Anda di halaman 1dari 33

JAMINAN KREDIT

Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, oleh karena


itu bank wajib melakukan analisis terhadap kemampuan debitur
untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan,
bank perlu melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit, serta
kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya.
Selain itu pula bank juga dituntut untuk melakukan peninjauan,
penilaian, dan pengikatan terhadap agunan yang disodorkan oleh
debitur, sehingga agunan yang diterima dapat memenuhi persyaratan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 8 UU No.10/1998 ayat 1
"Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syari'ah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan
analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan."

Hal yang penting dari ketentuan itu ialah bahwa bank dalam
menyalurkan kredit harus didasarkan kepada adanya suatu jaminan.
Adapun yang dimaksud jaminan dalam pemberian kredit menurut pasal
2 ayat (1) SK Direksi BI No. 23/69/KEP/Dir tanggal 28-02-1991
tentang Jaminan Pemberian Kredit, yaitu keyakinan bank atas
kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang
diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut maka bank
sebelum memberikan kreditnya harus melakukan penilaian yang
seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek
usaha dari debitur.

Dalam praktek perbankan, acuan untuk melakukan penelitian apakah


seorang debitur itu bankable atau tidak, meliputi : 5 (lima) C, 4
(empat) P dan 3 (tiga) R.

1
Acuan 5 (lima) C meliputi:
Character : sifat-sifat si calon debitur seperti kejujuran,
perilaku, dan ketaatannya. Guna mendapatkan data-
data tersebut bank dapat mengumpulkan informasi
dari referensi bank lainnya.
Capital : besar dan struktur permodalan termasuk segi
pendapatannya.
Capacity : kemampuan debitur dalam memimpin dan menjalankan
usahanya.
Collateral : agunan yang diberikan oleh debitur memiliki nilai
ekonomis dan aman menurut hukum
Condition of Economy : kebijakan pemerintah, politik. sosial
budaya dan segi lainnya yang dapat mempengaruhi
kondisi perekonomian.

Acuan 4 (empat) P meliputi:


Personality : kepribadian debitur, sehingga perlu dikumpul-kan
data-data mengenai calon debitur tersebut.
Purpose : tujuan penggunaan kredit, apakah bersifat
konsumtif, produktif, atau untuk kegiatan yang
bersifat spekulatif,
Prospect : masa depan dari kegiatan yang diberikan kredit,
menyangkut bidang usaha, pengelolaan, kebijakan
pemerintah, dsb.
Payment : cara pembayaran, menyangkut kelancaran aliran dana
(cash flow).

Acuan 3 (tiga) R meliputi:


Returns : pengembalian, menyangkut hasil yang akan dicapai
dari kegiatan yang diberikan kredit.
Repayment : perhitungan pengembalian dana dari kegiatan yang
diberikan kredit.
Risk Bearing Ability : perhitungan kemampuan debitur dalam
menghadapi resiko yang tidak terduga.

1. AGUNAN KREDIT
Pasal 1 angka 23 UU No.10/1998 :
"Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan oleh nasabah
debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah."

2
Penjelasan pasal 8 UU 10/1998:
".....mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur
pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain
telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur
mengembalikan hutangnya, agunan dapat berupa barang, proyek,
atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.
Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu
tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-
lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak
wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan
langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan
agunan tambahan."

Bank dalam rangka mengamankan kepentingannya selaku kreditur,


tidak dilarang untuk meminta agunan, dan hal tersebut mempunyai
dasar yang kuat secara hukum sebagaimana ditegaskan dalam
ketentuan pasal 1131 KUH Perdata, dimana seluruh harta kekayaan
debitur merupakan jaminan bagi pelunasan piutang seluruh
krediturnya.

Meskipun ketentuan pasal 1 angka 23 dan penjelasan pasal 8 UU


Nomor 10/1998 menegaskan bahwa agunan adalah jaminan tambahan,
akan tetapi di dalam praktek perbankan, agunan lebih dominan atau
diutamakan daripada hanya sekedar jaminan yang berupa keyakinan
atas kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya. Hal demikian
sangatlah berdasar karena jaminan merupakan hal yang abstrak,
dimana penilaiannya sangat subyektif, berbeda dengan agunan yang
jelas sehingga secara obyektif apabila terjadi wanprestasi dari
debitur maka bank segera dapat mengkonversikannya dengan sejumlah
uang lebih likuid.

Agunan berfungsi untuk melancarkan dan mengamankan pemberian


kredit, yaitu dengan memberikan hak dan kekuasaan kepada bank

3
untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang yang diagunkan
tersebut apabila debitur wanprestasi.

Menurut Prof. Subekti, Agunan yang ideal haruslah :


1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang
memerlukannya;
2. Tidak melemahkan potensi si debitur untuk melakukan atau
meneruskan usahanya;
3. Memberikan kepastian kepada kreditur, dalam arti mudah
diuangkan untuk melunasi hutang debitur.

2. JENIS PENGIKATAN AGUNAN KREDIT


Mengacu kepada jenis jaminan yang terdiri dari jaminan pribadi
dan jaminan kebendaan, maka agunan dapat dikelompokkan sebagai
jaminan kebendaaan. Agar supaya agunan tersebut menjadi agunan
yang ideal, maka diperlukan tata cara pengikatannya sehingga
dapat dipastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan
dengan pengikatan agunan kredit tersebut telah diselesaikan dan
akan mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi bank.

4
Beberapa jenis pengikatan agunan antara lain:
1. Hak Tanggungan;
2. Gadai;
3. Fidusia (Penyerahan Hak Milik secara kepercayaan);
4. Penyerahan Hak (cessie) sebagai jaminan;
5. Penanggungan hutang oleh perseorangan (Borghtocht/
Personal Guarantee);
6. Penanggungan hutang oleh perusahaan (corporate
Guarantee).

