Anda di halaman 1dari 12

ANALISA HUKUM TERHADAP PERJANJIAN KREDIT

DENGAN JAMINAN SURAT KEPUTUSAN


PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

MATA KULIAH SEMINAR USULAN PENELITIAN TESIS

KEMAL FADHIL ARMANSYAH

1706125872

Kelas Hukum Ekonomi - Sore

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

JAKARTA

APRIL

2019
A. LATAR BELAKANG

Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan
masyrakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui
bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam meminjam uang
sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan
perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupan.

Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional, telah membantu


pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan
pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit perbankan. Kredit perbankan
merupakan salah satu usaha bank konvensional yang telah banyak dimanfaatkan oleh
anggota masyarakat yang memerlukan dana,ternasuk juga anggota pegawai negeri
sipil. Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (“UU No.10/1998”),
sedangkan dalam Pasal 1 ayat (11) yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan
dana yang didasari persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
wajib untuk dilunasi dalam jangka waktu tertentu dan terdapat bunga 1.

Dalam kredit, unsur yang penting adalah adanya kepercayaan dan yang
lainnya adalah sifat atau pertimbangan saling tolong-menolong. Dilihat dari pihak
kreditor, maka unsur yang paling penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah
untuk mengambil keuntungan dari modalnya dengan mengharapkan pengembalian
prestasi, sedangkan bagi debitor adalah bantuan dari kreditor untuk menutupi
kebutuhannya berupa prestasi yang diberikan kreditor. Hanya saja antara prestasi
dengan pengembalian prestasi tersebut ada suatu masa yang memisahkannya,
sehingga terdapat tenggang waktu tertentu. Kondisi ini mengakibatkan adanya risiko,
berupa ketidaktentuan pengembalian prestasi yang telah diberikan, oleh karena itu
diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut.

Kegiatan pinjam meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan


bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak
peminjam kepada pihak pemberi pinjaman. Jaminan utang dapat berupa barang atau
benda sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan

1
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011, hl.57

1
utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Dalam tesis ini akan dibahas lebih
jauh lagi mengenai jaminan utang yaitu Surat Keputusan (“SK”) Pegawai Negeri Sipil
(“PNS”). Dalam hal ini peranan Bank sangatlah penting sebagai Lembaga yang
memperlancar penyerahan dana dan kemudian disalurkan kepada yang
membutuhkan, sehingga dana yang ada dalam masyarakat itu menjadi lebih
produktif.2

Terkait dengan jaminan, di dalam instrument hukum kita telah memuat banyak
jenis objek jaminan itu sendiri. Dari definisinya jaminan adalah suatu perjanjian antara
kreditur dengan debitur, dimana debitur menjanjikan sejumlah hartanya untuk
kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran
utang debitur.3 3 Jaminan yang ideal (baik) terlihat dari:4

1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang


memerlukannya ;
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk melakukan
(meneruskan) usahanya ;
3. Memberikan kepastian kepada kreditor dalam arti bahwa mudah diuangkan
untuk melunasi hutangnya si debitor.5

Terkait bentuk benda/barang yang dapat dijadikan jaminan berdasarkan hukum


dibedakan menjad dua golongan, yang pertama yaitu barang yang tidak bergerak
contohnya seperti tanah dan bangunan. Yang kedua yaitu barang yang bergerak
seperti kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan
(STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).6Selanjutnya mengenai
jaminan kredit dilihat dari fungsinya dibedakan menjadi dua, yaitu:7 (i) Jaminan yang
didasarkan atas keyakinan bank terhadap karakter dan kemampuan nasabah / debitor

2
Jatmiko Winarno, SK Pegawai Negeri Sebagai Jaminan Kredit di Bank, Jurnal Karya Pendidikan Vol. 1 No.2,
2013, hlm. 1
3
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Jakarta: Rineka Cipta,
2009, hlm. 196.
4
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal.77
5
Prof. Soebekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung: Alumni,
1986, hal.29
6
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hal. 12
7
BRI NOSE S.8-DIR/ADK/05/2004 Tentang Agunan Kredit, hal.2

2
untuk membayar kembali kreditnya (ii) Jaminan yang didasarkan atas likuiditas
agunan.

