YOGYAKARTA
dan perubahan yang saling berkesinambungan guna mencapai masyarakat yang adil
makmur berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan
“ Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
pada akhirnya memerlukan fasilitas kredit atau pinjaman dalam usahanya, serta
membutuhkan adanya jaminan bagi pemberi kredit demi keamanan pemberian kredit.
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, Pemerintah telah menyediakan
berbagai fasilitas kredit atau pinjaman. Bentuk fasilitas kredit atau pinjaman yang
diikuti oleh Bank-Bank Swasta yang ikut berperan besar dalam pelayanan pemberian
(KUHPerdata) merupakan suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Hal tersebut memberikan konsekuensi
hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu terdapat dua pihak, dimana satu
pihak merupakan pihak yang wajib melaksanakan prestasi (debitur) sedangkan pihak
yang lainnya merupakan pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Dalam
perkembangannya, pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih badan hukum.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
Dalam setiap pemberian kredit, terkandung suatu risiko yang tidak terduga, yang
tidak dapat dikontrol oleh Bank, sehingga kredit menjadi macet yang disebabkan oleh
wanprestasi debitur, maka dalam memberikan kredit, Bank pada umumnya
tertentu atau memberikan perhatian khusus kepada kegiatan tertentu tersebut. Sebagai
salah satu mata rantai lalu-lintas pembayaran dalam tata ekonomi modern, Bank
Rakyat Indonesia yang merupakan bagian dari bank umum milik pemerintah adalah
masyarakat.
Sesuai dengan fungsi utama perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat, untuk itu salah satu dari sekian banyak usaha bank khususnya bank
risiko bank dalam menyalurkan kredit. Pada prinsipnya, tidak selalu suatu penyaluran
kredit harus dengan jaminan kredit. Hanya saja apabila suatu kredit tersebut dilepas
tanpa agunan, maka memiliki risiko yang besar. Jika hal tersebut terjadi maka pihak
bank akan merasa dirugikan, sebab dana yang disalurkan memiliki peluang tidak
Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank
secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum
Perjanjian kredit bank selalu terkait dengan pengukatan jaminan. Hal ini
dilakukan oleh pihak bank agar bank mendapatkan kepastian bahwa kredit yang
diberikan kepada nasabahnya dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan dapat
kembali dengan aman. Jadi, dengan adanya jaminan yang diikat dalam bentuk
perjanjian jaminan tertentu akan dapat mengurangi munculnya risiko yang mungkin
terjadi apabila penerima kredit wanprestasi atau tidak dapat mengembalikan kredit
atau pinjamannya. Dengan demikian, jaminan dalam perjanjian kredit ini bertujuan
Berkaitan dengan pemberian kredit kepada calon nasabah (debitur) maka bank
berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad baik dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya. Hal ini berarti bahwa Bank
atas iktikad baik terhadap calon penerima kredit. Penilaian itu menyangkut baik
dalam hal watak, kemampuan, modal, serta jaminan dari calon penerima kredit yang
Hak-hak jaminan kredit tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan terkait kepada
hak lain, yang menjadi hak utamanya. Oleh karena itu, sifat hak-hak jaminan ini
adalah acccessoir, yaitu mengikuti perikatan utamanya. Hal ini berarti apabila
perikatan utamanya telah musnah hak jaminannya musnah pula. Sifat ini melekat
kebendaan maupun bersifat perorangan.1 Yang termasuk jaminan yang bersifat hak
kebendaan adalah gadai, fidusia, hipotik, dan hak tanggungan. Adapun yang termasuk
Tujuan dari jaminan yang bersifat kebendaan adalah untuk memberikan hak
vershaal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya) kepada kreditur, terhadap hasil
Adapun jaminan yang bersifat perorangan bertujuan untuk memberikan hak vershaal
Undang memberikan jaminan yang tertuju terhadap semua kredit dan mengenai
semua harta benda nasabah (debitur). Jaminan yang demikian ini disebut sebagai
jaminan umum. Adapun jaminan khusus diadakan antara kreditur dan debitur yang
1
1 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia : Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: Liberty, 1980, hlm.38.
2 ?
Ibid.
3 ?
Ibid., hlm. 45.
Jaminan yang bersifat kebendaan adalah adanya benda tertentu yang dipakai
sebagai jaminan. Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan adalah adanya orang
tertentu yang sanggup membayar atau memenuhi prestasi apabila debitur wanprestasi.
agunan atau jaminan kebendaan dianggap yang paling aman dan ideal untuk
mengatasi risiko yang ditanggung oleh pihak bank. Jaminan tersebut dapat berupa
benda bergerak seperti fidusia dan gadai maupun berupa benda tetap seperti hak
tanggungan.
antara besarnya kredit dengan jaminan yang diminta, jaminan biasanya lebih besar
daripada kredit yang diberikan. Pihak bank selalu melakukan penafsiran harga
dibawah harga tafsiran. Hal ini bertujuan untuk memberikan keyakinan bahwa kredit
akan diangsur dan dilunasi oleh debitur. Apabila terjadi wanprestasi dan agunan
dilelang, maka debitur dirugikan sehingga akan berusaha untuk melunasi hutangnya.
