1
Kata "keyakinan" tidak dikenal dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1967, tetapi baru
muncul dan dinyatakan sebagai norma hukum perbankan dalam Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
2
Penjelasan Pasal 24 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967.
3
Hasil wawancara tgl. 8 Oktober 2001 dengan Bank A dan B (bukan nama sebenarnya).
Penilaian jaminan atau agunan menyangkut ten tang harta benda milik
nasabah debitur atau dapat juga milik pihak ketiga yang merupakan jaminan
tambahan dan merupakan jalan terakhir untuk mengamankaan penyelesaian
kredit.
Penilaian kondisi ekonomi menyangkut masalah situasi perekonomian dan
politik secara makro artinya kondisi dan situasi yang memberikan dampak positif
bagi prospek usaha nasabah debitur.
Dari 5 (lima) faktor penilaian yang dilakukan bank, faktor terpenting yang
berfungsi sebagai pengaman yuridis dari kredit yang disalurkan adalah jaminan
kredit. Fungsi yuridis ini berkaitan erat dengan tujuan jaminan yakni sebagaimana
dikatakan bahwa the purpose of a security interest is to confer property rights
upon someone to whom a debt is due.4)
Pada umumnya, yang diterima bank adalah tanah yang sudah bersertifikat
dengan bentuk perjanjian jaminannya adalah hak tanggungan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996,
pengikatan atas tanah belum bersertifikat dilakukan dengan menggunakan surat
kuasa jual atau perjanjian penyerahan jaminan dan pemberian kuasa. 6) Kedua
4
Adrian J. Bradbrook, Op.cit, h,708
5
Bank BN1, Hukum Pengikatun Agunan dan Penanggungan Hutang, (Jakarta, 1994), h.3
6
Perjanjian Penyerahan Jaminan dan Pemberian Kuasa (PPJPK) adalah produk Bank BNI
untuk mengatasi masalah perjanjian atas tanah yang status haknya tidak atau belum dapat
diikat dengan hipotik (sekarang hak tanggungan).
bentuk pengikatan jaminan baik surat kuasa jual maupun perjanjian penyerahan
jaminan dan pemberian kuasa bukanlah suatu lembaga jaminan yang dapat
memberikan perlindungan hukum bagi bank, tetapi hanya merupakan bentuk
pengikatan jaminan yang berlaku di lingkungan bank masing-masing.
Konsekuensi yuridisnya bagi kreditur adalah hanya sebagai kreditur konkuren.
Bentuk pengikatan jaminan yang demikian dinamakan kuasa jaminan atau
jaminan semu. Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, kalangan
perbankan di kota Medan tidak menerima lagi tanah yang belum bersertifikat
dijadikan sebagai agunan, padahal tanah belum bersertifikat merupakan objek hak
jaminan. Sebaliknya, di luar kota Medan tanah yang belum bersertifikat seperti
Surat Ganti Rugi Tanah yang dikeluarkan oleh Camat dapat diterima sebagai
agunan kredit bank. Praktik pemberian kredit dengan agunan tanah belum
bersertifikat hanyalah dilaksanakan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI Unit).
Bahwa untuk kbih menjamin pembayaran hutang tersebut dengan baik Bank
memerlukan jaminan.
