Anda di halaman 1dari 31

KREDIT PERBANKAN

Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha


yang paling utama karena pendapatan terbesar dari usaha bank
berasal dari pendapatan kegiatan usaha kredit, yaitu berupa
bunga dan provisi.

Ruang lingkup kredit


kegiatan peminjaman kepada nasabah
sumber-sumber dana kredit
alokasi dana
organisasi dan manajemen perkreditan
kebijakan perkreditan,
dokumentasi dan administrasi kredit,
pengawasan kredit,
serta penyelesaian kredit bermasalah.
Pendahuluan
Pengertian kredit yaitu kepercayaan. Kosakata kredit
berasal dari bahasa Romawi, yaitu dari kosakata
credere yang berarti percaya.

Dengan demikian, dasar pengertian dari istilah atau


kosakata “kredit”, yaitu kepercayaan sehingga hubungan
yang terjalin dalam kegiatan perkreditan di antara para
pihak, sepenuhnya harus juga didasari oleh adanya
saling mempercayai, yaitu bahwa kreditur yang
memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit
(debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang
telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya
maupun prestasi dan kontra prestasinya.
Pendahuluan
Bank Indonesia dengan fungsinya sebagai pembina dan
pengawas perbankan dituntut konsekwensinya untuk selalu
mengawasi kegiatan perkreditan.

Upaya-upaya dari Bank Indonesia


bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk,
nasihat, bimbingan dan pengarahan
secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan
tindakan-tindakan perbankan.

Hal demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu bahwa
dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, Bank
Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan
perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian. Salah satu upaya
dalam rangka pembinaan dan penghawasan perkreditan tersebut
Bank Indonesia telah membuat suatu aturan mengenai Pedoman
Penyususunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB) yang
harus dilaksanakan oleh perbankan nasional.
Pendahuluan
Kewajiban adanya pedoman perkreditan pada setiap bank,
dilandasi dasar hukum yang kuat, yaitu Pasal 29 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan atau Pasal 29
ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
selengkapnya berbunyi:
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib
menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.”
Ketentuan di atas mempunyai akar prinsip saling mempercayai
di antara pihak bank dan nasabahnya. Dalam hal pengelolaan
dana pihak ketiga maka bank wajib mengelolanya dengan baik
serta terus menjaga kesehatan banknya agar terpelihara
kepentingan masyarakat. Di sisi lain, bank pun mempunyai
kewajiban untuk mampu memenuhi kebutuhan kredit masyarakat
sepanjang kesanggupannya yang wajar. Dengan dua sisi
kewajiban tersebut bank telah mampu menjalankan fungsinya
dengan tetap mengejawantahkan prinsip profitability dan safety.
Pengertian Kredit
Pengertian Kredit menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah sebagai berikut:
Kredit penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil
keuntungan.”
Pengertian kredit diatas pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 11 mengalami
sedikit perubahan, selengkapnya adalah sebagai berikut:
”Kredit penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga.”
Pengertian Kredit
Ketentuan Pasal 1 Angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga, termasuk:
a. Cerukan (overdratf), yaitu saldo negatif pada rekening giro
nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak
piutang;
c. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak
piutang;
Pengertian Kredit
Ketentuan Pasal 1 Angka 8 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum.
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan poihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga termasuk:
a. Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro

nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;


b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak
piutang;
c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.”
Pengertian Kredit
Ketentuan Pasal 1 Angka 3 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 4/7/PBI/2002 tentang Prinsip Kehati-Hatian
dalam Rangka Pembelian Kredit oleh Bank dari Badan
Penyehatan Perbankan Nasional.
”Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga, termasuk:
a. Pembelian surat berharga nasabah yang
dilengkapi dengan Note Purchase Agreement
(NPA);
b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka anjak piutang.
Unsur-unsur Kredit

Menurut Drs Thomas Suyatno et.al dalam bukunya Dasar-


dasar Perkreditan, menyimpulkan bahwa unsur yang terdapat
dalam kredit, adalah:
1.Kepercayaan,
yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa,
akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu
tertentu dimasa yang akan datang.
2.Tenggang waktu,
yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada
masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung
pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang ada sekarang lebih
tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang
akann datang.
Unsur-unsur Kredit
3.Degree of risk,
yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adannya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontraprestasi yang aka diterima kemudian
hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula
tingkat risikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia
untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat
unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah
yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya
unsur risiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian
kredit.
4.Prestasi,
atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang,
tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena
kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada
uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut
uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek prekreditan.
Fungsi Kredit

