Anda di halaman 1dari 12

HUKUM PERBANKAN

“JENIS-JENIS JAMINAN”

OLEH

KELOMPOK 5

KADEK AYU KARTIKA DEWI (1704552091)

NI KOMANG DEWITA AYU PRAMESWARI (1704552151)

SATHYANANDA LINGGAM DEVA (1704552152)

A.A ISTRI GITA CANTIKA AGASTYA (1704552154)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kredit merupakan salah satu jasa dari berbagai jasa yang diberikan oleh bank. Dalam
menjalankan fungsi intermediary, bank berfungsi sebagai lembaga perantara artinya bank
menjembatani antara nasabah yang memiliki kelebihan dana dan nasabah yang kekurangan
dana.  Nasabah yang mempunyai dana lebih akan menyimpan dana tersebut di bank dalam
bentuk simpanan, kemudian bank akan menggunakan uang tersebut untuk disalurkan kepada
nasabah yang membutuhkan dana dalam benuk kredit. Pemberian Kredit kepada masyarakat
dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi
hubungan hukum antara keduanya. Dalam fungsi intermediary, bank berperan sebagai, Lembaga
perantara (simpan salur), Lembaga pengelolaan managament risk, dan Lembaga kepercayaan
(trust fund).1

Pengertian jaminan terdapat dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR


tanggal 28 februari 1991, yaitu: “suatu keyakinan kreditur.bank atas kesanggupan debitur untuk
melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”. Selanjutnya dalam Surat Edaran Bank
Indonesia No. 23/6/UKU, tanggal 28 Februari 1991, Perihal Jaminan Pemberian Kredit,
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan jaminan pemberian kredit adalah keyakinan bank
atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk
memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian
yang seksama, terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur.

Lembaga Perbankan merupakan salah satu unsur penting dalam berjalannya roda
perekonomian di suatu negara, salah satu bidang usaha perbankan tersebut adalah jenis usaha
kredit perbankan. Dalam proses perjanjian kredit dalam praktek selalu diikuti dengan
perjanjian jaminan dengan maksud sebagai proteksi bagi bank bahwa debitur akan

1
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, 2014, ”Bank dan Lembaga Keuangan, Ed.1-1”, Jakarta, Rajawali
Pers, h.121.
melaksanakan prestasinya sesuai perjanjian. Perjanjian jaminan merupakan perjanjian
tambahan yang keberadaannya tergantung dari perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit.2

Rumusan Masalah
Apa saja jenis-jenis jaminan?
Tujuan
Untuk mengetahui jenis-jenis jaminan dalam hukum perbankan.
Manfaat
Agar para pembaca khususnya yang mempelajari hukum perbankan mengetahui dan memahami
jenis-jenis jaminan dalam hukum perbankan.

2
Setiono, Gentur Cahyo. "Jaminan Kebendaan Dalam Proses Perjanjian Kredit Perbankan (Tinjauan
Yuridis Terhadap Jaminan Benda Bergerak Tidak Berwujud)." Transparansi Hukum 1.1 (2018). h. 1.
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam ketentuan yang diatur dalam KUHPer. Tentang jaminan kredit dibedakan

dalam beberapa bentuk menurut sifatnya, jenis jaminan yang diatur dalam KUHPer :

a) Jaminan Umun, sebagaimana seperti yang diatur dalam pasal 1131 KUHPer “bahwa
segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun tidak bergerak baik yangsudah
ada maupun akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perorangan.”3 Jaminan ini merupakan jaminan yang sudah ditetapkan oleh undang-
undang yang tanpa diperjanjikan pun secara otomatis telah mengikat para pihak.

b) Jaminan khusus, sebagaimana yang diatur dalam pasal 1820-1850 KUHPer jaminan ini
lahir karena diperjanjikan oleh para pihak baik berupa jaminan kebendaan maupun
jaminan perorangan.

1. Jaminan Perorangan (Personal Guarantee)

Jaminan perorangan (pribadi) adalah jaminan yang diberikan oleh pihak ketiga
(guarantee) kepada orang lain (kreditor) yang menyatakan bahwa pihak ketiga menjamin
pembayaran kembali suatu pinjaman sekiranya yang berutang (debitor) tidak mampu dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya terhadap kreditor (bank).

