PENDAHULUAN
perusahaan dapat berupa barang-barang maupun berupa uang, yang dapat berasal
dari kekayaan perusahaan itu sendiri maupun pinjaman dari pihak lainnya.
utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang dengan pihak lain (kreditor).
Pinjaman yang diperoleh debitur dari kreditur, dapat berupa kredit dari bank,
kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari orang perorangan.
dengan demikian kredit itu dapat pula berarti bahwa pihak kesatu memberikan
prestasi baik berupa barang, uang atau jasa kepada pihak lain, kontraprestasinya
akan diterima kemudian ( dalam jangka waktu tertentu ).1Kredit merupakan tulang
1
S. Mantayborbir, et. al, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa,
Medan, 2002, hal. 5.
2
Tan Kamello, Hukum Jamnan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Di Didambakan, Alumni, 2006,
hal 1 sebagaimana dikutip dari Ali Said, Pada Pidato Pengarahan Menteri Kehakiman RI, dalam
Simposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perkreditan , Jakarta, BPHN, 1995.
1
perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi dan lain sebagainya.
kredit sudah merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
bisnis.7 Untuk melepaskan dunia bisnis tanpa pinjaman kredit Bank sangatlah
sulit. Namun bagi perbankan setiap pemberian kredit yang disalurkan kepada
oleh debitur untuk menjalankan kegiatan usahanya. Namun, keadaan yang sering
terjadi, setelah dana kredit diperoleh yang digunakan untuk tujuan usaha, ternyata
usaha yang dijalankan oleh debitur mengalami kerugian yang berakibat pada
pengamanan (safety) adalah salah satu prinsip dasar dalam peminjaman kredit
jaminan. Pada dasarnya jaminan itu dapat dibedakan menjadi 2 (dua) pertama
3
Tan Kamello, Ibid, sebagaimana dikutip dari Sumardi Mertokusumo, Aspek-Aspek Hukum
Perkreditan Golongan Ekonomi Lemah, Kertas Kerja Dalam Simposium Aspek-Aspek
Hukum Masalah Perkreditan, Jakarta, BPHN Departemen Kehakiman, 1995, hal 97
2
jaminan perorangan ( Personal guarantee ) yang dasar hukum pasal 1820
debitur, bila debitur debitur itu tidak memenuhi perikatannya. dan Kedua
bergerak dan tidak bergerak milik debitur ,baik yang sudah ada maupun yang
agunan adalah sebagai salah satu unsur jaminan dalam pemberian kredit, maka
mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak
tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Hal ini sebagaimana
salah satu syarat yang harus dipenuhi di samping syarat lainnya. Apabila unsur-
unsur lain telah dapat menyakinkan pihak Bank atas kemampuan debitur,
maka jaminan cukup hanya berupa jaminan pokok saja dan Bank tidak wajib
kreditur yaitu kepastian hukum akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan
4
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat
Pada Tanah Dalam Konsep Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996, hal. 23
3
(si pemberi jaminan) dan menyediakannya guna pemenuhan kewajiban
suatu perjanjian antara si pemberi piutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang
yang kuat maka keberadaan jaminan juga sangat berpotensial dalam hal
jaminan tersebut.
pengadilan.
5
R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia
(Termasuk Hak Tanggungan), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 15
4
4) Merupakan hak kebendaan. Artinya hak jaminan akan selalu
6) Berlaku bagi pihak ketiga, dimana berlaku pula asas publisitas. Artinya,
Adanya jaminan kebendaan yang menentukan dengan jelas benda tertentu yang
diikat dalam perjanjian jaminan memberikan kepada kreditur suatu hak terhadap
benda yang diikat untuk mendapatkan pelunasan terlebih dahulu dari kreditur
lainnya dengan cara mengeksekusi benda jaminan tersebut, apabila debitur tidak
dan gadai yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum perdata serta
Bank sebagai kreditur mengandalkan 2 (dua) sumber pelunasan bagi kredit yang
5
1) Pelunasan dari pendapatan (revenue) yang diperoleh oleh debitur
way out.
Salah satu sarana hukum yang dapat dipergunakan bagi penyelesaian utang
piutang adalah peraturan kepailitan. Pada asasnya setiap kreditur yang tidak
pengadilan terhadap seorang debitur dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam
oleh Bank selaku kreditur, maka kreditur dalam hal ini tidak dapat lagi
mengharapkan first way out sebagai sumber pelunasan kredit. Sehingga, apabila
memberikan jaminan dan keamanan bagi para kreditur dari second way out atas
lagi ketika suatu perusahaan tersebut sebagai debitur memiliki lebih dari satu
kreditur yang menuntut pelunasan pembayaran utang. Maka hal ini akan
debitur tersebut sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan pelunasan utang
6
piutang oleh debitor ,keadaan pailit yang dialami debitur terjadi ketika debitur
dinyatakan tidak dapat atau sudah tidak mampu untuk melunasi seluruh utang-
utangnya yang dalam hal ini ia memiliki lebih dari satu utang terhadap lebih dari
satu kreditur. Peraturan kepailitan dibuat berlaku umum yaitu bagi subjek hukum
yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan
timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau
Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi
memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan
antara lain Kreditur Konkruen, Kreditur Preferen, dan Kreditur Separatis Syarat
untuk mengajukan kepailitan adalah adanya utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih serta adanya lebih dari satu kreditor. Setelah adanya putusan
oleh para kreditor, terutama kreditor konkuren atau kreditor biasa adalah untuk
7
mendapatkan pelunasan piutangnya terhadap debitor yang telah dinyatakan pailit,
biasanya disebabkan karena adanya itikad buruk dari debitor untuk mengalihkan
aset harta kekayaan yang dimilikinya atau segala upaya debitor pailit untuk
pailit) yang dilakukan oleh kurator, di sisi lain permasala`han yang mungkin
dihadapi adalah ketidakmampuan atau adanya itikad buruk dari kurator dan
pailit, permasalahan lainnya yang timbul adalah apabila harta kekayaan debitor
pailit tidak cukup untuk melunasi segala utang-utangnya kepada para kreditornya,
kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang juga memiliki piutang kepada
debitor, mengingat berdasarkan Pasal 1132 dan 1133 KUHPerdata para kreditor
mendapatkan pelunasan piutang yang dimilikinya dari harta kekayaan debitor pailit
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55-57 UU No. 37 Tahun 2004 tentang
pemegang hak tanggungan, hak gadai atau hak lainnya dapat menjalankan
Ketentuan ini adalah merupakan implementasi lebih lanjut dari prinsip structured
8
protoa dimana kreditor dan debitor pailit diklasifikasikan sesuai dengan kondisi
dalam kondisi yang pailit dengan kondisi tidak pailit, dalam kondisi pailit
muncul yang disebut masa tangguh (stay) dan eksekusi jaminan oleh kurator
setelah kreditor pemegang jaminan diberi waktu dua bulan untuk menjual sendiri.