Sedangkan benda/barang jaminan yaitu:


1.Barang tidak bergerak, yaitu berupa:
tanah dengan sertifikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna
Bangunan berikut dengan segala sesuatu yang berada, ditanam dan
dibangun di atas bidang tanah tersebut.
2.Barang bergerak yang berwujud, yaitu berupa:
a. Kendaraan bermotor
b. Barang dagangan / inventory
c. Emas / perhiasan
d. Mesin / alat-alat berat
3. Hak (barang bergerak yang tidak berwujud), yaitu berupa:
a. Tagihan / Piutang Dagang
b. Deposito
c. Saham
d. Hak sewa kios.

upoiujpohohklj
jo;jhpojhpojhojhpo

ghjdfjdrj
fgj

5
2.1. HAK TANGGUNGAN

Hak Tanggungan diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996


tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah.

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain. Pemberiannya merupakan ikutan (accessoir)
dari perjanjian pokok yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan
hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya.

Dari karakteristiknya Hak Tanggungan mempunyai ciri-ciri


diantaranya yaitu:

1. tidak dapat dibagi-bagi kecuali diperjanjikan lain, maksudnya


yaitu bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak
Tanggungan dan setiap bagian darinya, artinya telah
dilunasinya sebagian dari hutang yang dijamin tidak berarti
terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak
Tanggungan melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani
seluruh objek Hak Tanggungan untuk sisa hutang yang belum
dilunasi (Pasal 2 ayat (1)) namun demikian dapat disimpangi
artinya Hak Tanggungan itu dapat hanya membebani sisa objek
Hak Tanggungan untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi
apabila diperjanjikan lain (Pasal 2 ayat (2));

2. tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut


berada (droit de suite) maksudnya walaupun objek Hak
Tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak
lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan
eksekusi jika debitur tersebut wanprestasi (Pasal 7);

3. accessoir artinya merupakan ikutan dari perjanjian pokok,


maksudnya bahwa perjanjian Hak Tanggungan tersebut ada apabila
telah ada perjanjian pokoknya yang berupa perjanjian yang
menimbulkan hubungan hutang piutang, sehingga akan hapus
dengan hapusnya perjanjian pokoknya (Pasal 10 ayat (1));

4. asas spesialitas yaitu bahwa unsur-unsur dari Hak Tanggungan


tersebut wajib ada untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan,
misalnya mengenai subjek, objek, maupun hutang yang dijamin

6
(Pasal 11 ayat (1)), dan apabila tidak dicantumkan maka
mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum;
5. asas publisitas, yaitu perlunya perbuatan yang berkaitan
dengan Hak Tanggungan ini diketahui pula oleh pihak ketiga,
dan salah satu realisasinya yaitu dengan cara didaftarkannya
pemberian Hak Tanggungan tersebut, hal ini merupakan syarat
mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya
Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga (Pasal 13 ayat (1)).

Dari sifat-sifat Hak Tanggungan seperti di atas pada dasarnya


hampir sama dengan sifat-sifat Hipotik, tetapi ada pula ciri yang
cukup berbeda seperti jangka waktu yang ketat dalam pemenuhan
asas spesialitas dan publisitas dalam rangka mengikat pihak
ketiga dan lebih memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak
yang berkepentingan, juga lebih mudahnya serta adanya kepastian
pelaksanaan eksekusinya.

Sebagai peraturan yang dimaksudkan sebagai penyempurnaan dari


Hipotik maka ketentuan Hak Tanggungan tersebut mempunyai beberapa
ketentuan yang berbeda terutama di dalam hal tata cara pembebanan
dan pendaftarannya, di antaranya :
1. adanya kepastian penetapan suatu batas waktu maksimum
pengajuan pendaftaran Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah serta pemberian tanggal buku tanah Hak Tanggungan
oleh Kantor Pertanahan (Pasal 13);
2. pembatasan masa berlaku Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) yang hanya satu bulan dan harus dengan notarial (Pasal
15 ayat (3)) namun demikian untuk hal tertentu pembatasan
jangka waktu berlakunya SKMHT dapat lebih lama bahkan dapat
tidak berlaku;
3. sanksi administrative kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah yang
terlambat mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan dan warkah
lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan (Pasal 23);
4. untuk memudahkan dan menyederhanakan pelaksanaan bagi
kepentingan pihak-pihak kepada Ketua Pengadilan Negeri
diberikan kewenangan tertentu, yaitu penetapan memberikan
kuasa kepada kreditur untuk mengelola objek Hak Tanggungan,
penetapan hal-hal yang berkaitan dengan permohonan pembersihan
objek Hak Tanggungan, dan pencoretan Hak Tanggungan;

Hal-hal tersebut guna menunjang kekuatan dari Hak Tanggungan


sehingga mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya jika
debitur wanprestasi, juga memberikan kepastian hukum serta
memberikan perlindungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

7
Objek yang dapat dibebani Hak Tanggungan pada dasarnya dibebankan
pada hak atas tanah yang meliputi :
1. Hak Milik;
2. Hak Guna Usaha;
3. Hak Guna Bangunan;
Objek Hak Tanggungan selain sebagaimana hak atas tanah seperti di
atas, juga dapat dibebani Hak Tanggungan, yaitu Hak Pakai atas
tanah Negara asalkan telah memenuhi ketentuan pendaftaran dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Hak Tanggungan dapat
juga dibebankan kepada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman,
dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut.

