Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH HUKUM HUKUM JAMINAN

“PENANGGUNGAN”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah Hukum Jaminan

Dr. Arief Suryono, S.H., M.H.

Disusun oleh:

Shindi Yulia Ardana

NIM. S35208056

MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi saat ini hampir tidak bisa terlepas dari masalah
Perekonomian,Untuk memperlancar kegiatan perkembangan usahanya, maka
seorang pengusaha yang kekurangan modal akan menghubungi pihak bank ataupun
pihak non-bank untuk memohon fasilitas pinjaman/kredit dengan cara
perjanjian.Pihak yang memberikan pinjaman uang dikenal dengan sebutan kreditur
atau berpiutang, sedangkan pihak yang menerima pinjaman dikenal dengan sebutan
debitur atau si berhutang. Penyediaan modal bagi debitur oleh kreditur biasanya
dilakukan dengan didasarkan kepercayaan bahwa debitur dapat mengembalikan
pinjaman kepada kreditur tepat waktu. Kepercayaan yang diberikan kreditur
tersebut dikenal dengan istilah kredit (credit) yang berasal kata credere yang artinya
adalah kepercayaan. Tanpa disadari , hubungan para pihak atas dasar saling
membutuhkan tersebut telah diatur sedemikian rupa oleh hukum yang
menimbulkan hubungan hukum (perikatan) antar subyek hukum. Perikatan
melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan dan terdapat
unsur-unsur dalam perikatan yaitu hubungan hukum, kekayaan, pihak-pihak serta
prestasi (Subekti,1999,h. 12).

Pentingnya suatu jaminan atau penjaminan bagi kreditur atas pemberian


prestasi adalah salah satu upaya untuk mengantisipasi resiko yang mungkin timbul
dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan tersebut. Keberadaan
penjaminan (Borgtocht) dalam hal ini adalah untuk memperkuat perikatan, dimana
penjaminan ini muncul mengikuti perjanjian pokonya dan bersifat (accecoir). Serta
yang dimaksud dengan jaminan itu sendiri adalah, tanggungan yang diberikan oleh
debitur atau pihak ketiga kepada kreditur, karena pihak kreditur mempunyai suatu
kepentingan bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.
(H. R. Daeng Naja, 2008, hal. 208)
Sebagai langkah antisipasi dari kreditur yang memberikan kredit pada
debitur jika di kemudian hari debitur melakukan wanprestasi, maka biasanya
kreditur meminta kepada debitur untuk memberikan jaminan bagi utangnya.
Pemberian jaminan bertujuan untuk pengganti pengambilan pelunasan hutang jika
debitur tidak dapat mengembalikan modal yang dipinjamnya. Dalam dunia
perbankan dikenal adanya jaminan penanggungan (borgtocht) yang biasanya
dimintakan sebagai jaminan pelengkap disamping jaminan utama atas perjanjian
pemberian kredit dimana utang piutang merupakan perjanjian pokoknya.
Penanggungan adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga guna
kepentingan si berutang mengikatkan diri untuk memenuhi perutangan si berutang
manakala si berutang ini melakukan wanprestasi. (Subekti dan Tjitrosudibio, 2001
, h. 462)

Jaminan yang diberikan kepada kreditur dapat diberikan oleh debitur sendiri
maupun oleh pihak ketiga yang disebut juga penjamin atau penanggung. Jaminan
perorangan atau penanggungan hutang selalu diberikan oleh pihak ketiga kepada
kreditur. Jaminan yang diberikan oleh kreditur adalah untuk keamanan dan
kepentingan kreditur haruslah diadakan dengan perikatan khusus, perikatan mana
bersifat accesoir dari perjanjian kredit atau pengakuan hutang, yang diadakan antara
debitur dan kreditur.
BAB II
PEMBAHASAN

Penanggungan / Borgtocht dan implementasinya

Penanggungan berasal dari istilah Belanda yakni borgtocht dimana


orangnya disebut borg atau penanggung/ penjamin. Borgtocht diatur dalam buku
III Bab XVII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1820 sampai
dengan Pasal 1850. Penanggungan (borgtocht) adalah suatu perjanjian dengan
mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya
(R.Subekti, 1982, h. 25)

Perjanjian antara Kreditur dengan pihak Ketiga (penanggung) dapat


dilakukan dengan sepengetahuan si Debitur atau bahkan tanpa
sepengetahuannya.Jaminan penanggungan hutang ( Borgtocht ) adalah jaminan
yang bersifat perorangan yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang
tertentu. Jaminan yang bersifat perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap
debitur tertentu terhadap harta kekayaan debitur seumumnya. Jaminan yang bersifat
perorangan ini mempunyai asas kesamaan ( pasal 1131 dan 1132 B.W.) artinya
tidak membedakan piutang yang mana yang lebih dahulu terjadi dan piutang yang
terjadi kemudian. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta
kekayaan penanggung dan tidak mengindahkan urutan terjadinya. Pada jaminan
Borgtocht ini berarti seorang penanggung secara hukum menyediakan seluruh atau
sebagian tertentu harta kekayaan yang dimiliki sekarang maupun yang akan datang,
baik barang tetap atau barang bergerak untuk menjamin utang.

