HUKUM BISNIS
DOSEN PENGAMPU:
Fajar Destari, S.E., M.M.
DISUSUN OLEH:
1. Nur Rohmah Essa Puspita (180810201043)
2. Nia Prias Tuti Dewi (180810201047)
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Perkreditan dan Pembiayaan.”
Adapun tujuan dari judul makalah ini, yaitu untuk memberi informasi kepada pembaca
mengenai aspek-aspek dalam perkreditan dan pembiayaan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengalami kesulitan. Oleh karena itu,
terselesaikannya makalah ini bukan semata-mata hanya penulis, namun ada beberapa sumber yang
memudahkan dalam penyusunan makalah ini.
Tak lupa penulis berterimakasih kepada Ibu Fajar Destari, S.E., M.M., selaku dosen
pengampu mata kuliah Hukum Bisnis yang telah memberi ilmu serta informasi, sehingga
memudahkan penulis menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari dalam makalah ini masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari
berbagai pihak agar makalah ini lebih baik dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya zaman sekarang manusia dituntut untuk berfikir kreatif dan berdaya guna,
semua itu seiring berkembangnya zaman yang terus menurs melakukan pergerakan-pergerakan
yang dinamisme dalam berkehidupan yang semakin praktis.
Dengan demikian setiap manusia saling berlomba-lomba guna memperdayakan
kemampuannya untuk bersaing mencari dan mendapatkan setiap peluang yang ada dengan cara
yang berbeda-beda. Ada yang bekerja ada yang berdagang, hal inilah yang mendukung suatu daerah
dalam kemajuan ekonominya. Sekarang ini, banyak masyarakat sosial yang menggencarkan aksi
jiwa entrepreuneur dengan berbisnis.
Akan tetapi faktor biaya atau modal dapat menjadi kendala dalam mewujudkan hal itu, selain
itu juga para pekerja yang kehidupannya bergantung pada gaji, membuat kredit atau perkreditan
merupakan salah satu jalan keluar untuk menyelesaikan permasalah ini. Dengan ini, maka para
karyawan yang ingin segera memiliki rumah atau kendaraan pribadi dapat segera tercapai dengan
kredit atau sistem perkreditan, dan juga para pembisnis yang ingin mengembangkan sayap
bisnisnya perkreditan adalah solusi yang dianggap tepat.
Sehingga hampir setiap lembaga keuangan baik swasta atau bukan berlomba untuk
menawarkan berbagai jenis perkreditan dan keuntungan-keuntungan demi menarik hati pelanggan
dan mendapatkan kepercayaan masyarakat. Dan lagi, perkreditan sekarang ini sudah semakin
banyak yang menjadikannya jasa yang menjanjikan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan perkreditan?
2. Apa saja landasan hukum yang mengatur tentang perkreditan?
3. Apa saja ruang lingkup dalam perkreditan?
4. Siapa subjek yang memberikan pembiayaan?
5. Apa saja model-model dalam pembiayaan?
6. Apa saja lembaga pembiayaan dan kredit?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari perkreditan
2. Untuk mengetahui apa saja landasan hukum dalam perkreditan
3. Untuk mengetahui ruang lingkup dalam perkreditan
4. Untuk mengetahui subjek-subjek yang memberikan pembiayaan
5. Untuk mengetahui model-model dalam pembiayaan
6. Untuk mengetahu lembaga pembiayaan dan kredit
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkreditan
Dalam bahasa latin kredit berarti credere artinya percaya. Pemberi kredit (kreditur) percaya
kepada penerima kredit (debitur) bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai
perjanjian. Bagi debitur, kredit yang diterima merupakan kepercayaan, yang berarti menerima
amanah sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.
Menurut UU No. 7 tahun 1992 yang telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998, terdapat
dua istilah yang berbeda namun mengandung makna yang sama yaitu kredit dan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah. Definisi kedua istilah tersebut adalah sebagai berikut :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam (debitur) untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau
bagi hasil.
Dari kedua rumusan tersebut, perbedaannya terletak pada bentuk kontra prestasi yang
diberikan debitur kepada bank atas pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
Syariah. Pada bank konvensional yang menggunakan istilah kredit, kontra prestasinya berupa
bunga, sedangkan bank syariah yang menggunkan istilah pembiayaan kontra prestasinya berupa
imbalan atau bagi hasil sesuai kesepakatan bersama.
Analisis kredit yang dilakukan adalah untuk meyakini bahwa calon nasabah dapat dipercaya
(mencakup latar belakang personal dan perusahaan, prospek usaha, jaminan yang diberikan serta
faktor lain) dan bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar benar aman dalam arti uang yang
disalurkan pasti kembali
Perkreditan merupakan proses kegiatan perbankan dalam menyalurkan dana yang dihimpun
dari masyarakat, yang disalurkan kembali kepada masyarakat khususnya pengusaha, dalam
bentuk pinjaman yang lebih dikenal dengan kredit. Penyaluran dana dalam bentuk kredit tidak lain
agar perbankan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin. Keuntungan utama bisnis
perbankan adalah selisih antara bunga dari sumber-sumber dana dengan bunga yang diterima dari
alokasi dana tertentu. Oleh karena itu sumber dana dan alokasi penggunaan dana memegang
peranan yang sama pentingnya di dunia perbankan.