Kredit dalam kehidupan perekonomian, dan


perdagangan mempunyai fungsi:
 Meningkatkan daya guna uang.
 Meningkatkan peredaran dan lalu lintas
uang.
 Meningkatkan daya guna dan peredara
barang.
 Salah satu alat stabilitas ekonomi.
 Meningkatkan kegairahan berusaha.
 Meningkatkan pemerataan pendapatan.
 Meningkatkan hubungan internasional.
Fungsi Kredit

Suatu kredit mencapai fungsinya, apabila


secara sosial ekonomis, baik bagi debitur,
kreditur, maupun masyarakat membawa
pengaruh yang lebih baik. Bagi pihak debitur
dan kreditur, mereka memperoleh
keuntungann, juga mengalami peningkatan
kesejahteraan, sedangkan bagi negara
mengalami tambahan penerimaan negara dari
pajak, juga kemajuan ekonomi yang bersifat
mikro maupun makro.
JAMINAN KREDIT

Kredit yang diberikan oleh pihak bank mengandung


risiko sehingga bank dituntut kemampuan dan
efektifitasnya dalam mengelola risiko kredit dan
meminimalkan potensi kerugian sehingga bank
wajib memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat, diantaranya:
1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa
surat perjanjian tertulis.
2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit pada
usaha yang sejak semula telah diperhitungkan
kurang sehat dan akan membawa kerugian.
3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk
pembelian saham dan modal kerja dalam rangka
kegiatan jual beli saham.
4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum
pemberian kredit (legal lending limit).
JAMINAN KREDIT

Hal-hal di atas haruslah ditaati karena telah


dijadikan asas dari Pasal 8 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
yang selengkapnya berbunyi:
1. Dalam memberikan kredit atau pembiaayaan
berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib
mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
2. Bank umum wajib memiliki dan menerapkan
pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
JAMINAN KREDIT

Praktik perbankan dalam mendapatkan


keyakinan bahwa debiturnya mempunyai
klasifikasi bankable setelah melalui
penganalisisan dan penelitian. Adapun acuan
dalam rangka penganalisisan dan penelitian
tersebut yaitu meliputi: 5C, 4P dan 3R.
Acuan 5C meliputi Character, Capital, Capacty,
Collateral, dan Condition of economy.
Acuan 4P meliputi Personality, Purpose, Prospect
dan Payment, sedangkan
Acuan 3R meliputi Returns, Repayment, dan Risk
bearing ability.
ACUAN 5 C
1. Character (sifat-sifat si calon debitur, seperti kejujuran, perilaku dan
ketaatannya). Guna mendapatkan data-data mengenai karakter debitur
tersebut maka bank dapat melakukannya dengan cara mengumpulkan
informasi dari referensi bank lainnya.
2. Capital (permodalan), hal yang menjadi perhatian dari segi permodalan ini
yaitu tentang besar dan struktur modal termasuk kinerja hasil dari modal itu
sendiri dari perusahaan apabila debiturnya merupakan perusahaan dan
segi pendapatannya apabila debiturnya merupakan perseorangan.
3. Capacity (kemampuan), perhatian yang diberikan terhadap kemampuan
debitur, yaitu menyangkut kepemimpinan dan kinerjanya dalam
perusahaan.
4. Collateral (agunan), yaitu kemampuan si calon debitur memberikan agunan
yang baik serta memiliki nilai baik secara hukum ataupun secara ekonomi.
5. Condition of economy (kondisi perekonomian) yaitu segi kondisi yang
sangat cepat berubah. Adapun yang menjadi perhatiaanya meliputi
kebijakan pemerintah, politik, sosial budaya, dan segi lainnya yang dapat
mempengaruhi kondisi ekonomi itu sendiri.
ACUAN 4 P
1. Personality atau kepribadian debitur merupakan segi-segi
yang subjektif, tetapi menjadi suatu yang penting dalam
penentuan pemberian kredit sehingga perlu dikumpulkan data-
data mengenai calon debitur tersebut.
2. Purpose atau tujuan yang menjadi sorotan dari segi ini yaitu
menyangkut tujuan penggunaan dari kredit tersebut apakah
untuk digunakan pada kegiatan yang bersifat kosumtif atau
produktif atau dipakai untuk kegiatan yang bersifat atau
mengandung unsur spekulatif.
3. Prospect atau masa depan dari kegiatan yang mendapatkan
pembiayaan kredit tersebut. Ada pun unsur-unsur yang dapat
menjadi penilaian mengenai prospek tersebut diantaranya
bidang usaha, pengelolaan bidang usaha, kebijakan
pemerintah dan sebagainya.
4. Payment atau cara pembayarannya. Hal yang menjadi
perhatian untuk itu, misalnya mengenai kelancaran aliran dana
(cash flow).
ACUAN 3 R