Kredit yang jumlahnya relatif kecil dan bisa diterima oleh bank dengan jaminan
jaminan fidusia yang diagunkan dan dikuasai oleh kreditur adalah hak milik atas
suatu benda sedangkan bendanya tetap dikuasai oleh debitur. Salah satu contohnya
benda yang dapat menjadi jaminan fidusia antara lain kendaraan bermotor, mesin-
mesin.
yang lemah secara ekonomi dengan memberikan kredit atau pinjaman yang
berjaminan lunak. Jaminan fidusia berfungsi sebagai jaminan atau keyakinan bagi
Mengingat dalam setiap pemberian kredit, terkandung suatu resiko yang tak
terduga yang tidak dapat dikontrol oleh Bank, sehingga kredit menjadi macet yang
disebabkan oleh wanprestasi debitur. Maka, dalam memberikan kredit Bank pada
Konstruksi fidusia berdasarkan yurisprudensi yang ada adalah penyerahan hak milik
secara kepercayaan atas kebendaan atau barang-barang itu tetap pada debitur, dengan
ketentuan bahwa jika debitur melunasi hutangnya sesuai dengan jangka waktu yang
telah ditetapkan, maka kreditur berkewajiban untuk mengembalikan hak milik atas
Bentuk jaminan fidusia ini sebenarnya sudah mulai digunakan secara luas dalam
mudah dan cepat. Pranata jaminan fidusia saat ini memang memungkinkan kepada
pemberi fidusia untuk menguasai kebendaan yang dijaminkan, guna menjalankan
atau melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan
DIY menunjukkan bahwa bentuk jaminan yang paling banyak digunakan oleh
pasal limanya menentukan bahwa perjanjian jaminan fidusia dibuat secara notariil
tersebut diatas tidak selalu dilakukan, dikarenakan masih banyak pihak kreditur
antara lain jangka waktu kreditnya hanya berlangsung selama tidak lebih dari satu
tahun, nilai pinjaman kecil dan debiturnya sudah dikenal dengan baik oleh bank yang
perlindungan hukum terhadap Bank (kreditur) dan penyelesaian yang dilakukan oleh
untuk mempelajari dan mengadakan penelitian yang disajikan dalam bentuk skripsi
GEDONGKUNING YOGYAKARTA”.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
melunasi hutang.
D. Tinjauan Pustaka
Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata Bab II,
perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang mengikatkan dirinya terhadap
karena setiap orang di dalam mendefinsikan sesuatu hal tidaklah sama. Dikarenakan
masing-masing orang memiliki sudut pandang yang berbeda. Seperti halnya pada
pendefinisian perjanjian ada berbagai pendapat dari para sarjana ilmu hukum antara
lain :
Menurut Prof. Subekti, SH, bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Dalam bentuknya perjanjian berupa suatu
atau ditulis.4
dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 5 Dalam hal ini kedua
belah pihak sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban
yang mengikat mereka guna ditaati dan dilaksanakan. Kesepakatan tersebut untuk
menimbulkan akibat hukum dari hubungan yang mereka adakan serta menimbulkan
hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Apabila kesepakatan itu dilanggar, maka
Dan menurut Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu
orang atau lebih saling mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.6
4 ?
R. Subekti, S. H., Hukum Perjanjian, Cetakan VII, PT. Intermasa, Jakarta, 1983, hlm. 1.
5 ?
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, Edisi Keempat, Cetakan II,
Liberty, Yogya, 1999, hlm. 96.
6 ?
Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 49.
Adapun syarat sah perjanjian, diatur dalam KUHPerdata Pasal 1320 mengatur
tentang empat syarat yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian, yaitu :
Syarat petama dan kedua disebut syarat subyektif yaitu syarat yang harus
dipenuhi oleh subyek perjanjian. Sedang syarat ketiga dan keempat disebut syarat
Perbedaan syarat tersebut berkaitan dengan akibat yang terjadi bila persyaratan
tidak terpenuhi. Akibat tidak dipenuhinya syarat subyektif adalah dapat dibatalkannya
perjanjian itu. Sedang tidak dipenuhinya syarat obyektif berakibat perjanjian itu batal
demi hukum.
dimana pihak satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini
akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam-macam dan keadaan yang
sama pula.
.
