.

Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi

pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama

kepada pihak yang meminjamkannya. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan

perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan

oleh “penyerahaan” uang oleh bank kepada nasabah.10

Perjanjian kredit memuat beberapa hal, antara lain:

1. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya

berkaitan dengan program pembangunan, biasanya dalam pemberian

kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima.

Alumni, Bandung, 1982, h. 3


10
Ibid,
2. Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah

bank atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh

individu.

3. Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan

perjanjian pinjam-meminjam. Bagi perjanjian meminjam berlaku

ketentuan umum dari Buku III dan Bab XIII buku III KUHPerdata.

4. Pada perjanjian kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang

pinjaman itu harus disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil.

5. Pada Perjanjian Kredit bank harus mempunyai keyakinan akan

kemampuan debitor akan pengembalian kredit yang diformulasikan

dalam bentuk jaminan baik materiil maupun immaterial.

Dilihat dari bentuk umum perjanjian kredit perbankan menggunakan

bentuk perjanjian baku (standard contract), karena dalam praktiknya bentuk

perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditor sedangkan

nasabah sebagai debitor hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik.

Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard

contract).11 Subjek Hukum dalam perjanjian kredit ialah pihak-pihak yang

mengikatkan diri dalam hubungan hukum. Didalam perjanjian kredit mencakup

dua pihak yaitu pihak kreditor yang merupakan orang atau badan yang memiliki

uang, barang, atau jasa yang bersedia untuk meminjamkan kepada pihak lain

(pemberi kredit) dan debitor yang merupakan pihak yang membutuhkan atau

meminjam uang, barang, atau jasa (pemohon kredit).

11
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, h. 158-160
II. FAKTA HUKUM

1. Kasus Kredit Macet (N dengan Pihak BRI cabang Muara Tebo)

N sebagai pihak debitur, melakukan peminjaman sebesar kurang lebih Rp.

200.000.000, (dua ratus juta rupiah), kepada pihak BRI. Dengan menjadikan

sertifikat tanah lahan sawit seluas 3 hektar sebagai jaminan, isi perjanjian

tersebut adalah, pihak bank meminjam kan dana sebesar Rp.200.000.000, kepada

pihak debitur, dengan jangka pembayar 3-5 tahun. Adapun tagihan perbulannya

sebesar Rp.4.600.000,- ( empat juta enam ratus rupiah),kemudian dalam 2 bulan

selanjutnya N sebagai debitur telat membayarkan tanggungjawabnya kepada

pihak Bank RakyatIndonesia, kemudian tindakan yang diambil oleh pihak Bank

Rakyat Indonesia adalah memberikan kelonggaran pembayaran kepada pihak

debitur selama satu bulan kedepan, ketiga cara yang penulis sebut di atas sudah

dilakukan pihak kreditur, yang dimana pihak krediturnya yaitu Bank Rakyat

Indonesia cabang Muaro Tebo, apabila cara tersebut masih menemukan titik

buntu, maka pihak Bank Rakyat Indonesia Muaro Tebo akan melakukan

penyelesaian sengketa perjanjian kredit secara hukum.

2. Kasus Perjanjian Kredit Bank Danamon dan Dian Arliani

Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 238/Pdt/2018/Pt.DKI

bahwa dalam hal perjanjian pemberian atas pembiayaan konsumen dengan

melalui kredit tanpa agunan ini yang dibuat oleh Bank Danamon dan Dian Arlini
tidak dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya hal yang tercantum didalam

perjanjian tidak terlaksana dengan baik. Asas kepercayaan dan kemampuan yang

menjadi pedoman dalam perjanjian kredit tanpa agunan ini menurut pihak debitur

adalah tidak sama sekali mencerminkan keadilan, karena berdasarkan pada

perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan dalam klausula

perjanjian yang dibuat pihak debitur merasa tidak pernah mendapatkan surat

perjanjian tertulis atas pinjaman kredit tanpa agunan tersebut. Amar putusan

dalam putusan ini adalah : 1. Menerima permohonan banding dari Kuasa Hukum

Pembanding semula Penggugat; 2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan Nomor 360/Pdt.G/2017/PN.JKT.Sel, tanggal 22 November 2017

yang dimohonkan banding tersebut; 3. Menghukum Pembanding Semula

Penggugat membayar biaya perkara yang timbul dalam dua tingkat pengadilan

yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh

ribu rupiah). Mengenai tuduhan atas Tergugat yang disebutkan bahwa Tergugat

telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam penerapan manajeman risiko dalam

alih daya pekerjaan penagihan kredit dan pengelolaan kas sebagaimana yang

diatur dalam ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/20/dpnp/2012.

3. Wanprestasi Perjanjian Kredit di PT BPR Mraggen Mitra Persada

(Studi Kasus: Perjanjian Kredit Antara PT BPR Mraggen Mitra

Persada dengan Sujono dkk)

Sujono yaitu selaku debitur dan PT BPR MRANGGEN MITRA

PERSADA selaku kreditur telah melaksanakan perjanjian kredit, Dengan


dipenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 1320 KUH Perdata, baik syarat subyektif maupun syarat obyektif, maka

perjanjian kredit antara PT. BPR MRANGGEN MITRA PERSADA selaku

kreditur dan Sujono selaku debitur adalah perjanjian yang sah, namun dalam

pengembalian kredit Sujono memiliki tunggakan pengembalian kredit yang

terhitung dari hutang pokok, bunga, dan biaya-biaya yang muncul akibat adanya

tunggakan tersebut.

Sejak PT. BPR MRANGGEN MITRA PERSADA mengajukan gugatan

ke Pengadilan Negeri Blora pihak sujono sebagai tergugat tidak ada itikad baik

untuk menghadiri persidangan. Majelis Hakim memutuskan untuk menjatuhkan

putusan tanpa hadirnya tergugat yang disebut dengan verstek. Dari putusan

tersebut pihak tergugat atau Sujono melakukan perlawanan terhadap verstek atau

yang disebut dengan verzet. Terhadap verzet yang diajukan oleh Sujono hakim

mempertimbangkan bahwa perlawanan (verzet) tersebut ditolak oleh Majelis

Hakim berdasarkan pertimbangan bahwa pihak Sujono telah keliru menentukan

subyek hukumnya dan salah menentukan dalil-dalil perlawanan yang diajukan

pihak Sujono terhadap PT. BPR MRANGGEN MITRA PERSADA. Berdasarkan

keputusan Majelis Hakim tersebut pihak Sujono tetap dianggap melakukan

wanprestasi dan harus memenuhi prestasinya.12

4. Perjanjian Kredit Koperasi Dana Rahayu

12
Rizky Auliandi, TINJAUAN YURIDIS WANPRESTASI PERJANJIAN KREDIT,
Universitas Diponegoro, 2015, h. 6
Pada tanggal 18 Januari 2011, Bapak Putu Suarma datang ke Koperasi

Serba Usaha Dana Rahayu Sidakarya untuk mengadakan proses hutang piutang.

Pada saat itu Bapak Putu Suarma sebagai pihak debitur melakukan perjanjian

kredit dengan pihak koperasi tersebut dan sepakat melakukan perjanjian berupa

perjanjian kredit. Pencairan kredit pihak debitur pun menerima uang sejumlah

Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah) seperti yang telah ditentukan dalam

perjanjian kredit dengan rencana peminjaman kredit hanya sebelas hari. Namun

seiring dengan berjalannya waktu, pelunasan tidak dilakukan selama sebelas hari,

melainkan hingga tanggal 18 Oktober 2012 pembayaran kredit masih

berlangsung dan hanya sampai memasuki tanggal tersebut. Lalu selanjutnya

pembayaran perjanjian kredit tidak dibayarkan lagi. Dalam kasus tersebut, dapat

dikatakan Bapak Putu Suarma (debitur) melakukan wanprestasi atau ingkar janji

dalam pelaksanaan perjanjian kredit.

5. Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Harta Bersama (Yusnita Binti

Amin)

Putusan Mahkamah Agung dengan Nomor Registrasi No. 1008

K/Pdt/2012, dimana perkara yang diajukan oleh Yusnita Binti Amin adalah

terkait dengan adanya perjanjian kredit serta penjaminan terhadap sebidang tanah

dalam 1 hamparan yang terletak di Jalan Lintas Sumatera (Sarolangun),

Kelurahan Dusun Sarolangun, Kecamatan Sarolangun, Kebupaten Sarolangun

(dahulu Kabupaten Sarolangun Bangko) dengan luas ± 6.806 serta diatasnya

berdiri rumah permanen, bangunan pondok, garasi mobil, serta beberapa bidang
kolam ikan (selanjutnya akan disebut sebagai obyek agunan), yang diserahkan

oleh Saiful Anwar Als. A Kiang selaku suami dari Yusnita Binti Amin ke PT.

Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Pusat Cq. PT. Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Cab. Lubuk Linggau, Sumatera. Terhadap perjanjian kredit serta

penjaminan obyek agunan tersebut dilakukan tanpa adanya persetujuan dari

Yusnita Binti Amin, sedangkan obyek agunan tersebut merupakan harta bersama

dalam perkawinan. Kemudian permasalah timbul pada saat kredit tersebut macet,

sehingga bank melakukan penjualan melalui lelang terhadap obyek agunan

tersebut dan obyek agunan tersebut terjual kepada pihak lain. Oleh karena itu,

terhadap penjualan obyek agunan tersebut, maka pihak istri yang tidak

mengetahui adanya perjanjian kredit serta telah dijaminkannya obyek agunan

tersebut oleh pihak suami merasa dirugikan karena pihak istri masih memiliki

hak terhadap obyek agunan tersebut yang merupakan harta Bersama.

6. Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Harta Bersama (Ang Teauw King

Hoa)

Putusan Mahkamah Agung dengan Nomor Registrasi No. 2260

K/Pdt/2012, dimana perkara ini diajukan oleh Ang Teauw King Hoa adalah

terkait dengan adanya akta pengakuan hutang piutang uang dengan jaminan

tanah antara Felix Rompas selaku suami dari Ang Teauw King Hoa dengan Hans

Chandra. Terhadap akta pengakuan hutang piutang uang dengan jaminan tanah

tersebut dilakukan tanpa adanya persetujuan dari Ang Teauw King Hoa,

sedangkan yang menjadi jaminan tersebut merupakan harta bersama dalam


perkawinan. Kemudian permasalah timbul pada saat Felix Rompas tidak dapat

memenuhi perjanjian hutang piutang dengan Hans Chandra, sehingga Felix

Rompas mengalihkan tanah tersebut kepada Hans Chandra guna memenuhi

hutang piutangnya kepada HansChandra.13

7. Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Harta Bersama (Ny. Darmi Sanyoto)

Permasalahan yang disampaikan oleh Ny. Darmi Sanyoto melalui Website

Rajawali Consultans.3 Adapun permasalahan yang disampaikan adalah mengenai

perjanjian kredit dan penjaminan toko oleh suami dari Ny. Darmi Sanyoto ke

sebuah bank swasta tanpa adanya persetujuan dari Ny. Darmi Sanyoto.

Sedangkan terhadap obyek jaminan tersebut merupakan harta bersama dalam

perkawinan. Kemudian kredit tersebut macet dan akibatnya bank mengajukan

permohonan kepada pengadilan agar meletakkan sita jaminan atas obyek jaminan

tersebut. Selanjunya, pihak dari kantor lelang negara setempat telah

mengumumkan bahwa obyek jaminan tersebut akan dilelang.

8. Cisadane Sawit Raya (CSRA) Siap Jaminkan Asetnya Ke Bank Mandiri

(CSRA) menyatakan kesiapan untuk menjaminkan asetnya sebagai agunan

pendamping sementara kepada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI).

Berdasarkan keterbukaan informasi BEI pada Jumat, (14/10/1022), CSRA

melakukan ini agar anak usaha miliknya yaitu PT Samukti Karya Lestari dan PT

Sukses Sawit Gasing mendapatkan pinjaman dari bank plat merah tersebut.