bahwa penjamin bersedia memberikan jaminan sebagaimana ditentukan
dalam Perjanjian Kredit tersebut di atas yaitu atas sebuah kendaraan mobil, roda
empat (4) Merk Dailmtsu/S 89 RPR 1300 CC, akan disebut milik Pemberi Fidusia
untuk kepentingan Bank selaku Penerima Fidusia.8)
Model ketiga berbunyi:
Untuk lebih menjamin pembayaran kembali dengan tertib dan dengan
semestinya pembiayaan berikut margin keuntungan Pemberi Fidusia kepada bank
yang timbul karena Perjanjian Pembiayaan Al Murabaliah yang telah diberikan
berdasarkan Perjanjian Pembiayaan Al Murabahah, tertanggal Iwri ini,
nomornya berturut dengan nomor akta ini, yang telah dibuat antara Bank dan
Pemberi Fidusia, Pemberi Fidusia dengan ini menyerahkan kepada
bank/Penerima Fidusia hak milik secara kepercayaan atas objek jaminan fidusia
yaitu 1 (satu) buah sepeda motor Merk Honda/NF 100, Model Sepeda Motor R2,
tahun 2000 (dua ribu), warm hitam, Nomor rangka MHIKEV21XYK221466,
Nomor Mesin KEVZE1218762, Nomor Polisi BK 6047 FJ, Surat Kendaraan
tersebut terdaftar atas nama pemberi fidusia sebagaimana ternyata pada Buku
Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).9)
7
Dikutip dari Akta Jaminan Fidusia Nomor 2 tanggal 18 September 2001 yang dibuat oleh
notaris Anton (bukan nama sebenarnya) di Medan. Pihak pemberi kredit adalah bank
pemerintah dan nasabah debiturnya adalah Perseroan Terbatas,
8
Dikutip dari Akta Penyerahan Jaminan Secara Fidusia Nomor 65 tanggal 20 September 2001
yang dibuat notaris Linda (bukan nama sebenarnya) di Binjai. Pihak pemberi kredit adalah
Bank Perkreditan Rakyat dan nasabah debiturnya adalah pedagang,
9
Dikutip dari Akta Penyerahan Benda Secara Fidusia Sebagai Jaminan Nomor 11 tanggal 20
November 2000 yang dibuat notaris Budi (bukan nama sebenarnya) di Medan. Pihak pemberi
kredit adalah Bank Muamalat Indonesia dan nasabahnya adalah pegawai swasta.
Dengan fungsi yuridis jaminan fidusia yang dinyatakan dalam akta jaminan
fidusia semakin meneguhkan kedudukan bank sebagai kreditur preferen. Selain
itu, kreditur penerima fidusia akan memperoleh kepastian terhadap pengembalian
hutang debitur. Fungsi yuridis itu juga akan mengurangi tingkat risiko bank dalam
menjalankan usahanya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang
Perbankan.
Jaminan fidusia sebagai salah satu jaminan kebendaan yang dikenal dalam
hukum positif, memberikan keuntungan secara ekonomis bagi para pelaku usaha
bisnis jika dibandingkan dengan lembaga gadai. Keuntungan tersebut dapat dilihat
dari adanya penguasaan benda jaminan sehingga kegiatan usaha bisnis dapat
berjalan dan pinjaman kredit dapat dikembalikan secara lancar.
10
Pasal 1459 KUH Perdata
11
Sumardi Mangunkusumo, Op.cit, h. 5.
sebagai pemilik benda.12) Kedua, pemberi jaminan fidusia bukan pemilik benda
secara yuridis tetapi sebagai pemilik manfaat.13)
Dalam hal yang pertama, pengalihan hak milik atas benda jaminan fidusia
membawa akibat hukum bahwa debitur pemberi jaminan fidusia semula sebagai
pemilik kemudian berubah sebagai peminjam pakai. Sebaliknya, dalam hal yang
kedua pihak debitur pemberi jaminan fidusia tetap merupakan pemilik benda
jaminan yang memanfaatkan barang tesebut sedangkan kreditur penerima jaminan
fidusia hanya menerima penyerahan benda sebagai jaminan hutang dalam arti
yuridis. Konsekuensi pendirian tersebut menciptakan dua aliran. Aliran pertama
berpendapat bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, tidak terjadi pemisahan hak
milik. Aliran kedua berpendapat bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia terjadi
pemisahan hak milik. Dalam sistem eropa kontinental, tidak dikenal adanya
konsep pemisahan hak milik, sedangkan dalam sistem anglo saxon penguasaan
atas hak milik benda dapat terpisah seperti pada konsep trust yang dikenal dengan
hak milik secara yuridis dan hak milik secara ekonomis. Konsep pemisahan hak
milik tersebut berlaku juga bagi jaminan fidusia sebagaimana yang dikatakan oleh
O.K. Brahn.
Dalam salah satu model perjanjian jaminan fidusia yang dibuat di bawah
tangan dengan judul "Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan (Fidusia)
Sebagai Jaminan" dikatakan sebagai berikut:
Peminjam menyatakan bahwa mobil tersebut akan dipegang oleh peminjam
sebagai trustee dari bank dan surat-suratnya bila diminta dapat dialihkan
sebagaimana mestinya kepada bank dan untuk maksud tersebut akan disimpan
oleh bank.