Ketentuan hak tangguh ini diatur dalam Pasal 56 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004
kesempatan kepada kurator untuk mendapatkan harga jual yang wajar bahkan
harga terbaik. Hal ini karena pada dasarnya pemegang jaminan memiliki hak
preferensi atas benda jaminan piutang kepada debitur, sehingga nilai likuidasi
benda jaminan melebihi nilai piutang kreditor, maka sisa nilai likuidasi benda
optimal dan memberi kesempatan kepada kuratot untuk bekerja secara optimal.
Sehingga dalam proses kepailitan yang berlangsung ini mendapatkan solusi yang
bersengketa. Selain itu dalam proses penjualan tersebut yang boleh dijual hanya
barang persediaan dan atau benda bergerak. Dalam kaitan dengan hak
penangguhan dan kondisi dimana debitur tidak mampu membayar. Selain itu
9
hakim juga memiliki wewenang untuk melakukan pertimbangan lainnya yang
Utang (yang selanjutnya disebut PKPU) merupakan suatu cara yang dapat
ditempuh oleh debitur agar debitur dapat meneruskan kembali usahanya dan
terhindar dari kepailitan. PKPU diatur didalam Bab III Pasal 222-294 Undang-
sebelum ada putusan pernyataan pailit. Apabila putusan pernyataan pailit sudah
diucapkan oleh hakim terhadap debitur, maka permohonan PKPU tidak dapat
keadaan demikian, permohonan PKPU harus diputus lebih dahulu oleh hakim,
Pertama adalah perdamaian yang ditawarkan oleh debitur dalam rangka PKPU
PKPU diuraikan dalam Pasal 265 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang
10
PKPU. Menurut Undang-Undang PKPU rencana perdamaian dapat diajukan
atau
dilakukan restrukturasi.
pengesahan atau penolakan pengesahaan perdamaian diatur dalam pasal 284 dan
11
Pasal 285 Undang - Undang PKPU. Apabila rencana perdamaian tersebut diterima
oleh para kreditur atau telah memenuhi kuorum yang dipersyaratkan didalam
Ekonomi yang lesu dan tingkat daya beli masyarakat yang menurun sejak
nasabah yang memang memiliki itikad baik media kepailitan merupakan media
Pengadilan Niaga. Namun untuk nasabah yang memiliki itikad buruk, kepailitan
bukanlah solusi yang terbaik. Pasal 1131 KUHPerdata yang berbunyi: ”Segala
kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baikyang
sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan
kecuali apabila diantara para ber piutang itu ada alasan alasan yang sah untuk
12
didahulukan “kedua pasal tersebut mengandung arti bahwa debitor wajib
jaminan pelunasan kepada para kreditornya berupa benda bergerak maupun tidak
bergerak dan baik yang sudah ada maupun baru akan ada di masa mendatang
secara seimbang menurut besar kecilnya piutang yang dimiliki oleh masing-
masing kreditor, kewajiban ini baru hilang apabila debitor telah melunasi semua
diatur dalam Undang-Undang ini”. Berdasarkan Pasal ini harta kekayaan debitor
yang telah dinyatakan pailit menjadi sitaan umum bagi para kreditornya guna
Undang No. 37 Tahun 2004 juga telah memberikan pengertian utang yang
pengertian utang yang menjadi salah satu syarat untuk mengajukan permohonan
13
pailit. Hal ini diatur dalam Pasal 55 ayat (1) Undang- Undang No.37 Tahun 2014
separatis sebagai upaya agar debitur melunasi utangnya. Ketidak konsistenan ini
dapat dilihat pada ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun
penjualan benda yang menjadi agunan dan menyerahkan sisa hasil penjualan
setelah dikurangi jumlah utang ,bunga,dan biaya kepada kurator.hal ini akan
eksekutorial yang dimiliki oleh kreditor separatis ketika debitur dinyatakan pailit.
Dari latar belakang yang ada maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
B. Rumusan Masalah
eksekutorialnya ?
objek jaminan
14
C. Keaslian Penelitian
Judul Tesis :
a. Rumusan Masalah :
pengembalian Piutangnya ?
b. Hasil penelitian :
15
terjadi kepailitan, adalah bahwa hendaknya kredit tersebut kredit
c. Penulis :
Judul Tesis
DEBITOR”
a. Rumusan masalah :
terjadi kepailitan.
penangguhan Eksekusi ?
16
b. Hasil penelitian :
lainnya
c. Penulis:
Dari penelusuran yang dilakukan, baik judul, perumusan masalah tidak sama
dengan penelitian ini. Maka dapat dikatakan bahwa penelitian tesis ini adalah asli
17
mengeksekusi objek jaminan hak tanggungan dalam usaha pelunasan
dan pemahaman mengenai hukum jaminan pada umumnya dan hukum kepailitan,
eksekusi jaminan hak tanggungan dan apabila debitur dalam keadaan pailit
18
2) Pihak Kreditur saparatis sebagai pemegang jaminan kebendaan
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum atau
norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas
teoritis, oleh karena ada hubungan timbal baik yang erat antara teori dengan
a. Teori Keadilan
Keadilan berasal dari kata adil yang artinya menurut kamus besar bahasa Indonesia
adalah tidak memihak atau tidak berat sebelah. Sehingga keadilan dapat diartikan
sebagai suatu perbuatan yang bersifat adil atau perbuatan yang tidak memihak.
Keadilan adalah salah satu dari tujuan hukum selain kemanfaatan dan kepastian
hukum. Perwujudan keadilan dapat dilihat dalam ruang lingkup kehidupan sehari-
Berbagai macam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori- teori ini
distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut
19
prestasinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap
orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan
tukar menukar barang dan jasa. teori keadilan merupakan salah satu tujuan hukum
seperti apa yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch dalam teori gabungan etis dan
utility yang konsep hukumnya adalah hukum bertujuan untuk keadilan, kegunaan
kepastian. Teori keadilan John Rawls, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan
rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan, khususnya
masyarakat lemah pencari keadilan. Teori ini digunakan untuk menjawab rumusan
masalah satu yaitu untuk mencari keadilan yang seadil-adilnya terhadap pelaksanaan
hak eksekutorial terhadap objek jaminan diharapkan teori ini dapat memberikan
rasa adil dalam hal pelaksanan hak eksekutorial , langsung dapat dilaksanakan tanpa
melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan
putusan tersebut.
dengan penjaminan hutang yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Hukum
jaminan dalam ketentuan KUH Perdata terdapat pada Buku II yang mengatur tentang
20
1) Menurut J. Satrio mengartikan hukum jaminan sebagai peraturan
6
J satrio Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Hak Tanggungan PT Citra
Aditya Bakti Bandung 1997 Hal 23
7
BadrulZaman, MariamDarus. Sistem Hukum Perdata Nasional. Makalah dalam
kursus Hukum perikatan: kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia
proyek Hukum Perdata;Jakarta 1987 Hal 12
21
Menurut Jenis Jaminannya, Jaminan dibedakan atas dua macam yaitu:
umumnya.