Berdasarkan perjanjian kredit dengan Bank Mandiri, agunan pendamping


13
Ibid.
sementara tersebut digunakan untuk menjamin fasilitas kredit yang diterima oleh

PT Samukti Karya Lestari dan PT Sukses Sawit Gasing dari Bank Mandiri

sehubungan dengan aset kedua perusahaan tersebut belum dapat digunakan

sebagai jaminan bank. Bank Mandiri akan memberikan pinjaman sebesar Rp185

miliar untuk PT Samukti Karya Lestari dan Rp. 115 miliar untuk PT Sukses

Sawit Gasing. Adapun, agunan pendamping sementara tersebut akan apabila asset

kedua perusahaan tersebut sudah dapat digunakan. "Hal ini sebagaimana

dijelaskan dalam laporan Keuangan Audit Tahun 2021 Perseroan CALK 17

mengenai Entitas Anak Perseroan yaitu PT Samukti Karya Lestari dan PT Sukses

Sawit Gasing," ujar Direktur Utama SCRA Gita Sapta Adi.14

CSRA juga berpendapat transaksi ini merupakan transaksi afiliasi karena

perseroan merupakan pemegang saham dari PT Samukti Karya Lestari dan PT

Sukses Sawit Gasing dengan kepemilikan saham 99.99 persen. Dari segi

kepengurusan, sebagian besar direksi dan komisaris perseroan juga menjabat

sebagai direksi dan komisaris dari PT Samukti Karya Lestari dan PT Sukses Sawit

Gasing. Selain itu, perseroan juga berpendapat bahwa transaksi ini merupakan

transaksi material sehubungan. Sebab, penjaminan aset perseroan sebagai agunan

pendamping sementara untuk anak usaha yaitu PT Samukti Karya Lestari dan PT

Sukses Sawit Gasing sebesar Rp300 miliar, apabila dibandingkan dengan ekuitas

Perseroan periode 31 Desember 2021 sebesar R781 miliar. Aksi ini pun akan

terealisasikan setelah mendapatkan persetujuan RUPSLB pada 22 November

2022.

14
https://www.bisnis.com/user/870/khadijah.shahnaz.fitra
9. Anak Usaha Sarana Menara (TOWR) Raih Fasilitas Kredit Rp. 500

Miliar

Anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR), PT Profesional

Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan PT Iforte Solusi Infotek mendapatkan

fasilitas pinjaman dari PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII). Sekretaris

Perusahaan Sarana Menara Nusantara Monalisa Irawan menuturkan, Protelindo

dan Iforte melakukan penandatanganan perjanjian kredit dengan Maybank. "Total

komitmen dari perjanjian ini adalah sebesar Rp500 miliar," ujar Monalisa

keterbukaan informasi Bursa efek Indonesia (BEI). Monalisa menuturkan, tanggal

jatuh tempo kredit ini adalah 12 bulan sejak penandatanganan perjanjian Kredit.

Dia melanjutkan, tujuan dari pinjaman ini adalah untuk memenuhi kebutuhan

umum dan operasional Protelindo dan Iforte. "Protelindo dan Iforte telah setuju

untuk bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap pelaksanaan seluruh

kewajiban berdasarkan perjanjian kredit” ucapnya.

10. Sengketa Perjanjian Kredit Bank Berakhir Damai

Bertempat di ruang mediasi Pengadilan Negeri Surakarta, pada hari Senin,

15 Januari 2021, Pengadilan Negeri Surakarta kembali berhasil mendamaikan

pihak bersengketa. Seorang isteri dari debitur bank berbadan usaha milik negara

yang berkedudukan di Surakarta sepakat untuk menyelesaikan sengketa

perjanjian kredit suaminya dengan pihak bank secara damai. Kesepakatan

perdamaian tersebut dicapai dalam mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah

Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang


difasilitasi oleh mediator Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, Dwi Hananta.

Dalam gugatan yang terdaftar dengan register perkara Nomor

237/Pdt.G/2020/PN Skt, Ny. Endang Ariyani mengajukan gugatan kepada PT

Bank Mandiri (Persero) Tbk, Kantor Cabang Solo. Penggugat meminta agar

proses lelang objek jaminan atas utang-piutang suaminya ditinjau ulang dengan

pertimbangan adanya kondisi force majeur terkait pandemi Covid-19 sehingga

kesulitan memenuhi kewajiban kepada pihak bank. Penggugat pada akhirnya

menyanggupi untuk menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank yang

memberikan keringanan jumlah pembayaran dan perpanjangan jangka waktu

pembayaran, sehingga perkara dapat selesai dengan penandatanganan

kesepakatan damai yang diikuti dengan pencabutan gugatan. Pengadilan Negeri

Surakarta terus berkomitmen mendorong para pihak yang bersengketa dalam

perkara perdata untuk menyelesaikan sengketa secara damai melalui prosedur

mediasi yang tepat, efektif, dan membuka akses yang luas untuk memperoleh

penyelesaian yang berkeadilan. (Humas PN Surakarta)

11. Kejati Beri Tenggat Debitur Bayar Kredit Macet Rp 199,5 M ke Bank

Banten

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten memberikan tenggat kepada para

debitur yang bermasalah ke Bank Banten. Ada sekitar 43 surat kuasa khusus

(SKK) dari Bank Banten ke Kejati Banten untuk penyelesaian secara perdata agar

debitur membayar yang totalnya hingga Rp 199,5 miliar. "Terhadap SKK, dua
minggu ini tim jaksa pengacara negara memanggil debitur baik kredit investasi

dan modal kerja

dan telah diperoleh kesepakatan bahwa para debitur akan melakukan pembayaran

paling akhir Oktober 2022," kata Kajati Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak

kepada wartawan di Serang Banten. Para debitur itu, kata Leonard, jika tidak

mampu membayar maka sepakat untuk menyerahkan aset yang menjadi penjamin

di Bank Banten. Menurutnya, jaminan itu bisa dilelang oleh Bank Banten.

"Jumlah jaminan untuk hak tanggungan tadi ada 65 sertifikat hak milik dengan

nilai diperkirakan sekitar Rp 60,9 miliar," ucapnya.

12. Take Over Jual Beli dengan Objek Jaminan Kredit

Kegiatan take over jual beli objek jaminan kredit adalah PT. BPR Banda

Raya Batam. Dalam hal ini PT. BPR Banda Raya Batam memberikan pemberian

Kredit Pemilikan Rumah kepada debiturnya, tetapi jaminan Sertifikat Tanah

yangakan dibeli oleh debitur tersebut masih menjadi agunan oleh Bank lain.

Dengan dilakukannya. Take over kredit tersebut, langkah awal yang harus

dilakukan yaitu proses balik nama daripenjual (debitur X) yang merupakan

nasabah di bank lain (kreditur A), kepada pembeli (debiturY), yang diberikan

fasilitas kredit dari PT. BPR Banda Raya Batam. Namun yang menjadikendala,

proses balik nama di kota Batam ini harus memperoleh izin peralihan hak (IPH)

yangdikeluarkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan memakan waktu 14

hari kerja, dengan ketentuan objek tanah telah memiliki pecahan Penetapan

Lokasi atau PL. Proses IPH yangmemakan waktu lama, menyebabkan fasilitas
kredit yang telah diberikan oleh PT. BPR BandaRaya Batam kepada Debitur Y,

tidak memiliki kepastian hukum.

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus Kredit Macet N dengan Pihak

BRI cabang Muara Tebo Yaitu:

a. N sebagai pihak debitur, melakukan peminjaman sebesar kurang lebih

Rp. 200.000.000, (dua ratus juta rupiah), kepada pihak BRI.

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus Perjanjian Kredit Bank

Danamon dan Dian Arliani

a. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 238/Pdt/2018/Pt.DKI

bahwa dalam hal perjanjian pemberian atas pembiayaan konsumen

dengan melalui kredit tanpa agunan ini yang dibuat oleh Bank

Danamon dan Dian Arlini tidak dilaksanakan dengan sebagaimana

mestinya hal yang tercantum didalam perjanjian tidak terlaksana

dengan baik.

b. Amar putusan dalam putusan ini adalah : 1. Menerima permohonan

banding dari Kuasa Hukum Pembanding semula Penggugat; 2.

Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

360/Pdt.G/2017/PN.JKT.Sel, tanggal 22 November 2017 yang

dimohonkan banding tersebut; 3. Menghukum Pembanding Semula

Penggugat membayar biaya perkara yang timbul dalam dua tingkat


pengadilan yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp.

150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus Wanprestasi Perjanjian Kredit

di PT BPR Mraggen Mitra Persada (Studi Kasus: Perjanjian Kredit

Antara PT BPR Mraggen Mitra Persada dengan Sujono dkk)

a. Sujono yaitu selaku debitur dan PT BPR MRANGGEN MITRA

PERSADA selaku kreditur telah melaksanakan perjanjian kredit,

Dengan dipenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, baik syarat subyektif maupun

syarat obyektif.

b. Dalam pengembalian kredit Sujono memiliki tunggakan pengembalian

kredit yang terhitung dari hutang pokok, bunga, dan biaya-biaya yang

muncul akibat adanya tunggakan tersebut.

c. Sejak PT. BPR MRANGGEN MITRA PERSADA mengajukan

gugatan ke Pengadilan Negeri Blora.

d. Majelis Hakim memutuskan untuk menjatuhkan putusan tanpa

hadirnya tergugat yang disebut dengan verstek.

e. Majelis Hakim tersebut pihak Sujono dianggap melakukan wanprestasi

dan harus memenuhi prestasinya.


 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus Perjanjian Kredit Koperasi

Dana Rahayu

a. Pada tanggal 18 Januari 2011, Bapak Putu Suarma melakukan

perjanjian kredit dengan Koperasi Dana Rahayu.

b. Pencairan kredit pihak debitur pun menerima uang sejumlah Rp.

15.000.000 (lima belas juta rupiah) seperti yang telah ditentukan dalam

perjanjian kredit dengan rencana peminjaman kredit hanya sebelas hari.

c. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pelunasan tidak dilakukan

selama sebelas hari, melainkan hingga tanggal 18 Oktober 2012.

d. Dalam kasus tersebut, dapat dikatakan Bapak Putu Suarma (debitur)

melakukan wanprestasi atau ingkar janji dalam pelaksanaan perjanjian

kredit.

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus Perjanjian Kredit Dengan

Jaminan Harta Bersama (Yusnita Binti Amin)

a. Saiful Anwar Als. A Kiang selaku suami dari Yusnita Binti Amin

melakukan perjanjian kredit dengan PT. Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Pusat Cq. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Cab. Lubuk Linggau, Sumatera.

b. Perkara yang diajukan oleh Yusnita Binti Amin adalah terkait dengan

adanya perjanjian kredit serta penjaminan terhadap sebidang tanah


dalam 1 hamparan yang terletak di Jalan Lintas Sumatera (Sarolangun),

Kelurahan Dusun Sarolangun, Kecamatan Sarolangun, Kebupaten

Sarolangun (dahulu Kabupaten Sarolangun Bangko) dengan luas ±

6.806.

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus Perjanjian Kredit Dengan

Jaminan Harta Bersama (Ang Teauw King Hoa)

a. Putusan Mahkamah Agung dengan Nomor Registrasi No. 2260

K/Pdt/2012, dimana perkara ini diajukan oleh Ang Teauw King Hoa

adalah terkait dengan adanya akta pengakuan hutang piutang uang

dengan jaminan tanah antara Felix Rompas selaku suami dari Ang

Teauw King Hoa dengan Hans Chandra.

b. Akta pengakuan hutang piutang uang dengan jaminan tanah tersebut

dilakukan tanpa adanya persetujuan dari Ang Teauw King Hoa,

sedangkan yang menjadi jaminan tersebut merupakan harta bersama

dalam perkawinan.

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus PERJANJIAN KREDIT:

Laporkan Nasabah, Bank Mayapada Hadirkan Saksi

a. Direktur Utama Sentra Elektrindo Santosa, Muliadi melakukan

perjanjian kredit dengan PT Bank Mayapada Tbk


b. Berdasarkan berkas dakwaan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa dalam

Perkara No.396/Pid.B/2016/PN.Jkt. tidak menggunakan dana

pinjamannya seperti yang dijanjikan. Jaksa Penuntut Umum

mempertimbangkan terdakwa telah menempatkan, mentransfer,

mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,

menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan

dengan mata uang atau surat berharga lain atas harta kekayaan yang

diketahuinya.

c. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia mengungkapkan jumlah kredit

yang berkategori medium tersebut dijaminkan dengan beberapa agunan

antara lain corporate guarante, tanah seluas 11 ha, tanah seluas 7 ha,

dan 6 ha. Muladi didakwa dengan tiga dakwaan yaitu melanggar Pasal

378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, melanggar pasal 372

KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan melanggar Pasal 33 UU RI

No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uanng Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus SMGR dan SMCB Dapat

Kredit Sindikasi Hijau Rp4,15 Triliun dan Rp2,74 Triliun

a. Emiten semen BUMN, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) dan

unit usahanya PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. (SMCB) mendapatkan

kredit sindikasi Sustainability Linked Loan (SLL) dari 12 perbankan

masing-masing Rp4,15 triliun dan Rp2,74 triliun.


b. Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi SLL ini, SMGR akan memperoleh

kredit sebesar Rp4,15 triliun, sedangkan SMCB memperoleh kredit

sebesar Rp2,74 triliun

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus Cisadane Sawit Raya (CSRA)

Siap Jaminkan Asetnya Ke Bank Mandiri

a. (CSRA) melakukan perjanjian kredit dengan PT Bank Mandiri

(Persero) Tbk menjaminkan asetnya sebagai agunan pendamping

sementara.

b. Penjaminan aset perseroan sebagai agunan pendamping sementara

untuk anak usaha yaitu PT Samukti Karya Lestari dan PT Sukses

Sawit Gasing sebesar Rp300 miliar, apabila dibandingkan dengan

ekuitas Perseroan periode 31 Desember 2021 sebesar R781 miliar.