Dari rumusan di atas, terlihat bahwa jaminan perorangan adalah merupakan perjanjian
tiga pihak yakni antara penanggung, debitor dan kreditor. Jaminan perorangan ini dalam praktik
perbankan dikenal sebagai Personal Guarantee.

Jaminan Perorangan diatur dalam Buku III, Bab XVII mulai Pasal 1820 sampai dengan
Pasal 1850 Kitab Undang - Undang Hukum perdata (KUH Perdata) tentang penanggungan
utang. Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht. Ada yang menyebut Personal
Guaranty (Jaminan Perorangan) sebagai jaminan immaterial, hal ini dilakukan untuk
membedakan jaminan yang berupa kebendaan (jaminan materiil).

3
Undang- Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ).
Dalam Personal Guaranty, penjamin atau penanggung utang tidak memberikan atau
menunjuk benda tertentu sebagai jaminan kepada kreditor melainkan hanya pernyataan
menjamin atau kesepakatan antara penjamin dengan kreditor yaitu mengikat din dengan harta
kekayaan yang ada untuk memenuhi kewajiban debitor pada waktunya dengan syarat-syarat
tertentu. Oleh karena itu pada dasarnya penanggung utang bertanggung jawab untuk membayar
utang tersebut dan seluruh harta ke-kayaannya itu. Personal Guaranty atau penanggungan utang
tidak memberikan kedudukan yang didahulukan kepada kreditor. Kedudukan kreditor hanya
sebagai kreditor konkuren yaitu mempunyai hak menagih kepada penjamin/ penanggung utang
secara bersaing dengan kreditor konkuren lainnya (unsecured creditor).

Jaminan perorangan atau penanggungan (borgtocht) berdasarkan Pasal 1820 Kitab


Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yaitu:: “Penanggungan ialah suatu persetujuan
di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan
debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.”4

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami, penanggungan merupakan suatu


perjanjian accessoir atau perjanjian lanjutan sebagai akibat dari adanya suatu perjanjian pokok.
Hal tersebut layaknya jaminan lain pada umumnya. Sehingga tanpa adanya perjanjian pokok
(salah satu contohnya perjanjian utang piutang) maka tidak mungkin ada suatu penanggungan
atau borgtocht tersebut.

Lebih lanjut, mengenai sifat accesoir dari penanggungan, dari beberapa ketentuan
undang-undang dapat disimpulkan bahwa penanggungan adalah bersifat accesoir, dalam arti
senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok, antara lain:

1. Tidak ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah;


2. Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya perutangan pokok;
3. Penanggung berhak mengajukan tangkisan-tangkisan yang bersangkutan dengan
perutangan pokok;
4. Beban pembuktian yang tertuju pada si berutang dalam batas-batas tertentu mengikat
juga si penanggung;
5. Penanggungan pada umumnya akan hapus dengan hapusnya perutangan pokok.

4
Undang- Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ).
Dalam perjanjian jaminan perorangan, pihak ketiga bertindak sebagai penjamin dalam
pemenuhan kewajiban debitor, berarti perjanjian jaminan perorangan merupakan janji untuk
memenuhi kewajiban debitor , apabila debitor ingkar janji. Dalam jaminan perorangan tidak ada
benda tertentu yang diikat dalam jaminan , sehingga tidak jelas benda apa dan yang mana milik
pihak ketiga yang dapat dijadikan jaminan apabila debitor ingkar janji , dengan demikian para
kreditor pemegang hak jaminan perorangan hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren saja.
Apabila terjadi kepailitan pada debitor maupun penjamin ( pihak ketiga ), akan berlaku ketentuan
jaminan secara umum yang tertera dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.

Contoh perjanjian penanggungan yang umum terjadi, pemegang saham mayoritas dalam
suatu perusahaan mengajukan diri sebagai penanggung atau penjamin. Namun tidak selamanya
yang bertindak sebagai penjamin yaitu pribadi (personal guarantee). Suatu badan hukum juga
dimungkinkan untuk bertindak sebagai corporate guarantee, dengan memperhatikan aturan-
aturan yang terdapat dalam anggaran dasar badan hukum tersebut.