Menurut Marhainis Abdul Hay, S. H., ketentuan pasal 1754 KUHPerdata tentang
kredit bank.7
KUHPerdata, ditafsirkan sebagai persetujuan yang bersifat riil, karena dalam Pasal
1754 KUHPerdata tidak menyebutkan bahwa pihak kesatu “ mengikatkan diri untuk
maka harus dilihat juga model-model perbankan pada perjanjian kredit. Dalam
praktek, perjanjian kredit bank tumbuh sebagai perjanjian standar. Maksudnya setiap
bank telah menyediakan formulir atau blangko perjanjian kredit yang dapat diisi dari
perjanjian tersebut dan telah dipersiapkan terlebih dahulu atau dibakukan. 9 Maksud
ditujukan kepada kreditur terhadap semua harta benda debitur. Terhadap jaminan
Mengenai jaminan umum dalam Undang-Undang diatur dalam Pasal 1131 dan
Pasal 132 KUHPerdata. Jaminan umum artinya benda jaminan itu tidak ditunjuk
secara khusus dan tidak diperuntukkan bagi kreditur, sedangkan hasil penjualan
benda jaminan itu dibagi-bagi diantara para kreditur seimbang dengan piutangnya
masing-masing.10
Jaminan yang demikian dalam prakteknya dirasa kurang memberikan rasa aman
dan terjaminnya kredit yang diberikan. Untuk itu diperlukan benda-benda sebagai
jaminan yang dkhususkan sebagai jaminan dalam piutangnya yang hanya berlaku
bagi kreditur tersebut. Dengan kata lain, kreditur atau bank memerlukan adanya
jaminan yang dikhususkan baginya baik yang bersifat kebendaan maupun yang
bersifat perorangan.
Fidusia dianggap sebagai jaminan yang lebih cocok bagi bank maupun
nasabahnya untuk benda bergerak. Karena kreditur tidak merasa kesulitan untuk
10 ?
Sri Soedewi, Ny. Prof. Dr. S.H., Hukum Jaminan di Indonesia : Pokok-pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980, hlm. 45.
Dalam jaminan ini, barang tidak diserahkan kepada kreditur tetapi masih dalam
kekuasaan debitur. Hanya hak miliknya diserahkan secara kepercayaan. Jadi selama
hutangnya belum dibayarkan secara lunas oleh debitur, hak milik atas barang tersebut
yakni satu pihak memberikan kepercayaan penuh kepada pihak lain untuk
merupakan jaminan hutang. Disamping itu fidusia juga merupakan penyerahan hak
milik atas barang-barang debitur yang dijadikan jaminan itu kepada kreditur atas
Fidusia di Indonesia telah berkembang sejak tahun 1931, yang terdapat di dalam
putusan pengadilan. Ini berarti fidusia telah dikenal dalam putusan pengadilan.
memenuhi kebutuhan dalam praktek. Hal ini dikarenakan fidusia sangat dekat
hubungannya dengan perjanjian kredit bank, ketika debitur ingin meminjam uang
bergerak. Karena debitur tidak mempunyai jaminan benda lain. Jaminan benda
bergerak misalnya mesin, kendaraan, atau lainnya yang dapat dijadikan jaminan.
Lembaga fidusia pertama kali ditujukan pada benda bergerak, tetapi kemudian
berkembang kepada benda tidak bergerak. Perjanjian fidusia selama ini menekankan
pendaftaran pada benda bergerak dan benda tidak bergerak dengan menggunakan
format tertentu. Perjanjian fidusia harus didaftarkan atau dicatat dalam sertifikat
Tahun 1999 tanggal 30 September 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pembebanan benda
dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan
Oleh karena benda jaminan tetap dikuasai oleh debitur maka apabila terjadi
wanprestasi sehingga jaminan harus dilelang untuk melunasi kredit, maka pihak
kreditur harus mengambil atau menyita barang jaminan tersebut dari debitur. Jika
hasil eksekusi tidak mencukupi untuk dilakukannya pelunasan utang maka debitur
Adapun risiko yang harus diperhitungkan oleh pihak bank apabila terjadi
wanprestasi. Hal ini mengingat bahwa benda jaminan tetap dikuasai dan
akan mengalami kerusakan atau penurunan nilai ekonomisnya baik disengaja maupun
tidak disengaja.
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
berdasarkan yurisprudensi yang ada adalah penyerahan hak milik secara kepercayaan
atas kebendaan atau barang-barang bergerak milik debitur kepada kreditur dengan
penguasaan fisik atas barang-barang itu tetap pada debitur, dengan ketentuan bahwa
jika debitur melunasi hutangnya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan,
Bentuk jaminan fidusia ini sebenarnya sudah mulai digunakan secara luas dalam
mudah, dan cepat. Jaminan fidusia ini memang memungkinkan kepada pemberi
melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan
fidusia tersebut.
Apabila terjadi salah satu atau lebih hal seperti diatas,maka pihak bank dapat
nasabah (debitur).
Negara).
Cara kedua ini biasanya ditempuh apabila cara pertama tidak berhasil
menyelesaikan masalah.
fidusia yang tidak didaftarkan. Demikian pula, terjadi pada perjanjian jaminan fidusia
fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak melahirkan perjanjian kebendaan bagi
jaminan fidusia tersebut, sehingga karakter kebendaan seperti droit de suite dan hak
menentukan hal apakah yang harus didaftarkan. Persoalan ini juga menimbulkan
perbedaan pendapat di kalangan para ahli hukum. Ada yang mengatakan yang
didaftarkan adalah akta jaminan fidusia, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa
bukan hanya akta jaminan yang didaftarkan melainkan bendanya juga turut
didaftarkan.