22
3) Adanya fasilitas kredit, dalam pembebanan jaminan yang dilakukan
perorangan.
bendanya
umumnya meliputi:
jaminan ini dapat berupa barang, proyek atau haktagih yang dibiayai
23
tidak terkait langsung dengan kredit yang dimohon, Jaminan ini dapat
dalam Pasal 1131 yakni “Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak
milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi
24
dengan memperolehkedudukan istimewa (privilege) dan hak yang
3) Jaminan atas benda bergerak dan benda tak bergerak, dalam system
(bezwaaring).
jaminan secara nyata. Yang termasuk dalamkategori ini adalah gadai, hak
dengan pengertian atau makna dari perjanjian itu sendiri, yaitu menjamin
dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari
25
benda tidak bergerak dapat dibebankan dengan hak tanggungan atas
tanah dan hypotek untuk kapal laut, pesawat udara danmesin- mesin
8
M Bahsan . Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit perbankan di Indonesia, Raja Grafindo Persada
; Jakarta 2007 Hal 114
26
mempunyai nilai atau harga secaraekonomis. Bila dijadikan
kelengkapan lainnya
27
dapatdipertanggungjawabkan dari obyek jaminan yang diajukan
9
HS Salim, 2004, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,
hal. 4
28
jaminan kebendaan danjaminan perorangan. Dalam jaminan
garansi bank. 10
10
HS Salim I, Op. Cit., hal 23
11
HS Salim, Op. Cit., hal 29
29
tersebut dari Debitur mempunyai hakmendahului dari kreditur yang
atau privilege.
Nomor 23, KUH Dagang terdiri dari 2 buku, yaitu Buku I tentang
314-316KUH Dagang.
verband.
30
g. Pengertian Hak Tanggungan
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta
“Hak tanggungan atas tanah beserta benda– benda yang berkaitandengan tanah,
berikut atau tidak berikut benda–benda lain yang merupakan satu kesatuan
12
Harsono Budi, Hukum Agraria Indonesia,, Djambatan;Jakarta.2007 Hal 15
13
Maria. S.W Sumardjono, 1996, Prinsip Dasar dan Beberapa Isu Di Seputar Undang- Undang
Hak Tanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 67
31
pengertian Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan
asas hukum kebendaan yang melekat atau ada pada haktanggungan sebagai hak
14
Maria SW Soemardjono, Hak Tanggungan dan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung,1996,
hal 2.
15
Kartini Muljadi-Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan Hak Tanggungan, Prenada
Media, Jakarta, 2005, hal. 147
32
a. Hak Tanggungan bersifat memaksa;
Hak Tanggungan lahir dari suatu perjanjian yang bersifat accesoir, yang
atas piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan tersebut, peralihan atau
perpindahan Hak Milik atas piutang tersebut, dapat terjadi karena berbagai
atas sebidang tanah tertentu yang telah ditentukan dapat diletakkanlebih dari
adalah berdiri sendiri, terlepas dari yanglainnya. Eksekusi atau hapusnya Hak
Tanggungan tersebut.
33
d. Hak Tanggungan bersifat menyeluruh (totaliteit);
melekat dan menjadi satu kesatuan dengan bidang tanah yang dijaminkan
Hak Tanggungan berjenjang (ada prioritas yang satu atas yang lainnya):
pada saat pendaftarannya. Dalam hal pendaftaran dilakukan pada saat yang
bersamaan.
Droit DeSuite adalah ciri utama atau yang paling pokok dari hak kebendaan.
berhak untuk menuntutnya kembali, dengan atau tanpa disertai dengan ganti rugi.
34
a. Hak Tanggungan bersifat mendahului (Droit De Preferent);
Adalah sifat khusus yang dimiliki oleh hak kebendaan dalam bentuk jaminan
dengan cara menjual (sendiri) bidang tanah yang dijaminkan dengan Hak
piutangkreditur, mana yang lebih rendah. Jadi bersifat sangat terbatas,yang dapat
3) Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yangtelah
ada.
16
Sutan Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan: Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan masalah
yang dihadapi oleh Perbankan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996
35
4) Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga berikut
7) Hak Tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru dan
10) Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang tertentu (asas
spesialitas )
12) Hak Tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji – janji tertentu,
Objek Hak Tanggungan merupakan hak atas tanah berupa (1) hakmilik, (2) Hak
guna usaha, dan (3) hak guna bangunan. Disamping itu hak–hak atas tanah berupa
hak pakai atas tanah negara yang telah terdaftardan menurut sifatnya dapat
dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunannya, tanaman, dan hasil karya
36
yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut
dengan tegas. Satu objek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak
Subjek hak tanggungan terdiri dari pemberi dan penerima (pemegang) hak.
Pemberi hak tanggungan dapat berupa orang perorangan atau badan hukum yang
tanggungan yang harus ada pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan.
Pasal 13 ayat (1) Undang Undang Hak Tanggungan, terhadap pembebanan hak
tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Selain itu didalam Pasal
13 ayat (5) jo ayat (4) undang undang hak tanggungan juga dinyatakan bahwa hak
tanggungan tersebut lahir pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan lengkap
tanggungan itu lahir dan baru mengikat setelah dilakukan pendaftaran, karena jika
diketahui oleh umum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak
ketiga.18 Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang Undang Hak Tanggungan
17
Kasmir Masalah-Masalah yang Dihadapi Perbankan, Airlangga University Press, 1996, hal. 11-
3
18
Sutedi Opcit hal 79
37
dinyatakan bahwa Hak Tanggungan berakhir dan hapus karena beberapa hal
sebagai berikut :
hapus. Hal ini terjadi karena adanya hak tanggungan tersebut adalah untuk
hak tanggungan.
pengadilan negeri. Ini dikarenakan permohonan pembeli agar hak atas tanah
didahului oleh janji debitur untuk memberikan hak tanggungan kepada kreditur
sebagai jaminan pelunasan utang. Janji tersebut dituangkan dan merupakan bagian
38
tanggungan melalui pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
c. Penunjukan secara jelas utang yang dijaminkan dengan hak tanggungan. Nilai
dicantumkan adanya janji-janji, kecuali untuk memiliki objek hak tanggungan. Isi
atau susunan objek hak, kecuali dengan persetujuan tertulis pemegang hak;
untuk mencegah hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak
undang;
39
ganti rugi jika hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan dicabut
atau dialihkan;
seorang nasabah atau debitur yang mendapatkan kredit dari bank, menjadikan
barang tidak bergerak yang berupa tanah (Hak atas Tanah) berikut atau tidak
berikut benda benda yang tidak berkaitan dengan tanah tersebut (misalnya
Artinya barang jaminan tersebut secara fisik tetap dikuasai oleh orang
bersangkutan dan kepemilikannya tetap berada pada pemilik semula, tetapi karena
dengan pihak ketiga atau perbuatannya lain yang mengakibatkan turunnya nilai
jaminan itu dibatasi dengan hak tanggungan yang dimiliki oleh bank sebagai
merupakan buntut dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit. Oleh
karena itu pelaksanaan pengikatan Jaminan tersebut baru dapat dilakukan setelah
19
perjanjian kredit diselesaikan. Didalam pelaksanaan pengikatan jaminan kredit
19
H.A.Chalik dan Marhainis Abdul Muhay, Beberapa Segi Hukum dibidang Perkreditan,
Jakarta;Badan Penerbit Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran, hal 69
40
dengan hak tanggungan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kreditur
b. Tanah yang dijadikan jaminan dengan hak tanggungan harus memenuhi asas
spesialitas dan asas publitas. Asas spesialitas ini maksudnya hak tanggungan tersebut
hanya dapat dibebankan atas benda tidak bergerak berupa tanah (hak atas tanah)
tanpa atau dengan benda benda yang berkaitan dengan tanah tersebut, yang
disebutkan nama, letak, sifat dari benda tersebut didalam akta pemeberian hak
tanggungan tersebut harus didaftarkan pada kantor pertanahan yang daftarnya dapat
dilihat dan diketahui oleh pihak ketiga yang berkepentingan maupun oleh umum.