Di dalam norma perjanjian yang dibuat oleh pihak bank tersebut, terlihat
bahwa debitur pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai trustee dari kreditur
penerima jaminan fidusia. Hal ini menunjukkan adanya perubahan pengertian dari
kemilikan benda jaminan fidusia. Pemahaman mengenai penyerahan kemilikan
benda jaminan fidusia tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan karakter
perjanjian jaminan fidusia sebelum dan sesudah UUJF.
12
Istilah peminjam pakai atau peminjam pengganti atau peminjam atau pemakai dijumpai
dalam akta perjanjian jaminan fidusia baik di lingkungan bank maupun lembaga bisnis
pembiayaan, baik sebelum maupun sesudah UUJF.
13
Hasil wawancara dengan notaris Anton, notaris Leni tgl. 2 dan 3 November di Medan, notaris
Ahmad, notaris Ida tgl. 16 September di Deli Serdang, notaris Ayu tgl. 5 Oktober di Kisaran,
notaris Siti tgl. 22 Oktober di Padang Sidempuan
Menurut teori jaminan (liens theory), bahwa perjanjian jaminan fidusia
merupakan analog! dari gadai dan memiliki karakter kebendaan. Kreditur
penerima jaminan fidusia hanya sebagai pemilik yang terbatas dalam arti sebagai
pemilik jaminan.
Dari kalangan praktisi hukum seperti pengacara, notaris, bank dan kalangan
akademik masih belum memiliki persepsi yang sama tentang apakah perjanjian
jaminan fidusia yang dibuat dengan akta di bawah tangan di lingkungan lembaga
bisnis bukan bank harus tunduk pada ketentuan UUJF. Faktor penyebab
perbedaan pandangan tersebut adalah karena pembentuk UUJF tidak memberikan
penjelasan yang tegas dalam penjelasan umum dan penjelasan pasalnya, sehingga
22
Pasal 2 UUJF,
dapat menimbukan penafsiran. Penafsiran itu muncul sehubungan dengan adanya
kata-kata "setiap perjanjian" yang tercantum dalam Pasal 2 UUJF.
Dengan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa keraguan tentang sifat
perjanjian jaminan fidusia tidak pada tempatnya lagi dipermasalahkan karena
fakta yuridis empiris telah mendukung pendapat bahwa perjanjian jaminan fidusia
merupakan perjanjian yang bukan perjanjian yang bersifat berdiri sendiri.
Dari hasil analisis isi akta jaminan fidusia dapat diketahui bahwa kreditur
penerima jaminan fidusia tidak dapat menjadi pemilik dari benda yang menjadi
objek jaminan fidusia. Kreditur penerima jaminan fidusia hanyalah berhak
menjual objek jaminan fidusia baik atas dasar titel eksekutorial, lelang atau
penjualan di bawah tangan. Dalam rangka pelaksanaan eksekusi atas objek
jaminan fidusia, pemberi jaminan fidusia berkewajiban untuk menyerahkannya
kepada kreditur penerima jaminan fidusia.23)
Contoh yang memuat hak kreditur penerima jaminan fidusia dalam akta
jaminan fidusia setelah UUJF berbunyi:
23
Pasal 30 UUJF.
Atas kekuasaannya sendiri penerima fidusia berhak untuk menjual objek
jaminan fidusia tersebut atas dasar titel eksekutorial atau melalui pelelangan di
muka umum atau melalui penjualan di bawah tangan yang dilakukan
berdasarkan kesepakatan Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia jika dengan
cara demikian diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak,24)
Contoh lain hak kreditur jaminan fidusia sebelum UUJF berbunyi:
Bank berhak dan dengan ini diberi kuasa oleh Debitur/ Penjamin tanpa
perantaraan Pengadilan dan dengan mengenyampingkan ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 1266 dan 1267 Kitab llndang-Undang Hukum Perdata untuk
langsung menjual kenderaaan baik di bawah tangan maupun di muka umum
(secara lelang) dengan harga dan syarat-syarat yang dianggap baik oleh Bank.25)
Dari hasil penjualan barang jaminan, apabila terdapat sisa harga penjualan
setelah dibayar hutang pokok, bunga dan biaya lain-lain dikembalikan kepada
debitur pemberi jaminan fidusia. Sebaliknya, apabila hasil penjualan dari barang
jaminan tidak mencukupi untuk melunasi hutang, debitur pemberi jaminan fidusia
tetap terikat atau bertanggung jawab untuk membayar hutang kepada kreditur
penerima jaminan fidusia.