Jika dianalisis akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris, ditemukan fakta
yuridis bahwa yang didaftarkan adalah akta jaminan fidusia dan benda jaminan
fidusia.
Pendaftaran jaminan fidusia bukan hanya dilakukan terhadap benda jaminan
fidusia yang memiliki bukti kemilikan seperti kendaraan bermotor, mesin produksi
tetapi juga dilakukan terhadap obyek jaminan fidusia berupa benda persediaan seperti
benda persediaan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu mengenai jumlah
dan lain sebagainya. Makna pendaftaran itu lebih tepat diartikan sebagai pendaftaran
jaminan fidusia. Konsekuensi yuridis setelah akta jaminan fidusia didaftarkan, yang
menjadi pemilik jaminan atas benda fidusia adalah kreditur penerima fidusia,
walaupun secara fisik debitur penerima fidusia tetap menjadi pemilik benda agunan.
Pandangan ini menunjukkan bahwa ada pemisahan hak milik jaminan secara yuridis
E. Metode Penelitian
1. Obyek Penelitian
2. Subyek Penelitian
Yogyakarta.
a. Data Primer, yakni data yang diperoleh peneliti secara langsung dari subjek
b. Data Sekunder, yakni data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
1. KUH Perdata.
4. Teknik Sampling
a. Data Primer
1. Wawancara langsung dengan subyek penelitian untuk
terbuka.
b. Data Sekunder
6. Metode Pendekatan
Pendekatan yuridis normatif, yaitu data yang diperoleh kemudian dianalisis dari
sudut pandang atau menurut ketentuan hukum atau peraturan perundang – undangan
yang berlaku. Setelah dianalisis, selanjutnya hasil analisis tersebut akan diwujudkan
dalam bentuk deskripsi dengan ringkas dan jelas sehingga mudah dimengerti dan
dipahami.
6. Analisis Data
Data yang diperoleh dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang disajikan
secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif dengan langkah – langkah sebagai
berikut :
F. Kerangka Skripsi
Bab I Pendahuluan
Bab V Penutup
Kesimpulan dan Saran.
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
1. Pengertian Perjanjian
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih. Rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak
KUHPerdata.
hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan diriya atau saling
merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Di mana untuk itu
diperlukan kata sepakat para pihak, akan tetapi tidak semua perbuatan hukum
perjanjian akan selalu terdapat dua pihak, dimana satu pihak merupakan pihak
yang wajib melaksanakan prestasi (debitur) dan pihak yang lain adalah pihak
lengkap. Hal ini berkaitan dengan kata “mengikat dirinya” yang terdapat
Menurut mereka kata tersebut tidak mencerminkan adanya timbal balik dari
para pelaku dalam perjanjian itu, tetapi lebih mencerminkan perjanjian yang
11
Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, hal. 13.
Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah
debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang
perjanjian. Sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. 12
12
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 78.
Untuk lebih menyempurnakan pengertian perjanjian yang ditentukan dalam
atas, maka pengertian perjanjian itu sebaiknya sebagai berikut, yaitu : “Perjanjian
adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan
Mengingat adanya kata sepakat diantara kedua pihak yang mengikatkan diri
tersebut merupakan unsur dan syarat utama dalam suatu perjanjian, maka tidak
salah kalau perjanjian itu merupakan perbuatan dari dua orang atau lebih yang
saling mengikatkan diri dan bukan hanya satu orang atau satu pihak saja yang
perjanjian adalah :
berikut :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih atau dimana kedua belah
13
J. Satrio, S. H., Hukum Perjanjian, 1992, hlm. 20.
“Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.14
“Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang didasarkan kata
dalamnya paling tidak ada dua pihak. Dan minimal ada satu hak yang dapat
dilakukan dan satu kewajiban yang harus dipenuhi. Dari beberapa pendapat
para ahli tersebut, menurut saya yang sesuai adalah pendapat dari Sudikno
yang dimaksud dengan perjanjian adalah satu perbuatan hukum yang bersisi
dua (“een tweezijdige overeenkomst”) yang didasarkan atas kata sepakat untuk
tepat, karena dari pihak yang satu ada penawaran dan dari pihak lain ada
14
Prof. Subekti, S. H., Hukum Perjanjian, hlm. 1.
15
Sudikno Mertokusumo, S. H., Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), hlm. 97.
memuat definisi mengenai perjanjian (Pasal 1313 KUHPerdata), akan tetapi
rumusannya terlalu umum dan tidak jelas. Karena hanya dikatakan sebagai
atas kata sepakat namun kata sepakat itu tidak untuk menimbulkan akibat
hukum yang berarti bahwa apabila janji itu dilanggar maka tidak ada akibat
tertentu untuk sahnya perjanjian, maka diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata
tidak dipenuhi maka perjanjian yang telah dilakukan diancam dapat dibatalkan
pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki pihak yang
16
Gunawan Widjaja, Kartini Mulyadi, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung
Menanggung, hal. 14.
satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Pasal 1321 KUHPerdata
mengatakan “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
tipu muslihat. Tidak cukup jika hanya kebohongan saja. Setiap penjual
Cakap menurut hukum pada asasnya adalah setiap orang yang dewasa
wenang adalah orang yang secara umum cakap untuk bertindak. Adapun
yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih
dahulu telah kawin. Dengan kata lain orang yang tidak cakap, tidak
harus mempunyai sebagai pokok suatu benda (zaak) yang paling sedikit
ditentukan jenisnya.
secara individual tertentu, tetapi cukup bahwa jenisnya ditentukan. Hal itu
tidak berarti bahwa perjanjian sudah memenuhi syarat, apabila jenis objek
dapat ditentukan.