Aksi ini pun akan terealisasikan setelah mendapatkan persetujuan

RUPSLB pada 22 November 2022.

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus Anak Usaha Sarana Menara

(TOWR) Raih Fasilitas Kredit Rp. 500 Miliar

a. Protelindo dan Iforte melakukan penandatanganan perjanjian kredit

dengan Maybank. "Total komitmen dari perjanjian ini adalah sebesar

Rp500 miliar
b. Anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR), PT

Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan PT Iforte

Solusi Infotek mendapatkan fasilitas pinjaman dari PT Bank Maybank

Indonesia Tbk. (BNII).

 Fakta Hukum Yang Terungkap Dalam Kasus Sengketa Perjanjian

Kredit Bank Berakhir Damai

a. Bertempat di ruang mediasi Pengadilan Negeri Surakarta, pada hari

Senin, 15 Januari 2021, Pengadilan Negeri Surakarta kembali berhasil

mendamaikan pihak bersengketa. Seorang isteri dari debitur bank

berbadan usaha milik negara yang berkedudukan di Surakarta sepakat

untuk menyelesaikan sengketa perjanjian kredit suaminya dengan

pihak bank secara damai.

b. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang difasilitasi oleh mediator Hakim

Pengadilan Negeri Surakarta, Dwi Hananta. Dalam gugatan yang

terdaftar dengan register perkara Nomor 237/Pdt.G/2020/PN Skt, Ny.

Endang Ariyani mengajukan gugatan kepada PT Bank Mandiri

(Persero) Tbk, Kantor Cabang Solo.

13. Fakta Hukum yang Terungkap dari Kasus Take Over Jual Beli dengan

Objek Jaminan Kredit


a. PT. BPR Banda Raya Batam memberikan pemberian Kredit Pemilikan

Rumah kepada debiturnya, tetapi jaminan Sertifikat Tanah yangakan

dibeli oleh debitur tersebut masih menjadi agunan oleh Bank lain.

b. Proses IPH yangmemakan waktu lama, menyebabkan fasilitas kredit

yang telah diberikan oleh PT. BPR BandaRaya Batam kepada Debitur

Y, tidak memiliki kepastian hukum.

II. ISU HUKUM

Isu hukum mempunyai posisi yang sentral didalam penelitian hukum

sebagaimana kedudukan masalah didalam penelitian lainnya karena isu hukum

itulah yang harus dipecahkan didalam penelitian hukum sebagaimana

permasalahan yang harus dijawab di dalam penelitian hukum. Isu hukum

mengandung konsep hukum. Isu hukum juga timbul karena adanya dua proposisi

hukum yang saling berhubungan satu terhadap lainnya. Oleh karena menduduki

posisi yang sentral, salah dalam mengidentifikasi isu hukum, akan berakibat salah

dalam mencari jawaban atas isu tersebut dan selanjutnya salah dalam melahirkan

suatu argumentasi yang diharapkan dapat memecahkan isu hukum tersebut. Jadi

jawaban yang benar adalah sebuah masalah yang berkaitan dengan ketentuan

hukum yang relevan dan sesuai dengan fakta yang dihadapi. Dalam tataran

dogmatik hukum, sesuatu merupakan isu hukum apabila masalah itu berkaitan

dengan ketentuan hukum yang relevan dan fakta yang dihadapi. Menurut
penelitian tataran teori hukum, isu hukum harus mengandung konsep hukum.15

Dalam penelitian hukum terdapat 3 (tiga) tataran isu hukum yakni:

1. isu hukum pada tataran dogmatik hukum, yang terkait/menyangkut

ketentuan hukum yang relevan dengan fakta yang dihadap;

2. isu hukum pada tataran teori hukum, yang mengandung konsep hukum, dan

3. isu hukum pada tataran filosofis.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dibuatlah beberapa isu hukum yaitu :

A. Isu Hukum Dari Kasus Kredit Macet (N dengan Pihak BRI cabang

Muara Tebo)

a. Isu Satu : Apa Akibat Hukum Jika Seseorang Tidak Melaksanakan

Tanggung Jawabnya Dalam Suatu Perjanjian ?

b. Isu Dua : Apa Saja Syarat Sah dari Suatu Perjanjian ?

c. Apa Undang-Undang Yang Mengatur Perjanjian Kredit ?

Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan UU Perjanjian Kredit (KUHPerdata & UU Nomor 10 Tahun

1998)

15
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Rajawali Pers,
1990, h. 15
Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: "Suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih".

Pasal 1320 KUHPerdata ada 4 syarat sah perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Pasal 1 ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.16

Pasal 1754 KUHPerdata menyebutkan bahwa seseorang yang

meminjamkan sejumlah uang atau barang tertentu kepada pihak lain, ia akan

memberi kembali sejumlah uang yang sama sesuai dengan persetujuan yang

disepakati.

Pasal 1238 KUHPerdata “kondisi di mana debitur dinyatakan lalai dengan

surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari

perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap

lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

16
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Pasal 1238 KUHPerdata: “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah,

atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri,

yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan

lewatnya waktu yang ditentukan”.

Pasal 1243 KUHPerdata berbunyi “Penggantian biaya, kerugian dan bunga

karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun

telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu

yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya

dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”17

II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Kredit Macet (N dengan Pihak BRI

cabang Muara Tebo)

1. Apakah berdasarkan ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata N selaku debitur

telah melanggar hukum ?

2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa perjanjian kredit yang telah

dilakukan olen N ditinjau dari Pasal 1243 KUHPerdata ?

B. Isu Hukum dari Kasus Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Dalam

Perjanjian Kredit Bank Danamon dengan Dian Arliani

17
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga Tentang Perikatan
a. Isu Satu : Bagaimana prosedur pelaksanaan perjanjian kredit solusi modal

yang tanpa agunan dalam perjanjian kredit Bank Danamon dengan Dian

Arliani ?

b. Isu Dua : Apakah akibat hukum dalam kasus ini ?

c. Isu Tiga : Apakah tujuan bank secara umum ditinjau dari UU Nomor 7

Tahun 1998 ?

Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

JO Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: "Suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih".

Pasal 1320 KUHPerdata ada 4 syarat sah perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.


Pasal 1131 KUHPerdata “Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak

milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan

untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”.

Pasal 1132 KUHPerdata “Barang-barang itu menjadi jaminan bersama

bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi

menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para

kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”.18

Pasal 2 UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbakan “Perbankan Indonesia

dalam melakukan usahanya berasasan demokrasi ekonomi dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian”.

Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Bank

adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.19

Pasal 1 ayat (23) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Agunan

adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam

rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”

Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Dalam

memberikan kredit atau pembiayaan berasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum

wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad


18
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga Tentang Perikatan
19
UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbakan
dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya

atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Bank

Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh

Bank Indonesia”.

Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Bank

Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan

investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh

Bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk

kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang

bersangkutan”.

II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

Dalam Perjanjian Kredit Bank Danamon dengan Dian Arliani

1. Bagaimana perwujudan perlindungan hukum bagi kreditur dalam

pemberian kredit tanpa agunan kepada debitur yang melakukan

wanprestasi ditinjau dari undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang

perbankan ?

2. Bagaimana penyelesaian atas wanprestasi debitur terhadap pemberian

kredit
C. Isu Hukum Perjanjian Kredit Antara PT BPR Mraggen Mitra Persada

dengan Sujono dkk

a. Isu Satu : Bagaimanakah pelaksanaan pemberian kredit PT. BPR

Mraggen Mitra Persada dengan Sujono dkk ?

b. Isu Dua : Apakah upaya yang ditempuh oleh PT. BPR Mraggen Mitra

Persada dalam menyelesaikan kredit bermasalah?

c. Isu Tiga : Apakah akibat hukum dalam kasus ini ?

Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

JO Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: "Suatu perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih".

Pasal 1320 KUHPerdata ada 4 syarat sah perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.


Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 1998 “Perbankan adalah segala

sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,

serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.20

Presidium cabinet 15/EK/IN/10/1966 “Melaksanakan hal-hal yang

berhubungan dengan kebijaksanaan di bidang perkreditan sesuai dengan dan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pasal 1243 KUHPerdata berbunyi “Penggantian biaya, kerugian dan bunga

karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun

telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu

yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya

dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”

Pasal 1769 KUHPerdata “Bukti yang menyatakan pembayaran uang

pinjaman pokok tanpa menyebutkan sesuatu tentang pembayaran bunga, memberi

dugaan bahwa bunganya telah dilunasi dan peminjam dibebaskan dan kewajiban

untuk membayarnya”.

Pasal 1238 KUHPerdata: “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah,

atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri,

yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan

lewatnya waktu yang ditentukan”.

20
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Perjanjian Kredit Antara PT BPR

Mraggen Mitra Persada dengan Sujono dkk

1. Bagaimana penyelesaian sengketa non litigasi yang dapat ditempuh

menurut UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 10 ?

2. Apa faktor penyebab kredit macet yang menyebabkan debitur melakukan

wanprestasi ?

D. Isu Hukum Perjanjian Kredit Koperasi Dana Rahayu

a. Isu Satu : Bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur atas resiko

wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam uang?

b. Isu Dua : Bagaimana penyelesaian hukum yang dapat ditempuh terhadap

debitur yang wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam uang?

Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998


Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian

“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-eorang atau badan

hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan

prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas

asas kekeluargaan”.

Pasal 1243 KUHPerdata “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak

dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah

dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang

harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya

dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.

Pasal 1244 KUHPerdata “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya,

kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya

perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu

disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan

kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya”.

Pasal 1246 KUHPerdata “Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh

dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan

yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan

perubahan yang disebut di bawah ini”.

Pasal 1250 KUHperdata “Dalam perikatan yang hanya berhubungan

dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga yang
timbul karena keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang

ditentukan oleh undang-undang tanpa mengurangi berlakunya peraturan

undangundang khusus. Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu wajib dibayar,

tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian o!eh kreditur. Penggantian biaya,.

kerugian dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka Pengadilan,

kecuali bila undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum”.

Pasal 1252 KUHPerdata “Walaupun demikian, penghasilan yang dapat

ditagih, seperti uang upah tanah dan uang sewa lain, bunga abadi atau bunga

sepanjang hidup seseorang, menghasilkan bunga mulai hari dilakukan penuntutan

atau dibuat persetujuan. Peraturan yang sama berlaku terhadap pengembalian

hasil-hasil sewa dan bunga yang dibayar oleh seorang pihak ketiga kepada

kreditur untuk pembebasan debitur”.

Pasal 1266 KUHPerdata “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam

persetujuan yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi

pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan. Permintaan ini juga harus

dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban

dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam

persetujuan, maka Hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat,

leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi

jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan”.


Pasal 1267 KUHPerdata “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak

dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan,

jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan,

dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga”.

Peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Pasal 1 ayat (8) “Litigasi

adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan melalui jalur

pengadilan untuk menyelesaikannya”.

Peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Pasal 1 ayat (9) “Nonlitigasi

adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan di luar jalur

pengadilan untuk menyelesaikannya”.

II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Perjanjian Kredit Koperasi Dana

Rahayu

1. Apa penyebab terjadinya wanprestasi oleh pihak debitur di dalam

pelaksanaan perjanjian kredit pada Koperasi Dana Rahayu ?

2. Bagaimanakah cara penyelesaian wanprestasi oleh pihak debitur pada

Koperasi Dana Rahayu ?

E. Isu Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Harta Bersama

(Yusnita Binti Amin)

a. Isu Satu : Bagaimana Keabsahan Penggunaan Harta Bersama Sebagai

Jaminan Tanpa Persetujuan dari Suami Atau Istri ?


b. Isu Dua : Apa Akibat Hukum Atas Penjaminan Harta Bersama Dalam

Perjanjian Kredit Bank tanpa Persetujuan dari Pihak Suami Atau Isteri ?

Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan KUHPerdata dan dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 JO Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana

satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.

Pasal 1320 KUHPerdata “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu

dipenuhi empat syarat; 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2.

kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu pokok persoalan tertentu; 4.

suatu sebab yang tidak terlarang”.

Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Pekawinan “Perkawinan ialah

ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”.


Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 “Perkawinan adalah sah, apabila

dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu”.

Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 “Tiap-tiap perkawinan dicatat

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 “Harta benda yang diperoleh

selama perkawinan menjadi harta Bersama”.

Pasal 36 ayat (1) Nomor 1 Tahun 1974 “Mengenai harta bersama, suami

atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak”.21

Pasal 119 KUHPerdata “Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka

menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antarà suami isteri, sejauh

tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian

perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh

ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri”.

Pasal 122 KUHPerdata “Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula

semua keuntungan-keuntungan dan kerugiankerugian yang diperoleh selama

perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian harta bersama itu”.22

21
Pasal 36 ayat (1) Nomor 1 Tahun 1974
22
Pasal 122 KUHPerdata
II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Perjanjian Kredit Dengan Jaminan

Harta Bersama (Yusnita Binti Amin)

1. Bagaimana Keabsahan Penggunaan Harta Bersama Sebagai Jaminan

Tanpa Persetujuan dari Suami Atau Istri ?

2. Apa Akibat Hukum Atas Penjaminan Harta Bersama Dalam Perjanjian

Kredit Bank tanpa Persetujuan dari Pihak Suami Atau Isteri ?

F. Isu Hukum Kasus Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Harta Bersama

(Ang Teauw King Hoa)

a. Isu Satu : Apakah menjadikan harta Bersama sebagai jaminan

merupakan perbuatan melanggar hukum ?

b. Isu Dua : Apakah Felix Rompas telah melakukan wanprestasi atas

perjanjian tersebut ?

Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan KUHPerdata dan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974

Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 “Harta benda yang diperoleh

selama perkawinan menjadi harta Bersama”.


Pasal 36 ayat (1) Nomor 1 Tahun 1974 “Mengenai harta bersama, suami

atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak”.23

Pasal 119 KUHPerdata “Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka

menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antarà suami isteri, sejauh

tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian

perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh

ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri”.

Pasal 1 ayat (23) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Agunan

adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam

rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”

Pasal 1 ayat (12) Uu Nomor 1 Tahun 2008 "Prinsip Syariah adalah prinsip

hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh

lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah".

Pasal 1320 KUHPerdata ada 4 syarat sah perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Perjanjian Kredit Dengan Jaminan

Harta Bersama (Ang Teauw King Hoa)

23
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
1. Apakah perjanjian kredit dengan jaminan harta bersama tanpa

persetujuan/sepengetahuan kedua belah pihak, punya konsekuensi

hukum?

2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa perjanjian kredit yang

dilakukan oleh Felix Rompas dengan Hans Candra ?

G. Isu Hukum Dari Kasus Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Harta

Bersama (Ny. Darmi Sanyoto)

a. Isu Satu : Apakah menjadikan harta Bersama sebagai jaminan

merupakan perbuatan melanggar hukum ?

b. Isu Dua : Apakah tinjauan hukum mengenai jaminan harta Bersama

tanpa sepengetahuan suami/istri ?

c. Isu Tiga : Apa sanksi yang akan(Ny. Darmi Sanyoto) diberikan kepada

suami/istri yang menjaminkan harta Bersama dalam perjanjian kredit ?

Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan Kuhperdata dan UU No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan
Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: "Suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih".

Pasal 1320 KUHPerdata ada 4 syarat sah perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Pekawinan “Perkawinan ialah

ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”.

Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 “Perkawinan adalah sah, apabila

dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu”.

Pasal 29 (1) UUP “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan,

kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang

disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga

terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”. (2) “Perjanjian

tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batasbatas hukum, agama dan

kesusilaan”. (3) “Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan

dilangsungkan”. (4) “Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak


dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk

merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga”.

Putusan Mahkamah Agung No. Reg: 2691 PK/Pdt/1996 dinyatakan

bahwa, “Tindakan terhadap harta bersama oleh suami atau isteri harus mendapat

persetujuan suami isteri.”

Pasal 36 ayat (1) UUP mengharuskan penggunaan harta bersama

dilakukan suami atau istri atas dasar perjanjian kedua belah pihak”.

Pasal 1 ayat (1) UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 “Hak

Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitandengan tanah, yang

selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalahhak jaminan yang dibebankan pada

hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut

benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.

Pasal 122 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan “Segala

hasil pendapatan, demikian juga segala untung dan rugi sepanjang perkawinan itu

berlangsung harus diperhitungkan mujur malang persatuan”. Sehingga,

berlandaskan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, isteri tidak bisa mengambil

tindakan sendiri tanpa dibantu oleh suami. Sekali mereka menikah, harta
kekayaan menjadi bersatu demi hukum, tidak termasuk melakukan perikatan

bahwa harta berpisah”.

Pasal 1 ayat (23) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Agunan

adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam

rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”

II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Perjanjian Kredit Dengan Jaminan

Harta Bersama ((Ny. Darmi Sanyoto)

1. Bagaimana prosedur penyelesaian sengketa yang dialami Ny. Darmi

Sanyoto ?

2. Apa akibat hukum atas perjanjian yang dilakukan tanpa sepengetahuan

Ny. Darmi Sanyoto ?

H. Isu Hukum dari Kasus Cisadane Sawit Raya (CSRA) Siap Jaminkan

Asetnya Ke Bank Mandiri

a. Isu Satu : Apa saja hal yang dipertimbangkan bank dalm memberikan

kredit ?

b. Isu Dua : Bagaimana Proses pemberian kredit dengan agunan ?


Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan KUHPerdata dan Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1967

Tentang Pokok-Pokok Perbankan

Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana

satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.

Pasal 1320 KUHPerdata ada 4 syarat sah perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Pasal 1 ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”

Pasal 29 ayat (3) UU Nomot 10 Tahun 1998 “Dalam memberikan kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha


lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan

kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank”.

"Pasal 8 (1) UU Nomor 10 Tahun 1998 “Dalam memberikan kredit atau

pembiayaan berasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai

keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan

serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau

mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Pasal 1 ayat (23) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Agunan

adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam

rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”.

Pasal 10 (1) UU Nomor 4 Tahun 1967 “Pemberian Hak Tanggungan

didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan

pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak

terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian

lainnya yang menimbulkan utang tersebut”.

Pasal (2) UU Nomor 4 Tahun 1967 “Pemberian Hak Tanggungan

dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pasal (3) UU Nomor 4 Tahun 1967 “Apabila obyek Hak Tanggungan

berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi

syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan,


pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan

pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan”.

Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1967 “Di dalam Akta Pemberian

Hak Tanggungan wajib dicantumkan : a. nama dan identitas pemegang dan

pemberi Hak Tanggungan:

b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di

antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula

dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan

itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak

Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;

c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);

d. nilai tanggungan; e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan”.

II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Cisadane Sawit Raya (CSRA) Siap

Jaminkan Asetnya Ke Bank Mandiri

1. Apakah Langkah yang akan dilakukan bank jika CSRA tidak meemnuhi

tanggung jawab ?

2. Bagaimana proses pemberian kredit oleh Bank dengan jaminan ?


I. Isu Hukum dari Kasus Perjanjian Kredit Take Over Jual Beli Oleh PT

BPR Batam

a. Isu satu : Bagaimana proses peralihan kreditur (take over) objek jaminan

kredit pada PT.BPR Banda Raya Batam?

b. Isu Dua : Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kreditur dalam

proses peralihan kreditur (take over) jual beli objek jaminan kredit pada PT.BPR

Banda Raya Batam?

c. Isu Tiga : Bagaimana Peranan Notaris dalam kasus ini ?

Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan Hukum Ketentuan KUHPerdata, Undang – Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perbankan, dan UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris

Pasal 1 ayat (4) UU Nomor 10 Tahum 1998 “Bank Perkreditan Rakyat

adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau

berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran”.


Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana

satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.

Pasal 1320 KUHPerdata ada 4 syarat sah perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Pasal 1 ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan “Kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”

Pasal 1400 ayat KUHPerdata “Subrogasi atau perpindahan hak kreditur

kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditur, dapat terjadi karena

persetujuan atau karena undang-undang”.

Pasal 1401 kuhpERDATA “Perpindahan itu terjadi karena persetujuan:

1. Bila kreditur, dengan menerima pembayaran dan pihak ketiga, menetapkan

bahwa orang ini akan menggantikannya dalam menggunakan hak-haknya,


gugatan-gugatannya, hakhak istimewa dan hipotek-hipoteknya terhadap debitur;

Subrogasi mi harus dinyatakan dengan tegas dan dilakukan bersamaan dengan

waktu pembayaran.

2. Bila debitur menjamin sejumlah uang untuk melunasi utangnya, dan

menetapkan bahwa orang yang meminjamkan uang itu akan mengambil alih hak-

hak kreditur, agar subrogasi ini sah, baik perjanjian pinjam uang maupun tanda

pelunasan, harus dibuat dengan akta otentik, dan dalam surat perjanjian pinjam

uang harus diterangkan bahwa uang itu dipinjam guna melunasi utang tersebut;

sedangkan dalam surat tanda pelunasan harus diterangkan bahwa pembayaran

dilakukan dengan uang yang dipinjamkan oleh kreditur baru.

Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”.

Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris “Akta

Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut

bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini”.

Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan

dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam

akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,


memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan

akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau

orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.

Pasal 1457 KUHPerdata “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana

pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak

yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”.

Pasal 1458 KUHPerdata “Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua

belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang

tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya

belum dibayar”.

II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Perjanjian Kredit Take Over Jual Beli

Oleh PT BPR Batam

1. Bagaimana Peranan Notaris sebagai Pejabat yang berwenang membuat

Akta Otentik dalam memberikan perlindungan Hukum terhadap

Kreditur dalam proses peralihan kreditur (take over) jual beli objek

jaminan kredit pada PT. BPR Banda Raya Batam ?

J. Isu Hukum dari Kasus Sengketa Perjanjian Kredit Bank Berakhir

Damai

a. Bagaimana mekanisme menangani kasus sengketa kredit ?


Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan KUHPerdata dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1

Tahun 1008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana

satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.

Pasal 1320 KUHPerdata ada 4 syarat sah perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Pasal 1 ayat (5) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1008 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan “Kesepakatan perdamaian adalah dokumen yang

memuat syarat-syarat yang disepakati oleh para pihak guna mengakhiri sengketa

yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator

atau lebih berdasarkan Peraturan ini”.

Pasal 1 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1008 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan “Mediator adalah pihak netral yang membantu

para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan

penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan

sebuah penyelesaian”.
Pasal 1 ayat (7) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1008 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa

melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan

dibantu oleh mediator”.

Pasal 1 ayat (9) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1008 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan “Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi

sebagaimana diatur dalam Peraturan ini”.

II. Pertanyaan Hukum dari Kasus Sengketa Perjanjian Kredit Bank

Berakhir Damai

1. Bagaimana prosedur mediasi dilakukan dalam kasus ini ?

K. Isu Hukum dari Kejaksaa Tinggi Beri Tenggat Debitur Bayar Kredit

Macet Rp 199,5 M ke Bank Banten

a. Bagaimana tahapan prosedur penanganan Kredit bermasalah pada Bank

Banten?

b. Bagaimana cara pihak Bank untuk menghindari terjadinya kredit

bermasalah pada Bank Banten?


Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum (legal opinion)

sebagai berikut :

I. Ketentuan KUHPerdata

Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana

satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.

Pasal 1320 KUHPerdata ada 4 syarat sah perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Pasal 1238 KUHPerdata “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah,

atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri,

yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan

lewatnya waktu yang ditentukan”.

Pasal 1243 KUHPerdata “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak

dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah

dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang

harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam

waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.


Pasal 1244 KUHPerdata “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya,

kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya

perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu

disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan

kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya”.

II. Pertanyaan Hukum dari Kasus dari Kejaksaa Tinggi Beri Tenggat

Debitur Bayar Kredit Macet Rp 199,5 M ke Bank Banten

1. Apakah Akibat Hukum Apabila Pihak Debitur Tidak Memenuhi

Tanggung Jawab Kepada Pihak Kreditur?