B. Landasan Hukum
Regulasi yang mengatur tentang perkreditan di Indonesia, diantaranya adalah sebagai
berikut ini:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapam Undang-
Undang Pokok Bank Indonesia,
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
perbankan,
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan
Rakyat.
3. Prinsip-Prinsip Perkreditan
a. Karakter, menyangkut data pribadi pengusaha, kemauan, itikad baik dan tanggung
jawab moral calon debitur dalam upaya pembayaran kembali pinjamannya.
Penilaian karakter calon debitur mancakup kejujuran dan kepercayaan dalam
menjalankan bisnis, kelancaran pembayaran hutang dagang selama ini, hubungan
dagang dengan para pemasok serta lamanya hubungan dengan bank pemberi
fasilitas kredit.
b. Kapasitas, menyangkut kemampuan calon debitur dalam mengoptimalkan sumber
daya yang dimiliki, kemampuan menciptakan sumber dana dan kemampuan dalam
meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian.
Kemampuan membayar dalam konteks ini meliputi pengalaman dan prestasi bisnis
calon debitur, kualifikasi manajemen, jumlah hasil penjualan yang dicapai setiap
periode tertentu, serta posisi produk dalam persaingan pasar.
c. Modal, untuk menilai kondisi harta perusahan, jumlah modal yang ditanamkan
oleh calon debitur dalam perusahaa. Kecukupan modal mempunyai andil yang
besar untuk menjamin kelangsungan perusahaan. Untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang kondisi harta perusahaan, analisis kredit harus memeriksa
keadaan fisik fasilitas yang ada, meninjau cara perawatan fasilitas produksi, dan
meneliti sumber dana serta menilai karyawan yang membidangi produksi tersebut.
d. Jaminan, untuk back-up dan menjamin terhadap resiko wanprestasi dari calon
debitur dalam pelunasan kredit. Jadi manfaat dari collateral adalah alat pengaman
jika debitur tidak melunasi pinjamannya, sehingga bank dapat mengambil alih atau
mencairkannya untuk melunasi pinjaman tersebut.
e. Kondisi ekonomi, kondisi ekonomi merupakan analisis atas faktor eksternal yang
mempengaruhi perusahaan calon debitur. Analisis atas situasi dan kondisi
persaingan bisnis, politik, sosial, ekonomi dan lainnya yang mempunyai pengaruh
pada suatu saat yang mungkin mempengaruhi kelancaran usaha.
b. Pemeriksaan berkas
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas pinjaman yang diajukan
sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perbankan
belum lengkap atau cukup maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan
apabila sampai batas waktu tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi
kekurangannya, maka sebaiknya permohonan kredit dibatalkan saja.
c. Wawancara I
Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan
dengan calon peminjam.
d. On the Spot
Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai
obyek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasilnya dicocokkan
dengan hasil wawancara I.
e. Wawancara II
Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan pada saat
setelah dilakukan on the spot di lapangan.
f. Penilaian dan analisis kebutuhan Kredit
Merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka menilai kebutuhan kredit
yang sebenarnya.
g. Keputusan Kredit
Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan
diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya. Biasanya
mencakup jumlah uang yang diterima, jangka waktu, dan biaya-biaya yang harus
dibayar
h. Penandatangan akad kredit/perjanjian lainnya
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum
kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit.
i. Realisasi kredit
Diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan
membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.
j. Penyaluran/penarikan
Merupakan pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi
dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit
yaitu sekaligus atau bertahap.
D. Subjek Pembiayaan
Disamping memberikan pinjaman dalam bentuk kredit kepada debitur, mungkin juga
diberikan dana atau barang lainnya kepada debitur dalam bentuk pembiayaan. Dalam hal
pembiayaan kepada debitur ini, disamping debitur sebagai subjek pembiayaan, subjek yang
memberikan pembiayaan adalah sebagai berikut:
Pihak Lembaga Pembiayaan
Bank
Perusahaan Swasta
Masyarakat
E. Model Pembiayaan
Pembiayaan tersebut banyak modelnya, diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
1. Model pembiayaan lewat lembaga pembiayaan
a. Sewa Guna Usaha (Leasing)
Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa.
Karena memang dasarnya leasing adalah sewa-menyewa. Jadi leasing merupakan
suatu bentuk derivative dari sewa-menyewa. Tetapi kemudian dalam dunia bisnis
berkembanglah sewa-menyewa dalam bentuk khusus yang disebut leasing itu atau
kadang-kadang disebut sebagai lease saja, dan telah berubah fungsinya menjadi salah
satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia leasing sering diistilahkan dengan
‘sewa guna usaha’.
Dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Menteri Perindustrian dan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. KEP-122/MK/2/1974,
No.32/M/SK/2/1974, No.30/Kpb/I/1974 tentang perizinan usaha leasing ditentukan
bahwa yang dimaksud dengan leasing adalah :
“Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-
barang modal untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara
berkala disertai dengan hak pilih (opsi) dari perusahaan tersebut untuk membeli
barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu
berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.”
Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa
guna usaha (leasing), yang dimaksud dengan leasing adalah :
“Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun
sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk diperguanakan oleh lease
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.”
Unsur – unsur yuridis dari suatu leasing adalah sebagai berikut :
a) Suatu pembiayaan perusahaan
Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai usaha memberikan
kemudahan pembiayaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi
dalam perkembangannya, bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu
dengan peruntukan barang belum tentu untuk kegiatan usaha.
b) Penyediaan barang modal
Barang modal adalah setiap aktiva tetap yang berwujud termasuk tanah
sepanjang diatas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan(plant), dana
tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dan digunakan secara langsung untuk
menghasilkan atau meningkatkan ataupun memperlancar produksi barang atau
jasa oleh lessee.
c) Keterbatasan waktu
Jangka waktu leasing ditetapkan dalam tiga kategori (Keputusan Menteri
Keuangan No. 1169/KMK.01/1991) :
Jangka singkat : minimal 2 tahun, dan berlaku bagi barang modal golongan 1
Jangka menengah : minimal 3 tahun, dan berlaku bagi barang modal
golongan golongan II dan III
Jangka panjang : minimal 7 tahun, dan berlaku bagi golongan bangunan.
Penggolongan barang modal kepada golongan I, II, dan III tersebut sesuai
penggolongan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.
d. Pembiayaan Konsumen
Model pembiayaan konsumen merupakan kegiatan penyediaan dana bagi
konsumen oleh perusahaan pembiayaan untuk membeli barang – barang konsumsi
yang pembiayaannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen. Jaminan
hutang dari pembiayaan konsumen ini adalah barang konsumen yang menjadi obyek
pembiayaan konsumen tersebut biasanya dalam bentuk fidusia. Pihak yang terlibat
dalam transaksi pembiayaan konsumen adalah:
Pihak kreditur (perusahaan pembiayaan)
Pihak konsumen (debitur)
Pihak supplier (yang menyediakan barang)
Apabila kegiatan ini dilakukan oleh bank maka bentuk pinjaman yang mirip
dengan pembiayaan konsumen disebut dengan kredit konsumsi, sehingga dasar
hukum bagi kredit berlaku juga bagi pembiayaan konsumen, minus ketentuan
tentang perbankan tetapi ditambah dengan ketentuan – ketentuan tentang keuangan
dan pembiayaan.
Kartu kredit, dengan sistem pembayaran secara cicilan (meskipun dapat dibayar
lunas).
Kartu pembayaran lunas, dengan sistem pembayaran lunas ketika ditagih.
Sedangkan yang menjadi dasar hukum bagi pembiayaan dengan kartu kredit ini
adalah kontrak kartu kredit (biasanya hanya berbentuk pengisian formulir)
berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Selanjutnya, terdapat berbagai perundang-
undangan tentang perkreditan dan hutang-piutang dalam KUH Perdata, dan
perundang-undangan di bidang keuangan dan pembiayaan.
Jual beli surat berharga pasar modal tersebut dilakukan melalui pasar- pasar yang
tersedia, yang disebut dengan bursa efek. Ditingkat Nasional ada Bursa Efek Jakarta
(BEJ), misalnya sedangkan di tingkat internasinal ada bursa saham seperti Wall Street di
New York.
Ada banyak sekali contoh perusahaan sewa guna usaha atau leasing di Indonesia yang
terdaftar di OJK, diantaranya: Adira Finance, BCA Finance, BFI Finance, FIF, WOM, Otto
Summit, Aditama Finance, dan sebagainya adalah contoh perusahan leasing konvensional.
Kemudian untuk perusahaan leasing syariah di Indonesia diantaranya adalah: Al Ijarah
Indonesia Finance, Amanah Finance, dan Citra Tirta Mulia.
Kredit adalah kepercayaan seorang kreditur kepada debitur untuk menyalurkan barang atau
jasa yang disalurkan pada debitur sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Dalam menyalurkan kredit, seorang kreditur tidak dengan mudah mempercayakannya kepada
seorang debitur, harus ada beberapa hal yang harus dilewati debitur, hal ini demi menjaga saling
kepercayaan juga berpengaruh terhadap kreditur itu sendiri.
Disamping memberikan pinjaman dalam bentuk kredit kepada debitur, mungkin juga
diberikan dana atau barang lainnya kepada debitur dalam bentuk pembiayaan. Lembaga-lembaga
pembiayaan ini dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk: giro,
deposito, serta tabungan.
DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Tomy Wilson. R.G. 2019. Hukum Bisnis. Jakarta: Penerbit Pernamedia Group
Fuady, Munir. 2008. Pengantar Hukum Bisnis:Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung:
Penerbit Citra Aditya
https://www.kreditpedia.net/jaminan-atau-agunan-kredit/
http://belajartanpabuku.blogspot.com/2013/03/kebijaksanaan-perkreditan_2.html