Kalau ada sisa dari penjualan tersebut akan dikembalikan kepada debitur.
Dalam Undang-undang Perbankan tersebut tidak ditentukan, apakah bank dapat
24
Salah satu bunyi pasal dalam akta jaminan fidusia dari bank pemerintah yang dibuat oleh
notaris di Medan, tgl. 5 April 2001.
25
Salah satu bunyi pasal dalam perjanjian penyerahan hak milik secara kepercayaan sebagai
aimnan/Fidiicwir Eigendoms Overdacht dari bank swasta yang dibuat dengan akta di bawah
tangan.
26
Jangka waktu penyerahan benda jaminan fidusia oleh debitur pemberi fidusia kepada kreditur
penerima jaminan fidusia selama 7 hari adalah ketentuan yang sudah diperjanjikan dalam akta
jaminan fidusia yang dibuat secara di bawah tangan oleh bank swasta.
27
Penjelasan Pasal 30 UUJF.
28
Pasal 6 huruf k Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992.
memiliki benda jaminan yang dibeli tersebut. Oleh karena itu, dengan keluarnya
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 ketentuan yang tercantum dalam Pasal 6
huruf k Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tersebut dihapus, dan selanjutnya
menetapkan ketentuan:
Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan baik melalui
pelelangan maupun di luar peklangan berdasarkan penyerahan secara sukarela
oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari
pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada
bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan
secepatnya.29)
Dalam sistem hukum pertanahan dikenal dua asas yakni asas assesi vertikal
dan asas pemisahan horisontal. Kedua asas ini memiliki pengertian yuridis yang
berbeda satu sama lain. Asas assesi vertikal adalah asas yang mendasarkan
pemilikan tanah dan benda-benda yang ada di atasnya merupakan suatu kesatuan
yang tidak terpisah, sedangkan asas pemisahan horisontal adalah asas yang
mendasarkan bahwa pemilikan tanah terpisah dari pemilikan benda-benda yang
ada di atasnya.
Kedua asas tersebut berada dalam sistem hukum yang berbeda. Asas assesi
vertikal dianut dalam KUH Perdata dan asas pemisahan horisontal dianut dalam
hukum adat. Konsekuensi asas assesi vertikal adalah bahwa apabila seorang
pembeli tanah yang di atasnya berdiri bangunan/rumah, pembeli tanah dengan
sendirinya menjadi pemilik atas bangunan/rumah tersebut. Lebih luas lagi, dapat
dikatakan bahwa sifat mengikuti dari benda bangunan/rumah tersebut adalah
sesuai dengan kedudukan hukum dari tanah sebagai benda pokoknya. Kalau tanah
dalam sistem KUH Perdata dikategorikan sebagai benda tidak bergerak,
bangunan/rumah yang di atasnya juga merupakan benda tidak bergerak. Asas
29
Pasal 12 A ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
30
Penjelasan Pasal 12 A ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
31
Pasal 33 UUJF.
assesi vertikal terlihat dalam pola berpikir kehidupan masyarakat perkotaan.
Masyarakat kota sudah memiliki anggapan bahwa kepemilikan sebidang tanah
meliputi kepemilikan atas segala sesuatu yang berada di atas tanah tersebut,
misalnya bangunan/rumah atau pohon-pohon.
Tidak demikian halnya dengan asas pemisahan horisontal. Dalam asas ini,
kalau seorang membeli sebidang tanah tidak berati bahwa pembeli sekaligus
menjadi pemilik atas bangunan/rumah atau tanaman yang ada di atasnya.
Konsekuensinya bahwa bangunan/rumah atau tanaman tersebut merupakan benda
tersendiri terlepas dari status hukum benda tanah; Apabila tanah merupakan benda
tidak bergerak, bangunan/rumah atau tanaman tersebut tidak otomatis merupakan
benda tidak bergerak melainkan dianggap sebagai benda bergerak. Secara fisik,
bangunan/rumah adalah benda tidak bergerak, tetapi karena adanya asas
pemisahan horisontal berarti bangunan/rumah tersebut teoretis yuridis tidak dapat
dikategorikan sebagai benda tidak bergerak. Pengaruh asas pemisahan horisontal
terlihat dalam kehidupan masyarakat pedesaan.