Proses pembebanan Hak Tanggungan di laksanakan melalui dua tahap


kegiatan yaitu :
1. tahap pemberian Hak Tanggungan dengan dibuatnya Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang
didahului dengan perjanjian hutang piutang yang dijamin.
Pada saat itu Hak Tanggungan yang bersangkutan belum lahir.
2. tahap pendaftarannya (saat lahirnya Hak Tanggungan) di mana
Hak Tanggungan tersebut baru lahir pada saat dibukukannya
dalam buku tanah di Kantor Pertanahan.

Dalam tahapan pertama ini sangat perlu diperhatikan hal-hal yang


bersifat wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat (1), hal itu sangat
perlu karena apabila tidak dicantumkan hal-hal yang wajib maka
akibatnya akta yang bersangkutan batal demi hukum. Sedangkan
dalam tahapan kedua hal yang menjadi perhatian adalah mengenai
sertifikat, sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, maka
Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan.

Selanjutnya menyangkut apabila terjadi debitur (pemberi Hak


Tanggungan) wanprestasi maka berlakulah ketentuan Pasal 20 ayat
(1) mengenai eksekusi. Ada dua caraeksekusi Hak Tanggungan, yaitu
:
1. melakukan penjualan objek Hak Tanggungan;

8
2. melaksanakan eksekusi sesuai dengan titel eksekutorial.

Penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilakukan berdasarkan Pasal


6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang
memberikan ketegasan bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama
mempunyai kedudukan yang diutamakan. Penjualan tersebut dilakukan
oleh pemegang Hak Tanggungan berdasarkan janji untuk menjual
(beding van eigenmachtige verkoop), dan dapat dilakukan secara di
bawah tangan apabila ada kesepakatan para pihak dan akan
diperoleh harga tinggi.

Ketentuan seperti ini merupakan hal yang baru dan sebelumnya


tidak dikenal dalam penjualan agunan yang diikat dengan cara
hipotik. Adapun eksekusi dengan titel eksekutorial dapat
dilakukan berdasarkan Pasal 14 ayat (2), yaitu bahwa pada
Sertifikat Hak Tanggungan terdapat irah-irah Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga memiliki kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.

Kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan dalam kondisi menghadapi


kepailitan si debitur, mempunyai kedudukan sebagai kreditur
separatis yaitu kreditur yang tidak terkena akibat kepailitan
sehingga tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun
debiturnya telah dinyatakan pailit sebagaimana diatur dalam Pasal
56 (1) Undang-Undang Kepailitan, yaitu :

“Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56A, setiap


kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak
agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya
seolah-olah tidak terjadi kepailitan”.

Bank secara lazimnya berkedudukan sebagai kreditur, maka


bertindak sebagai Pemegang Hak Tanggungan, namun dalam kondisi
tertentu mungkin saja bank sebagai Pemberi Hak Tanggungan karena
berposisi sebagai debitur atas pinjaman dari pihak lain.

Hapusnya Hak Tanggungan bisa disebabkan karena :

9
10
2.2. Fidusia

Semua bentuk jaminan ini tidaklah diatur dalam perundang-undangan


melainkan berkembang dengan dasar yurisprudensi, di Indonesia
baru diatur dalam undang-undang pada tahun 1999 dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Fidusia merupakan pengembangan dari lembaga gadai, oleh karena


itu yang menjadi objek jaminannya yaitu barang bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tersebut, Fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda.

Sebagaimana pula hak tanggungan, jaminan fidusia juga merupakan


perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Prosedur
yang wajib ditempuh dalam pembebanan jaminan melalui fidusia
menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, yaitu didasarkan atas perjanjian kredit yang
telah dibuat (hutang yang telah ada atau hutang yang akan timbul
dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu)
atau hutang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya
berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi
suatu prestasi. Dalam pelaksanaannya pembebanan benda dengan
jaminan fidusia tersebut harus dibuat dengan akta notaris dan
dikenal dengan akta Jaminan Fidusia, yang harus memuat sekurang-
kurangnya:
- identitas pihak-pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
- data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
- uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
- nilai penjaminan; dan
- nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.

11
Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima
Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari Penerima Fidusia
tersebut. Jaminan Fidusia dapat pula diberikan terhadap satu atau
lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang baik yang telah
ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
merupakan peraturan yang memuat ketentuan yang menjamin
fleksibilitas dalam hal berkenaan dengan objek yang dapat
dibebani Jaminan Fidusia, kondisi demikian terlihat bahwa apabila
tidak diperjanjikan lain maka Jaminan Fidusia meliputi hasil dari
benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; juga meliputi klaim
asuransi dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
tersebut diasuransikan. Maksudnya apabila benda yang
diasuransikan maka klaim asuransi tersebut merupakan hak Penerima
Fidusia.

Ada beberapa tahapan formal yang melekat dalam Jaminan Fidusia,


diantaranya yaitu :
1. Tahapan pembebanan dengan peningkatan dalam suatu akta
notaris;
2. Tahapan pendaftaran atas benda yang telah dibebani tersebut
oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Kantor
Pendaftaran Fidusia, dengan melampirkan pernyataan
pendaftaran. Pernyataan pendaftaran tersebut harus memuat:
identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; tanggal, nomor
akta, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta;
data perjanjian pokok yang dijamin oleh Fidusia; uraian
mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; nilai
penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia.
3. Tahapan administrasi pada Kantor Pendaftaran, yaitu
pencatatan Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada
tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan
pendaftaran; menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima
Fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia.
4. Lahirnya Jaminan Fidusia yaitu pada tanggal yang sama dengan
tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.

12
Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap. Karena adanya kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sehingga dengan demikian apabila
debitur cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk
menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaannya sendiri. Hal demikian mengandung maksud bahwa
pengeksekusian dapat langsung dilaksanakan tanpa melalui
pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk
melaksanakan putusan tersebut. Adanya kemudahan tersebut
merupakan salah satu ciri Jaminan Fidusia, yaitu berupa lembaga
parate eksekusi, demana eksekusi dilakukan apabila pihak Pemberi
Fidusia cidera janji.