1.Return atau balikan, maksudnya adalah hasil


yang akan dicapai dari kegiatan yang
mendapatkan pembiayaan tersebut.
2.Repayment atau perhitungan pengembalian
dana dari kegiatan yang mendapatkan
pembiayaan atau kredit.
3.Risk bearing ability adalah perhitungan
besarnya kemampuan debitur dalam
menghadapi risiko yang tidak terduga.
AGUNAN KREDIT
Dalam konteks perkreditan istilah jaminan sangatlah sering bertukar dengan
istilah agunan. Apabila dimaksud jaminan itu adalah sebagaimana
ditegaskan dalam pemberian kredit menurut Pasal 2 ayat (1) Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28
Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, jaminan itu adalah suatu
keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai
dengan yang diperjanjikan. Dengan demikian, mencermati maksud dari
istilah yang dipakai dengan jaminan seperti di bawah ini, yang tepat
sebenarnya harus memakai istilah agunan.

Menurut Prof. Soebekti, jaminan yang ideal (baik) tersebut terlihat dari:
1. Dapat secara mudah membenatu perolehan kredit oleh pihak yang
memerlukannya.
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk melakukan
(meneruskan) usahanya.
3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu
mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si debitur.
AGUNAN KREDIT

Agunan merupakan jaminan tambahan yang


diperlukan dalam hal pemberian fasilitas kredit.
Hak demikian sesuai dengan pengertian agunan
yang termuat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu bahwa:
”Agunan adalah jaminan tambahan yang
diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam
rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.”
AGUNAN KREDIT
Dengan kedudukannya sebagai jaminan tambahan
maka bentuk agunan menurut Penjelasan Pasal 8
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, dapat berupa:
“…, barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan.tanah yang
kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu
tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk
dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan
sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan
berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan
objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan
agunan tambahan.”
AGUNAN KREDIT

Dalam hal pemberian fasilitas kredit ini pada


praktiknya agunan malahan lebih dominan atau
diutamakan, sehingga sebenarnya agunan lebih
dipentingkan dari pada hanya sekadar jaminan yang
berupa keyakinan atas kemampuan debitur untuk
melunasi utangnya.
Hal demikian sangatlah berdasar karena jaminan
merupakan hal yang abstrak, di mana penilaiannya
sangatlah subjektif, berbeda dengan agunan yang
jelas sehingga dengan objektif dan secara ekonomi
pula apabila terjadi wanprestasi dari debitur atau
adanya kredit yang bermasalah maka bank dengan
segera dapat mengkonversikannya kepada sejumlah
uang yang lebih likuid.
Pengikatan agunan dengan hak tanggungan
Dasar hukumnya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Dari karakteristinya hak tanggungan mempunyai ciri-ciri, diantaranya:


1. Tidak dapat dibagi-bagi
Tidak dapat dibagi-bagi, kecuali diperjanjikan lain maksudnya bahwa hak
tanggungan membebani secara bagian darinya. Artinya, telah dilunasinya
sebagaian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian
objek hak tanggungan dari beban hak tanggungan, tetapi hak tanggungan
itu tetap membebani seluruh objek hak tanggungan untuk sisa utang yang
belum dilunasi (Pasal 2 ayat (1)). Namun, dapat disimpangi, artinya hak
tanggungan itu dapat hanya membebani sisa objek hak tanggungan untuk
menjamin sisa utang yang belum dilunasi apabila diperjanjikan lain (Pasal
2 ayat (2)).
2. Tetap mengikuti objeknya
Dalam tangan siapa pun objek tersebut berada (droit de suite) maksudnya
walaupun objek hak tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi
milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya
melakukan eksekusi jika debitur tersebut wanprestasi.
Pengikatan agunan dengan hak tanggungan