Sita Jaminan adalah penyitaan yang dilakukan oleh pengadilan atas benda
bergerak atau tidak bergerak, milik penggugat atau tergugat untuk menjamin
adanya tuntutan hak dari pihak yang berkepentingan atau pemohon sita. Penyitaan
berarti bahwa barang barang disimpan untuk jaminan tidak boleh dialihkan atau
41
4) Tujuan Sita Jaminan
Tujuan dari sita jaminan adalah untuk menjamin apabila gugatan dikabulkan atau
Tata Cara Pengajuan Sita Jaminan diajukan dengan dua cara yaitu :
1) Secara Tertulis
5) Secara Lisan
Praktiknya, permohonan Sita Jaminan dilakukan dalam surat gugat bersama sama
dengan pengajuan gugat Pokok. Sedangkan dalam pasal 226 dan 227 HIR
pokok perkara. Tetapi dalam praktiknya hampir tidak pernah terjadi, Penyitaan
dilakukan oleh juru sita dengan dua orang saksi atas perintah Ketua Pengadilan
42
sendiri. Apabila menyangkut tanah yang sudah didaftarkan, dalam
milik tergugat.
bersangkutan.
43
2) Sita Consevatoir (pasal 227 HIR)
mencukupi.
44
g) Sita Eksekutoir (pasal 197 HIR)
Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan
eksekusinya , jika debitur cedera janji. walaupun secara umum ketentuan tentang
eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara perdata yang berlaku, dipandang perlu
yang dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT , pembuat
dasarnya eksekusi secara umum diatur oleh Hukum Acara Perdata , namum
untuk membuktikan salahn satu ciri Hak Tanggungan terletak pada pelaksanaan
eksekusinya adalah mudah dan pasti. Oleh karena itu secara khusus ketentuan
penjualan objek Hak Tanggungan hanya melalui pelelangan umum , tampa harus
45
meminta fiat Ketua Pengadilan Negeri. Kemudahan tersebut terutama
kepada kreditur darei perbuatan debitur yang kurang pantas , tidak layak atau
pengaruh globalisasi yang menlanda dunia usaha dewasa ini serta modal yang
dimiliki oleh pengusaha pada umumnya sebagaian besar pinjaman yang berasal
dari bank ,penanaman modal , penerbitan obligasi maupun car acara lain yang
46
20
pemamfaatan lembaga eksekusi Hak Tanggungan merupakan cara percepatan
pelunasan piutang agar dana yang dikeluarkan oleh Bank dapat segera
Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda benda yang berkaitan dengan tanah ( UUHT ).lembaga Hak Tanggungan
pokok Agraria atau undang undang pokok pokok Agraria ( UUPA ) yang
menyebutkan sudah disediakan Lembaga Hak Jaminan yang kuat yang dapat
bahwa eksekusi hipotek yang ada mulai berlakunya UUHT ini, masih berlaku
berlakunya UUHT , Hak Tanggungan dirancang sebagai Hak Jaminan yang kuat
dengan ciri khas eksekusi mudah dan pasti. keberadaan UUHT bagi sistim
20
Retnowulan sutantio, peneliti tentang perlindungan hukum eksekusi jaminan, Badan Pembina
Hukum Nasional (BPHN),Departemen Kehakiman RI,Jakarta,1999hlm.8.
21
Maria S.W.Sumardjono,”Kredit Perbankkan Permasalahnya dalam kaitannya dengan
Berlakunya Undang Undang hak Tanggungan “,Artikel jurnal Hukum Ius Quta Iustum nomor 7
Volume 4 1997,hlm 85
22
Herowati poesoko ,Parate ExecutieObjek Hak Tanggungan ( Inkonsistensi ,konflik Norma dan
kesesatan Penalaran dalam UUHT ) cetakan I,laksBang Pressindo,Yogyakarta,2007,hlm.3.
47
hukum perdata khususnya Hukum jaminan merupakan wujud kepastian hukum
yang seimbang dalam bidang pengikatan jaminan atas benda benda yang
berkaitan dengan tanah sebagai agunan kredit kepada kreditur ( Bank ) , debitur
maupun pemberi Hak Tanggungan dan pihak ketiga yang terkait . hal ini
Kepailitan berasal dari kata dasar “pailit” yaitu jatuh, bangkrut, pailit
debitor yang telah jatuh tempo. Si pailit adalah debitor yang mempunyai dua
orang atau lebih kreditor dan tidak mampu membayar satu atau lebih hutangnya
PKPU) menyatakan bahwa ”kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
ini”. Esensi kepailitan dari pengertian tersebut menurut Rahayu Hartini secara
23
Ahmad Ashar, “ Eksekusi jaminan Atas Tanah yang dibebani Hak Tanggungan dalam
perjanjian kredit pemilikan Rumah pada Bank Tabungan Negara : Karya Ilmiah
24
A. A. Waskito, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: KawahMedia, 2016), halaman 413.
25
H Zaeni Asyhadie dkk, Hukum Perusahaan Dan Kepailitan (Jakarta: Erlangga, 2012), halaman
211-212.
48
singkat dapat dikatakan sebagai sita umum atas harta kekayaan debitor baik yang
ada pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan
tunjangan, sekedar atau sejauh hal itu diterapkan oleh hakim pengawas.
225,321 KUHPerdata).
c. Sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawas dari pendapatan hak
Sejalan dengan pengertian dalam Pasal 1 ayat (1) tersebut di atas, kepailitan
sehingga pembagian utang debitor dapat terbagi dengan adil ke seluruh kreditor.
Pembagian harta debitor tersebut adalah untuk kepentingan semua kreditor, hal
ini senada dengan pendapat Adrian Sutedi yang menyatakan bahwa “kepailitan
adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitor (orang-orang
26
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan (Malang: UMM Press. 2007), halaman 6.
27
Ibid.