Hapusnya Jaminan Fidusia disebabkan karena beberapa hal, yaitu:


- hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia;
- pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia;
- musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.

Dengan adanya suatu kondisi yang menyebabkan hapusnya Jaminan


Fidusia tersebut, maka Penerima Fidusia harus memberitahukan
kepada Kantor Pendaftaran mengenai hapusnya tersebut dengan
melampirkan pernyataan penyebab hapusnya tersebut. Dengan
demikian maka Kantor Pendaftaran Fidusia dapat mencoret
pencatatan Jaminan Fidusia dari Buku Daftar Fidusia, serta
menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat Jaminan
Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.

Dalam kedudukannya sebagai penerima Fidusia maka mereka memiliki


hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya, maksudnya yaitu
bahwa Penerima Fidusia berhak untuk mengambil pelunasan
piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia.

Hak didahulukan ini pula tidaklah hapus karena adanya kepailitan


dan atau likuidasi Pemberi Fidusia. Hak didahulukan ini
bergantung pada tanggal pendaftaran di Kantor Pendaftaran
Fidusia, artinya bahwa hak tersebut diberikan kepada pihak yang
lebih dahulu mendaftarkannya, sehingga dengan demikian maka
perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan tidak mempunyai
hak yang didahulukan (preferen) baik didalam maupun di luar
kepailitan dan atau likuidasi.

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999


tentang Jaminan Fidusia, Eksekusi Jaminan Fidusia, dilakukan
dengan melalui cara :

13
1. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
2. penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
3. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
para pihak.

Pelaksanaan penjualan di bawah tangan dapat dilakukan setelah


lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh
Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar
yang beredar di daerah yang bersangkutan.

14
Di bawah ini diuraikan lebih lanjut mengenai lembaga-lembaga
jaminan tersebut :
2.1. Hipotik ( Pasal 1162 s/d 1232 BW )
2.1.1. Objek Hipotik
Tanah dan bangunan yang didirikan diatas tanah dengan HM, HGB
dan HGU.
2.1.2. Hak Pemegang Hipotik
Mengambil pelunasan suatu hutang dari hasil / pendapatan
penjualan objek hipotik maksimum sebesar nilai hipotik.
2.1.3. Proses Pemberian Jaminan Secara Hipotik
a. Penanda-tanganan akta hipotik dihadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah yang berwenang, yang dalam hal ini dapat
dilakukan oleh :
- pemilik tanah dan bangunan tersebut
- atau oleh bank selaku kuasa dari pemilik tanah dan
bangunan berdasarkan akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik
yang harus dibuat secara Notariil.
b. pendaftaran akta hipotik pada kantor pertanahan setempat.
2.1.4. Ciri Hipotik
a. Dalam penjaminan secara hipotik tidak berlangsung
penyerahan kekuasaan atas objek jaminan dari pemberi
jaminan kepada penerima jaminan.
b. Hipotik tetap melekat pada objek hipotik walaupun terjadi
peralihan hak pemilikan atas objek hipotik dari satu pihak
ke pihak lain.
c. Atas satu objek hipotik dapat dibebani dengan beberapa hak
hipotik.

2.2. Gadai (Pasal 1150 s/d 1160 BW )


2.2.1. Objek Gadai

15
- barang bergerak yaitu emas
- deposito dan saham
2.2.2. Hak Pemegang Gadai
Mengambil pelunasan suatu hutang dari hasil / pendapatan
penjualan objek gadai
2.2.3. Proses Pembebanan Jaminan Gadai
a. Penanda-tanganan perjanjian pemberian dan penerimaan gadai.
b. Penyerahan objek gadai dari pemberi gadai kepada penerima
gadai.
2.2.4. Ciri Gadai
a. Terjadi penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan
objek gadai dari pemberi gadai kepada penerima gadai.
b. Pembebanan jaminan gadai hapus apabila objek gadai berpindah
kepada pihak lain.
c. Satu objek gadai dapat dibebani hanya dengan satu pembebanan
gadai.

16
2.3. Penyerahan hak milik secara kepercayaan sebagai jaminan
( Fiduciary Transfer of Ownership / Propietary Right for Security
Purposes ) atau Fiduciar Eigendoms Overdracht (FEO)
2.3.1. Objek Fiducia
Barang bergerak berupa persediaan barang degangan (inventory),
mesin-mesin, kendaraan-kendaraan.
2.3.2. Hak Pemegang Fiducia
Pemegang Fiducia adalah pemilik dari objek Fiducia, sedangkan
pemberi Fiducia adalah kuasa (Trust) dari pemegang Fiducia.
2.3.3. Proses Pembebanan Fiducia
a. Penanda-tanganan perjanjian penyerahan hak atas objek
fiducia.
b. Penyerahan bukti-bukti pemilikan atas objek fiducia dari
pemberi fiducia kepada penerima fiducia tanpa disertai
penyerahan objek fiducia.
2.3.4. Ciri Fiducia
a. Objek Fiducia tetap dikuasai oleh pemberi fiducia, sedangkan
yang berlangsung adalah penyerahan pemilikan dari pemegang
fiducia kepada penerima fiducia atas objek fiducia.
Bahkan untuk objek fiducia berupa inventory maka pemberi
fiducia dalam kapasitasnya sebagai kuasa dari penerima
fiducia berhak untuk menjual atau mengalihkan objek fiducia
kepada pihak lain, dan bila hal tersebut berlangsung maka
pemberi fiducia wajib untuk menyediakan pengganti dari objek
fiducia yang dijual dengan objek fiducia yang lain yang
jenis jumlahnya adalah sama.
Sedangkan untuk objek fiducia berupa mesin-mesin atau
kendaraan maka pemberi fiducia berhak untuk memakai objek
fiducia tetapi tidak boleh/dilarang untuk menjualnya.
b. Khususnya untuk objek fiducia berupa inventory maka
pengganti dari inventory yang dijual apabila objek fiducia

17
tersebut dijual adalah terikat sabagai jaminan secara
fiducia sebagaimana inventory yang dijaminkan tersebut.
c. Satu objek fiducia dibebani dengan satu pembebanan fiducia.

18
2.4. pengalihan hak ( Assignment / Cessie ) sebagai jaminan
hutang
2.4.1. Objek Cessie
a. Piutang Dagang
b. Tagihan asuransi
c. Hak sewa atas Kios
2.4.2. Hak Penerima Cessie
Khususnya untuk objek cessie berupa piutang dagang dan tagihan
asuransi maka dapat ditentukan bahwa hasil penagihan piutang
dagang dan piutang asuransi ditampung oleh penerima cessie,
dan penerima cessie berhak untuk mengambil pelunasan hutang
dari hasil penagihan piutang dagang atau tagihan asuransi.
2.4.3. Proses pembebanan jaminan secara cessie
a. Penanda-tanganan pengikatan jaminan cessie.
b. Penyerahan bukti pemilikan piutang dagang, tagihan asuransi
dan hak sewa atas kios.
2.4.4. Ciri cessie sebagai jaminan
a. Kekuasaan untuk menagih piutang dagang atau tagihan
asuransi diserahkan dari pemberi cessie kepada penerima
cessie.
b. Satu tagihan dagang / tagihan asuransi atau hak sewa atas
kios dibebani dengan satu pembebanan secara cessie.

19
2.5. Penanggungan Hutang
2.5.1. Pengertian
Penanggungan hutang adalah suatu perjanjian dimana penanggung
(perseorangan atau badan hukum ), guna kepentingan Debitur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya Debitur manakala
Debitur tersebut lalai memenuhi perikatannya tersebut.
2.5.2. Ciri Penanggungan Hutang
a. Penanggung Hutang tidak memberikan suatu barang sebagai
jaminan;
b. Penanggungan hutang tidak memberikan preferensi kepada
Kreditur;
c. Perjanjian penanggungan hutang bersifat accessoir.

C. PENGIKATAN JAMINAN
1. Barang Jaminan berupa kendaraan :
1.1. Pengikatan jaminan dengan cara F.E.O.
1.2. Dokumen/data pendukung :
a. BPKB asli.
b. Faktur tembusan.
c. Kwitansi pembelian asli bermaterai (bila belum balik
nama keatas nama penjamin).
d. 3 (tiga) lembar blangko kwitansi yang sudah
ditandatangani penjamin dan salah satunya bermeterai.
e. Copy STNK.
1.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- pastikan bahwa sudah dilakukan pengecekan keaslian BPKB
dan pemblokiran ke POLDA oleh bagian ……………….. Sebelum
drawdown/pencairan kredit.
- Bila lebih dari 1 (satu) kendaraan yang dijaminkan,
maka perlu dibuat daftar kendaraan yang dijaminkan
berisi merk, jenis, warna, tahun pembuatan, cc, nomor
rangka, nomor mesin, no. BPKB.

20
1.4. Standard Form yang digunakan adalah penyerahan Hak Milik
Secara Kepercayaan sebagai Jaminan/Fiduciair Eigendoms
Overdracht (Kendaraan Bernmotor) dengan kode FEO KM

2. Jaminan berupa Barang Dagangan / Inventory :


2.1. Pengikatan jaminan dengan cara F.E.O.
2.2. Dokumen/data pendukung
a. kwitansi pembelian/ faktur barang;
b. Daftar barang dagangan/inventory
2.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. nilai barang yang diminta dalam CFR (Credit Facility Report)
yang sudah disetujui oleh Sub K . K . / K . K lokasi /tempat
barang tersebut disimpan harus jelas dan lengkap.
2.4. Standard Form yang digunakan adalah Penyerahan Hak Milik
Secara Kepercayaan Sebagai Jaminan/Fiduciair Eigendoms
Oveerdracht ( Barang Dagangan /Inventory ) dengan Kode
FEO BD/I.

3. Barang Jaminan berupa Emas / Perhiasan :


3.1. Pengikatan jaminan dengan cara GADAI
3.2. Dokumen/data pendukung;
a. Kwitansi pembelian.
b. Sertifikat Emas/Logam mulia (bila ada).
3.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- cek keaslian Emas/Logam Mulia tersebut ketoko Emas atau
tempat lain yang dapat menilai keasliannya.
3.4. Standard Form yang digunakan adalah Perjanjian Gadai
(Emas) dengan Kode GE.

4. Barang Jaminan berupa Mesin / Alat-alat Berat


4.1. Pengikatan jaminan dengan cara F.E.O.
4.2. Dokumen/data pendukung :

21
a. Kwitansi pembelian/faktur
b. Daftar mesin/alat-alat berat;
c. Buku Petunjuk Pemakaian
4.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- harga, nama, jenis, nomor seri, tahun pembuatan dan
nama perusahaan yang membuatnya.
4.4. Standard Form yang digunakan adalah Penyerahan Hak Milik
Secara Kepercayaan Sebagai Jaminan/Fiduciair Eigendoms
Overdracht ( Mesin/Alat-alat Berat ) dengan kode FEO
M/AB.

5. Jaminan berupa barang tidak bergerak berupa tanah.


5.1. Pengikatan jaminan dengan cara Hipotik.
Dalam hal ini dibuat terlebih akta Kuasa Untuk Memasang
Hipotik (dan akta Kuasa Untuk Menjual) untuk kemudian apabila
diperlukan ditingkatkan dengan pembuatan akta Hipotik dan
pendaftaran hipotiknya;
Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (dan akta Kuasa Untuk
Menjual) dibuat dengan berpedoman pada standard Bank Danamon
untuk pembuatan akta tersebut.
5.2. Dokumen/data pendukung :
a. Asli Sertifikat tanah (Hak Milik/HGU/HGB)
b. Ijin Mendirikan Bangunan dan Gambar Bangunan
c. PBB tahun terakhir.
d. Akta Jual Beli.
5.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Sebelum dilakukan pengikatan maka sertifikat harus
dicek keasliannya pada Kantor Pertanahan setempat.
b. Kecuali ditentukan lain oleh Sub KK/KK maka jangka
waktu berakhirnya sertifikat harus lebih lama dari
pada jangka waktu berakhirnya kredit.

22
c. Pengikatan jaminan dengan akta Kuasa Untuk Memasang
Hipotik harus segera ditingkatkan menjadi Hipotik,
bila dipandang perlu oleh Credit Officer.
d. Pada saat memasang hipotik, perlu dilihat outstanding
pinjaman Debitur dan nilai pasar jaminan tersebut.
e. Mintakan PBB tahun terakhir dan copy KTP Pemilik Tanah
setiap ada perpanjangan kredit.

6. Jaminan berupa Tagihan/Piutang Dagang


6.1. Pengikatan Jaminan dengan cara CESSIE
6.2. Dokumen/data pendukung :
a. Daftar tagihan Penjamin.
b. Tembusan surat dari penjamin kepada pihak yang berhutang
kepada penjamin yang berisi pemberitahuan bahwa tagihan-
tagihan penjamin dijaminkan kepada BDI.
6.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- mintakan dari penjamin Standing Payment Order (SPO).
6.4. Standard form yang digunakan adalah Cessie dengan kode
C/PD.

7.Jaminan berupa Deposito


7.1. Pengikatan Jaminan dengan cara GADAI
7.2. Dokumen jaminan/data pendukung :
- Bilyet / Sertifikat Deposito
7.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. penandatanganan dibalik Bilyet Deposito harus lengkap.
b. Sertifikat/bilyet Deposito disimpan oleh Bank.
c. Bila bilyet deposito yang lama dicairkan, maka bilyet
aslinya tetap harus disimpan sebagai masternya sedangkan
bilyet baru sebagai pengganti bilyet lama tetap merupakan
jaminan sampai hutang debitur lunas seluruhnya.

23
d. Minta bagian deposito menyimpan bukti-bukti/catatan
administrasi yang menyangkut Bilyet Deposito yang dijaminkan
ke Bank (yang akan digunakan sebagai alat bukti bila suatu
saat terjadi masalah dengan debitur).
7.4. Standard Form yang digunakan adalah Perjanjian Gadai
(Deposito) dengan kode G/D.

8. Jaminan berupa Saham


8.1. Pengikatan jaminan dengan cara GADAI
8.2. Dokumen/data pendukung :
a. Sertifikat Saham;
b. Recipis (bila saham belum dicetak)
c. Anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan.
8.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. dalam hal saham yang dijaminkan belum dicetak maka
Recipis harus dimintakan kepada Debitur terlebih
dahulu.
b. Dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam
pengikatan (selambat-lambatnya 60 hari kalender) maka
saham yang tercetak harus diminta oleh BDI kepada
Debitur.
c. Perhatikan ketentuan dalam Anggaran Dasar Penjamin
mengenai saham (misal : persetujuan RUPS; dsb)
8.4. Standard Form yang digunakan adalah Perjanjian GADAI
(Saham) dengan kode G/S I dan atau G/S II.

9. Jaminan berupa Hak Sewa/Menempati Kios


9.1. Pengikatan Jaminan dengan CESSIE
9.2. Dokumen/data pendukung :
a. Perjanjian sewa-menyewa antara Penjamin dan Pengelola
Gedung/tepat berjualan.
b. Surat Izin Pemakai Tempat Berjualan (SIPT).

24
c. Surat Refensi Pengelola Gedung/Tempat Berjualan (bila
perlu).
d. Bukti pembayaran pajak, listrik, kebersihan, dll.
9.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. pada saat jatuh tempo /masa sewa kios tersebut berakhir,
perlu segera diperpanjang oleh Penjamin bila ternyata
hutang Debitur belum lunas.
b. Syarat-syarat dalam perjanjian sewa-menyewa kios (yang
menyangkut kepentingan/keamanan kredit yang diberikan BDI
kepada Debitur).
c. Luas dan letak kios tersebut.
9.4. Tidak ada standard form untuk pengikatan kios sebagai
jaminan. Untuk pembuatan perjanjian dalam rangka penjaminan kios
dapat dikonsuktasikan dengan Biro Hukum Kantor Pusat.

10. PENANGGUNGAN HUTANG.


Pihak yang bertindak selaku penanggung hutang dapat berupa:
10.1. Perseorangan;
10.2. Badan usaha non bank;
10.3. Bank.

10.1. Dalam hal perseorangan sebagai penanggung hutang maka hal-


hal yang harus diperhatikan adalah :
a. Kewenangan bertindak :
Sama dengan kewenangan bertindak Debitur perseorangan.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
b. Persetujuan / approval :
Kecuali dalam hal diantara Penanggung Hutang dan
istri/suaminya tidak terdapat perjanjian pemisahan harta, maka

25
perseorangan yang bertindak selaku penanggung hutang harus
telah memperoleh persetujuan dari istri/suaminya.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
c. Data pendukung :
Data pendukung yang diperukan adalah sebagaimana dalam hal
perseorangan selaku Debitur.
d. Standard form yang digunakan dapat diperoleh/diminta pada Biro
Hukum.

10.2. Dalam hal Perseroan Terbatas /Non Bank sebagai Penanggung


Hutang, maka harus diperhatikan hal sebagai berikut :
a. Kewenangan bertindak :
Biasanya sama dengan kewenangan bertindak dalam hal Debitur
adalah Perseroan Terbatas.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini ).
b. Persetujuan / approval :
Biasanya sama dengan approval yang disyaratkan dalam hal
Perseroan Terbatas akan memperoleh kredit.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
c. Data pendukung :
Data pendukung yang diperlukan adalah sama dengan dalam hal
Perseroan Terbatas menjadi Debitur.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
d. Standard form yang digunakan dapat diperoleh /diminta pada
Biro Hukum.

10.3. Dalam hal Bank sebagai Penanggung Hutang, maka harus


diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Bentuk Penanggungan Hutang :
1. Bank Garansi
2. Standby L/C

26
b. Bank Garansi dari bank lain di Indonesia atau Standby L/C yang
bersifat tidak dapat ditarik kembali (Irrevocable Standby L/C)
dari bank di luar negeri.
c. isi Bank Garansi /Standby L/C semaksimal mungkin memuat isi
Bank Garansi Standby L/C Bank Danamon;
d. Bank yang menerbitkan Bank Garansi /Standby L/C
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Divisi Financial
Institution Bank.

D. PEMBERI JAMINAN
1. DEBITUR SELAKU PEMBERI JAMINAN
1.1. Perseorangan sebagai Debitur /Pemberi Jaminan :
a. Kewenangan bertindak :
Sama dengan kewenangan bertindak Debitur perseorangan.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
b. Persetujuan /approval :
Kecuali dalam hal diantara Penanggung Hutang dan
istri/suaminya terdapat perjanjian pemisahan harta, maka
perseorangan yang bertindak selaku penanggung hutang harus
telah memperoleh persetujuan dari istri/suaminya.
c. Data pendukung :
Data pendukung yang diperlukan adalah sebagaimana dalam hal
perseorangan selaku Debitur.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
d. Hal yang harus diperhatikan :
Dalam hal approval diberikan secara tertulis maka perlu
dipelajari terlebih dahulu apakah di dalamnya sudah sekaligus
mencakup persetujuan untuk memperoleh kredit dan persetujuan
untuk menjaminkan.
1.2. Perseroan Terbatas sebagai Debitur /Pemberi Jaminan :
a. Kewenangan bertindak :

27
Biasanya sama dengan kewenangan bertindak dalam hal Debitur
adalah Perseroan Terbatas.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
b. Persetujuan /approval
Biasanya sama dengan approval yang disyaratkan dalam hal
Perseroan Terbatas akan memperoleh kredit.
c. Data pendukung :
Data pendukung yang diperlukan adalah sama dengan dalam hal
Perseroan Terbatas menjadi Debitur.
(lihat uraian dalam Bab II ).
d. Hal Yang Perlu Diperhatikan :
Dalam hal approval diberikan secara tertulis maka perlu
dipelajari terlebih dahulu apakah di dalamnya sudah sekaligus
mencakup persetujuan untuk memperoleh kredit dan persetujuan
untuk menjaminkan.

2. PIHAK KETIGA SELAKU PEMBERI JAMINAN dan atau PENANGGUNG HUTANG


2.1. Perseorangan sebagai Pemberi Jaminan :
a. Kewenangan bertindak :
Sama dengan kewenangan bertindak Debitur perseorangan.
b. Persetujuan /approval :
Kecuali dalam hal diantara Penanggung Hutang dan
istri/suaminya terdapat perjanjian pemisahan harta, maka
perseorangan yang bertindak selaku pemberi jaminan harus telah
memperoleh persetujuan dari istri/suaminya.
c. Data Pendukung :
Data pendukung yang diperlukan adalah sebagaimana dalam hal
perseorangan selaku Debitur.

2.2. Perseroan Terbatas sebagai Pemberi Jaminan :


a. Kewenangan bertindak :

28
Biasanya sama dengan kewenangan bertindak dalam hal Debitur
adalah Perseroan Terbatas.
b. Persetujuan /approval :
Biasanya sama dengan approval yang disyaratkan dalam hal
Perseroan Terbatas akan memperoleh kredit.
c. Data Pendukung :
Data pendukung yang diperlukan adalah sama dengan dalam hal
Perseroan Terbatas menjadi Debitur.

HAK GADAI
Hak gadai adalah suatu hak kebendaan (zakelijk recht) atas barang
bergerak kepunyaan orang lain, yang untuk secara nyata dikuasai
oleh pemegang gadai dengan maksud untuk membayar suatu utang
dengan hak utama dari hasil penjualannya.
Di atas telah dikatakan bahwa hak gadai adalah hak kebendaan dan
sifat kebendaan hak itu ternyata dari :
1. fakta bahwa hak gadai mempunyai hak langsung atas (yaitu
langsung menguasai) barang yang digadaikan;
2. pemegang hak gadai dapat menuntut kembali barang yang
digadaikan, apabila ia kehilangan penguasaannya atas barang
itu; dan
3. hak pemegang gadai untuk menjual barang yang digadaikan tanpa
perlu suatu keputusan hakim.
Hak gadai adalah suatu hak asesor, sebab tanpa ada utang pokok
tidak ada hak gadai.
Barang yang dapat digadaikan adalah barang bergerak yang bukan
milik kreditor/pemegang gadai.

HAK KREDITOR
Hak utama kreditor adalah hak untuk tetap memegang barang yang
digadaikan padanya sampai utang pokok dengan bunga dan ongkos,

29
termasuk ongkos yang dikeluarkan untuk mempertahankan barang yang
digadaikan, dibayar penuh oleh debitor. Hak ini diberikan oleh UU
kepada kreditor selama ia tidak menyalahgunakan barang yang
tergadai (ps. 1159 ay. 1).
Apakah pemegang gadai dapat memakai atau menikmati barang yang
digadaikan? Jawabannya : tidak! Penggadaian menurut system BW
adalah suatu hak tanggungan (zekerheidsrecht) dan tidak dapat
disamakan dengan peggadaian tanah menurut Hukum Adat.
Pemegang gadai tidak diperbolehkan menggadaikan barang yang
digadaikan kepadanya kepada orang lain, kecuali dengan izin dari
debitor/pemilik barang. Walaupun demikian, hal ini sering terjadi
dalam dunia perdagangan yang dikenal dengan nama kontrak gadai-
ulang (herbelening contracten).
Apabila peminjam uang (debitor), sesudah pinjaman pertama
meminjam lagi sejumlah uang dari pemegang gadai yang sama dengan
tanggungan gadai barang yang sama, maka pemegang gadai tetap
boleh mempertahankan barang yang digadaikan sebelum kedua utang
ditambah dengan bunga dan ongkos, dibayar lunas. Ketentuan ini
berlaku walaupun untuk pinjaman kedua tidak dibuat suatu
perjanjian baru (ps. 1159 ay. 2)
Hak pemegang gadai untuk mempertahankan barang yang digadaikan
dalam kekuasaannya, sebelum debitor membayar penuh utang ditambah
dengan bunga dan ongkos untuk mempertahankan barang yang
digadaikan, adalah hak utama (voorrecht) pemegang gadai/kreditor.
Hak pemegang gadai/kreditor yang lain adalah hak untuk membayar
diri sendiri dari hasil penjualan barang yang digadaikan, apabila
debitor tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar utangnya pada
tanggal yang telah ditetapkan. Apabila tidak ada tanggal yang
ditetapkan, hak kreditor yang diuraikan di kalimat terakhir dapat
dilaksanakan, jika peminjam uang tetap lalai setelah ditegur
(disomasi) untuk membayar utangnya oleh kreditor (ps. 1155). Hak

30
kreditor membayar diri sendiri dari hsil penjualan barang yang
digadaikan ini disebut “pelaksanaan segera” (parate executie).

PENJUALAN BARANG YANG DIGADAIKAN


Penjualan barang gadai dilakukan sebagai berikut :
1. dengan memakai hak pemegang gadai yang disebut pelaksanaan
segera (parate executie; ps. 1155), atau
2. dengan meminta hakim agar penjualan barang yang digadaikan
dilakukan dengan cara dan perantaraan hakim (ps. 1156 ay. 2),
atau
3. dengan izin hakim barang yang digadaikan tetap berada dan
menjadi milik pemegang gadai dengan jumlah yang ditetapkan
olehnya, atau
4. dengan memperhitungkan bunga yang dihasilkan barang yang
digadaikan dengan bunga yang terutang.

KEWAJIBAN KREDITOR
Di bawah ini disebut semua kewajiban seorang kreditor/-pemegang
gadai :
1. Ia bertanggung jawab atas kehilangan barang yang digadaikan
serta atas penurunan harganya, sepanjang penurunan harga itu
dapat disahkan pada kreditor (ps. 1117 ay. 1).
2. Ia harus memberitahukan kepada debitor apabila barang yang
digadaikan terjual (ps. 1156 ay. 2).
3. Ia berkewajiban mempertanggungjawabkan hasil penjualan barang
yang digadaikan dan mengembalikan uang kelebihannya kepada
debitor.
4. Ia berkewajiban mengembalikan barang (yang digadaikan) kepada
debitor apabila debitor membayar penuh utang pokoknya ditambah
dengan bunga dan ongkos.

31
Apabila barang yang digadaikan merupakan suatu surat utang atas
order, maka kreditor harus mengembalikan surat utang itu dengan
mengendosemenkannya kembali kepada debitor.
Ps. 1160 mengatakan bahwa gadai tidak dapat dibagi-bagi. Artinya,
seluruh utang harus dibayar lunas dulu sebelum barang yang
digadaikan dapat diminta kembali.
Umpamanya; utang sebesar 2 juta rupiah mempunyai tanggungan hak
gadai atas 10 saham suatu perseroan terbatas; jika debitor
mempunyai kembali 1 juta rupiah dari utang seluruhnya, ia tidak
dapat meminta kembali 5 saham perseroan itu yang digadaikan.
Ketentuan ini tidak hanya berlaku terhadap debitor dan kreditor,
tetapi juga terhadap para ahli waris mereka.
Seandainya ada dua ahli waris debitor dan salah satu telah
membayar bagiannya dalam utang tersebut, maka ahli waris itu
tidak boleh meminta kembali 5 saham dari 10 yang telah
digadaikan.
Sebaliknya jika seorang ahli waris kreditor talha menerima
bagiannya dalam utang pewaris, ahli waris yang telah dibayar
tidak boleh mengembalikan bagiannya dalam saham yang digadaikan
(ps. 1160 ay. 2 dan 3).

PENGHAPUSAN HAK GADAI


Hak gadai dihapuskan :
(1) jika perjanjian utama, yang mengakibatkan adanya gadai,
hapus (disebabkan hak gadai adalah hak asesor);
(2) jika hak gadai dilepas oleh kreditor;
(3) karena barang yang digadaikan hapus;
(4) karena hak milik (eigendom) dan hak gadai jatuh di satu
tangan;

32
(5) jika barang yang digadaikan tidak dikuasai lagi oleh
kreditor (ps. 1152 ay. 3); dan
(6) jika barang yang digadaikan disalahgunakan oleh pemegang
gadai.

33

Anda mungkin juga menyukai