III. ANALISIS ISU HUKUM

Kasus 1

A. Dasar Hukum

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. UU Nomor 10 Tahun 1998 JO UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan

B. Penyelesaian Sengketa Kredit yang Diakibatkan Kredit Tersebut Macet

Kredit macet adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup

membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah

diperjanjikan, timbulnya kredit macet pada dunia perbankan disebabkan oleh


beberapa hal diantaranya karena adanyaunsur kesengajaan untuk melanggar

kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh bank. Adanya kredit macet

terlalu banyak akan menimbulkan kerugian yang besar, dan kerugian ini akan

menghambat operasi perusahaan. Kredit yang diberikan oleh bank mempunyai

pengaruh yang sangat penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara,

karena kredit yang diberikan secara selektif dan terarah oleh bank kepada

nasabah dapat menunjang terlaksananya pembangunan sehingga bermanfaat bagi

kesejahteraan masyarakat. Kredit yang diberikan oleh bank sebagai sarana untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi baik secara umum maupun khusus untuk

sektor tertentu. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain:

1. Mencari Keuntungan

Bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil

tersebut terutama dari bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa

dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

2. Membantu Usaha Nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan

dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja, maka pihak debitur

akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

3. Membantu Pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh

pihakperbankan maka semakin baik, semakin banyak kredit berarti adanya

peningkatan pembangunan diberbagai sector.24

Dalam memberikan kredit, kreditur wajib memiliki keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan

yang telah diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum

memberikan kredit, Kreditur harus melakukan penilaian yang cermat dan

seksama terhadap karakter, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari

debitur.25

Untuk meminimalisir risiko kredit yang diberikan, bank akan meminta

kepada debitor untuk memberikan agunan sebagai sumber pelunasan hutangnya

apabila debitor wanprestasi atau ingkar janji. Menurut Pasal 1131 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, segala harta kekayaan seorang debitur, baik yang

berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada

maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi semua

perikatanutangnya. Ini berarti dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah

pemberian jaminan oleh seorang debitor kepada setiap kreditornya atas segala

kekayaan debitur itu.26 Adapun kegunaan jaminan kredit, yaitu:

24
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2004, h. 96
25
Penjelasan Pasal 8 ayat (1), Undang-Undang Nomor l0 Tahun 1998 tentang Perbankan.
26
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan
Masalah-Masalah Yang dihadapi Oleh Perbankan, Airlangga University Press, Surabaya, 1996, h.
5.
1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan

pelunasan dari agunan apabila debitur cidera janji, yaitu untuk membayar

kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;

2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai

usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau

proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah

atau sekurangkurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat

diperkecil;

3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya,

khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang

telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut

menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.27

Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak

sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti

yang telah diperjanjikan. Keadaan demikian dalam hukum perdata disebut

wanprestasi atau ingkar jan ji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit

merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar

lunas utangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi.

Bermasalahnya suatu kredit, dari sudut pandang pihak debitur mempunyai

faktor-faktor penyebab, baik karena halangan-halangan secara intern atau

27
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Pokok-Pokok Pengetahuan hukum Dagang
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, h. 320.
ekstern. Halangan secara intern misalnya adalah gagalnya manajemen usaha, atau

bisa jadi karena faktor kesengajaan dari debitur yang nakal yang

menyalahgunakan uang kredit tersebut untuk keperluan yang tidak produktif.

Faktor ekstern misalnyya adalah adanya resesi ekonomi nasional atau global,

atau bahkan bisa disebabkan oleh perubahan kebijakan pemerintah dibidang

ekonomi; misalnya adanya regulasi baru pungutan pajak yang terlalu tinggi yang

semuanya itu mengakibatkan gagalnya usaha yang dibiayai kredit. Menurut

Kasmir, praktisi perbankan dan akademis perbankan, kemacetan suatu fasilitas

disebabkan oleh 2 faktor yaitu :

1. Faktor pihak perbankan yang kurang teliti dalam analisis kredit atau karena

adanya kolusi antara analisis kredit dengan debitur.

2. Faktor pihak nasabah yang secara sengaja tidak mau memenuhi

kewajibannya atau adanya kendala (tidak sengaja), karena suatu musibah.28

Sebab-sebab kredit macet selama ini di Indonesia juga berkaitan dengan

pratik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dan oleh sebab-sebab sebagai

berikut :

a. Ulah debitur yang berusaha untuk mengelak pengembalian kredit yang

telah diterima atau dengan sengaja akal busuknya menghambat pengembalian

kredit yang telah diterimanya melalui upaya hukum luar biasa.

28
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2003 h. 7
b. Kepala bagian kredit yang bersangkutan kurang cermat menilai harga

obyek jaminan sehingga kredit pada waktunya tidak dapat ditagih.

c. Kredit sengaja dibiarkan yang bersangkutan kurang cermat oleh pohak

bank oleh karena harga tanah yang dijaminkan diprediksi akan naik pada

waktunya nanti diperkirakan tertutup dan bunganya akan masuk.

d. Surat perjanjian kredit tidak memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian.

Juga dalam suami / istri debitur tidak menandatangai akad kredit atau akte

pemberian jaminan kredit / surat kuasa untuk memasang hipotik.

e. Lembaga putusan serta merta (univerbaar bij vooraad) yang sejak tahun

1964 tidak diterapkan lagi, juga untuk gugatan kredit bank.

f. Penyebab kredit macet intern dan ekstern lainnya, kenakalan dari pimpinan

bank sendiri seperti menandai perusahaan grub sendiri yang dilarang oleh UU

Perbankan, perubahan kebijakan moneter dan pengaruh ekonomi luar negeri

juga menambah kredit macet, seperti evaluasi dan lain-lain.

Untuk menyelesaikan kredit bermasalah, dapat ditempuh dua cara atau

strategi, yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Yang dimaksud

dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit

bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditur dan

nasabah peminjam sebagai debitur. Penyelamatan kredit macet, dapat dilakukan

dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26 / 4 / BPPP

tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit macet
sebelum diselesaikan melalui l embaga hukum yaitu melalui alternatif

penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali

(reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Dalam surat edaran

tersebut, yang dimaksud dengan penyelamatan kredit macet melalui

rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah sebagai berikut :

1. Alternatif penanganan kredit bermasalah melalui rescheduling

(penjadwalan kembali), merupakan suatu upaya hukum untuk melakukan

perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan

dengan jadwal pembayaran kembali/jangka waktu kredit termasuk

tenggang waktu (grace period), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila

perlu, dengan penambahan kredit.

2. Alternatif penanganan kredit bermasalah melalui reconditioning

(persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau

seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan

jadwal angsuran, dan/atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan

kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan

konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.

3. lternatif penanganan kredit bermasalah melalui restructuring (penataan

kembali), merupakan suatu upaya berupa melakukan perubahan syarat-

syarat perjanjian kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian
kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling

dan/atau reconditioning.29

Penyelesaian kredit adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah

melalui lembaga hukum seperti Pengadilan atau Direktorat Jendral Piutang dan

Lelang Negara atau badan lainnya dikarenakan langkah penyelamatan sudah

tidak dimungkinkan kembali. Tujuan penyelamatan kredit melalui lembaga

hukum ini adalah untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan. Adapun

kebijakan yang biasanya dilakukan Bank dalam penyelesaian kredit macet dalam

perjanjian Kredit adalah sebagai berikut :

1. Penjadwalan Ulang (PUL)

Penjadwalan ulang merupakan upaya penyelamatan dengan cara penetapan

pembayaran secara angsuran atau tunggakan yang ada, yang dibedakan menjadi :

a. Penjadwalan Ulang Sisa Pinjaman (PUSP) Penjadwalan kembali masa

angsuran dimana jumlah tunggakan yang ada ditambahkan pada sisa

pokok pinjaman sehingga menjadi sisa pinjaman baru. PUSP terdiri

dari :

1. PUSP I yaitu masa angsuran yang baru tetap samadengan

masa angsuran sebelumnya, yaitu sesuai dengan perjanjian

kredit, sehingga jumlah angsuran bulanannya bertambah.


29
Ibid, h.78-79
2. PUSP II yaitu masa angsuran baru yang lebih panjang dari

masa angsuran sebelumnya untuk menekan jumlah angsuran,

sehingga jumlah angsur an yang baru lebih kecil dibandingkan

jumlah angsuran sebelumnya.

b. Penjadwalan Ulang Sisa Tunggakan (PUST)

Penjadwalan kembali terhadap jumlah sisa tunggakan yang untuk

dibayar secara angsuran, sedangkan sisa saldo pinjaman tetap berjalan

sesuai dengan perjanjian kredit, baik jumlah maupun jangka waktunya.

Dengan demikian debitur yang bersangkutan membayar 2 (dua) jenis

angsuran, yaitu angsuran tetap bulanan sesuai dengan perjanjian.

2. Alih Debitur (Peralihan Utang)

Alih debitur atau peralihan utang merupakan pemindahan hak dan

kewajiban dari debitur lama sesuai dengan perjanjian kepada debitur baru

sebagai penggantinya. Hak-hak yang dimiliki kreditur untuk memperoleh

kembali haknya yang berupa pengembalian utang dari debitur harus disalurkan

melalui prosedur hukum yang berlaku denga n meminta perlindungan hukum

dari pengadilan yaitu memperoleh putusan perdata dari pengadilan yang isinya

memberikan hak kepada kreditur untuk memaksa debitur melunasi utangnya.

Untuk memperoleh putusan dari pengadilan, kreditur harus terlebih dahulu

mengajukan gugatan kepada debitur atau pihak lain yang turut bertanggungjawab
atas utang debitur melalui Pengadilan Negeri. Cara mengajukan gugatan sebagai

berikut :

1. Menentukan siapa yang menjadi tergugat. Tergugat yaitu debitur. Jika

ada pihak lain yang ik ut bertanggungjawab melunasi utang debitur

misalnya ada penjamin maka penjamin tersebut dapat diikutsertakan

sebagai turut tergugat.

2. Membuat surat kuasa khusus, bagi pegawai yang mewakili perusahaan

yaitu surat kuasa dari direksi perusahaan kepada pegawai. Surat kuasa

khusus untuk mengajukan gugatan di pengadilan harus memenuhi

persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 123 HIR (Hirziene Indonesisch

Reglement) yaitu dalam surat kuasa khusus tersebut harus menyebutkan

nama -nama tergugat dan mengenai perkara apa. Misalnya nama debitur

Kartono maka Tergugat Kartono. Debitur perusahaan PT. Bumi Damai

maka Tergugat PT. Bumi Damai. Karena gugatan ini berkenaan dengan

kredit macet akibat debitur tidak membayar utangnya maka perkaranya

berkenaan dengan cidera janji atau wanprestasi. Apabila ternyata

penerima kuasa karena banyak tugas dan pekerjaan sehingga tidak dapat

menghadiri sidang gugatan tersebut maka pegawai yang menerima kuasa

tersebut dapat menunjuk pegawai yang lain dengan surat kuasa subtitusi.

3. Menentukan Pengadilan Negeri mana gugatan harus diajukan atau

didaftarkan. Untuk menentukan ke Pengadilan Negeri mana gugatan

harus diajukan atau didaftarkan, maka perlu melihat ketentuan Pasal 118
HIR / 142 RBG. Pasal ini menentukan bahwa gugatan atau disebut juga

tuntutan perdata diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah

hukumnya meleputi tempat tinggal tergugat atau tempat kediaman

tergugat. Atau pengadilan yang dipilih / disepakati penggugat dan

tergugat dalam perjanjian kredit. Jika tergugat lebih dari satu maka

penggugat dapat memilih salah satu pengadilan tempat tinggal tergugat.

Misalnya debitur tinggal di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surabaya

maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Surabaya. Contoh debitur

tinggal di Tuban, maka Penggugat dapat memilih salah satu Pengadilan

Surabaya atau Pengadilan Tuban.

4. Membuat surat gugatan tertulis yang ditandatangani pegawai Dalam

membuat surat gugatan pada pokoknya memuat 3 hal yaitu :

a. Identitas para pihak yaitu penggugat dan tergugat meliputi nama,

tempat tinggal / alamat.

b. Dalil konkrit mengenai adanya hubungan hukum antara penggugat

dan tergugat yang menjadi dasar dan alasan untuk mengajukan

tuntutan. Ini disebut fudamentum petendi. Fundamentum

petendidibagi 2 (dua) yaitu :


(1) Uraian mengenai kejadian atau peristiwa atau fakta -fakta yang

disebut recht feiten.