Dari sudut pandang yang lain dapat dikemukakan bahwa jika para ahli
hukum konsisten menganut asas hukum pertanahan yang didasarkan pada hukum
adat, berarti bangunan/rumah adalah merupakan benda bukan tanah. Pemikiran ini
lebih praktis dan mudah untuk dipahami dibandingkan dengan pembagian benda
menurut KUH Perdata.
Yang menjadi persoalan dalam praktik perkreditan adalah asas hukum yang
mana harus diikuti oleh pihak pemberi kredit dalam penerapannya di bidang
hukum jaminan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persoalannya terletak pada
ketidakjelasan pengaturan hukum benda dan objek benda yang dijadikan jaminan
hutang. Melalui penelitian tersebut dapat dikelompokkan tiga pendapat yakni
pertama, menghendaki bahwa pembentukan hukum benda harus sesuai dengan
iukum bangsa sendiri. Kedua, menghendaki adanya per-naduan antara hukum adat
dengan KUH Perdata. Ketiga, 'iienghendaki bahwa pembentukan hukum benda
harus memperhatikan aspek globalisasi.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian tersebut adalah perlu
segera dibentuk hukum benda nasional, yang elemennya adalah hukum bangsa
sendiri (hukum adat) sebagai asasnya dan dilengkapi dengan perpaduan antara
hukum negara lain sesuai dengan era globalisasi. Dengan demikian, hukum benda
dapat menampung kebutuhan hukum yang terus berkembang dalam menunjang
pembangunan.
35
Penjelasan Pasal 3 huruf a UUHT
36
Pasal 4 UUHT.
37
Pasal 15 ayat (4) UUHT.
38
Berdasarkan hasil wawancara dengan A. Harahap dari Pemerintah Kota Medan, bahwa Pasar
tempat berdagang misalnya Pasar Petisah Medan, hak atas tanahnya adalah milik Pemerintah
Daerah dan berdasarkan perjanjian EOT dengan pihak developer, jangka waktunya adalah 30
tahun. Selanjutnya, developer menjual kios tersebut kepada para pedagang. Pedagang dapat
meminjam kredit bank dengan menjaminkan kiosnya. Secara teoretis hak jaminan atas kios ini
adalah jaminan fidusia.
jaminan perkreditan selalu dikacaukan istilah berwenang untuk bertindak dan
berwenang untuk menguasai.
Dalam KUH Perdata dianut ajaran bahwa untuk sahnya suatu penyerahan
diperlukan persyaratan, antara lain harus dilakukan oleh orang yang wenang
menguasai bendanya (beschikkingsbevoegdheid). Biasanya orang tersebut adalah
pe-milik benda. Jadi, yang dimaksud dalam KUH Perdata adalah wenang
menguasai bukan wenang untuk bertindak, Realisasi dari ketenruan KUH Perdata
itu dapat diambil alih dalam bidang hukum jaminan fidusia, sehingga jaminan
fidusia hanya dapat diberikan oleh pemilik yang mempunyai kewe-nangan
menguasai benda jaminan fidusia. Secara yuridis, prinsip ini akan membawa
konsekuensi bahwa apabila debitur pemberi jaminan fidusia bukan orang yang
mempunyai kewenangan mengusai terhadap benda jaminan fidusia, berarti
perjanjian jaminan fidusia yang dilahirkan adalah cacat hukum.
Pertama, objek jaminan fidusia adalah milik/hak pemberi fidusia dan tidak
ada orang/pihak lain yang turut memiliki atau mempunyai hak apapun. Oleh
karena itu, pemberi fidusia mempunyai kewenangan hukum untuk mengalihkan
dan memindahkan hak atas objek jaminan fidusia.39)
Kedua, debitur dengan ini menyerahkan hak milik debitur secara fidusia
kepada Bank atas semua barang persediaan berupa bahan baku (raw material).40)
Ketiga, debitur adalah pemilik atas barang jaminan dan menurut keterangan
debitur, kendaraan bermotor tersebut telah dibelinya tetapi pada saat akta ini
ditandatangani belum dibalik nama ke atas nama debitur.41)
Keempat, barang-barang tersebut adalah benar-benar hak milik dari pemberi
fidusia sendiri, tidak ada pihak lain yang ikut memiliki atau mempunyai hak
39
Pasal 5 Akta Jaminan Fidusia, akta notaris tanpa No. dan tanggal model Bank Central Asia.
40
Pasal 2 Perjanjian Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia, akta di bawah tangan Juli 2001
model Bank Central Asia.