49
yang berutang) untuk kepentingan semua kreditor- kreditornya (orang-orang
utang, maka salah satu solusi hukum yang dapat ditempuh baik oleh debitor
a. Pailit ditetapkan apabila debitor yang mempunyai dua kreditor atau lebih
tidak mampu membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo.
c. Harus ada utang. Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tidak menentukan apa
yang dimaksud dengan utang. Dengan demikian para pihak yang terkait
d. Syarat utang harus telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pasal 2 ayat(1)
syarat utang yang telah jatuh tempo dan utang yang telah dapat ditagih.
28
Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), halaman 24
29
Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan
Kepailitan (Bandung: CV. Nuansa Aulia. 2006), halaman 13
50
e. Syarat cukup satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Bunyi
perubahan dari bunyi Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Kepailitan No. 4
Tahun 1998 dan Faillissementsverordening Stb. 1905 No. 217 jo. S. 1906
No. 348. Bunyi Pasal 1 ayat (1) Fv adalah setiap debitor yang tidak mampu
f. Debitor harus dalam keadaan insovelsi, yaitu tidak membayar lebih dari
7) Asas-asas kepailitan
dalam kepailitan yang digunakan oleh debitor yang tidak jujur dan
baik.
30
Adrian Sutedi, op.cit.,halaman 31-32.
51
b. Asas kelangsungan usaha, debitor yang pada proses kepailitannya atau
c. Asas keadilan, pada asas ini kepailitan dapat memberikan rasa keadilan
d. Asas integrasi, dalam hal ini kepailitan harus berdasarkan hukum formil
Pada penjelasan Pasal 222 ayat (2) dan (3) yang dimaksud dengan “kreditor”
kedudukan kreditor adalah sama dan karenanya mereka mempunyai hak yang
sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka
masing-masing. Kedudukan yang tidak seimbang terjadi bila pihak yang kuat
dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang
1) Kreditor separatis
31
Rahayu Hartini, op.cit., halaman 16-17.
52
eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak ada
kepailitan.32
3) Kreditor Preferent/Istimewa
hak istimewa dari gadai dan hipotik. Hak istimewa adalah suatu
32
Shawir Arsyad, “Jenis-Jenis Kreditor Dalam Kepailitan”, (online),
(http://arsyadshawir.blogspot.co.id/2021/11/jenis-jenis-kreditor-dalam-kepailitan.html, diakses
16 April 2022)
53
Selanjutnya KUHPerdata mengatur mengenai kreditor preferent,
c) Kreditor Konkuren
sebagai berikut :
hak jaminan.
33
Ibid.
54
F. Metode penelitian
Jenis penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum
bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksudkan adalah mengenai asas-
dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT dan Pasal 56 ayat (1) UU Kepailitan terkait
penelitian ini ialah bahan hukum primer yakni Undang- Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
Perdata. Serta bahan hukum sekunder yakni menggunakan literatur buku dan
34
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto achmad ,2010,Dualisme Penelitian Normatf dan
Empiris,Yogyakargta : Pustaka Pelajar,hlm.34
35
Peter mahmud Marzuki,Op.cit,hlm32
55
b. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang ini adalah penelitian Normatif yang meneliti asas asas
skunder yang bersumber dari bahan hukum primer berupa KUHPerdata , undang
undang Perbankkan , Undang Undang Hak Tanggungan UUHT dan bahan hukum
sekunder yang berupa kutipan – kutipan dari buku buku yang tercantum dalam
daftar pustaka, serta bahan hukum tersier seperti kamus dan majalah, hasil
c. Sifat Penelitian
analitis mengandung hal-hal yang terkait dengan apa yang seyogyanya dilakukan
bukan membuktikan kebenaran hipotesis. Oleh karena itu preskripsi timbul dari
d. Pendekatan Penelitian
36
Ibit,Hlm,69.
37
Philipus M Hadjon,1999, Menulis Laporan Penelitian Hukum,Surabaya : Universitas
Airlangga,hlm.2.
56
1) Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
38
Hadin Mudjad dan Nunuk Nuswardani,2012,penelitian Hukum Indonesia
Kontemporer,Yogyakarta : Genta Publishing,hlm.46.
39
Peter Mahmud marzuki,op,cit,hlm178.
57
b. Bahan Hukum Sekunder
primer, yang diperoleh dari buku buku ,majalah , koran , situs , internet,
pendapat serta pandangan dari berbagai pihak yang dapat digunakan untuk
bahan hukum primer dan sekunder , berupa Kamus Hukum dan Kamus
artikel yang membahas tentang permasalahan yang diteliti. Bahan hukum tersebut
58
2) Penandaan (coding), yaitu memberi catatan atau tanda yang
diinterpretasikan.
Penelitian tesis ini akan disusun dalam 4 (empat) bab, dengan sistematika
BAB I
perumusan masalah atau pokok yang akan diteliti. Untuk itu agar
59
dan kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Selanjutnya sebagai
BAB II
tersebut dieksekusi
BAB III
jaminan
BAB IV
60
BAB II
DEBITUR PAILIT
Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah telah ada semenjak
1960, sebagaimana disebutkan dalam pasal 25, 33 dan 39. Namun keputusan-
keputusan yang mengatur hak tanggungan itu tidak dimuat dalam UUPA,
tentang Eksekusi Hak Tanggungan sebagai Lembaga jaminan atas tanah untuk
eksekusi objek hak tanggungan, menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT, yang
menyatakan bahwa, Hak tanggungan adalah hak penguasaan atas tanah, berisi
kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan
agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk
menjualnya jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau
61
Terdapat beberapa unsur essensial yang menjadi ciri-ciri dari Hak Tanggungan,
yaitu :
Tanggungan.
Pengaturan tentang eksekusi objek Hak Tanggungan dapat kita lihat pada Pasal 20
berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) huruf a di atas yang mengacu pada Pasal 6
UUHT, disebutkan bahwa terjadi cidera janji oleh debitur, maka kreditur
62
secara spesifik disebutkan bahwa: “Apabila debitur cedera janji, pemegang
pada Pasal 6 UUHT dapat ditarik beberapa unsur yang harus terpenuhi, yaitu
adanya :
5) pelunasan piutang yang dimiliki oleh kreditur diambil dari hasil penjualan
Apabila dilihat secara sederhana memang pasal 6 UUHT memberikan hak untuk
menjual sendiri benda jaminan atau dengan kata lain pasal 6 UUHT secara
tidak lagi harus meminta persetujuan dari debitur, dan juga tidak harus menunggu
yang sama dengan penetapan pengadilan. Hal ini mengesankan seolah-olah parate
executie ini lahir karena undang-undang dan tidak perlu diperjanjikan oleh
63
adanya Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan juga berguna sebagai dasar
pelaksanaan eksekusi bila debitur cidera janji. Dengan menunjukkan bukti, bahwa
pelelangan umum yang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara.7 Ditentukan dalam
Penjelasan atas Pasal 20 ayat (1) UUHT, bahwa pada prinsipnya setiap eksekusi
karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk
objek Hak Tanggungan, namun ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) UUHT
dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
hanya dapat dilakukan bila hal tersebut telah disepakati oleh pemberi dan
pemegang Hak Tanggungan. Ditentukan dalam Penjelasan atas Pasal 20 ayat (2)
64
lelang diatur dalam, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
proses pelaksanaan lelang parate executie berdasarkan pasal 6 UUHT lebih jelas
diatur dalam Surat Edaran Nomor 19/PN/2000 tentang Pelaksanaan Surat Edaran
Hak Tanggungan.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran
harga secara tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk
1) Lelang Eksekusi;
65
perkara terkait lelang eksekusi hak tanggungan di KPKNL Banjarmasin
PT. BPR Multidhana Bersama pada umumnya berkaitan pula dengan jumlah
lelang yang telah dilaksanakan. Terkait dengan lelang eksekusi hak tanggungan
sendiri pada umumnya timbul dari adanya perjanjian kredit dengan objek jaminan
benda tidak bergerak. Dimana terhadap jaminan berupa benda tidak bergerak
tersebut dibebankan hak tanggungan yang dibuat berdasarkan akta pemberian hak
mengenai lelang hak tanggungan yang masuk ke KPKNL, salah satu dalil yang
ketentuan dalam Pasal 224 HIR yang menyatakan bahwa terhadap akta yang
dan Ketuhanan yang Maha Esa” berkekuatan hukum sama dengan putusan hakim
yang jika tidak dengan jalan damai, maka surat akta tersebut dijalankan dengan
tersebut seringkali menjadi salah satu dalil gugatan yang diajukan oleh debitor.