Unsur-unsur jaminan perorangan yaitu:

a. Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu.


b. Hanya dapat dipertahankan terhadap debiturr tertentu.
c. Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

Jenis-jenis Jaminan Perorangan

1. Jaminan penanggungan yaitu suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna
kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang
apabila debitur tidak memenuhinya (Pasal 1820 KUH Perdata).
2. Jaminan Garansi (garansi bank) yaitu bertanggung jawab guna kepentingan pihak ketiga
(Pasal 1316 KUH Perdata).
3. Jaminan perusahaan (corporate guarantee) yaitu penanggungan yang diberikan oleh
badan hukum.

Hak jaminan perorangan tidak memberikan preferensi kepada kreditor sehingga kreditor
akan bersaing dengan kreditor lain dalam pemenuhan kewajiban debitor. Hak jaminan
perorangan hanya dapat dipertahankan terhadap orang atau pihak ketiga yang terikat dalam
perjanjian saja dan tidak mengikat setiap orang sebagaimana perjanjian kebendaan yang
mempunyai sifat absolut. Dalam praktek , perjanjian jaminan perorangan kurang disukai karena
para kreditor hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren yang harus bersaing dengan
kreditor lain dalam pemenuhan kewajiban debitor, dan karena pihak ketiga juga tidak
mengikatkan harta tertentu dalam perjanjian sering terjadi pihak ketiga melakukan pengingkaran
terhadap kesanggupannya. Menurut Subekti karena tuntutan kreditor terhadap penanggung tidak
diberikan suatu privilege atau kedudukan istimewa diatas tuntutan kreditor lainnya dari si
penanggung.

Pada jaminan perorangan eksekusi tidak dapat dilaksanakan dengan serta merta karena
tidak ada benda yang bisa dijadikan obyek jaminan yang dapat dieksekusi. Dalam personal
guaranty, penjamin atau penanggung utang tidak memberikan atau menunjuk benda tertentu
sebagai jaminan kepada kreditor melainkan hanya pernyataan menjamin atau kesepakatan antara
penjamin dengan kreditor yaitu mengikatkan din dengan harta kekayaan yang ada untuk
memenuhi kewajiban debitor pada waktunya dengan syarat-syarat tertentu. Oleh karena itu pada
dasarnya penanggung utang bertanggung jawab untuk membayar utang tersebut dari seluruh
harta kekayaannya sehingga dalam personal guaranty kedudukan kreditor hanya sebagai kreditor
konkuren yaitu mempunyai hak menagih kepada pen-jamin/penanggung utang secara bersaing
dengan kreditor lainnya (unsecured creditor).

2. Jaminan Kebendaan

Pengertian perjanjian jaminan kebendaan menurut Subekti : “pemisahan suatu bagian


harta kekayaan debitur berupa jaminan kebendaan sebagai jaminan atas
pelunasan/pembayaran kewajiban dari debitur terhadap kreditur”.

Jaminan kebendaan ialah jaminan yang objeknya berupa baik barang bergerak maupun
tidak bergerak yang khusus diperuntukan untuk menjamin utang debitur kepada kreditur apabila
dikemudian hari debitur tidak dapat membayar utangnya kepada kreditur.

Sebagaimana disebutkan di atas, benda debitur yang dijaminkan bisa berupa benda
bergerak maupun tidak bergerak.

Untuk benda bergerak dapat dijaminkan dengan gadai dan fidusia, sedangkan untuk
benda tidak bergerak khususnya tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
dibebankan dengan hak tanggungan (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda, benda yang Berkaitan Dengan Tanah) dan
untuk benda tidak bergerak bukan tanah seperti kapal laut dengan bobot 20 m3 atau lebih dan
pesawat terbang serta helikopter dibebankan dengan hak hipotik.