Menurut J. Satrio (1996:12), penanggungan atau borgtocht mempunyai


pengaturannya dalam Pasal 1820 KUHPer dan selanjutnya. Unsur-unsur
perumusan Pasal 1820 KUHPer yang perlu mendapat perhatian adalah: (J. Satrio,
1996, hlm 12)
1. Penanggungan merupakan suatu perjanjian;
2. Borg adalah pihak ketiga;
3. Penanggungan diiberikan demi kepentingan kreditur;
4. Borg mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, kalau debitur
wanprestasi;
5. Ada perjanjian bersyarat
Sifat penanggungan utang
• Penanggungan suatu perjanjian (1820)
• Bersifat accessoir. (pasal 1821)
• Penanggungan tidak melebihi berat dari pada perikatan si berutang.(1822)
• Subyek penanggung tidak dipersyaratkan harus atas permintaan orang yang
ditanggung,bahkan boleh untuk orang yang menanggung si berutang utama.(1823)
• Harus dinyatakan dengan tegas ; tidak diperbolehkan memperluas penanggungan
hingga melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat sewaktu
mengadakannya. (1824)
• Jika penanggungan tidak terbatas untuk suatu perikatan pokok maka
penanggungan akan meliputi, segala akibat utangnya , bahkan terhitung biaya-biaya
gugatan yang dimajukan terhadap si berutang utama , dan terhitung pula segala
biaya yang dikeluarkan setelah si penannggung utang diperingatkan tentang itu .
(1825)
• Dalam hal si penanggung meninggal dunia perikatan-perikan para penanggung
akan berpindah kepada ahli warisnya.(1826)
• Syarat penanggung; cakap, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya, berdiam
di wilayah Indonesia. (1827)
• Jika setelah ditunjuk tidak mampu maka harus lah ditunjuk seorang penanggung
yang baru (1829)
Tujuan dan isi dari penanggungan ialah, memberikan jaminan untuk
dipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok. Adanya penanggungan itu
dikaitkan dengan perjanjian pokok, mengabdi pada perjanjian pokok, maka dapat
disimpulkan bahwa perjanjian penanggungan itu bersifat accesoir.Menurut Sri
Soedewi (2003:81)
Perjanjian jaminan Borgtocht bersifat accessoir artinya keberadaan jaminan
ini tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian Kredit. Perjanjian jaminan
Borgtocht hapus apabila perjanjian pokoknya hapus. Mengingat jaminan Borgtocht
ini bersifat accessoir dan sebagai cadangan saja, maka seorang penanggung (Borg)
diberikan hak istimewa yaitu hak yang dimiliki seorang Penanggung untuk
menuntut agar harta kekayaan milik si berutang (Debitur) terlebih dahulu disita dan
dijual atau dilelang. Jika hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk
melunasi hutangnya, kemudian baru harta kekayaan penanggung. Hak istimewa
yang dimiliki seorang penanggung itu ada karena Penanggungan hanya sebagai
cadangan saja artinya jika debitur tidak melunasi hutangnya maka penanggung
mempunyai kewajiban melunasi hutang debitur itu sifat accesoiir dari
penanggungan, beberapa ketentuan undang-undang dapat disimpulkan bahwa
penanggungan adalah bersifat accesoir, dalam arti senantiasa dikaitkan dengan
perjanjian, antara lain lebih lanjut, mengenai sifat accesoir dari penanggungan, dari
beberapa ketentuan undang-undang dapat disimpulkan bahwa penanggungan
adalah bersifat accesoir, dalam arti senantiasa dikaitkan dengan perjanjian, antara
lain:

1.Tidak ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah;

2. Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya perutangan pokok

3. Penanggung berhak mengajukan tangkisan-tangkisan yang bersangkutan dengan


perutangan pokok;

4. Beban pembuktian yang tertuju pada si berutang dalam batas-batas tertentu


mengikat juga si penanggung;

5.Penanggungan pada umumnya akan hapus dengan hapusnya perutangan pokok.