(2) Uraian mengenai hukumnya yang menjadi dasar atau alasan

yuridisdari pada tuntutan yang juga disebut recht gronden.

(3) Tuntutan atau disebut petitum adalah permintaan yang diajukan

penggugat kepada tergugat untuk diputu skan hakim dan tuntutan ini

akan tercermin dalam putusan hakim disetujui seluruhnya atau

sebagian atau mungkin malah ditolak. Petitum yang diminta atau

diajukan penggugat dalam surat gugatan itu diterima atau ditolak oleh

hakim sangat tergantung fakta, dalil hukum yang dikemukanan dan

yang lebih penting dari hasil pembuktian dipersidangan.

5. Setelah surat kuasa untuk mewakili perusahaan dalam mengajukan

gugatan dan surat gugatan selesai disiapkan maka langkah selanjutnya

ialah mendaftarkan surat gugatan k e Pengadilan Negeri yang wilayah

hukumnya meliputi domisili tergugat. Pendaftaran dilakukan di

kepaniteraan bidang perdata untuk mendapatkan nomor perkara. Untuk

mendaftarkan surat gugatan ini memerlukan biaya pendaftaran yang

harus dibayar pada saat menda ftarkan perkara. Setelah gugatan

didaftarkan maka penggugat akan memperoleh kwitansi pendaftaran dan

nomor perkara.
6. Setelah pengadilan menerima pendaftaran perkara perdata tersebut

maka dalam waktu kurang lebih 2 (dua) minggu pengadilan akan

memanggil para pihak yaitu penggugat dan tergugat untuk

menyidangkan perkara gugatan itu. Dalam persidangan tergugat diminta

untuk menjawab gugatan itu. Jawaban adalah pembelaan tergugat yang

berisi mungkin penolakan seluruh atau sebagian dalil penggugat atau

bisa juga berupa pengakuan atau pembenaran dalil penggugat.

7. Jika pengadilan telah memberikan keputusan dan keputusan itu

berkekuatan hukum tetap karena selesai di tingkat pengadilan pertama

(Pengadilan Negeri) atau selesai di tingkat pengadilan banding

(Pengadilan Tinggi) atau bahkan baru selesai ditingkat kasasi

(Mahkamah Agung), maka bila penggugat sebagai pemenang harus

melakukan tindakan eksekusi atas harta tergugat (jaminan). Bila

berdasarkan keputusan pengadilan maka tergugat dengan sukarela

melaksanakan diktum keputusan pengadilan maka sengketa perdata itu

menjadi selesai berarti tergugat mentaati putusan itu. Tindakan yang

harus dilakukan penggugat jika tergugat tidak melaksanakan isi

keputusan pengadilan penggugat harus mengajukan permohonan

eksekusi keptutusan tersebut kepada pengadilan untuk melakukan sita

eksekusi dan selanjutnya melelang harta kekayaan tergugat. Permohonan

eksekusi berdasarkan keputusan pengadilan diajukan ke Pengadilan

Negeri dimana gugatan semua diajukan.


Kasus 2

A. Dasar Hukum

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. UU Nomor 10 Tahun 1998 JO UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan

B. Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit

Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban

untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi.

Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh

para pihak tidak jarang pula debitur (nasabah) lalai melaksanakan kewajibannya

atau tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh

prestasinya, hal ini disebut wanprestasi. R. Subekti, mengemukakan bahwa

“wanprestasi” itu adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam

yaitu:

1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.

2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana

yang diperjanjikan.

3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,


4. Selakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat

dilakukan.30

Wanprestasi dapat dimaksudkan juga sebagai pelaksanaan kewajiban yang

tidak tepat pada waktunya atau dilaksanakan tidak selayaknya, apabila salah satu

pihak tidak memenuhi atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang

telahdisepakati atau yang telah dibuat maka yang telah melanggar isi perjanjian

tersebut telah melakukan perbuatan wanprestasi. Seorang dikatakan melakukan

wanprestasi bilamana: “tidak memberikan prestasi sama sekali, terlambat

memberikan prestasi, melakukan prestasi tidak menurut ketentuan yang telah

ditetapkan dalam pejanjian”.

Faktor waktu dalam suatu perjanjian adalah sangat penting, karena dapat

dikatakan bahwa pada umumnya dalam suatu perjanjian kedua belah pihak

menginginkan agar ketentuan perjanjian itu dapat terlaksana secepat mungkin,

karena penentuan waktu pelaksanaan perjanjian itu sangat penting untuk

mengetahui tibanya waktu yang berkewajiban untuk menepati janjinya atau

melaksanakan suatu perjanjian yang telah disepakati. Setiap perjanjian kredit,

prestasi merupakan suatu keadaan yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap

perjanjiankarena prestasi merupakan isi dari suatu perjanjian, apabila debitur

tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian

maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pihak yang melakukan wanprestasi

30
39R.Subekti, Hukum perjanjian Cet.ke-II,Jakarta: Pembimbing Masa, 1970, h. 50
untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada

satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi yang ditimbulnya.31

Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak

melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik

karena kelalaian maupun kesengajaan. Bentuk-bentuk dari wanprestasi menurut

J. Satrio:

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan

debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak

memenuhi prestasi sama sekali.

2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi debitur

masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi

prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang

memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak

dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi

sama sekali.32

Seseorang dikatakan melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian,

kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan

tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.

Menurut Pasal 1238 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang menyakan
31
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni, 1982, h. 60
32
J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1999), h. 84.
bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan

sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah

jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya

waktu yang ditentukan”.33 Ketentuan pasal tersebut menerangkan bahwa debitur

dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi. Adapun bentuk bentuk somasi

menurut Pasal 1238 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata adalah:

a) Surat perintah.

Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk

penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara

lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi.

b) Akta

Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris

c) Tersimpul dalam perikatan itu sendiri

Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat

adanya wanprestasi.Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran

terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara

lisan akan tetapi untukmempermudah pembuktian dihadapan hakim

apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya

diberikan peringatan secara tertulis. Dalam keadaan tertentu somasi tidak

diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan


33
Ibid.
wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian, prestasi

dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya

wanprestasi.

1. Akibat-Akibat Wanprestasi Karena Kesalahan Debitur

Sejak kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai

tidak memenuhi prestasi, hal ini sangat perlu dipersoalkan, karena wanprestasi

tersebut memiliki konsekuensi atau akibat hukum bagi debitur. Untuk

mengetahui sejak kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi maka perlu

diperhatikan apakah di dalam perikatan yang disepakati tersebut ditentukan atau

tidak tenggang pelaksanaan pemenuhan prestasi. Dalam perjanjian untuk

memberikan sesuatu atau untuk melakukan sesuatu pihak-pihak menentukan dan

dapat juga tidak menentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi

oleh debitur. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak

ditentukan maka dipandang perlu untuk memperingatkan debitur guna memenuhi

prestasinya tersebut dan dalam hal tenggangwaktu pelaksanaan pemenuhan

prestasi ditentukan maka menurut ketentuan pasal 1238 Kitab Undang – Undang

Hukum Perdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.34

Akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan

menjadi tiga, yaitu:

34
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010,
h. 21
1) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi) Ganti rugi sering

diperinci meliputi tiga unsur, yakni :

a. Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata

sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak

b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan

kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor

c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang

sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2) Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian Di dalam pembatasan

tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 Kitab Undang -

Undang Hukum Perdata.

3) Peralihan resiko yaitu kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu

peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi

objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 Kitab Udang – Undang Hukum

Perdata.35

2. Penyesaian Wanprestasi dalam Suatu Perjanjian Kredit

Penyelesaian wanprestasi perjanjian kredit bank dapat dilakukan dengan

dua cara Penyelesaian wanprestasi pada umumnya selain melalui pengadilan

(litigasi) dapatjuga diselesaikan diluar pengadilan (non litigasi) yakni


35
Kartika Sari Elsi dan Simangunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007, h. 56
penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase, mediasi, konsultasi, negosiasi,

konsiliasi, dan penilaian ahli.3 Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam pasal

1 ayat (10) Undang-Undang No 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian wanprestasi pada Bank dengan debitur

dilakukan secara non litigasi. Diamana dilakukan penyelesaian di luar lembaga

peradilan dengan cara pendekatan ataumusyawarah dengan pihak debitur, karena

debitur yang melakukan wanprestasi dianggap cukup kooperatif dalam

menyelesaikan permasalahannya walaupun ada saja beberapa debitur yang

memiliki itikad yang tidak baik.

3. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena Keadaan Memaksa

Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan bersifat tetap secara

otomatis mengakhiri perikatan, dalam arti kata perikatan itu batal.Jadi perikatan

ini dianggap tidak pernah ada (seolah-olah tak pernah dibuat). Jika suatu pihak

telah melakukan pembayaran terhadap harga barang yang menjadi objek

perikatan, pembayaran tersebut harus dikembalikan kepadanya. Setiap perbuatan

hukum yang dilakukan pasti akan menimbulkan akibat hukum. Sebagai akibat

hukum dari terjadinya wanprestasi, maka terhadap debitur yang telah lalai atau

alpha dalam melaksanakan kewajibannya, dapat saja dikenakan beberapasanksi

atau hukuman. Akibat hukum yang dilakukan oleh debitur adalah sebagai berikut

:36

a. Debitur membayar ganti kerugian kepada

36
Abdulkadir Muhammad, Op, Cit, h. 32.
b. Jaminan debitur akan disita oleh

c. Debitur harus menjual asset usaha yang digunakannya sebagai jaminan

pokok.

d. Bank akan menjual jaminan tambahan debitur.

Kasus 3

A. Dasar Hukum

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. UU Nomor 10 Tahun 1998 JO UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan

B. Penyelesaian Wanprestasi Terhadap Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman/kredit dan sejenisnya. Pemberian

kredit adalah merupakan pelayanan yang nyata dari bank dalam kehidupan serta

pengembangan perekonomian di Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang

terdapat dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang

menyatakan bahwa :37

37
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh
Kasus, Penerbit Kencana, Jakarta, 2014, h.13
"Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya dalam kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan/atau bentuk-bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak". Penyaluran dana yang dilakukan

kepada masyarakat khususnya pengusaha kecil dan ekonomi lemah merupakan

kebijakan pemerintah dalam sektor Perbankan. Penyaluran dana dapat dilakukan

melalui pemberian kredit dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Munculnya

fasilitas kredit tanpa agunan dari bank-bank dan lembaga keuangan tentunya

diharapkan mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat terhadap dana yang

mudah dan cepat. 38

Masyarakat dapat menggunakan dana tersebut untuk berbagai keperluan

seperti dana untuk pendidikan, modal usaha, pengobatan, renovasi rumah atau

bahkan untuk berlibur. Efek dari persaingan usaha pada dunia perbankan, akan

berdampak pada setiap bank untuk berlomba-lomba menawarkan fasilitas yang

tentunya memberikan kemudahan bagi masyarakat. Hal ini menciptakan sebuah

solusi tersendiri bagi masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman secara cepat,

namun terkendala tidak adanya agunan. Sesuai dengan sifatnya sebagai pinjaman

pribadi (Personal Loan), para nasabah bank akan dimanjakan dengan proses

pengajuan pinjaman yang mudah dan cepat.Namun di sisi lain dengan

diberikannya kemudahan bagi nasabah dengan meniadakan suatu agunan dalam

pemberian kredit kepada masyarakat, bank memiliki risiko yang sangat tinggi

terhadap terjadinya kredit macet. Risiko kredit macet terjadi sangat tinggi karena
38
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra
Aditya Bhakti, Jakarta, 2009, h. 76
apabila nasabah mengalami kredit macet, bank tidak dapatmengeksekusi agunan

untuk menutupi hutang debitor karena tidak tersedia agunan dalam pemberian

kreditnya.