66
Pasal 6 hak tanggungan yang diselenggarakan oleh KPKNL dilakukan
Tanggungan apabila Debitor cidera janji, yang dapat dilakukan melalui 3 (tiga)
cara yaitu :
Yaitu pelaksanaan eksekusi atas dasar Titel eksekutorial yang terdapat dalam
(2) UUHT. Dalam hal ini, berdasarkan irah-irah yang tercantum dalam
Yaitu eksekusi dibawah tangan, ialah penjualan objek Hak Tanggungan yang
Pemegang Hak Tanggungan, jika dengan cara ini akan diperoleh harga yang
67
tentunya akan membuat celah dan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan
lelang, khususnya lelang eksekusi hak tanggungan. Hal ini juga dapat
melalui lelang, karena risiko gugatan yang ada kedepannya , Parate Eksekusi
Istilah parate executie secara etimologis berasal dari kata paraat yang
eksekusi objek jaminan tanpa harus meminta fiat dari ketua pengadilan, tanpa
harus mengikuti aturan main dalam Hukum Acara Perdata, tidak perlu ada
sita lebih dahulu, tidak perlu melibatkan juru sita dan karenanya prosedurnya
lebih mudah dan biayanya lebih murah. Dalam Pasal 20 UUHT ditentukan
tiga alternatif cara yang dapat digunakan oleh kreditor untuk mengeksekusi
objek jaminan hak tanggungan jika debitor wansprestasi, yaitu dengan parate
executie, eksekusi atas dasar titel eksekutorial yang ada dalam Sertifikat Hak
jaminan tunduk dan patuh pada hukum acara perdata sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 224 H.I.R. dan Pasal 258 R.Bg. Sedangkan eksekusi
68
yang antara lain adanya kesepakatan antara pemberi hak tanggungan dengan
pemegang hak tanggungan. Adapun bentuk eksekusi yang lain adalah parate
pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak
melaksanakan eksekusi objek jaminan tanpa harus minta fiat dari ketua
Pengadilan, tanpa harus mengikuti aturan yang tercantum dalam hukum acara
perdata, tidak perlu ada sita lebih dahulu, tidak perlu melibatkan juru sita dan
eksekusi atas hak tanggungan yang menjadi jaminan utang debitur dalam hal
69
Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het
.Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura),
lembaga jaminan kebendaan baik gadai, hipotek, hak tanggungan dan jaminan
agunan yang mudah, sederhana, serta cepat dan itu merupakan lembaga hukum
relatif cepat. Parate eksekusi merupakan eksekusi yang dapat dilakukan oleh
kreditur tanpa meminta bantuan pengadilan atau proses peletakan sita jaminan.
Hak eksekusi yang selalu siap sesuai dengan namanya “paraat” yang berarti hak
itu siap di tangan kreditur untuk dilaksanakan.[2] Hal ini sebagaimana diatur pada
Pasal 1155 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), Pasal 1178
KUH Perdata, Pasal 6 jo. Pasal 20 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah (“UU HT”)dan Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29
ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Dalam Penjelasan Umum angka 9 UUHT Pasal 14 ayat (2) dan (3) yang
menyatakan:
70
cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata
cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan
peraturan hukum acara perdata.
tunduk dan patuh sebagaimana pelaksanaan suatu putusan pengadilan yang harus
dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri sesuai dengan hukum acara
perdata. Pasal 6 jo. Pasal 20 Ayat (1) Huruf (a) Undang-Undang Hak Tanggungan
dengan Penjelasan Umum angka 9 UUHT dan Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan
(3) UUHT. Kondisi ini akhirnya membuat asas kemudahan dan kepastian hukum
parate eksekusi hak tanggungan dapat tercapai, kreditur dalam hal ini pemegang
kelalaian pembayaran cidera janji ( wanprestasi ) saat jatuh tempo, dan atau
melalui pemberitahuan dari kreditur terhadap debitur. Hal ini dapat dipahami
sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali maka UUHT merupakan
71
Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa “Hak
Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-
benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan
utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan
dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat
(1) dan (2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996). Pemberian Hak Tanggungan
wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak
YANG MAHA ESA” (Pasal 13 ayat (I), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial yang
mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
72
berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak
tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi yang
setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pembeli dan/
yang bersangkutan dan/ atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris
1) tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada
berkekuatan hukum yang tetap. Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir
dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani Hak tanggungan dan uang
hasil lelang diserahkan kepada Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani
73
tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan
bebas dan semua beban, kepada pembeli lelang. Apabila terlelang tidak mau
Pasal 200 ayat (11) HIR. Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji
untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) BW, dan
Pasal 11 ayat (2) e UU No. 4 Tahun 1996 yang juga dilakukan melalui pelelangan
oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hak tanggungan pertama,
Janji ini hanya berlaku untuk pemegang Hak tanggungan pertama saja. Apabila
pemegang hak tanggungan pertama telah membuat janji untuk tidak dibersihkan
(Pasal 1210 BW dan pasal 11 ayat (2) j UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan), maka apabila ada Hak tanggungan lain-¬lainnya dan hasil lelang
tidak cukup untuk membayar semua Hak tanggungan yang membebani tanah yang
bersangkutan, maka hak tanggungan yang tidak terbayar itu, akan tetap
membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan
pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan
akan dikeluarkan dengan paksa. Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh
pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan
Negeri dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka
eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara. Penjualan
74
(lelang) benda tetap harus di umumkan dua kali dengan berselang lima belas hari
di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang
akan dilelang (Pasal 200 ayat (7) HIR, Pasal 217 RBg). Eksekusi berdasarkan title
pada pasal 224 HIR dan pasal 258 Rbg yang mengatur eksekusi terhadap
pada pasal 224 HIR dilakukan oleh kreditur dengan cara mengajukan
eksekusi dapat dijalankan secara paksa bahkan dengan bantuan aparat keamanan
diman salah satu ciri khas yang dimiliki oleh hak tanggungan adalah adanya
dapat melakukan eksekusi hak tanggungan atau hak atas jaminan kebendaan
75
BAB III
dalam kepailitan
Hal ini juga berlaku ketika debitur sebagai yang berhutang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan PKPU dijelaskan bahwa setiap kreditur pemegang
tidak pernah terjadi atau hak eksekusinya tidak terpengaruh dengan pailitnya
debitur. Dalam hal ini karena tidak dipengaruhi oleh keadaan pailit yang dialami
piutangnya dari hasil penjualan tersebut.. Hak istimewa ini disebut dengan
76
debitur pailit atau berada di luar kepailitan debitur, bukan berarti pelaksanaan hak
parate executie yang dimilikinya sama sekali tidak terpengaruh oleh kepailitan
debitur. Dalam ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan PKPU menjelaskan bahwa pelaksanaan hak eksekusi yang
disebut hak parate executie yang dimiliki oleh kreditur separatis harus
ditangguhkan selama paling lama 90 hari ketika debitur telah dinyatakan pailit.
Penangguhan ini terhitung sejak tanggal putusan pailit atas debitur diucapkan
karena harta pailit demi hukum berada di bawah sita umum. Kepailitan sebagai
sita umum berlaku terhadap seluruh harta debitur pailit tanpa terkecuali barang-
barang yang menjadi jaminan kebendaan bagi kreditur separatis. Ketentuan pasal
ini yang menyatakan adanya penangguhan atas pelaksanaan eksekusi dari kreditor
Pasal 55 ayat (1) yang dalam praktek menyebabkan kerancuan penerapan aturan
perbankakan selaku kreditor separatis tidak lagi memiliki hak untuk didahulukan
atau menjadi setara dengan kreditur konkruen, sehingga hak untuk mengeksekusi
penangguhan. Masa penangguhan ini disebut dengan stay. Periode stay terjadi
77
kedudukan kreditur separatis yang berada di luar kepailitan tidak berlaku, namun
kolektivitas dalam hukum kepailitan bahwa dengan berlakunya stay maka kreditur
separatis akan menerima pembayaran yang setara dengan nilai jaminan utangnya.
Sesuai dengan prinsip dari hukum kepailitan yaitu collective proceeding yaitu
atau penangguhan merupakan saat yang tepat untuk mengintervensi hak nya,
dalam hal ini adalah Bank demi melindungi kreditur lainnya dan mempermudah
kurator untuk melakukan pencatatan harta serta status dari harta debitur pailit
tersebut ,
tanggungan adalah hak penguasaan atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur
untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk
dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur
cidera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagai pembayaran
Terdapat beberapa unsur essensial yang menjadi ciri-ciri dari Hak Tanggungan,
yaitu :
78
1) sebagai hak jaminan kebendaan;
Hak Tanggungan.
Pengaturan tentang eksekusi objek Hak Tanggungan dapat kita lihat pada Pasal 20
dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam
Dapat kita lihat bahwa berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) huruf a di atas yang
mengacu pada Pasal 6 UUHT, disebutkan bahwa terjadi cidera janji oleh debitur,
langsung menjual objek Hak Tanggungan tanpa melalui putusan pengadilan. Pasal
79
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut . Mengacu pada
Pasal 6 UUHT dapat ditarik beberapa unsur yang harus terpenuhi, yaitu adanya :
dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam
Dapat kita lihat bahwa berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) huruf a di atas yang
mengacu pada Pasal 6 UUHT, disebutkan bahwa terjadi cidera janji oleh debitur,
Pasal 6 UUHT, secara spesifik disebutkan bahwa: “Apabila debitur cedera janji,
pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak
80
Mengacu pada Pasal 6 UUHT dapat ditarik beberapa unsur yang harus terpenuhi,
yaitu adanya :
Ditentukan dalam Penjelasan atas Pasal 20 ayat (1) UUHT, bahwa pada
melalui “pelelangan umum”, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh
harga yang paling tinggi untuk objek Hak Tanggungan, namun ketentuan dalam
Pasal 20 ayat (2) UUHT menentukan, bahwa atas kesepakatan pemberi dan
dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh
melalui penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan bila hal tersebut telah
Penjelasan atas Pasal 20 ayat (2) UUHT, bahwa kemungkinan eksekusi melalui
40
Rachmadi Usman, 2016, Hukum Jaminan Keperdataan, Cetakan ketiga, Sinar Grafika,
Jakarta, h.493
81
objek Hak Tanggungan dengan harga penjualan tertinggi, sebab penjualan melalui
executie berdasarkan pasal 6 UUHT lebih jelas diatur dalam Surat Edaran Nomor
Menurut pasal 195 H.I.R eksekusi diartikan sebagai menjalankan putusan hakim
dalam pasal 20 ayat (1) yang mengacu pada Pasal 6 UUHT, disebutkan bahwa
bila terjadi cidera janji oleh debitor, maka kreditor pemegang Hak Tanggungan
pertama mempunyai hak untuk langsung menjual objek Hak Tanggungan tanpa
hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui
41
Ibid. h. 494
82
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
yang sama antara sertifikat hak tanggungan dengan putusan pengadilan. Apabila
ditinjau dari perspektif sistem peradilan hukum, dalam hal debitor wanprestasi,
dan biaya, maka diadakannya lembaga Hak Tanggungan yang menyediakan cara
penyelesaian khusus yang lebih mudah dan tetap memiliki kepastian dalam
hak yang dimiliki kreditor separatis untuk mengeksekusi tidak akan terpengaruh
tertentu terhadap kreditur kreditur lainnya. Hak tanggungan juga tetap membebani
objek hak tanggungan di tangan siapapun benda itu berada ini berarti bahwa
kreditur pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda yang
hak untuk mengeksekusi yang dimiliki oleh kreditor ditangguhkan dalam jangka
42
Juswito Satrio, op.cit, h. 277
83
eksekusi setelah adanya keputusan pailit dimaksudkan sebagai masa tenang bagi
debitor, yakni tidak adanya pelaksanaan pemenuhan hak. Hal ini berlaku pula bagi
tidak memiliki hak untuk diutamakan sebagaimana yang diatur dalam hukum
jaminan sampai berakhirnya insolvensi. Selain itu, pihak kreditor juga tidak dapat
dijamin dengan uang tunai. Jangka waktu penangguhan eksekusi dapat pula
berakhir demi hukum apabila kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat
hutangnya, hal ini didasarkan pada pasal 57 ayat (1) UU Kepailitan. Selain itu,
43
Herowati Poesoko, 2013, Dinamika Hukum Parate Executie Objek Hak Tanggungan, Edisi
Revisi, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, h. 203
84
Tabel
Perbandingan rumusan pasal UU HT dengan UU
KPKPU dan pokok materi konsideran masing-masing
Peraturan Perundang-undangan
Keterangan Pasal 6 Pasal 14 & Pasal 20 Pasal 55. 56. 59 & Pasal 60
85
Isi Pasal 1. Pasal 6 ayat (1)Apabila debitor 1. Dengan tetap memperhatikan
cidera janji wanprestasi , ketentuan sebagaimana dimaksud
pemegang hak tanggungan pertama dalam pasal 56, pasal 57 dan pasal
mempunyai hak untuk menjual 58 , setiap kreditor pemegang gadai
objek Hak Tanggungan atas ,Jaminan fidusia, hak tanggungan
kekuasaan sendiri melalui hipotek ,atau hak agunan atas
pelelangan umum ,serta mengambil benda lainnya , dapat
pelunasan piutang nya dari hasil mengeksekusi haknya seolah olah
penjualan tersebut tidak terjadi kepailitan
86
C. Proses Penangguhan Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan
karena ia berada dalam“masa tunggu” untuk masa tertentu, di mana jika masa
hutangnya. Inilah yang dimaksud dengan penangguhan eksekusi atau yang dalam
Penangguhan ini diatur dalam Pasal 56. Penangguhan ini berlaku demi hukum
tanpa harus diminta oleh para pihak mengenai penangguhan eksekusi ini.