Macam-macam jaminan kebendaan:

a. Gadai
Menurut pasal 1150 KUHPerdata :
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu benda bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya,
dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya;
dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana
yang harus didahulukan”. 5
Saat kita menggadaikan suatu barang berharga milik kita dan Bila kita tidak
menyelesaikan pembayaran utang maka besar kemungkinan jaminan yang sudah kita
serahkan akan dieksekusi. Objek dari gadai berupa benda bergerak yang terdiri dari
benda berwujud (seperti perhiasan) dan benda yang tidak berwujud (berupa hak untuk
mendapatkan pembayaran uang misalnya surat-surat piutang). Dalam hal ini, pihak yang
menerima gadai dapat mengusai benda yang menjadi objek gadai. Eksekusi terhadap
gadai dapat dilakukan berdasarkan dua alternatif sesuai ketentuan Pasal 1155 dan 1156
KUHPerdata. Yaitu intinya: dapat dilakukan eksekusi langsung atau harus meminta
putusan pengadilan terlebih dulu.

b. Fidusia
Fidusia diatur dalam UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 1 angka 1
UU 42/1999, mengatur :

5
Undang- Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ).
“Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda”. 6
Objek fidusia yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Apabila debitor (pemberi fidusia) cidera janji, maka terhadap benda
yang menjadi jaminan dapat dilakukan cara:
 Pelaksanaan titel eksekutorial yaitu hak penerima fidusia untuk menjual benda
yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri;
 Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya
dari hasil penjualan;
 Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan
penerima Fidusia. Cara ini dapat dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak
diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada pihak-
pibak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam dua surat kabar
yang beredar di daerah yang bersangkutan.

c. Hipotik
Hipotik diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPer serta Undang-
Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran. Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-
benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perikatan. Dalam hipotek yang menjadi objek adalah kapal dengan isi 20 m3. Eksekusi
terhadap hipotik dapat melihat pada ketentuan Pasal 1178 (2) KUHPerdata:
“Dalam hal debitur wanprestasi, maka kreditur selaku pemegang hipotik atas kapal
berhak untuk melakukan penjualan secara lelang di muka umum atas kapal-kapal yang
sudah dibebani dengan hipotik yang mana hasil penjualan kapal tersebut digunakan
sebagai pelunasan kewajiban debitor kepada kreditur”.

6
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
d. Hak tanggungan
Hak Tanggungan Diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam
Pasal 1 angka 1 UU 4/1996 :
“Hak Tanggungan yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-
kreditor lain”. 7
Pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak
tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

BAB III

7
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
PENUTUP

KESIMPULAN

Perlu dipahami bahwa lapangan hukum jaminan adalah sangat luas . Jaminan termasuk
dalam hukum benda,secara teoritis, jaminan dibagi menjadi dua yaitu jaminan umum dan
jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi lebih lanjut menjadi jaminan kebendaan dan jaminan
perorangan . Selanjutnya jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan benda
tetap. Jaminan benda bergerak dibagi menjadi gadai dan fidusia , sedangkan jaminan benda tetap
dibagi menjadi hak tanggungan atas tanah , fidusia dan hak tanggungan bukan atas tanah . Jadi
jaminan merupakan satu sistem yang mencakup hak tanggungan atas tanah.

Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan timbul dari perjanjian yang bertujuan untuk
adanya kepastian hukum bagi kreditor atas pelunasan utang atau pelaksanaan suatu prestasi
tertentu sebagaimana telah diperjanjikan oleh debitor atau pihak ketiga, jaminan secara yuridis
materiil mempunyai fungsi untuk pelunasan utang apabila debitor ingkar janji.

DAFTAR PUSTAKA
1. Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, 2014, ”Bank dan Lembaga Keuangan, Ed.1-1”,
Jakarta, Rajawali Pers.

2. Setiono, Gentur Cahyo. "Jaminan Kebendaan Dalam Proses Perjanjian Kredit Perbankan
(Tinjauan Yuridis Terhadap Jaminan Benda Bergerak Tidak Berwujud)." Transparansi
Hukum 1.1 (2018).

3. Undang- Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ).

4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

6. Prasetyawati, N., & Hanoraga, T. (2015). Jaminan Kebendaan Dan Jaminan Perorangan
Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang. Jurnal Sosial Humaniora, 8(1).

7. Atik Indriyani. 2006. Aspek Hukum Personal Guaranty. Jurnal Hukum Prioris, 1(1).

8. Gentur Cahyo Setiono. 2018. Jaminan Kebendaan Dalam Proses Perjanjian Kredit
Perbankan. Jurnal Transparansi Hukum. 1(1).

Anda mungkin juga menyukai