Oleh karena itu dalam pemberian fasilitas kreditnya harus melalui proses

yang mendalam untuk mengetahui watak, kemampuan, modal, prospek usaha

dan kondisi ekonomi dari calon debitor karena dalam pemberiannya meniadakan

suatu agunan. Dalam tahap awal penyaluran kredit tanpa agunan dilakukan

sebagai berikut :

1. Calon debitor yang ingin mengajukan permohonan fasilitas kredit dapat

mendatangi langsung kantor Bank atau dapat juga didatangi langsung oleh

marketing/sales kredit, kemudian customer service (CS)/Marketing kredit

akan melayani pendaftaran permohonan kredit yang diajukan calon debitor;

2. Kemudian CS/Marketing akan menjelaskan kepada calon debitor mengenai

segala hal yang berkaitan dengan ketentuan perjanjian kredit atau jenis kredit

yang akan dimohonkan. Dalam hal ini bentuk umum perjanjian kredit

perbankan menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract), karena

dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank

sebagai kreditor sedangkan nasabah sebagai debitor hanya mempelajari dan

memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut

dengan perjanjian baku (standardcontract);


3. Dan setelah calon debitor memahami dan menerima ketentuan-ketentuan

tersebut selanjutnya calon debitor diminta untuk mengisi formulir

permohonan pengajuan pinjaman atau surat keterangan permohonan

peminjaman dengan dibantu oleh CS/Marketing kredit. Dimana formulir

tersebut berfungsi sebagai bahan pertimbangan atau analisis bank dalam

memberikan atau tidak memberikan fasilitas kredit terhadap calon debitor.

Analisis kredit merupakan implementasi dari prinsip kehati-hatian dalam

bisnis perbankan. Prinsip kehati-hatian ini dapat dikatakan sebagai prinsip utama

dalam pelaksanaan kegiatan perbankan. Dalam Pasal 2 Undang-Undang

Perbankan menyatakan: “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya

berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.”.

Dalam pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit kepada

nasabah, Bank melakukan suatu analisis kredit secara mendalam sesuai amanat

Pasal 2 dan 8. Dimana dalam pemberian kreditnya memintakan berbagai

persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon penerima kredit sebagai bagian

dalam pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.

Pada tahap analisis kredit dalam pemberian kredit tanpa agunan.Sebelum

bank memberikan kredit melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,

kemampuan, modal, dan prospek usaha debitor melalui beberapa tahapan proses

analisis kredit yang dilakukan di atas, namun meniadakan adanya agunan. Seperti

meminta informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan identitas calon

debitor, keperluan pinjaman kredit, besar pinjaman yang akan diminta, jangka
waktu dan cara pembayaran, serta latar belakang permohonan kredit. Kemudian

juga meminta calon debitor menyerahkan berbagai dokumen dokumen seperti

dokumen salinan identitas nasabah/KTP, salinan Nomor Pokok Wajib Pajak dan

dokumen pendukung lainnya sesuai jenis kredit yang dipilih (Salinan Referensi

Kartu Kredit, Salinan History Pinjaman seperti KPR).

Penyelesaian Wanprestasi Terhadap Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Pada

Lembaga Perbankan

Apabila terjadi wanprestasi dalam perkara kredit tanpa agunan, maka

kreditur berhak untuk menuntut pembayaran utang dari debitur yang lalai, dalam

melaksanakan kewajiban hukumnya untuk mengembalikan pinjaman. Karena

dalam perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan, debitur

tidak dapat membuktikan dokumen dari bukti yang diajukan ke pengadilan

untukmelunasi utangnya. Maka debitur dikatakan telah melakukan wanprestasi

dalampembayaran utang. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata

penggantian biaya, rugi dan bunga dapat dilakukan setelah tidak dipenuhinya

suatu perjanjian, dalam hal inidebitur yang lalai dalam melakukan kewajibannya

sudah tidak memenuhi kesepakatan dalam perjanjian pembiayaan konsumen.

Kasus 4

A. Dasar Hukum
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. UU Nomor 10 Tahun 1998 JO UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan

3. UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

B. Penyelesaian Sengketa Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Harta

Bersama Tanpa Sepengetahuan Suami/Istri

Harta bersama yaitu harta yang diperoleh oleh suami dan istri, suami dan

istri dapat bertindak terhadap harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak.

Hukum Harta Perkawinan memiliki kedudukan yang penting didalam kehidupan

berkeluarga bahkan pada saat perkawinan tersebut masih berlangsung.

Pengaturan hukum mengenai harta benda didalam perkawinan telah diatur

didalam Pasal 35 Undang-undang Perkawinan. Dalam suatu aktivitas pinjaman

uang yang ada berlaku di suatu negara biasanya terdapat kegiatan serah terima

agunan utang yang diberikan oleh peminjam kepada si pemberi pinjaman. 39

Dalam hal ini, agunan utang dapat diartikan sebagai barang dan ikatan

penanggungan utang yang merupakan agunan individu. Agunan kebendaan

menyerahkan semua hak pada pemegang agunan, hal yang sering terjadi dalam

kegiatan agunan ini adalah harta yang digunakan berupa harta kebendaan milik

bersama yaitu tanah yang merupakan hak tanggunan bersama. Asas hukum yang

dianut salah satunya adalah UUHT yaitu asas spesialitas. Asas ini menggunakan
39
Atmadja, I Dewa Gede Budiartha, I. N. P, Teori-teori Hukum. Setara Press, Malang.
2008, h.78
suatu hak tanggungan yang hanya dapat dibebankan atas bangunan. Oleh

karenanya, salah satu baik istri maupun suami dapat dirugikan atas agunan yang

digunakan sebagai jaminan dalam meminjam uang di bank, pada hal ini sangat

terikat pada status perkawinan antara keduanya. Seharusnya baik dari pihak

suami maupun pihak istri jika ingin melakukan suatu aktivitas pinjaman kredit

harus mengetahui antara satu sama lain. Akan tetapi, tidak sedikit baik dari pihak

istri maupun pihak suami yang meminjam uang secara kredit tanpa

sepengetahuan pihak lainnya, hal ini yang menyebabkan suatu pinjaman kredit

tersebut diragukan keabsahan atau kebenaran pada data-data yang diajukan. 40

Biasanya penjaminan suatu pelunasan hutang yang telah dipinjam paling

tepat menggunakan jaminan fidusia, dimana jaminan ini dinilai lebih efektif

ketimbang jaminan-jaminan lain seperti gadai karena jaminan ini benda yang

dipinjam hanya berpindah nama tanpa berpindah kepemilikan. Dalam hal ini

pihak debitur tetap bisa menggunakan benda tersebut untuk keperluan usahanya

dan semua kebutuhan yang diperlukan olehnya. Pemberian jaminan fidusia

adalah perjanjian yang bersifat accessoir artinya bahwa jaminan fidusia disebut

juga suatu perjanjian tambahan diluar perjanjian pokok yang memunculkan

kewajiban serta tanggung jawab yang harus dipenuhi akibat dari suatu perikatan

perjanjian yang telah disepakat.41

40
Damanhuri, A, Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama. Mandar Maju,
Bandung, 2012. H.67
41
Ibid, h. 70
Hal-hal yang mengenai harta beda sudah ditetapkan pada pasal 35 UU No. 1

Tahun 1974 jo UU No. 16 Tahun 2019 mengatur mengenai Perkawinan dibagi

atas 3 macam yakni :

1. Berlandaskan Pasal 36 butir (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 jo

Undang-undang No. 16 Tahun 2019 terkait Perkawinan, menyatakan harta

bersama bahwa dikuasai oleh suami isteri. Isteri ataupun suami bisa bertindak

pada harta bersama atas kesepakatan mereka. Terhadap harta bersama isteri

dan suami memiliki kewajiban dan hak yang sama.

2. Berlandaskan peraturan Pasal 37 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 jo

Undang-undang No. 16 Tahun 2019 mengenai Perkawinan, jika pernikahan

putus dikarenakan cerai, harta bersama ditentukan sesuai hukumnya masing-

masing.

3. Berlandaskan dari hukumnya masing-masing yaitu hukum adat, hukum

agama, ataupun hukum lainnya. sehingga, jika terjadi perceraian, harta

bersama dibagi sesuai dengan hukum yang sudah ada sebelumnya untuk

suami isteri. Aturan seperti itu kemungkinan akan menghilangkan makna

penguasaan harta bersama yang didapat selama pernikahan. Sebab

pembagiannya cenderung tidak sama, yang akan mengecilkan baik isteri atas

harta bersama.42

42
Edlynafitri, R. S, Keabsahan Perjanjian Jaminan Hak Tanggungan Atas Objek Harta
Bersama yang Tidak Sesuai Prosedur, Lex Administratum, Malang, h. 46–54.
Harta bersama menurut Pasal 119 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

menyatakan “Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah

persatuan bulat harta kekayaan antara suami dan isteri, selama mengenai hal itu

tidak diadakan perjanjian perkawinan atau ketentuan lainnya”. Peraturan tersebut

dalam berlangsungnya pernikahan tidak bisa diubah ataupun ditiadakan dengan

sebuah kesepakatan antara suami dan isteri. Selanjutnya, pada Pasal 122 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata menyatakan “Segala hasil pendapatan, demikian

juga segala untung dan rugi sepanjang perkawinan itu berlangsung harus

diperhitungkan mujur malang persatuan”. Sehingga, berlandaskan Kitab Undang-

undang Hukum Perdata, isteri tidak bisa mengambil tindakan sendiri tanpa

dibantu oleh suami. Sekali mereka menikah, harta kekayaan menjadi bersatu

demi hukum, tidak termasuk melakukan perikatan bahwa harta berpisah.43

Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat syarat

sah dari perjanjian, yaitu adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan

dirinya, kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan, harus ada suatu

hal tertentu, harus ada sebab (kausa) yang halal. Syarat pertama dan kedua

mengenai subjek perjanjian, sementara syarat ketiga dan keempat mengenai

objek perjanjian. Perbedaan kedua syarat ini dihubungkan juga dengan masalah

batal demi hukum yakni perikatan yang awalnya memang sudah batal, hukum

menilai perikatan tersebut tidak pernah ada. Perjanjian yang bisa dibatalkan ialah

selama perikatan tersebut belum ataupun tidak dibatalkan pengadilan maka

43
Inayatillah, R., Judiasih, S. D., & Afriana, A, Pertanggungjawaban Suami Isteri Dalam
Perjanjian Kredit dengan Jaminan Harta Bersama Pada Perkawinan dengan Perjanjian Kawin,
ACTA DIURNAL, Jakarta, 2018, h. 187–203.
perjanjian tersebut masih terus berlaku. Syarat sahnya perikatan yang pertama

ialah kata sepakat.

Pada dasarnya, kata sepakat di dalam perjanjian yaitu persesuaian

kehendak atau pertemuan antara pihak perjanjian. Dalam keabsaan perjanjian

kredit, suatu perjanjian dikatakan tidak sah apabila tidak terdapat kesepakatan

dari salah satu pihak antara suami maupun isteri. Perjanjian pun juga tidak

dianggap sah bila salah satu pihak tidak berkenan menandatangani suatu

perjanjian.44

A. Akibat Hukum Atas Penjaminan Harta Bersama Dalam Perjanjian

Kredit Bank tanpa Persetujuan dari Pihak Suami Atau Isteri

Selama hubungan tidak terdapat pengikatan tentang pembagian harta, sitri

ataupun suami secara hukum tidak dibetulkan mengambil tindakan hukum

mengalihkan hak kepemilikannya berbentuk apapun termasuk membuat

perjanjian sebagai jaminan kredit pada pihak bank. Sebagai milik bersama, baik

istri ataupun suami berhak sama atas harta bersama, dengan demikian pihak yang

akan menjamin atas harta bersama harus mendapat kesepakatan pihak yang lain.

Bila harta bersama dibebankan oleh debitur harus mendapat kesepakatan pihak

lain. Jika debitur membebankan harta bersama pada pernikahan sebagai jaminan

kredit tanpa terdapat kesepakatan dari kedua pihak maka sudah melawan hak

pasangan kawinnya atas harta bersama tersebut.

44
Meliala, D. S, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW. Nuansa Aulia, Bandung, 2012, h,
24
Perjanjian kredit yang tidak ditandatangani oleh suami ataupun isteri bisa

didefinisikan belum ada ataupun tidak ada kata setuju antara bank dengan debitur

dalam hal membuat perjanjian harta bersama sebagai jaminan pembayaran

pinjaman untuk dibebani hak tanggungan. Sehingga, perjanjian yang dibuat tidak

sesuai persyaratan sahnya perikatan. Sebab yang tidak dipernuhi ialah syarat

subjektif perjanjian yakni kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, maka

pihak yang merasa dirugikan bisa meminta supaya perikatan tersebut dibatalkan.