Pasal 1332 dan 1333 KUHPerdata berbicara tentang “Zaak yang menjadi
objek daripada perjanjian” maka “zaak” disana adalah objek perjanjian itu
sendiri. Zaak dalam arti seperti ini hanya mungkin untuk perjanjian yang
prestasinya atau belum. Perjanjian tanpa “suatu hal tertentu” adalah batal
demi hukum.
Ketentuan mengenai apa yag disebut sebagai kausa sangat penting, karena
dengan kausa, tetapi para sarjana sepakat bahwa kausa ini bukan merupakan
“sebab” dalam arti sebagai lawan dari “akibat”. Kausa dalam arti yuridis tidak
ada sangkut-pautnya dengan ajaran kausa dalam ilmu alam. Hal tersebut
perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Dalam hal syarat subyektif, apabila syarat itu tidak dipenuhi, maka
perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai
hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat
meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang
yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas
nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada
hal seorang anak yang belum dewasa adalah anak itu sendiri apabila ia sudah
dewasa atau orang tua atau walinya. Dalam hal seorang yang berada di bawah
sepakat atau perizinannya secara tidak bebas, orang itu sendiri. Bahaya
pembatalan itu mengancam selama lima tahun (Pasal 1454 KUHPerdata), jadi
dibatasi juga oleh undang-undang. Memang segala sesuatu yang tidak tentu
itu selalu dibatasi oleh undang-undang demi untuk keamanan dan ketertiban
hukum.
penguatan oleh orang tua, wali atau pengampu tersebut. Penguatan yang
demikian itu dapat terjadi secara tegas. Misalnya orang tua, wali atau
perjanjian yang telah diadakan oleh anak yang belum dewasa ataupun dapat
terjadi secara diam-diam. Misalnya orang tua, wali atau pengampu itu
membayar atau memenuhi perjanjian yang telah diadakan oleh anak muda itu.
Dalam hal syarat obyektif apabila syarat tersebut tidak dipenuhi, maka
perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, dari semula tidak pernah dilahirkan
suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang
adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di
sendiri bagian-bagian dan isi dari perjanjian itu sendiri. Hal tersebut sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dimana dikatakan
bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-
sebenarnya mengenai unsur-unsur yang ada atau bahkan harus ada dalam
suatu perjanjian itu dapat ditentukan sendiri oleh para pihak yang membuat
perjanjian yang satu dengan perjanjian yang lain, yang dibuat oleh pihak-
Mengenai hal ini KUHPerdata sendiri tidak mengatur secara jelas, namun
dalamnya. Seperti yang dikemukakan oleh Oey Hoey Tiong, bahwa suatu
perjanjian dapat terdiri dari tiga unsur atau tiga unsur pembentuk. Adapun
tanpa bagian ini tidak mungkin ada perjanjian karena merupakan syarat
halal.
perjanjian.
oleh Undang-Undang tetapi oleh para pihak.17 Unsur ini harus secara tegas
Dalam hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata dapat
dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa
bagi mereka yang membuatnya. Dan ayat (3) nya menyebutkan bahwa suatu
17
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), hal. 97.
1. Asas Kebebasan Berkontrak
undangan lainnya tidak ada ketentuan yang secara tegas menentukan tentang
menurut hukum Indonesia. Ada faham yang tidak setuju kebebasan berkontrak
ini diletakkan sebagai asas utama hukum perjanjian, tetapi menurut pendapat
Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, asas kebebasan berkontrak tetap perlu
hidup lahir dan batin yang serasi, selaras, dan seimbang dengan kepentingan
kapitalisme. Pada akhir abad XIX, akibat desakan faham-faham etis dan
oleh karena itu kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi
perjanjian tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak, akan tetapi perlu
setiap orang bebas untuk mengadakan dan menentukan isi perjanjian. Buku III
KUHPerdata bersifat terbuka dan oleh karena itu menganut asas kebebasan
mengadakan perjanjian apa saja walaupun belum atau tidak diatur dalam
Undang-Undang.
Asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari bunyi Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata yaitu “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku
3. Setiap orang bebas untuk menentukan sendiri isi, syarat, dan bentuk
perjanjiannya
Bebas disini bukan berarti bebas yang sebebas-bebasnya tetapi juga ada
Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1337 KUHPerdata yaitu “Suatu sebab
disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak
dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik.
hakim berwenang untuk meneliti isi suatu kontrak apabila diperlukan karena
pasal 1338 tidak lagi bersifat absolut, yang berarti dalam keadaan tertentu
hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta
dalam keadaan yang tidak seimbang sedemikian rupa, sehingga salah satu
2. Asas Konsensualisme
perjanjian lahir pada saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak
menyatakan bahwa salah satu syarat untuk sahnya perjanjian adalah kata
1315, Pasal 1338 ayat (2) dan Pasal 1340 KUHPerdata yang berbunyi :
“Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri
atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”
18
Oey Hoey Tiong, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, 1985, hlm. 30.
“Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua
membuatnya”
Perjanjian yang dibuat secara sah yaitu perjanjian yang memenuhi syarat-
Pernyataan tersebut diatas sesuai dengan bunyi Pasal 1338 ayat (1)
jo Pasal 1316 dan 1317 KUHPerdata, dimana dalam Pasal 1316 KUHPerdata
menjamin seorang pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan
terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah
guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang
dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang
dilakukannya kepada seorang lain, memuat suatu janji yang seperti itu”
hendak mempergunakannya”
arti bahwa para pihak harus mentaati dan melaksanakan perjanjian seperti
yang telah mereka sepakati bersama. Asas ini diadakan dalam suatu perjanjian
dilaksanakan dengan iktikad baik. Iktikad baik dapat dalam arti subyektif
Iktikad baik dalam arti subyektif adalah sikap batin seseorang pada waktu
akan dimulainya hubungan hukum atau dengan kata lain sikap batin seseorang
melaksanakan perjanjian atau dengan kata lain adalah bagaimana para pihak
hukum dalam perjanjian. Asas iktikad baik ditemukan dalam Pasal 1338 ayat
dengan kesepakatan yang telah dibentuk dalam suatu perjanjian oleh salah
tentang prestasi. Dalam Pasal 1234 KUHPerdata menyebutkan ada tiga hal
1. Memberikan sesuatu
2. Berbuat sesuatu
perjanjian tersebut akan berjalan lancar atau tidak bermasalah, tetapi apabila
ada salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dapat memenuhi salah satu
yang dijanjikan
beberapa akibat hukum yang dapat dikenakan terhadap siapa yang telah
a. Ganti rugi
b. Pembatalan perjanjian
19
Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 95.
c. Peralihan resiko
Adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, maka pihak lainnya dapat
melalui Pengadilan yang disebut dengan Sommatie atau secara tidak resmi
adanya hal itu. Adapun beberapa pasal yang menjelaskan mengenai hal
perintah atau dengan akta sejenis itu dinyatakan lalai, atau demi
memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan jika memaksa pihak
20
Op.cit., hlm. 45.
yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut
kelalaian, maka pihak yang dirugikan akibat adanya hal tersebut dapat
a. Pemenuhan perjanjian
b. Ganti rugi
d. Pembatalan perjanjian
6. Berakhirnya Perjanjian
telah selesai, dan hal ini tidak mengakibatkan perjanjian tersebut telah
berakhir. Akan tetapi perjanjian akan berakhir apabila telah selesainya seluruh
semua perikatan yang telah terjadi menjadi berakhir dari perikatan yang belum
terjadi, tidak perlu lagi untuk dipenuhi selain itu dapat pula perjanjian sewa
dalam perjanjian tersebut. Perjanjian berakhir karena beberapa hal, antara lain
sebagai berikut :
dilakukan oleh dua belah pihak atau oleh salah satu pihak saja.
1. Karena pembayaran
penitipan
8. Karena pembatalan
1. Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya
Dengan demikian dasar dari kredit adalah kepercayaan. 21 Dilihat dari sudut
pengembalian atas penerimaan uang dan atau suatu barang tidak dilakukan
kembali apa yang diserahkan itu.22 Menurut Mr. J.A. Levy merumuskan
arti hukum dari kredit yakni menyerahkan secara sukarela sejumlah uang
21
Mgs. Edy Putra, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1986, hlm. 1.
22
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, 1991, hlm. 24.
untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit, penerima kredit
yakni suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dari
prestasi itu akan dikembalikan lagi pada waktu tertentu disertai dengan
pengertian kredit pada umumnya, yang dapat dilihat pada kata setiap
perikatan atau prestasi itu dapat terjadi atas uang, barang atau kedua-
antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
bunga.
23
Loc.cit., Mgs. Edy Putra The’aman, 1986.
24
Op.cit., Edy Putra The’aman, hlm. 2.
Adapun persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank
KUHPerdata.
25
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, hlm. 45.
1. Hak Peminjam atau Penerima
barang
suatu hal yang dapat dikatakan juga bahwa setiap orang pernah melakukan
kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
perikatan. 26
26
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Perikatan dan Hukum Jaminan, hal. 50.
27
Mariam Darus Madrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, hal. 77.
28
Ibid., hal. 32.
Maksudnya bahwa perjanjian yang bentuk dan isinya telah disiapkan
maupun penjualan.