41
Bagian dari isi akta Penyerahan Jaminan Secara Fiduciaire Eigendom Overdracht, akta di
bawah tangan tanggal 20 Maret 1996 model Bank Dagang Negara Indonesia.
berupa apapun, tidak dijadikan jaminan dengan cara bagaimanapun kepada pihak
lain.42)
42
Pasal 1 angka 2 Perjanjian Penyerahan Hak dan Milik dalam Kepercayaan Atas Barang-
barang (Fiduciaire Eigendoms Overdracht), akta di bawah tangan No. 089 / MIN - FDC / IX /
99 tgl. 9 Oktober 1999 model Bank Putera,
43
Pasal 2 Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan Sebagai Jaminan/ Fiduciair Eigendoms
Overdracht, akta di bawah tangan No. 051/cl/0129/06/ 97 tgl. 5 Juni 1997 model Bank Bira.
44
Pasal 2 Perjanjian Pemberian Jaminan dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fiduciaire, akta
di bawah tangan tgl. 10 Maret 1999 model Bank Umum Servitia.
45
Bagjan dari isi akta Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa Pengikatan
Jaminan Secara Fiducia, akta notaris No. 170 tgl. 24 November 1995 model Bank Utama.
46
Pasal 1 akta Demi Keadilan Berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa Penyerahan Hak Milik
Secara Fidusia, akta notaris No. 468 tgl. 30 November 1995 model Bank Surya Nusantara.
atau dijadikan jaminan pembayaran utang dengan cara bagaimanapun juga dan
kepada siapapun juga.47)
Dari pernyataan para debitur pemberi fidusia tersebut di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa pengertian kewenangan menguasai terhadap benda jaminan
fidusia meliputi dua hal yakni pertama debitur pemberi jaminan fidusia adalah
pemilik hak atas benda yang diikuti dengan bukri adanya hak tersebut. Kedua,
debitur pemberi jaminan fidusia adalah pemilik benda secara fisik, tetapi hak atas
benda tersebut masih milik orang ain.
Yang menjadi permasalahan adalah pada saat yang manakah diperlukan
kewenangan menguasai terhadap benda jaminan fidusia, apakah momentum itu
diperlukan pada saat memberikan jaminan fidusia atau pada momentum ketika
akta iaminan fidusia tersebut didaftarkan pada kantor pendaftaran tidusia. Di
samping itu, perlu pula dipertanyakan, dapatkah "rang yang bukan sebagai
pemilik benda jaminan membebankan benda tersebut. Pertanyaan ini
47
Pasal 2 angka 1 Akta Jaminan Fidusia, akta notaris model Bank B (bukan nama sebenarnya).
48
Pasal 1 angka 2 Perjanjian Fidusia, akta di bawah tangan No. 093/FEO tgl. 18 Juni 1997
model BN1 Cabang Tanjung Balai.
49
Pasal 1 Pemberian Jaminan Secara Fidusia, akta notaris tgl. 30 Desember 2000 model Bank
Perkreditan Rakyat Tanjung Morawa di Deli Serdang.
50
Bagian isi akta Pemberian Jaminan Secara Fidusia, akta notaris tanpa nomor dan tangggal
model BPDSU Cabang Binjai,
51
Bagian isi akta Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa Perjanjian Kredit
dan Penyerahan. Jaminan dengan Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O), akta notaris No.l
tgl. 11 April 1996 model Bank Bukopin.
menghendaki jawaban yuridis yang dapat melindungi kepenringan hukum kreditur
penerima jaminan fidusia atau pihak ketiga.
Oleh karena itu, perlu kejelasan mengenai penyerahan hak milik secara
kepercayaan kaitannya dengan syarat wenang menguasai bendanya dan bukan
wenang untuk berbuat terhadap benda itu. Di sinilah letak pentingnya hubungan
hukum antara penyerahan yang dilakukan dengan alas hak atas benda
jaminan yang akan diserahkan.
Jika dianalisis akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris, ditemukan
fakta yuridis bahwa yang daftarkan adalah akta jaminan fidusia dan benda
jaminan fidusia.