Disamping itu, pada perjanjian kredit yang tidak mendapat tanda tangan dari istri

maupun suami tidak akan terdapat kekuatan hukum bagi bank untuk menagih

hutang jika peminjam wanprestasi dikarenakan statusnya ialah perikatan yang

cacat hukum atau tidak sempurna.45

B. Penyelesaian Hukum Akibat Penjaminan Aset Bersama Tanpa Izin dari

Suami Ataupun IsterI

Penyelesaian hukum dapat dilakukan melalui mediasi formal yang termuat

pada Peraturan Bank Indonesia membuktikan hal positif supaya penuntasan

sengketa antara nasabah dan bank berjalan damai, win win solution dan biaya

murah para pihak dikarenakan terjadinya interaksi antara nasabah dan bank

diawali dari prinsip kepercayaan pada pihak, dengan demikian konflik antara

bank dan nasabahnya tidak harus ada sengketa yang menyangkut pengadilan.

Untuk melaksanakan aktivitas usaha perbankan sering terjadi hak-hak nasabah

tidak dijalankan secara baik yang menyebabkan friksi antara nasabah dan bank
45
Pratama, I. G. A. A., Mahendrawati, N. L. M., & Suryani, L. P, Penyelesaian Sengketa
Pembagian Harta Bersama yang dijadikan Jaminan Hutang Melalui Akta Perdamaian, Harapan
Pelita, Semarang, 2020, h.35
yang terlihat dari munculnya pengaduan nasabah pada bank. Jika pengaduan ini

tidak tereselsaikan secara baik, bisa menjadi perselisihan ataupun konflik yang

memiliki potensi menjadi sengketa kedua pihak. Terbitnya Peraturan Bank

Indonesia No.7/7/PI/2005, harus dijalankan oleh setiap bank untuk menjamin

terlaksananya mekanisme penuntasan pengaduan nasabah secara efektif selama

waktu yang memadai, meskipun realitanya beberapa penyelesaian pengaduan

nasabah ini tidak selalu bisa membuat nasabah merasa puas, dikarenakan

ttuntutan mereka yang tidak terpenuhi baik sebagian ataupun semuanya, sehingga

menjadi konflik.46

Penyelesaian hukum mengenai penjaminan harta bersama tersebut dapat

dilakukan melalui jalur non litigasi dengan cara mediasi yang dilakukan oleh

pihak bank.Perantaraan ialah cara penanganan konflik non litigasi lewat

permusyarawatan yang menyeret pihak ketiga yang berkepribadian adil dan tidak

membela dan keturut sertaannya ditoleransi para pihak yang berkonflik. Pihak

ketiga menjadi penengah yang bertugas semata-mata meringkan para pihak yang

berkonflik saat menyelenggarakan konflik dan tidak berwenang untuk memutus

pertimbangan. Penengah layak adil, tidak ikut-ikutan untuk mengatur dan

memastikan suatu ketetapan, para pihak sendiri yang mengatur kata sepakat atau

tidaknya suatu perikatan tersebut. Mediasi diperlukan berlaku ujung pemecahan

konflik yang dihadapkan oleh para pihak yang dilimpahkan selaku konsesus

bersama para pihak yang terjalin konflik. 47

46
Ramulyo, M. I, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, h. 67
47
Rosita, K. D., & Tanaya, P. E, Kedudukan Kreditur Terhadap Jaminan Atas Harta Bersama
yang Belum dibagi Akibat Perceraian, Acta Comitas, 2011, h. 78–92.
Kasus 5

A. Dasar Hukum

1. 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. UU Nomor 10 Tahun 1998 JO UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan

B. Upaya Penyelesaian Sengketa Perjanjian Kredit Secara Damai

Dalam pemberian kredit dapat mengalami beberapa permasalahan sehingga

menyimpang dari standar operasional atau prosedur. Penyimpangan ini dapat

terjadi karena kesalahan utama pada tahap awal permohonan kredit. Agar lembaga

keuangan berupa perbankan tetap dikatakan sehat maka pihak bank harus sangat

memeperhatikan prinsip kehati-hatian. Debitur dalam memberikan jaminan atas

milik orang lain secara hukum tetap dikatakan sah, namun ketika pihak debitur

tidak

menjalankan kewajibannya maka jaminan atas milik orang lain yang

dipergunakan debitur tersebut tidak bisa dijual.


Permasalahan yang dimungkinkan timbul dengan jaminan milik pihak ketiga

yaitu ketika pihak debitur mengalami wanprestasi maka eksekusi hak jaminan

secara kekeluargaan adalah solusinya agar kreditur tidak mengalami kerugian,

namun jikadengan cara kekeluargaan tidak terselesaikan maka terjadinya

sengketa.13 Sengketa ini lahir karena adanya ketidakpuasan dari salah satu pihak

dalam perjanjian kredit tersebut. Sengketa ini juga dibisa diakibatkan oleh adanya

salah satu pihak dalam perikatan melakukan pelanggaran hukum sehingga salah

satu pihak merasa dirugikan.14 Dalam hal debitor tidak bisa memenuhi

kewajibannya atau wanprestasi, maka disini solusi penyelesaiannya dilakukan

sesuai dengan isi perjanjian pada saat akan mengajukan kredit. Dalam Pasa; 1338

KUHPerdata menyatakan perjanjian dibuat secara sah dan berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuat perjanjianmerupakan yang dijadikan

acuan dalam membuat suatu peerjanjian. Dalam hal jika pihak debitur menyetujui

akan adanya kontrak atau peminjaman kredit namun jaminan bukan milik debitur

tetap dikatakan sah menurut hukum. 48

Perjanjian yang dibuat tidak bisa ditarik selain karena kedua belah pihak

menyatakan sepakat atau undang-undang menyatakan cukup untuk pembatalan

perjanian tersebut karena suatu perjanjian harus dibuat berdasarkan itikad baik.

Setelah pihak debitor dinyatakan bersalah atau wanprestasi dalam kasusnya maka

berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata menjelaskan bahwa pihak debitor

wajibuntuk melakukan penggantian biaya atau ganti rugi mengingat jaminan yang

digunakan tidak bisa dijual oleh pihak kreditur. Namun disini perjanjian kredit
48
Miru, Ahmad, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Depok, 2018,
h.151
tetap dikatakan sah, dikarenakan sudah memenuhi unsur dari sahnya perjanjian.

Jika kedepannya terdapat kendala dalam perjanjian ini maka dapat juga

diselesaikan dengan itikad baik, namun jika jalur ini tidak bisa diselesaikan maka

dapat pula diselesaikan dengan jalur penyelesaian sengketa alternatif. 49

Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) merupakan mekanisme

penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan mempertimbangkan segala

bentuk efisiensiya dan untuk tujuan yang akan datang sekaligus menguntungkan

bagi para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa perdata sepenuhnya

merupakan haknya para pihak Sejak awal para pihak sudah menetapkan cara

penyelesaian sengketa yang timbul, sesuai dengan asas kebebasan berkontrak

yang kemudian termuat dalam akta perjanjian asal tidak bertentangan dengan uu,

kesusilaan dan ketertiban umum. Penentuan penyelesaian ditentukan kemudian

misalnya :

a. Kedua belah pihak berusaha menyelesaikan sendiri dengan musyawarah,

b. Meminta bantuan pihak ketiga (sebagai mediator/konsiliator),

c. Membuat perjanjian atau menyerahkan kepada arbitrase,

d. Salah satu pihak menggugat kepengadilan,

e. Dibiarkan , melihat situasi (reaksi menunggu dulu).

49
Widayat, Retno. “Tinjauan Yuridis Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Atas
Tanah Milik Orang lain”. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta,2014,
h.12
III. KESIMPULAN

1. Pasal 1313 KUHPerdta menyebutkan “Suatu persetujuan adalah

suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap

satu orang lain atau lebih.

2. Pasal 1320 KUHPerdata “Supaya terjadi persetujuan yang sah,

perlu dipenuhi empat syarat; 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan

dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang”.

3. Perjanjian kredit dapat diartikan sebagai perjanjian pinjam-

meminjam antara bank sebagai kreditor dengan pihak lain sebagai debitor

yang mewajibkan debitor untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga.

4. Perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:


a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.

b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasanbatasan

hak dan kewajiban diantara kreditor dan debitor.

c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring

kredit.

5. Suatu perjanjian kredit harus memenuhi 6 (enam) syarat minimal, yaitu:

a. Jumlah maksimum kredit(paltfond), yang diberikan oleh bank kepada

debitornya. Dalam praktek, bank dapat juga memberikan kesempatan

kepada debitornya untuk menarik dana melebihi platfond kreditnya

(overdraft).

b. Cara atau media penarikan kredit yang diberikan, yang mana penarikan

dana tersebut dilakukan pada hari dan jam kantor dibuka. Penarikan dan

pembayaran mana akan dicatat pada pembukuan bank dan rekening diatur.

c. Jangka waktu dan cara pembayaran sampai jatuh tempo ada 2(dua) cara

pembayaran yang lazim digunakan, yaitu; (1) diangsur; atau (2) secara

sekaligus lunas. Debitor berhak untuk sewaktu-waktu untuk mengakhiri

perjanjian tersebut sebelum jangka waktunya berakhir, asal membayar

seluruh jumlah yang berhutang, termasuk bunga, denda dan biaya-biaya

lainnya.
d. Mutasi keuangan debitor dan pembukuan oleh bank. Dari mutasi

keuangan dan pembukuan bank ini dapatlah diketahui dari berapa besar

jumlah yang terhutang oleh debitor. Untuk itu mutasi keuangan dan

pembukuan bank tersebut, yang berbentuk rekening koran, diberikan

salinnya setiap bulan oleh bank kepada debitor yang bersangkutan.

e. Pembayaran bunga, administrasi, provisi dan denda (bila ada), kecuali

pembayaran bunga, maka pembayaran biaya administrasi dan provisi harus

dibayar dimuka oleh debitor. Sedangkan denda harus dibayar oleh debitor

bila terdapat tunggakan angsuran ataupun bunga.

f. Klausula opersbarheid. Yaitu klausula yang memuat hal-hal mengenai

hilangnya kewenangan bertindak atau kehilangan hak bagi debitor untuk

mengurus harta kekayaannya, barang jaminan serta kelalaian debitor untuk

memenuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit atau pengakuan

hutang sehingga debitor harus membayar secara seketika dan sekaligus

lunas.

6. Pengertian kredit secara tegas tertuang dalam ketentuan Pasal 1 angka 11

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan)

yang menyebutkan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

melunasi utangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga”.


7. Di dalam kredit terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Kepercayaan Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi

kredit bahwa kredit yang diberikan (baik yang berupa uang, barang atau

jasa) benar-benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka

waktu kredit kepercayaan diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang

melandasi mengapa suatu kredit berani dikucurkan. oleh karena itu,

sebelum kredit dikucurkan harus dilakukan penelitian dan penyelidikan

lebih dulu secara mendalam tentang kondisi nasabah, baik secara interen

maupun eksteren. Penelitian dan penyelidikan kondisi pemohon kredit

sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan ikhtikad baik

nasabah terhadap bank

b. Kesepakatan Di samping unsur percaya didalam kredit juga

mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si

penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian

dimana masingmasing pihak menandatangani hak dan kewajibannya

masingmasing. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam akad kredit

dan ditandatangani kedua belah pihak sebelum kredit dikucurkan.

c. Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu

tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah

disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek (dibawah

1 tahun), jangka menengah (1 sampai 3 tahun) atau jangka panjang (diatas

3 tahun. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran


kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu

jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.

d. Risiko Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan

memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macetnya pemberian

suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin

besar risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan

bank. Baik risiko yang disengaja oleh nasabah maupun risiko yang tidak

sengaja misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah

tanpa adanya unsur kesengajaan lainnya, sehingga nasabah tidak mampu

lagi melunasi kredit yang diperolehnya.

e. Balas Jasa Bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan

atas pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa kita

kenal dengan nama bunga. Di samping balas jasa dalam bentuk bunga

bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang

juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip

syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.

8. Pasal 1 ayat (2) “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.


9. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakankewajiban

sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuatantara kreditur

dengan debitur.1Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janjidapat terjadi baik

karena disengaja maupun tidak disengaja.

10. Wanprestasi terdapat dalam pasal 1243 KUH Perdata, yang menyatakan

bahwa: “penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya

suatuperikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang,

setelahdinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika

sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapatdiberikan atau

dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang

telah dilampaukannya”.

11. Harta bersama menurut Pasal 119 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

menyatakan “Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah

persatuan bulat harta kekayaan antara suami dan isteri, selama mengenai hal

itu tidak diadakan perjanjian perkawinan atau ketentuan lainnya”.

12. Pasal 1 UU Nomor 42 Tahun 1999 ayat (8) “Kreditor adalah pihak yang

mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang. Ayat (9) “Debitor

adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang.

Anda mungkin juga menyukai