3. Untuk membantu Pemerintah, bahwa dengan adanya pemberian
saja yakni antara debitur dengan kreditur tanpa seorang Notaris. Dalam
dibuat dan disiapkan oleh pihak Bank (kreditur) dan hanya tinggal
disepakati oleh pihak nasabah (debitur) saja. Akta di bawah tangan ini
bilamana tanda tangan yang terdapat dalam akta tersebut diakui oleh
salah satu pihak mengajukan bukti akta di bawah tangan dan akta
tersebut dibantah oleh pihak lawan, maka pihak yang telah mengajukan
KUHPerdata.
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan seorang Notaris (Akta
akta notarill. Dalam hal pembuktian akta notarill atau otentik ini
Akta notariil atau akta otentik ini diatur dalam Pasal 1868
KUHPerdata yang menyatakan suatu akta otentik ialah suatu akta yang
1. Sepakat
2. Kecakapan
baik mempunyai nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu
haknya.
juga berakhir.
a. Pembayaran
yang wajib dibayar lunas oleh debitur secara sukarela. Dalam arti yang
sangat luas, tidak hanya dari pihak pembeli saja yang membayar uang
dapat dipenuhi juga oleh pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan,
selama pihak ketiga yang bertindak atas nama dan untuk melunasi
kepada seorang yang dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang
yang dilakukan kepada si berpiutang, jika ia tidak cakap adalah tidak sah,
dalam Pasal 1477 KUHPerdata dalam jual beli, dimana tempat tersebut
pembayaran dimana yang dibayarkan itu bukan suatu barang tertentu, jadi
uang atau barang yang dapat dihabiskan. Ketentuan tersebut adalah penting
wesel.
b. Subrogasi
Pasal 1400 sampai dengan Pasal 1403 KUHPerdata. Subrogasi dapat terjadi
baik dengan perjanjian maupun demi undang-undang. Subrogasi tersebut
pembayaran.
dengan akta otentik dan dalam surat perjanjian pinjam uang harus
c. Novasi
perikatannya.
nomor dua dan tiga dinamakan novasi subyektif. Karena yang diperbaharui
pada nomor dua maka novasi itu dinamakan subyektif passif, sedangkan
apabila yang diganti krediturnya pada nomor tiga dinamakan novasi aktif.
d. Kompensasi
bersangkutan dan kedua utang itu yang satu menghapuskan yang lain dan
sebaliknya pada saat utang-utang itu bersama-sama ada bertimbal-balik
Agar dua utang tersebut dapat diperjumpakan, perlu dua utang itu
ditagih. Kalau yang satu dapat ditagih sekarang tetapi yang lainnya baru
satu bulan lagi, maka dua utang itu tidak dapat diperjumpakan. Kedua
utang itu harus sama-sama mengenai uang atau barang yang dapat
dipinjamkan
dimaksud dalam Pasal 1425 KUHPerdata adalah suatu keadaan dimana dua
pihak yang saling berhutang satu sama lain, yang selanjutnya para pihak
sepakat untuk mengkompensasikan hutang piutang tersebut sehingga
Pemerintah No.2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Korban dan
Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat adalah suatu
atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun
mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan
harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah
harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk
yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu
kedamaian.
diskresi.
1. Pengertian Jaminan
tetapi hanya mengatur ketentuan umum tentang jaminan, yaitu Pasal 1131
tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
perikatan.30
29
Thomas Suyanto, Dasar-Dasar Perkreditan, 1998, hlm.70.
30
Hartono Hadisaputro, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, 1984, hlm. 50.
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang telah
diperjanjikan.
dari debitur. Dari pasal tersebut disimpulkan bahwa agunan itu hanya
merupakan salah satu unsur dari jaminan kredit. Bahkan dijelaskan pula
agunan yang diserahkan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih
merupakan suatu hal yang abstrak yang sukar diraba karena masa antara
XX dan XXI tentang gadai dan hipotek, title XIX tentang piutang-piutang
31
Mgs. Edy Putra The’aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, 1989, hlm. 10.
32
Hasanudin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia, hlm.
174.
Dari pengertian jaminan diatas dapat disimpulkan bahwa jaminan yang
baik adalah33
si penerima kredit
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula. Atas dasar pinjam-meminjam itu, pihak yang
menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam dan jika
33
Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, hlm. 84.
Pada umumnya jaminan dapat dibedakan menurut berbagai segi
diantaranya : 34
perorangan
bendanya
2. Macam-Macam jaminan
34
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan
dan Jaminan Perorangan, hlm. 43.
hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di masa
suatu benda atau barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan untuk
1. Gadai
35
Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, hlm. 17.
Dalam Pasal 1150 KUHPerdata disebutkan bahwa gadai adalah
suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh seorang debitur atau oleh orang lain atas
bagi, artinya sebagian hak gadai itu tidak menjadi hapus dengan
2. Hipotik
suatu perikatan pokok yang telah ada antara kreditur dan debitur,
yang berupa hutang-piutang. Obyek dari hipotik harus ada pada saat
akan ada di kemudian hari adalah batal. Ketentuan mengenai hal ini
36
Mariam Darus Badurulzaman, Bab-Bab tentang Hypotheek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,
hlm. 15.