berikut:
44
Asis Ikhwansyah, Kredit dan Hak yang dimiliki dalam kepailitan , Magister Kenotariatan
,UNPAD,Bandung2001,hal 103
45
Retno Wulan Sutantio, Pengaruh Kepailitan Terhadap Pemegang Hak Tanggungan Dan
Dukungan Pelayanan Permohonan yang diperlukan Seminar NasionalPeningkatan Pelayanan
pertanahan Dalam Rangka Pemulihan Kondisi Sosial Ekonomi Dewasa ini, Jakarta 1998, hal 18
87
3) Penangguhan eksekusi dimaksudkan untuk memungkinkan Kurator
tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat
diajukan dalam sidang badan peradilan dan baik kreditur maupun pihak ketiga
dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas barang yang menjadi
berturut-turut.
Undang Kepailitan
puluh) hari itu. antara lain bahwa secara kebetulan ada calon pembeli yang sangat
88
membutuhkan obyek jaminan tersebut dan berani membayar dengan harga tinggi
dalamsurat kabar dan biaya-biaya yang dikeluarkan sudah cukup besar, lagi pula
sudah terlalu banyak calon pembeli yang sudah mendaftarkan diri untuk ikut
jangka waktu penangguhan segala tuntutan hukum untuk memperoleh atas suatu
piutang tidak dapat diajukan di dalam sidang peradilan dan baik kreditur maupun
pihak ketiga dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita jaminan atas benda
yang menjadi agunan.” Misalnya jika aset yang menjadi jaminan hutang tersebut
yaitu pabrik yang tentunya sangat berguna bagi kelancaran usaha debitur yang
pailit. Maka apabila pabrik tersebut dapat dijual kapan saja oleh kreditur separatis
89
a) Pemegang fidusia.
Selama penangguhan tersebut dapat saja terjadi di mana kurator menjual harta
dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang berada dalam pengawasan
kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitur sepanjang untuk itu telah
diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga.”
demi hukum. Perlindungan dimaksud antara lain dapat berupa ganti rugi atas
terjadinya penurunan nilai harta pailit. hasil penjualan hak kebendaan pengganti,
imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai lainnya. Sehubungan dengan
90
menjadi agunan untuk selanjutnya dijual tanpa mengurangi hak kreditur
kreditur yang bersangkutan Pasal 60 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang
91
d. Masa tunggu dalam Proses Penangguhan Eksekusi Jaminan Hak
hukum kepailitan tidak mempunyai hak separatis yakni hak untuk dipisahkan dan
tersebut ditolak oleh kurator maka pemegang hak jaminan dapat mengajukan
permohonan kepada hakim pengawas, hal ini tercantum pada pasal 57 ayat (3) UU
jaminan, maka hak dan kedudukan kreditor separatis tidak dapat dikalahkan dan
adanya pemisahan hak yang diberikan oleh hukum jaminan kepada kreditor
kreditor separatis tersebut. Apabila ditinjau berdasarkan 1132 dan 1134 BW,
92
telah ada pengaturan secara jelas terkait hak-haknya, selain itu pula tidak ada
ketentuan yang mengatur bahwa kreditor separatis harus tunduk pada peraturan
diakui oleh peraturan lainnya. Hal ini dikarenakan hak dari kreditor separatis lahir
dari perjanjian jaminan sehingga kreditor separatis harus tetap tunduk pada hukum
jaminan. Apabila hak kreditor separatis tidak diakui, maka bertentangan dengan
prinsipnya yaitu prinsip preferensi. Sehingga, hal tersebut merugikan hak dan
93
BAB IV
PENUTUP
B. KESIMPULAN
penangguhan eksekusi .
C. SARAN
94
tersebut agar dapat memberikan kepastian hukum dan nantinya dapat
kepailitan.
barang yang menjadi jaminan piutangnya. Oleh karena itu, juga perlu
sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 HIR dan Pasal 258 HIR
95
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku-buku
Djazuli, Bachar. 1995. Eksekusi Putusan Perkara Perdata Segi Hukum dan
Penegakan Hukum. Edisi Revisi. Jakarta : Akademika Pressindo.
Gazali, Djoni S dan Rachmadi Usman. 2012. Hukum Perbankan. Jakarta : Sinar
Grafika.
Habib, Ajie. 2018. Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah.
Bandung : Mandar Maju.
96
Herowati, Poesoko. 2013. Dinamika Hukum Parate Executie Objek Hak
Tanggungan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Aswaja Pressindo
Ivida, Dewi Amrih dan Herowati Poesoko. 2009. Hak Kreditor Separatis Dalam
Mengeksekusi Benda Jaminan Debitor Pailit. Yogyakarta : Laksbang
Pressindo.
Ivida, Dewi Amrih dan Herowati Poesoko. 2016. Hukum Kepailitan Kedudukan
dan Hak Kreditor Separatis atau Benda Jaminan Debitor Pailit. Yogyakarta :
Laksbang Pressindo.
Muhammad, Djumhana. 1999. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktik. Bandung :
PT Citra Aditya Bakti.
Mukti, Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian
Normatif dan Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
97
Prof. Dr Sutan Remmy Sjahdeni. 2016. Sejarah Asas, dan Teori Hukum
Kepailitan. Jakarta : Prenamedia Group.
I, Putu Yoga Putra Pratama. 2019. “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Atas
Penyusutan Nilai Objek Jaminan Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Utang
Piutang”. Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum, Universitas Udayana. Vol 7
No 6.
98
Mahkamah Agung RI. 2008. “Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan
Perdata Umum dan Perdata Khusus”. Buku II. Edisi 2007. Jakarta
C. Kamus-kamus
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
D. Peraturan Perundang-undangan
99
E. Putusan Pengadilan
100