Contoh pendaftaran jaminan fidusia yang dituangkan dalam akta jaminan
fidusia berbunyi sebagai berikut:
Pemberi Fidusia dengan ini memberikan kuasa kepada Penerima Fidusia
yang menyatakan menerima kuasa dari Pemberi Fidusia untuk melaksanakan
Pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut, untuk keperluan tersebut menghadap di
hadapan Pejabat atau instansi yang berwenang (termasuk Kantor Pendaftaran
Fidusia), memberikan keterangan, menandatangani surat/formulir, mendaftar-
52
Hasil wawancara dengan Bank F (bukan nama sebenarnya) di Medan tgl. 10 Agustus2001.
kan jaminan fidusia atau objek jaminan fidusia tersebut dengan melampirkan
Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia serta untuk mengajukan permohonan
pendaftaran atas perubahan dalam hal terjadi perubahan atas data yang
tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, selanjutnya menerima Sertifikat
Jaminan Fidusia dan/atau Pernyataan perubahan Sertifikat dokumen-dokumen
lain yang bertalian untuk keperluan itu, membayar semua biaya dan menerima
kivitansi segala pembayaran serta selanjutnya melakukan segala tindakan yang
perlu dan berguna untuk melaksanakan ketentuan dari akta ini.53)
Pendafataran jaminan fidusia tersebut bukan saja dilakukan terhadap benda
jaminan fidusia yang memiliki bukti kemilikan seperti kendaraan bermotor, mesin
produksi tetapi juga dilakukan terhadap objek jaminan fidusia berupa benda
persediaan seperti stock barang, beras, dan lain-lain. Mengenai pendaftaran
barang jaminan berupa benda persediaan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke
waktu mengenai jumlah dan lain sebagainya, makna pendaftaran itu lebih tepat
diartikan sebagai pendaftaran jaminan fidusia.
53
Dikutip dari Pasal 10 Akta Jaminan Fidusia No. 25 tgl. 5 April 2001, akta notaris model Bank
Pemerintah dan Pasal 12 Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa
Penyerahan Benda Secara Fidusia Sebagai Jaminan No. 19 tgl. 9 April 2001, akta notaris
model Bank Swasta.
54
Menurut B. Tagor Naibaho, Seksi Pelayanan Bidang Hukum Kanwil Kehakiman dan HAM,
sebelum aktif menerima pendaftaran terlebih dahulu diselenggarakan sosialisasi UUJF tanggal
15 Februari 2001 dengan peserta pihak perbankan, notaris, kehakiman dan Perguruan Tinggi.
Menurut peraturan dimulai tanggal 1 April 2001, tetapi surat dari Jakarta baru diterima
tanggal 25 April 2001. Pada bulan Mei 2001, personil Kanwil berangkat ke Jakarta untuk
mempersiapkan sesuatu yang berhubungan dengan pendaftaran jaminan fidusia, misalnya
formulir dan perangkat lainnya. Bulan Juni persiapan itu selesai. Sejak tanggal 1 Juli 2001,
Kanwil secara aktif menerima pendaftaran jaminan fidusia. Wawancara tanggal 16 Maret
2002.
secara fisik debitur penerima fidusia tetap menjadi pemilik benda agunan. 55)
Pandangan ini menunjukkan bahwa ada pemisahan hak milik jaminan secara
yuridis dan hak milik secara riil.
59
Mariam Darus Badrulzaman, Peraturan Kepailitan (Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998), Makalah pada Pelatihan Perpu Kepailitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi dan Ilmu Hukum Graha Kirana, Medan, 1998, h. 1; Lihat Pasal 1 UU
No. 4 Tahun 1998.
60
Penjelasan Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
Dalam kaitannya dengan perjanjian jaminan kredit seperti jaminan fidusia,
segala piutang bank terhadap nasabah debitur diambil alih oleh tim likuidasi. Hal
ini berarti tim likuidasi yang menggantikan kedudukan bank tersebut sebagai
pemilik benda jaminan fidusia. Penagihan piutang terhadap nasabah debitur
dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan dalam perjanjian
kreditnya. Tim likuidasi tidak dapat menjual benda jaminan fidusia apabila
debitur pemberi fidusia tetap melaksanakan kewajibannya dengan baik.
Jadi, apabila bank jatuh failit, berdasarkan teori hukum jaminan (liens
theory), benda jaminan fidusia yang merupakan boedel kepailitan masuk dalam
harta bank. Hal ini sebagai konsekuensi dari perjanjian jaminan fidusia bahwa
kreditur penerima fidusia adalah pemilik benda jaminan fiidusia.