Pada jaminan umum serba tidak jelas apa yang dijaminkan sehingga kreditur
merasa kurang aman terhadap piutangnya. Berbeda dengan jaminan khusus, dengan
objek jaminan yang jelas, perjanjiannya jelas dan semata-mata untuk kepentinan
pelunasan utang apabila debitur tidak memenuhi janjinya. Jaminan berupa surat-surat
berharga maupun surat-surat yang berharga yang di dalamnya melekat hak tagih,
seperti saham, efek, surat keputusan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (“SK
Pengangkatan PNS”) atau berupa surat keputusan pensiun Pegawai Negeri Sipil,
dan lain sebagainya. Walaupun SK Pengangkatan PNS bukan merupakan benda
yang dapat dipindahtangankan (yang mempunyai nilai pengalihan), tetapi
perkembangan dalam praktik perbankan dan non-perbankan yang melihat sisi
ekonomis pada surat tersebut menjadikannya dapat diterima oleh beberapa lembaga
sebagai jaminan kredit termasuk Credit Union atau CU. Namun disisi lain terdapat
pertentangan atas SK Pengangkatan PNS yang dijadikan sebagai jaminan kredit
mengingat SK tersebut tidak dapat dialihkan sehingga menimbulkan kesulitan
terhadap pihak Koperasi kredit untuk dapat melakukan eksekusi apabila terdapat
kredit macet dalam masa pelunasan atas kredit yang dimaksud.8

Kredit untuk PNS memgang peranan penting sebagai penggerak utama roda
pembangunan dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan. Kredit atau
pinjaman uang umumnya digunakan oleh seorang PNS untuk memenuhi kebutuhan
ataupun berinvestasi. Bank dalam memberikan kreditnya kepada PNS
memperkenankan SK PNS untuk dijadikan sebagai agunan atau jaminan tambahan
bagi PNS yang hendak mengajukan pinjaman kepada bank.

Dalam hal ini Bank diberikan kuasa untuk memotong gaji jika krediturnya
seorang PNS sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya dalam
perjanjian. Sehingga pelunasan kredit dilakukan pemotongan gaji tiap bulan,
pemotongan tersebut dilakukan oleh bendahara gaji tersebut bekerja akan tetapi
masih saja terjadi kredit macet.

8
Lia Hartika, Jurnal Skripsi : “Analisis Yuridis Atas SK PNS Yang Dijadikan Agunan Dalam Perjanjian Kredit
Perbankan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada PT. Bank
Sumut Imam Bonjol Medan)”, 2015, hal.2

3
Menurut ketentuan hukum di Indonesia SK PNS tidak termasuk dalam jaminan
kebendaan maupun jaminan perorangan tetapi termasuk sebagai hak istimewa
(privilege) yang wujudnya dapat berupa ijazah, SK, surat pensiun dan lain-lain.9
Sehingga dalam perkreditan di Indonesia SK Pengangkatan PNS dapat dijadikan
sebagai jaminan kredit, apabila terjadi wanprestasi , dalam hal ini terjadi Pergantian
Antar Waktu (“PAW”) yang dapat disebabkan antara lain karena meninggal dunia,
mengundurkan diri atau diberhentikan oleh instansi terkait, berarti secara otomatis
juga menyebabkan berakhirnya keanggotaan sebagai PNS maka bank akan sulit
untuk mengeksekusi karena SK PNS bukan benda yang dapat diperjualbelikan
sehingga tidak bisa dieksekusi secara langsung.

Saat ini banyak PNS yang menjaminkan SK PNS-nya untuk memperoleh kredit
sedangkan perlu diperhatikan apakah SK PNS ini layak untuk dijadikan suatu objek
jaminan dalam suatu perjanjian kredit. Mengingat status nasabah yang merupakan
seorang PNS, ada kemungkinan bahwa nasabah dapat mengalami pemberhentian
secara hormat maupun tidak hormat, pindah tugas, meninggal dunia serta hal lain
yang mungkin terjadi selama proses pelunasan kredit, serta status SK PNS yang
hanya merupakan legal document sehingga tidah dapat diperjual belikan guna
melunasi piutang atau kredit debitur. Apabila terjadi kredit macet, maka bank harus
segera mengambil tindakan seperti melakukan sita jaminan dan bahkan sampai
dengan pelaksaan pelelangan terhadap jaminan tersebut.10 Padahal keberadaan dari
SK PNS sebagai alat jaminan dalam perbankan itu sendiri tidak memiliki unsur-unsur
yang dapat dikategorikan sebagai jenis-jenis dari suatu jaminan, terutama soal nilai
ekonomi dari jaminan tersebut.

emberian kredit oleh bank harus dilandasi keyakinan bank atas kemampuan
dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya dan wajib dilakukan atas dasar
asas pemberian kredit yang sehat dan prinsip kehatihatian agar pemberian kredit
tersebut tidak merugikan kepentingan bank, nasabah debitor dan masyarakat
penyimpan dana, oleh karena itu dalam pemberian kredit harus dituangkan dalam
bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit, merupakan salah satu bagian yang sangat
strategis dalam kehidupan perbankan. Karena perjanjian kredit merupakan media
atau perantara pihak dalam keterkaitan pihak yang mempunyai kelebihan dana

9
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal.11
10
Lihat angka 8 pasal 12A UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan

4
dengan pihak – pihak yang kekurangan dana dan memerlukan dana. Kenyataan yang
nyata perjanjian kredit merupakan pelayanan bank dalam kehidupan serta
pengembangan perekonomian.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit pada Bank?
2. Bagaimana proses penyelesaian yang akan diambil oleh Bank apabila
terjadi kredit macet?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan akan membawa dampak suatu perubahan
yang lebih baik dalam praktik penyelesaian apabila terjadi Kredit Macet.
Berdasarkan pokok permasalahan dari penelitian yang telah dikemukakan diatas,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memahami mekanisme Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai


Negeri Sipil dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit pada Bank
2. Untuk mengetahui proses penyelesaian yang akan diambil oleh Bank
apabila terjadi kredit

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini dapat dibedakan dalam dua
kategori, yakni :

1. Manfaat Teoritis : Sebagai bahan kajian bagi dunia pengetahuan dalam


bidang hukum ekonomi terutama di bidang perbankan. Selain itu diharapkan
juga penelitian ini dapat menambah wawasan baru bagi masyarakat dan
untuk pengembangan penelitian di waktu yang akan datang.
2. Manfaat Praktis : Sebagai bahan pertimbangan dan pedoman bagi para
penegak hukum atau praktisi hukum dalam menangani permasalahan
hukum khususnya hukum perbankan.

5
E. KERANGKA TEORI
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998 (Undang-undang Perbankan), perbankan merupakan segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Fungsi perbankan di
Indonesia tercantum dalam Pasal 4 Undang-undang Perbankan yaitu bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak.
Di Indonesia lembaga keuangan bank memiliki misi dan fungsi yang khusus,
jadi perbankan Indonesia selain memiliki fungsi yang lazim, juga memiliki fungsi
yang diarahkan sebagai agen pembangunan (agent of development), yaitu
sebagai lembaga yang bertujuan guna mendukung pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf
hidup rakyat banyak.11
Dalam melaksanakan hubungan kemitraan antara bank dan nasabah untuk
terciptanya perbankan yang sehat, kegiatan usaha bank perlu dilandasi dengan
beberapa asas. Asas dapat dipahami sebagai pengertian-pengertian dan nilai-
nilai yang menjadi titik tolak berpikir sesuatu. Menurut Rahadi Usman, untuk
terciptanya sistem perbankan Indonesia yang sehat, maka kegiatan perbankan
Indonesia perlu berlandaskan asas:
1. Asas demokrasi ekonomi Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam
Pasal 2 Undang-undang Perbankan. Pasal tersebut menyatakan bahwa
Perbankan Indonesia dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatiann. Ini
berarti, usaha perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip
yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945.12

11
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 86.
12
Konsep demokrasi ekonomi sejalan dengan UUD 1945, khususnya pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

6
2. Asas kepercayaan (fiduciary principle) Asas kepercayaan merupakan
asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan
kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank melakukan
kegiatannya dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya
dengan asas kepercayaan. Sehubungan dengan hal tersebut setiap bank
perlu terus menjaga tingkat kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya.
3. Asas Kerahasiaan (Confidential principle) Asas kerahasiaan adalah asas
yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lainlain dari nasabah
bank yang menurut kelaziman dunia bank wajib dirahasiakan.
Karahasiaan adalah untuk kepentingan bank sendiri, karena bank
memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya dibank.
4. Asas kehati-hatian (Prudential principle) Asas kehati-hatian adalah suatu
asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan
kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehatihatian dalam rangka
melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Asas
kehatihatian ini dapat kita lihat Dalam pasal 2 Undang-undang Perbankan
diatur bahwa ”Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian”.

Asas-asas tersebut diatas menjadi landasan dalam kegiatan bank dalam


rangka menciptakan perbankan yang sehat yang mampu mendorong roda
perekonomian. Selain hal tersebut diatas, apabila dilihat dari struktur neraca bank
dapat diketahui bahwa salah satu sumber dana terbesar kegiatan operasional
bank berasal dari dana pihak ketiga, maka peran nasabah penyimpan dana
sangatlah penting dan strategis sehingga bank memang sudah sewajarnya
melakukan operasional kegiatan usaha secara berhati-hati.