Bank secara autentik. Autentik artinya harus dibuat oleh pejabat
3. Hak Tanggungan
atau hasil karya yang terdapat di atas tanah itu untuk dijaminkan
4. Jaminan Fidusia
jaminan utang.
dan cessie.
yang terkait dengan hukum perikatan. Perjanjian dapat dibedakan satu dengan yang
1. Perjanjian Pokok
2. Perjanjian Accessoir
37
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2007, hlm. 132.
pengikatan obyek jaminan kredit dibuat berdasarkan
debitur.
pemberian kreditnya.
ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Sifat dari accessoir dari hak jaminan dapat menimbulkan akibat hukum
antara lain :
pokok
2. Jika perjanjian pokok batal maka perjanjian tambahan juga batal
sebagai suatu jaminan atas hutang atau pekerjaan yang harus dilakukan
oleh sesuatu pihak. Akan tetapi di sisi lain, pemberian garansi tersebut
memberikan pembayaran apabila ada hutang yang tidak terbayar atau ada
tindakan dari pihak garantor untuk menjamin bahwa jika seseorang tidak
pihak Bank yang menjadi garantor, maka Bank yang akan melaksanakan
ganti rugi.
Munir Fuady, pemberian garansi oleh Bank sudah merupakan bisnis rutin
Jadi, bagi Bank telah merupakan salah satu sumber income yang bersifat
fee based. Namun demikian, sebagaimana kita ketahui bahwa bisnis Bank
sangat konservatif. Dalam arti Bank tidak boleh melakukan bisnis yang
kontra garansi tidak mencukupi untuk membayar klaim atau tuntutan dari
dapat dikatakan bank garansi tidak lain adalah bentuk kredit yang
melunasi hutangnya.
3. Jenis-Jenis Bank Garansi
terdapat tiga jenis bank garansi yang sering diberikan oleh Bank kepada
nasabahnya, yaitu :
1. Bid Bond
Bid bond yaitu bank garansi yang diterbitkan oleh Bank bagi
proyek.
pemberi proyek
2. Performance Bond
oleh pemohon bank garandsi dari pemilik proyek atau pemberi order baik
proyek.
Tahun 1999. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud
maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
Undang No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia wajib didaftarkan. Hal
yang berkepentingan.
berikut : 38
b. Benda bergerak
38
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, hlm. 23.
d. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan
e. Benda berwujud
h. Hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
perjanjian pokok
dipenuhi
39
Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, hlm. 25.
jaminan fidusia seperti juga beralihnya perjanjian pokok kepada kreditur
dengan sendirinya menjadi batal. Artinya batal tanpa perlu ada pembatalan
4. Pendaftaran Fidusia
pendaftaran.
5. Nilai penjaminan
Fidusia dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwenang. Dalam hal ini
pembuktian yang kuat sebagai suatu akta otentik dan hanya Kantor
sertifikat penjaminan fidusia tersebut. Karena itu pula, jika ada alat bukti
Sertifikat Jaminan Fidusia dan sertifikat itu dinyatakan sah maka alat bukti
Pendaftaran Fidusia.
tidak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia. Setelah akta jaminan fidusia
tentang Jaminan Fidusia, suatu jaminan fidusia lahir pada tanggal dicatatnya
jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia. Karena pendaftaran dalam buku
Karena pada prinsipnya tidak bisa dilakukan dua kali atau lebih kepada dua
tempo 60 hari dianggap tidak pernah ada. Hal tersebut termuat dalam Pasal
Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya
penerima fidusia. Akan tetapi eksekusi terhadap benda ibek jaminan fidusia
dapat dilakukan apabila pemberi jaminan fidusia itu sendiri “cidera janji”.
Maksudnya “cidera janji” disini adalah “bahwa jika pemberi jaminan fidusia
mestinya”. Dan jika hal itu tidak terjadi, maka eksekusi terhadap benda
obyek jaminan fidusia itu sendiri tidak dapat dilakukan.40 Untuk adanya
dimana proses yang dapat dilakukan tersebut harus cepat, murah, dan pasti.
Menurut Munir Fuady bahwa salah satu cirri dari jaminan hutang
kepastian hukum.41
Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia yang mengatur hal itu,
Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda
fidusia
2. Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga
obyek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak
yang berwenang.
“Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia terdiri atas
benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa,
penjualannya dapat dilakukannya ditempat-tempat tersebut sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
d. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, berbunyi :
pelepasan hak atau musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
tersebut.
berakhir demi hukum apabila hutang pada perjanjian pokok yang menjadi
pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia. Hak jaminan yang
Selain itu jaminan fidusia juga dapat berakhir dengan musnahnya benda
yang menjadi obyek jaminan fidusia. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
fidusia telah hapus, maka tidak perlu dilakukan pengalihan kembali atas hak
lagi.