3. Accessoir
Artinya, merupakan ikutan dari perjanjian pokok, maksudnya bahwa
perjanjian hak tanggungan tersebut ada apabila telah ada perjanjian
pokoknya yang berupa perjanjian yang menimbulkan hubungan utang
piutang sehingga akan hapus dengan hapusnya perjanjian pokoknya
(Pasal 10 ayat (1)).
4. Asas spesialitas
Yaitu bahwa unsur-unsur dari hak tanggungan tersebut wajib ada untuk
sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan, misalnya mengenai subjek,
objek, ataupun utang yang dijamin (Pasal 11 ayat (1)) dan apabila tidak
dicantumkan, mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi
hukum.
5. Asas publisitas
Yaitu perlunya perbuatan yang berkaitan dengan hak tanggungan ini
diketahui pula oleh pihak ketiga dan salah satu realisasinya, yaitu
dengan cara didaftarkannya pemberian hak tanggungan tersebut. Hal ini
merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak tanggungan tersebut dan
mengikatnya hak tanggungan terhadap pihka ketiga (Pasal 13 ayat (1)).
Pengikatan agunan dengan hak tanggungan
Proses pembebanan hak tanggungan
dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan yaitu:
1.Tahap pemberian hak tanggungan dengan
dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang
didahului dengan perjanjian utang piutang yang
dijamin pada saat itu hak tanggungan yang
bersangkutan belum lahir.
2.Tahap pendaftarannya (saat lahirnya hak
tanggungan) di mana hak tanggungan tersebut
baru lahir pada saat dibukukannya dalam buku
tanah di Kantor Pertanahan.
Fidusia

DASAR HUKUMNYA
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia
Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tersebut bahwa:
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda.”
Beberapa tahapan formal yang melekat dalam jaminan fidusia, diantaranya:

1.Tahapan pembebanan dengan pengikatan dalam


suatu akta notaris.
2.Tahapan pendaftaran atas benda yang telah dibebani
tersebut oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya
kepada kantornya pendaftaran fidusia dengan
melampirkan pernyataan pendaftaraan. Pernyataan
pendaftaran tersebut harus memuat identitas pihak
pemberi dan penerima fidusia, tanggal, nomor akta,
nama dan tempatt kedudukan notaris yang membuat
akta, data perjanjian pokok yang dijamin oleh fidusia,
uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan
fidusia, serta nilai penjaminan dan nilai benda yang
menjadi objek fidusia.
Beberapa tahapan formal yang melekat dalam jaminan fidusia, diantaranya:

3. Tahapan administrasi pada kantor


pendaftaran, yaitu pencatatan jaminan fidusia
dalam Buku Daftra Fidusia pada tanggal yang
sama dengan tanggal penerimaan
permohonan pendaftaran, menerbitkan dan
menyerahkan kepada penerima fidusia
Sertifikat Jaminan Fidusia.
4. Lahirnya jaminan fidusia, yaitu pada tanggal
yang sama dengan tanggal dicatatnya
jaminan fidusia dalam buku daftar Fidusia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
jaminan fidusia, eksekusi jaminan fidusia dilakukan melalui cara:

1.Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat 2 oleh penerima fidusia.
2.Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia
atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan.
3.Penjualan di bawah tangan yang dilakukan
berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima
fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Asuransi Barang Jaminan

Setiap barang jaminan yang diserahkan kepada bank


harus ditutup asuransinya atas nama bank c.q
nasabah oleh maskapai asuransi yang ditunjuk (atau
yang disepakati bersama), sebesar harga barang
jaminan menurut harga pasar (full insurance). Hal
tersebut, baik untuk jaminan pokok maupun jaminan
tambahan yang insurable. Apabila barang jaminan
telah ditutup asuransinya sebelum nasabah
memperoleh kredit dari bank, perlu dimintakan
tambahan syarat banker’s clause dari polis
asuransinya yang sedang berjalan tersebut. Setelah
polis asuransi tersebut jatuh tempo, bagi penutupan
asuransi selanjutnya berlaku seperti ketentuan di atas.
Asuransi Barang Jaminan

Penutupan pertanggungan asuransi jaminan


kredit meliputi dua hal sebagai berikut:
a.Pertanggungan harga milik nasabah diatur
sebesar minimal kredit yang dijaminkan pada
bank (wajib diasuransikan). Pertanggungan
tersebut biasanya merupakan jaminan utama
yang merupakan pembiayaan bank dan
jaminan tambahan.
b.Pertanggungan harta milik nasabah debitur
yang tidak termasuk jaminan kredit dianjurkan
untuk diasuransikan.

Anda mungkin juga menyukai