Namun, ada pengecualian atas sifat accesoir, yaitu orang dapat mengadakan
perjanjian penanggungan dan akan tetap sah sekalipun perjanjian pokoknya
dibatalkan, jika pembatalan sebagai akibat dari eksepsi yang hanya menyangkut diri
pribadi debitur. Misalnya, perjanjian yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa
dimintakan pembatalan, sedangkan perjanjian penanggungannya tetap sah. ‘
Penanggungan selain bersifat accessoir, jika ditinjau dari sudut cara
pemenuhannya bersifat subsidair. Peranan penanggung baru muncul setelah debitor
utama tidak memenuhi kewajiban perikatannya. Pemenuhan oleh penanggung
bersifat sebagai pengganti apa yang ditinggalkan debitor utama tidak terpenuhi,
sekalipun sebagaimana yang umum terjadi sisa kewajiban debitor utama yang
dipenuhi oleh penanggung diwujudkan dalam bentuk ganti rugi sejumlah uang.
Dalam pembayaran ganti rugi sejumlah uang tampak sifat subsidair daripada
penanggungan. (J satrio 1996,hlm 53)

Perjanjian penanggungan pada asasnya bentuknya bebas, dalam arti dapat


diberikan secara lisan maupun tertulis. Dalam pemberian penanggungan, yang khas
bukannya isi prestasi para pihak, tetapi suatu unsur formal tertentu, yaitu bahwa
penanggung menjamin pelaksanaan prestasi orang lain. Konsekuensinya, isi
prestasinya bisa macam- macam, bergantung dari apa yang berdasarkan perikatan
pokok dijamin, ditinggalkan debitur tidak dipenuhi atau berupa janji ganti rugi
senilai itu Prestasi debitor utama yang pasti dapat diberikan oleh penanggung
adalah kalau kewajiban itu berupa menyerahkan sejumlah uang tertentu.
(ibid,1996,hlm 11)

Pada asasnya dalam perjanjian penanggungan, si penanggung itu hanya


mengikatkan diri untuk pemenuhan sejumlah uang. Ini merupakan bentuk yang
lazim dalam perjanjian penanggungan. Seandainya penanggungan itu diberikan
untuk perutangan yang tidak berwujud dalam jumlah uang, maka jika kreditor
menuntut pemenuhan dari penanggung, harus dapat diwujudkan dalam bentuk
uang.( Sri Soedewi M.S,Op Cit,2003,hlm.86)

Dalam hal debitor utama wanprestasi, penanggung tidak hanya wajib untuk
memenuhi kewajiban perikatan debitor utama, tetapi juga wajib memberikan ganti
rugi yang ditimbulkan oleh wanprestasinya debitor utama. Sebelum menjalankan
perannya, penanggung mempunyai hak-hak yang diberikan oleh undang-undang
yang bersifat memberikan perlindungan baginya yang terdiri dari hak umum dan
hak utama. (J,Satrio,Op Cit,1996,hlm, 48)
Hak umum penanggung diatur dalam pasal 1847 B.W. yang berbunyi: “ Si
penanggung utang dapat menggunakan terhadap si berpiutang segala tangkisan
yang dapat dipakai oleh si berutang utama dan mengenai utangnya yang ditanggung
itu sendiri. Namun tak bolehlah ia mengajukan tangkisan-tangkisan yang melulu
mengenai pribadi si berutang”. Maksud ketentuan tersebut adalah penanggung
dalam menjalankan kewajibannya mempunyai hak untuk mengajukan tangkisan-
tangkisan yang dapat dipakai oleh debitor terhadap kreditor, kecuali tangkisan yang
berkaitan dengan pribadi debitor. Penggunaan hak tersebut tidak bergantung dari
debitor, meskipun debitor tidak menggunakan hak tersebut, namun penanggung
tetap dapat menggunakannya. (Susanti,2008,hlm 308)
Kesimpulan

Penanggungan (borgtocht) adalah suatu perjanjian dengan mana seorang


pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya

Tujuan dan isi dari penanggungan ialah, memberikan jaminan untuk


dipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok. Adanya penanggungan itu
dikaitkan dengan perjanjian pokok, mengabdi pada perjanjian pokok, maka dapat
disimpulkan bahwa perjanjian penanggungan itu bersifat accesoir.
Daftar Pustaka

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 2003, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-


Pokok Hukum Jaminan Dan Perorangan, Yogyakarta:Liberty Offset.

J. Satrio, 1996, Hukum Jaminan hak-hak Jaminan Pribadi Penanggungan


(Borgtocht) dan Perikatan Tanggung-Menanggung, Bandung: Cipta Aditya
Bakti.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermassa.

H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.

Subekti dan Tjitrosudibio, 2001, Kuh Perdata, Jakarta: Intermassa

Susanti,2008, Pembaharuan Hukum Penanggungan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai