Hal yang penting dari ketentuan itu ialah bahwa bank dalam
menyalurkan kredit harus didasarkan kepada adanya suatu jaminan.
Adapun yang dimaksud jaminan dalam pemberian kredit menurut pasal
2 ayat (1) SK Direksi BI No. 23/69/KEP/Dir tanggal 28-02-1991
tentang Jaminan Pemberian Kredit, yaitu keyakinan bank atas
kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang
diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut maka bank
sebelum memberikan kreditnya harus melakukan penilaian yang
seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek
usaha dari debitur.
1
Acuan 5 (lima) C meliputi:
Character : sifat-sifat si calon debitur seperti kejujuran,
perilaku, dan ketaatannya. Guna mendapatkan data-
data tersebut bank dapat mengumpulkan informasi
dari referensi bank lainnya.
Capital : besar dan struktur permodalan termasuk segi
pendapatannya.
Capacity : kemampuan debitur dalam memimpin dan menjalankan
usahanya.
Collateral : agunan yang diberikan oleh debitur memiliki nilai
ekonomis dan aman menurut hukum
Condition of Economy : kebijakan pemerintah, politik. sosial
budaya dan segi lainnya yang dapat mempengaruhi
kondisi perekonomian.
1. AGUNAN KREDIT
Pasal 1 angka 23 UU No.10/1998 :
"Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan oleh nasabah
debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah."
2
Penjelasan pasal 8 UU 10/1998:
".....mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur
pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain
telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur
mengembalikan hutangnya, agunan dapat berupa barang, proyek,
atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.
Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu
tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-
lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak
wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan
langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan
agunan tambahan."
3
untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang yang diagunkan
tersebut apabila debitur wanprestasi.
4
Beberapa jenis pengikatan agunan antara lain:
1. Hak Tanggungan;
2. Gadai;
3. Fidusia (Penyerahan Hak Milik secara kepercayaan);
4. Penyerahan Hak (cessie) sebagai jaminan;
5. Penanggungan hutang oleh perseorangan (Borghtocht/
Personal Guarantee);
6. Penanggungan hutang oleh perusahaan (corporate
Guarantee).
upoiujpohohklj
jo;jhpojhpojhojhpo
ghjdfjdrj
fgj
5
2.1. HAK TANGGUNGAN
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain. Pemberiannya merupakan ikutan (accessoir)
dari perjanjian pokok yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan
hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya.
6
(Pasal 11 ayat (1)), dan apabila tidak dicantumkan maka
mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum;
5. asas publisitas, yaitu perlunya perbuatan yang berkaitan
dengan Hak Tanggungan ini diketahui pula oleh pihak ketiga,
dan salah satu realisasinya yaitu dengan cara didaftarkannya
pemberian Hak Tanggungan tersebut, hal ini merupakan syarat
mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya
Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga (Pasal 13 ayat (1)).
7
Objek yang dapat dibebani Hak Tanggungan pada dasarnya dibebankan
pada hak atas tanah yang meliputi :
1. Hak Milik;
2. Hak Guna Usaha;
3. Hak Guna Bangunan;
Objek Hak Tanggungan selain sebagaimana hak atas tanah seperti di
atas, juga dapat dibebani Hak Tanggungan, yaitu Hak Pakai atas
tanah Negara asalkan telah memenuhi ketentuan pendaftaran dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Hak Tanggungan dapat
juga dibebankan kepada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman,
dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut.
8
2. melaksanakan eksekusi sesuai dengan titel eksekutorial.
9
10
2.2. Fidusia
11
Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima
Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari Penerima Fidusia
tersebut. Jaminan Fidusia dapat pula diberikan terhadap satu atau
lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang baik yang telah
ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
merupakan peraturan yang memuat ketentuan yang menjamin
fleksibilitas dalam hal berkenaan dengan objek yang dapat
dibebani Jaminan Fidusia, kondisi demikian terlihat bahwa apabila
tidak diperjanjikan lain maka Jaminan Fidusia meliputi hasil dari
benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; juga meliputi klaim
asuransi dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
tersebut diasuransikan. Maksudnya apabila benda yang
diasuransikan maka klaim asuransi tersebut merupakan hak Penerima
Fidusia.
12
Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap. Karena adanya kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sehingga dengan demikian apabila
debitur cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk
menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaannya sendiri. Hal demikian mengandung maksud bahwa
pengeksekusian dapat langsung dilaksanakan tanpa melalui
pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk
melaksanakan putusan tersebut. Adanya kemudahan tersebut
merupakan salah satu ciri Jaminan Fidusia, yaitu berupa lembaga
parate eksekusi, demana eksekusi dilakukan apabila pihak Pemberi
Fidusia cidera janji.
13
1. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
2. penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
3. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
para pihak.
14
Di bawah ini diuraikan lebih lanjut mengenai lembaga-lembaga
jaminan tersebut :
2.1. Hipotik ( Pasal 1162 s/d 1232 BW )
2.1.1. Objek Hipotik
Tanah dan bangunan yang didirikan diatas tanah dengan HM, HGB
dan HGU.
2.1.2. Hak Pemegang Hipotik
Mengambil pelunasan suatu hutang dari hasil / pendapatan
penjualan objek hipotik maksimum sebesar nilai hipotik.
2.1.3. Proses Pemberian Jaminan Secara Hipotik
a. Penanda-tanganan akta hipotik dihadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah yang berwenang, yang dalam hal ini dapat
dilakukan oleh :
- pemilik tanah dan bangunan tersebut
- atau oleh bank selaku kuasa dari pemilik tanah dan
bangunan berdasarkan akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik
yang harus dibuat secara Notariil.
b. pendaftaran akta hipotik pada kantor pertanahan setempat.
2.1.4. Ciri Hipotik
a. Dalam penjaminan secara hipotik tidak berlangsung
penyerahan kekuasaan atas objek jaminan dari pemberi
jaminan kepada penerima jaminan.
b. Hipotik tetap melekat pada objek hipotik walaupun terjadi
peralihan hak pemilikan atas objek hipotik dari satu pihak
ke pihak lain.
c. Atas satu objek hipotik dapat dibebani dengan beberapa hak
hipotik.
15
- barang bergerak yaitu emas
- deposito dan saham
2.2.2. Hak Pemegang Gadai
Mengambil pelunasan suatu hutang dari hasil / pendapatan
penjualan objek gadai
2.2.3. Proses Pembebanan Jaminan Gadai
a. Penanda-tanganan perjanjian pemberian dan penerimaan gadai.
b. Penyerahan objek gadai dari pemberi gadai kepada penerima
gadai.
2.2.4. Ciri Gadai
a. Terjadi penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan
objek gadai dari pemberi gadai kepada penerima gadai.
b. Pembebanan jaminan gadai hapus apabila objek gadai berpindah
kepada pihak lain.
c. Satu objek gadai dapat dibebani hanya dengan satu pembebanan
gadai.
16
2.3. Penyerahan hak milik secara kepercayaan sebagai jaminan
( Fiduciary Transfer of Ownership / Propietary Right for Security
Purposes ) atau Fiduciar Eigendoms Overdracht (FEO)
2.3.1. Objek Fiducia
Barang bergerak berupa persediaan barang degangan (inventory),
mesin-mesin, kendaraan-kendaraan.
2.3.2. Hak Pemegang Fiducia
Pemegang Fiducia adalah pemilik dari objek Fiducia, sedangkan
pemberi Fiducia adalah kuasa (Trust) dari pemegang Fiducia.
2.3.3. Proses Pembebanan Fiducia
a. Penanda-tanganan perjanjian penyerahan hak atas objek
fiducia.
b. Penyerahan bukti-bukti pemilikan atas objek fiducia dari
pemberi fiducia kepada penerima fiducia tanpa disertai
penyerahan objek fiducia.
2.3.4. Ciri Fiducia
a. Objek Fiducia tetap dikuasai oleh pemberi fiducia, sedangkan
yang berlangsung adalah penyerahan pemilikan dari pemegang
fiducia kepada penerima fiducia atas objek fiducia.
Bahkan untuk objek fiducia berupa inventory maka pemberi
fiducia dalam kapasitasnya sebagai kuasa dari penerima
fiducia berhak untuk menjual atau mengalihkan objek fiducia
kepada pihak lain, dan bila hal tersebut berlangsung maka
pemberi fiducia wajib untuk menyediakan pengganti dari objek
fiducia yang dijual dengan objek fiducia yang lain yang
jenis jumlahnya adalah sama.
Sedangkan untuk objek fiducia berupa mesin-mesin atau
kendaraan maka pemberi fiducia berhak untuk memakai objek
fiducia tetapi tidak boleh/dilarang untuk menjualnya.
b. Khususnya untuk objek fiducia berupa inventory maka
pengganti dari inventory yang dijual apabila objek fiducia
17
tersebut dijual adalah terikat sabagai jaminan secara
fiducia sebagaimana inventory yang dijaminkan tersebut.
c. Satu objek fiducia dibebani dengan satu pembebanan fiducia.
18
2.4. pengalihan hak ( Assignment / Cessie ) sebagai jaminan
hutang
2.4.1. Objek Cessie
a. Piutang Dagang
b. Tagihan asuransi
c. Hak sewa atas Kios
2.4.2. Hak Penerima Cessie
Khususnya untuk objek cessie berupa piutang dagang dan tagihan
asuransi maka dapat ditentukan bahwa hasil penagihan piutang
dagang dan piutang asuransi ditampung oleh penerima cessie,
dan penerima cessie berhak untuk mengambil pelunasan hutang
dari hasil penagihan piutang dagang atau tagihan asuransi.
2.4.3. Proses pembebanan jaminan secara cessie
a. Penanda-tanganan pengikatan jaminan cessie.
b. Penyerahan bukti pemilikan piutang dagang, tagihan asuransi
dan hak sewa atas kios.
2.4.4. Ciri cessie sebagai jaminan
a. Kekuasaan untuk menagih piutang dagang atau tagihan
asuransi diserahkan dari pemberi cessie kepada penerima
cessie.
b. Satu tagihan dagang / tagihan asuransi atau hak sewa atas
kios dibebani dengan satu pembebanan secara cessie.
19
2.5. Penanggungan Hutang
2.5.1. Pengertian
Penanggungan hutang adalah suatu perjanjian dimana penanggung
(perseorangan atau badan hukum ), guna kepentingan Debitur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya Debitur manakala
Debitur tersebut lalai memenuhi perikatannya tersebut.
2.5.2. Ciri Penanggungan Hutang
a. Penanggung Hutang tidak memberikan suatu barang sebagai
jaminan;
b. Penanggungan hutang tidak memberikan preferensi kepada
Kreditur;
c. Perjanjian penanggungan hutang bersifat accessoir.
C. PENGIKATAN JAMINAN
1. Barang Jaminan berupa kendaraan :
1.1. Pengikatan jaminan dengan cara F.E.O.
1.2. Dokumen/data pendukung :
a. BPKB asli.
b. Faktur tembusan.
c. Kwitansi pembelian asli bermaterai (bila belum balik
nama keatas nama penjamin).
d. 3 (tiga) lembar blangko kwitansi yang sudah
ditandatangani penjamin dan salah satunya bermeterai.
e. Copy STNK.
1.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- pastikan bahwa sudah dilakukan pengecekan keaslian BPKB
dan pemblokiran ke POLDA oleh bagian ……………….. Sebelum
drawdown/pencairan kredit.
- Bila lebih dari 1 (satu) kendaraan yang dijaminkan,
maka perlu dibuat daftar kendaraan yang dijaminkan
berisi merk, jenis, warna, tahun pembuatan, cc, nomor
rangka, nomor mesin, no. BPKB.
20
1.4. Standard Form yang digunakan adalah penyerahan Hak Milik
Secara Kepercayaan sebagai Jaminan/Fiduciair Eigendoms
Overdracht (Kendaraan Bernmotor) dengan kode FEO KM
21
a. Kwitansi pembelian/faktur
b. Daftar mesin/alat-alat berat;
c. Buku Petunjuk Pemakaian
4.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- harga, nama, jenis, nomor seri, tahun pembuatan dan
nama perusahaan yang membuatnya.
4.4. Standard Form yang digunakan adalah Penyerahan Hak Milik
Secara Kepercayaan Sebagai Jaminan/Fiduciair Eigendoms
Overdracht ( Mesin/Alat-alat Berat ) dengan kode FEO
M/AB.
22
c. Pengikatan jaminan dengan akta Kuasa Untuk Memasang
Hipotik harus segera ditingkatkan menjadi Hipotik,
bila dipandang perlu oleh Credit Officer.
d. Pada saat memasang hipotik, perlu dilihat outstanding
pinjaman Debitur dan nilai pasar jaminan tersebut.
e. Mintakan PBB tahun terakhir dan copy KTP Pemilik Tanah
setiap ada perpanjangan kredit.
23
d. Minta bagian deposito menyimpan bukti-bukti/catatan
administrasi yang menyangkut Bilyet Deposito yang dijaminkan
ke Bank (yang akan digunakan sebagai alat bukti bila suatu
saat terjadi masalah dengan debitur).
7.4. Standard Form yang digunakan adalah Perjanjian Gadai
(Deposito) dengan kode G/D.
24
c. Surat Refensi Pengelola Gedung/Tempat Berjualan (bila
perlu).
d. Bukti pembayaran pajak, listrik, kebersihan, dll.
9.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. pada saat jatuh tempo /masa sewa kios tersebut berakhir,
perlu segera diperpanjang oleh Penjamin bila ternyata
hutang Debitur belum lunas.
b. Syarat-syarat dalam perjanjian sewa-menyewa kios (yang
menyangkut kepentingan/keamanan kredit yang diberikan BDI
kepada Debitur).
c. Luas dan letak kios tersebut.
9.4. Tidak ada standard form untuk pengikatan kios sebagai
jaminan. Untuk pembuatan perjanjian dalam rangka penjaminan kios
dapat dikonsuktasikan dengan Biro Hukum Kantor Pusat.
25
perseorangan yang bertindak selaku penanggung hutang harus
telah memperoleh persetujuan dari istri/suaminya.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
c. Data pendukung :
Data pendukung yang diperukan adalah sebagaimana dalam hal
perseorangan selaku Debitur.
d. Standard form yang digunakan dapat diperoleh/diminta pada Biro
Hukum.
26
b. Bank Garansi dari bank lain di Indonesia atau Standby L/C yang
bersifat tidak dapat ditarik kembali (Irrevocable Standby L/C)
dari bank di luar negeri.
c. isi Bank Garansi /Standby L/C semaksimal mungkin memuat isi
Bank Garansi Standby L/C Bank Danamon;
d. Bank yang menerbitkan Bank Garansi /Standby L/C
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Divisi Financial
Institution Bank.
D. PEMBERI JAMINAN
1. DEBITUR SELAKU PEMBERI JAMINAN
1.1. Perseorangan sebagai Debitur /Pemberi Jaminan :
a. Kewenangan bertindak :
Sama dengan kewenangan bertindak Debitur perseorangan.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
b. Persetujuan /approval :
Kecuali dalam hal diantara Penanggung Hutang dan
istri/suaminya terdapat perjanjian pemisahan harta, maka
perseorangan yang bertindak selaku penanggung hutang harus
telah memperoleh persetujuan dari istri/suaminya.
c. Data pendukung :
Data pendukung yang diperlukan adalah sebagaimana dalam hal
perseorangan selaku Debitur.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
d. Hal yang harus diperhatikan :
Dalam hal approval diberikan secara tertulis maka perlu
dipelajari terlebih dahulu apakah di dalamnya sudah sekaligus
mencakup persetujuan untuk memperoleh kredit dan persetujuan
untuk menjaminkan.
1.2. Perseroan Terbatas sebagai Debitur /Pemberi Jaminan :
a. Kewenangan bertindak :
27
Biasanya sama dengan kewenangan bertindak dalam hal Debitur
adalah Perseroan Terbatas.
(lihat uraian dalam Bab II DCLM ini)
b. Persetujuan /approval
Biasanya sama dengan approval yang disyaratkan dalam hal
Perseroan Terbatas akan memperoleh kredit.
c. Data pendukung :
Data pendukung yang diperlukan adalah sama dengan dalam hal
Perseroan Terbatas menjadi Debitur.
(lihat uraian dalam Bab II ).
d. Hal Yang Perlu Diperhatikan :
Dalam hal approval diberikan secara tertulis maka perlu
dipelajari terlebih dahulu apakah di dalamnya sudah sekaligus
mencakup persetujuan untuk memperoleh kredit dan persetujuan
untuk menjaminkan.
28
Biasanya sama dengan kewenangan bertindak dalam hal Debitur
adalah Perseroan Terbatas.
b. Persetujuan /approval :
Biasanya sama dengan approval yang disyaratkan dalam hal
Perseroan Terbatas akan memperoleh kredit.
c. Data Pendukung :
Data pendukung yang diperlukan adalah sama dengan dalam hal
Perseroan Terbatas menjadi Debitur.
HAK GADAI
Hak gadai adalah suatu hak kebendaan (zakelijk recht) atas barang
bergerak kepunyaan orang lain, yang untuk secara nyata dikuasai
oleh pemegang gadai dengan maksud untuk membayar suatu utang
dengan hak utama dari hasil penjualannya.
Di atas telah dikatakan bahwa hak gadai adalah hak kebendaan dan
sifat kebendaan hak itu ternyata dari :
1. fakta bahwa hak gadai mempunyai hak langsung atas (yaitu
langsung menguasai) barang yang digadaikan;
2. pemegang hak gadai dapat menuntut kembali barang yang
digadaikan, apabila ia kehilangan penguasaannya atas barang
itu; dan
3. hak pemegang gadai untuk menjual barang yang digadaikan tanpa
perlu suatu keputusan hakim.
Hak gadai adalah suatu hak asesor, sebab tanpa ada utang pokok
tidak ada hak gadai.
Barang yang dapat digadaikan adalah barang bergerak yang bukan
milik kreditor/pemegang gadai.
HAK KREDITOR
Hak utama kreditor adalah hak untuk tetap memegang barang yang
digadaikan padanya sampai utang pokok dengan bunga dan ongkos,
29
termasuk ongkos yang dikeluarkan untuk mempertahankan barang yang
digadaikan, dibayar penuh oleh debitor. Hak ini diberikan oleh UU
kepada kreditor selama ia tidak menyalahgunakan barang yang
tergadai (ps. 1159 ay. 1).
Apakah pemegang gadai dapat memakai atau menikmati barang yang
digadaikan? Jawabannya : tidak! Penggadaian menurut system BW
adalah suatu hak tanggungan (zekerheidsrecht) dan tidak dapat
disamakan dengan peggadaian tanah menurut Hukum Adat.
Pemegang gadai tidak diperbolehkan menggadaikan barang yang
digadaikan kepadanya kepada orang lain, kecuali dengan izin dari
debitor/pemilik barang. Walaupun demikian, hal ini sering terjadi
dalam dunia perdagangan yang dikenal dengan nama kontrak gadai-
ulang (herbelening contracten).
Apabila peminjam uang (debitor), sesudah pinjaman pertama
meminjam lagi sejumlah uang dari pemegang gadai yang sama dengan
tanggungan gadai barang yang sama, maka pemegang gadai tetap
boleh mempertahankan barang yang digadaikan sebelum kedua utang
ditambah dengan bunga dan ongkos, dibayar lunas. Ketentuan ini
berlaku walaupun untuk pinjaman kedua tidak dibuat suatu
perjanjian baru (ps. 1159 ay. 2)
Hak pemegang gadai untuk mempertahankan barang yang digadaikan
dalam kekuasaannya, sebelum debitor membayar penuh utang ditambah
dengan bunga dan ongkos untuk mempertahankan barang yang
digadaikan, adalah hak utama (voorrecht) pemegang gadai/kreditor.
Hak pemegang gadai/kreditor yang lain adalah hak untuk membayar
diri sendiri dari hasil penjualan barang yang digadaikan, apabila
debitor tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar utangnya pada
tanggal yang telah ditetapkan. Apabila tidak ada tanggal yang
ditetapkan, hak kreditor yang diuraikan di kalimat terakhir dapat
dilaksanakan, jika peminjam uang tetap lalai setelah ditegur
(disomasi) untuk membayar utangnya oleh kreditor (ps. 1155). Hak
30
kreditor membayar diri sendiri dari hsil penjualan barang yang
digadaikan ini disebut “pelaksanaan segera” (parate executie).
KEWAJIBAN KREDITOR
Di bawah ini disebut semua kewajiban seorang kreditor/-pemegang
gadai :
1. Ia bertanggung jawab atas kehilangan barang yang digadaikan
serta atas penurunan harganya, sepanjang penurunan harga itu
dapat disahkan pada kreditor (ps. 1117 ay. 1).
2. Ia harus memberitahukan kepada debitor apabila barang yang
digadaikan terjual (ps. 1156 ay. 2).
3. Ia berkewajiban mempertanggungjawabkan hasil penjualan barang
yang digadaikan dan mengembalikan uang kelebihannya kepada
debitor.
4. Ia berkewajiban mengembalikan barang (yang digadaikan) kepada
debitor apabila debitor membayar penuh utang pokoknya ditambah
dengan bunga dan ongkos.
31
Apabila barang yang digadaikan merupakan suatu surat utang atas
order, maka kreditor harus mengembalikan surat utang itu dengan
mengendosemenkannya kembali kepada debitor.
Ps. 1160 mengatakan bahwa gadai tidak dapat dibagi-bagi. Artinya,
seluruh utang harus dibayar lunas dulu sebelum barang yang
digadaikan dapat diminta kembali.
Umpamanya; utang sebesar 2 juta rupiah mempunyai tanggungan hak
gadai atas 10 saham suatu perseroan terbatas; jika debitor
mempunyai kembali 1 juta rupiah dari utang seluruhnya, ia tidak
dapat meminta kembali 5 saham perseroan itu yang digadaikan.
Ketentuan ini tidak hanya berlaku terhadap debitor dan kreditor,
tetapi juga terhadap para ahli waris mereka.
Seandainya ada dua ahli waris debitor dan salah satu telah
membayar bagiannya dalam utang tersebut, maka ahli waris itu
tidak boleh meminta kembali 5 saham dari 10 yang telah
digadaikan.
Sebaliknya jika seorang ahli waris kreditor talha menerima
bagiannya dalam utang pewaris, ahli waris yang telah dibayar
tidak boleh mengembalikan bagiannya dalam saham yang digadaikan
(ps. 1160 ay. 2 dan 3).
32
(5) jika barang yang digadaikan tidak dikuasai lagi oleh
kreditor (ps. 1152 ay. 3); dan
(6) jika barang yang digadaikan disalahgunakan oleh pemegang
gadai.
33