Penelitian ini akan menggunakan teori peranan struktur hukum Lawrence


M. Friedman, setiap sistem hukum mengandung tiga unsur yang mempengaruhi
yaitu structure of the law (struktur hukum), substance of the law (materi hukum),

7
dan legal culture (budaya hukum) dalam sebuah masyarakat.13 Mengenai struktur
hukum, Friedman menyatakan :

….the legal system has the structure of legal system consist of


elements of the kind the number and size of court; their
jurisdiction….structure. Also means how the legislative is
organized. What procedures the police department follow, and go
on. Structure in a way is a kind of cross section of the legal
system.A kind of fotograph, with free the action.14

Struktur dalam sistem hukum terdiri dari jumlah (jenjang) pengadilan dan
ukuran (yurisdiksi) dari pengadilan, bagaimana lembaga pembentuk
undangundang dilaksanakan, prosedur apa yang harus diikuti dan dijalankan oleh
kepolisian dan sebagainya. Jadi struktur hukum terdiri dari lembaga yang
dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada. Substansi hukum
(substance of law) ialah:
Another aspect of the legal system is its substance. By this means
the actual rules, norms behavioral patterns of people inside the
system …the stress here is on living law not just rules in law
goods.15

Substansi hukum ialah aturan yang berlaku, norma, dan pola perilaku
manusia yang diatur oleh system itu. Intinya ialah bukan saja aturan tertulis dalam
bentuk peraturan perundang-undangan, tetapi juga hukum yang hidup di
masyarakat. Sedangkan budaya hukum menurut Friedman:
The third component of legal system is a legal culture. By this we
mean people’s attitudes toward law and the legal system their
belief, in other word, is the eliminate of social thought and social
force which determines how law is used avended and afused.

Budaya hukum merupakan sikap masyarakat terhadap hukum dan system


hukum yang dipatuhinya. Sebaik apapun struktur hukum yang dibuat dan sebaik
apapun kualitas substansi hukum yang ada tanpa didukung budaya hukum
masyarakatnya termasuk aparat penegak hukumnya maka penegakan hukum
tidak akan berjalan efektif. Ketiga unsur ini sangat berpengaruh dalam penegakan
hukum. Jika salah satu unsur tidak berfungsi dengan baik, maka dapat dipastikan
penegakan hukum didalam masyarakat menjadi lemah. Ketiga unsur diatas

13
Lawrence M. Friedman, American Law, W.W. Norton & Company, London, 1998, hal. 6
14
Ibid.
15
Ibid.

8
merupakan elaborasi lebih lanjut dari sistem hukum dalam konteks hukum yang
diarahkan dan difungsikan sebagai sarana pembangunan masyarakat. Namun
dalam perjalanan pembangunan hukum maupun penegakan hukum ternyata
belum optimal membawa perubahan dalam masyarakat.
Jika antar komponen tidak ada kerjasama yang baik maka menurut Minoru
Shikita16 ada tiga kerugian yang timbul:
a. kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-
masing instansi;
b. kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok masing-
masing instansi (sebagai sub-sistem); dan
c. karena tanggung jawab masing-masing instansi sering kurang jelas
terbagi, maka setiap instansi tidak terlalu memperhatikan efektivitas
menyeluruh dari sistem peradilan pidana.
Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan
kepastian hukum masyarakat akan menjadi tertib. Masyarakat juga
mengharapkan manfaat dalam penegakan hukum karena hukum diciptakan untuk
manusia dan harus memberi manfaat pada manusia. Tujuan hukum ialah
mencapai keadilan namun hukum tidak identik dengan keadilan, hukum bersifat
umum, mengikat setiap orang dan bersifat menyamaratakan.17

F. LANDASAN KONSEPTUAL
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa istilah sebagai landasan
konsepsional untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman mengenai definisi
atau pengertian serta istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanankan kegiatan usahanya.18
b. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

16
Minoru Shikita, “Integrated Approach to Effective Administration of Criminal and Juvenile Justice”, dalam
Mardjono Reksodiputro, Buku ke-2, Ibid., hal. 142.
17
Mertokusumo. S, “Mengenal Hukum Sebuah Pengantar”, Edisi ke-4, cet.2, Yogyakarta: Liberty, 1999, hal.
146.
18
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perubahan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.

9
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat.19
c. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.20
d. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.21
e. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.22
f. Produk bank adalah produk dan atau jasa perbankan termasuk produk
atau jasa lembaga keuangan bukan bank yang dipasarkan oleh Bank
sebagai agen pemasaran.23
g. Transaksi keuangan adalah pemanfaatan produk dan atau jasa
perbankan maupun produk dan atau jasa lembaga keuangan lain dan
atau dana pihak ketiga lainnya yang ditawarkan melalui bank.24

G. METODE PENELITIAN

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang
menjadi sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.25
Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.26
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. 27

19
Ibid., Pasal 1 angka 2.
20
Ibid., Pasal 1 angka 16.
21
Pasal 1 angka 2 Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen
22
Ibid., Pasal 1 angka 1
23
Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk dan
Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
24
Ibid., Pasal 1 angka 5.
25
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hal.
106.
26
Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2001), hal. 1.
27
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 6.

10
Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan
memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Metode


pendekatan yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan
dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.28

28
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit, hal. 13.

11

Anda mungkin juga menyukai