Anda di halaman 1dari 16

MATERI KELOMPOK 1 “PERJANJIAN KREDIT”

Perjanjian Kredit Bank merupakan perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang yang bersifat
konsensual riil dan merupakan perjanjian tidak bernama. Namun yang jelas perjanjian kredit bank tersebut
lahir karena ada kesepakatan atau persetujuan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain yang
merupakan dasar hubungan hukum antara bank dengan nasabah peminjam dana. Dilihat dari jenis
perjanjian, perjanjian kredit bank merupakan perjanjian timbal balik, artinya jika pihak dan nasabah debitur
tidak memenuhi isi perjanjian, maka salah satu dapat menuntut pihak lainnya sesuai jenis prestasinya.
Perjanjian kredit dapat diartikan sebagai perjanjian pinjam-meminjam antara bank sebagai kreditur
dengan pihak lain sebagai debitur yang mewajibkan debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Pada umumnya dalam praktek perbankan, perjanjian kredit bank berbentuk perjanjian baku. Isi atau
klausul-klausul perjanjian kredit bank tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir
(blanko), tetapi tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu. Sebelumnya pihak bank telah menyiapkan isi atau
klausulnya. Sementara pihak debitur tidak diberi kesempatan untuk merundingkan isi atau klausulnya.
Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, bahwa
setiap pemberian kredit harus dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis. Bentuk dan formatnya
diserahkan kepada masing-masing bank untuk menetapkan, akan tetapi dalam perjanjian itu harus minimal
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank.
2. Memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit, serta persyaratan-persyaratan kredit
lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan yang dimaksud.
Susunan sebuah perjanjian kredit bank pada umumnya meliputi:
1. Judul, Judul disini berfungsi nama dari perjanjian tersebut, judul disini untuk memberikan informasi
bahwa perjanjian yang dibuuat itu merupakan perjanjian kredit bank.
2. Komparisi, Komparisi berisikan identitas, dasar hukum, dan kedudukan para pihak yang akan
mengadakan perjanjian kredit.
3. Substantif, Dalam sebuah perjanjian pada bagian substantive berisikan klausula yang merupakan
ketentuan dan syarat-syarat pemberian kredit, minimal harus memuat hal-hal yang berkaitan dengan
batas maksimum kredit, bunga dan denda, jangka waktu kredit, cara pembayaran kredit, agunan kredit,
opeinsbaar clause, dan pilihan hukum serta penyelesaian sengketa.
Dalam ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa tiap-tiap
perikatan dilahirkan baik dari karena perjanjian, baik karena undang-undang. Dengan demikian, perikatan
itu yang melahirkan hubungan hukum lahirnya karena ada perjanjian atau karena ada undang-undang. Dari
perspektif hukum perdata sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata menetapkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Dengan merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, anggota masyarakat dapat membuat perja njian apa saja yang
diinginkannya sepanjang memenuhi syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian, sehingga perjanjian
tersebut berlaku sebagai undang-undang, artinya perjanjian yang dibuat sesama anggota masyarakat tadi
mempunyai kekuatan hukum mengikat sama dengan undang-undang. Karenanya para pihak tidak dapat
membatalkan secara sepihak tanpa persetujuan pihak lain perjanjian yang telah dibuatnya secara sah itu.
Selama ini pemberian kredit selalu diikat dengan akad kredit yang dibuat antara bank selaku kreditor dan
nasabah debiturnya. Lazimnya akad kredit dibuat dalam bentuk perjanjian baku, dimana bank lebih dahulu
menetapkan klausula-klausula yang lebih menguntungkan baginya. Calon nasabah debitur tinggal
menyatakan bersedia atau tidak dalam menerima perjanjian kredit tersebut Dalam hukum perjanjian,
terdapat tolak ukur yang dapat dipergunakan untuk menentukan suatu klausula dalam suatu perjanjian baku
merupakan suatu klausula yang tidak wajar dan sangat memberatkan salah satu pihak, tolak ukur tersebut
dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1337 dan Pasal 1339 KUHPerdata.
MATERI KELOMPOK 2 “KREDIT BERMASALAH”
Kata “kredit” berasal dari bahasa latin credo yang berarti “saya percaya”, yang merupakan kombinasi
dari bahasa Sanskerta cred yang artinya “kepercayaan”, dan bahasa latin do yang artinya “saya tempatkan”.
Kredit yang diberikan oleh bank didasarkan atas kepercayaan sehingga pemberian kredit merupakan
pemberian kepercayaan terhadap nasabah
Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan ditentukan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit bermasalah menurut As. Mahmoeddin adalah kredit dimana debiturnya tidak memenuhi
persyaratan yang telah diperjanjikan sebelumnya, misalnya persyaratan mengenai pembayaran bunga,
pengambilan pokok pinjaman, peningkatan margin deposit, pengikatan dan peningkatan agunan dan
sebagainya. Mantayborbir, Suatu kredit dikatakan bermasalah karena debitur wanprestasi atau ingkar janji atau
tidak menyelesaikan kewajibanya sesuai dengan perjanjian baik jumlah maupun waktu, misalnya pembayaran atas
perhitungan bunga maupun utang pokok.
Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara
tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur
(bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab kredit bermasalah yaitu:
1. Faktor Internal (dari pihak bank):
 Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang menyetujui pemberian kredit yang
mengandung resiko yang potensial menjadi kredit yang bermasalah (Compromise of Credit Principle)
 Keterbatasan informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, di samping informasi lainnya seperti
penggunaan kredit, perencanaan, ataupun keterangan mengenai sumber pelunasan kembali kredit.
(Incomplete Credit Information)
 Kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah pemberian kredit, sehingga kondisi
kredit berkembang menjadi kerugian (Lack of Supervising)
 Tidak adanya kemampuan teknis dalam menganalisis permohonan kredit dari aspek keuangan maupun
aspek lainnya akan berakibat kegagalan dalam operasi perkreditan suatu bank. Para pejabat kredit harus
senantiasa meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan jangan
memberikan kredit kepada usaha atau sector yang tidak dikenal dengan baik (Technical Incompetence)
 Adanya sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang telah diperjanjikan
meskipun nasabah pada dasarnya mampu dan wajib membayarnya, juga merupakan penyebab
timbulnya kredit bermasalah bagi bank (Failure to Obtain or Enforce Liquidation Agreements)
 Adanya ambisi ataupun nafsu yang berlebihan untuk memperoleh laba bank melalui penerimaan bunga
kredit sering menimbulkan pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit (anxiety for income)
2. Faktor Eksternal (dari pihak nasabah):
 Unsur kesengajaan yang dilakukan oleh nasabah
a. Nasabah sengaja untuk tidak melakukan pembayaran angsuran kepada bank, karena nasabah tidak
memiliki kemauan dalam memenuhi kewajibannya
b. Penyelewengan yang dilakukan nasabah dengan menggunakan dana kredit tersebut tidak sesuai
dengan tujuan penggunaan. Misalnya, dalam pengajuan kredit, disebutkan kredit untuk investasi,
ternyata dalam praktiknya setelah dana kredit dicairkan, digunakan untuk modal kerja.
 Unsur ketidaksengajaan yang dilakukan oleh nasabah
a. Debitur mau melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, akan tetapi kemampuan debitur sangat
terbatas, sehingga tidak dapat membayar angsuran;
b. Bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian debitur
Cara Mencegah Kemungkinan Kredit Bermasalah
1. Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip analisis pembiayaan yang harus diperhatikan yaitu
prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:
a) Character, Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk membayar kembali kredit
yang telah diterimanya. penilaian atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat
mungkin. Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini,
dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur; meneliti
daftar riwayat hidupnya, mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari „lingkungan‟
usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya.
b) Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Dengan demikian,
capacity berkaitan erat dengan kemampuan calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang
dinilai untuk mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap: 1) Proyeksi
arus kas; 2) Proyeksi laporan keuangan; 3) Pusat informasi krdit; 4) Kemampuan manajemen; 5)
Kemampuan pemasaran; 6) Kemampuan teknis; 7) Kewajiban – kewajiban pada pihak lainnya.
c) Capital, Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan calon debitur adalah sangat
penting bagi bank. Modal yang dimaksudkan disini adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan
bersih yang dimiliki perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total kewajiban
(utang).
d) Collateral (jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang diserahkan debitur sebagai
jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank. Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting,
sebagai ‘back up’ atas kredit yang diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah agar bank dapat
memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak
mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji (wanprestasi)
e) Conditions, Yang dimaksud conditions disini adalah keadaan perekonomian secara umum dimana
perusahaan tersebut beroperasi. Oleh karena itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus
mempertimbangkan keadaan perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit
yang diberikan.
f) Constraint, Dalam pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan mempertimbangkan hambatan
(constraint) yang mungkin muncul di lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat
terhadap rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja masyarakat
setempat menolak rencana investasi tersebut.
2. Pemantauan Penggunaan Kredit
Setelah bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada debiturnya, bukan berarti bahwa tugas
bank sebagai perantara keuangan selesai sampai di situ, melainkan itulah awal mula tugas bank yang
sesungguhnya dalam penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit yang telah
disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya sesuai dengan permohonan semula,
atau digunakan untuk keperluan lain?
3. Jaminan Kredit
Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan
dengan eksekusi jaminan, apabila kelak debitur ingkar janji (wanprestasi) atau tidak mampu melunasi
kreditnya.

MATERI KELOMPOK 3 “PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH”


Kredit merupakan kemampuan seseorang ataupun badan usaha untuk menggunakan uang, barang
atau jasa yang diterima dihubungkan dengan kemampuan untuk mengembalikan setelah jangka waktu
tertentu. Kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan, maksudnya apabila
seseorang memperoleh kredit, maka mereka memperoleh kepercayaan.
Fungsi kredit yaitu memajukan arus tukar menukar barang dan jasa, kredit mengaktifkan alat
pembayaran yang idle atau yang tidak digunakan, kredit menciptakan alat pembayaran baru dan kredit
mengaktifkan serta meningkatkan manfaat potensi ekonomi yang ada.
Penggolongan kualitas kredit berdasarkan Pasal 4 SK Direktur Bank Indonesia Nomor
30/267/KEP/DIR tanggal 27 februari 1998, yaitu:
1. Lancar (pass) yaitu apabila memenuhi kriteria:
- Pembayaran angsuran pokok dan/ atau bunga tepat; dan
- Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
- Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral).
2. Dalam perhatian khusus (special mention) yaitu apabila memenuhi kriteria:
- Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang belum melampaui 90 hari; atau
- Kadang-kadang terjadi cerukan; atau
- mutasi rekening relatif rendah; atau
- jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
- didukung oleh pinjaman baru.
3. Kurang Lancar (substandard) yaitu apabila memenuhi kriteria:
- Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90hari;
- Sering terjadi cerukan; atau Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau
- Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari;
- Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau dokumen yg lemah.
4. Diragukan (doubtful) yaitu apabila memenuhi kriteria:
- Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melmpaui 180 hari; atau
- Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
- Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
- Terjadi kapitalisasi bunga; atau
- Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.
5. Kredit Macet:
- Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau
- Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau dari segi hukum maupun kondisi pasar,
jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

Cara yang dilakukan untuk menyelamatkan kredit bermasalah ini adalah melalui Retrukturisasi Kredit.
Upaya restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan
terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang dilakukan melalui:
a. Penurunan suku bunga kredit;
b. Perpanjangan jangka waktu kredit;
c. Pengurangan tunggakan bunga kredit;
d. Pengurangan tunggakan pokok kredit;
e. Penambahan fasilitas kredit; dan atau
f. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.

Upaya Retrukturisasi Kredit merupakan upaya penyelematan kredit bermasalah melalui beberapa
kebijakan sesuai dengan SEBI No. 23/12/BPPP tanggal 28 Februari 1991 yang meliputi :
a. Melalui Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya untuk melakukan perubahan terhadap
beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/jangka waktu
kredit termasuk masa tenggang (grace period) termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan
penambahan kredit.
b. Melalui Reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh
syarat-syarat perjanjian yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran dan atau jangka
waktu kredit saja. Namun perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa
melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.
c. Melalui Restructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat
perjanjian berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian
kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa Rescheduling dan atau tanpa
Reconditioning.
Hal-hal teknis mengenai restrukturisasi kredit, lebih lanjut diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, antara lain
sebagai berikut:
A. Analisis dan Dokumentasi
1) Evaluasi terhadap permasalahan debitur yang meliputi:
a) Evaluasi terhadap penyebab terjadinya tunggakan pokok dan/atau bunga yang didasarkan atas
laporan keuangan, arus kas (cash flow), proyeksi keuangan, kondisi pasar, dan faktor lain
yang berkaitan dengan usaha debitur;
b) Perkiraan pengembalian seluruh pokok dan/atau bunga berdasarkan perjanjian kredit sebelum
dan setelah restrukturisasi kredit.
c) Evaluasi terhadap kinerja manajemen debitur untuk menentukan diperlukannya
restrukturisasi organisasi perusahaan debitur
2) Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan proyeksi arus kas (projected cash
flows) dan nilai tunai (present value) dari angsuran pokok dan/atau bunga yang akan diterima.
3) Analisis, kesimpulan, dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian persyaratan kredit seperti
penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan pokok dan/atau bunga, perubahan jangka waktu,
dan/atau penambahan fasilitas.
4) Apabila restrukturisasi kredit dilakukan dengan cara pemberian tambahan kredit, tujuan dan
penggunaan tambahan kredit tersebut harus jelas.
5) Penyesuaian atas jadwal pembayaran kembali telah mencerminkan kemampuan membayar
debitur.
6) Rincian yang terkait dengan transparansi persyaratan kredit termasuk kesepakatan keuangan
dalam perjanjian kredit, seperti rencana rekapitalisasi perusahaan debitur atau adanya klausul
bahwa bank dapat meningkatkan suku bunga sejalan dengan kemampuan membayar debitur.
7) Persyaratan bahwa perjanjian kredit dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
restrukturisasi kredit harus mempunyai kekuatan hukum.
8) Kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi kredit.
B. Prosedur Pemantauan
Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk memantau kredit yang telah direstrukturisasi
guna memastikan kesanggupan debitur untuk melakukan pembayaran sesuai persyaratan dalam
perjanjian kredit baru. Beberapa langkah yang harus dilakukan bank dalam rangka pemantauan
pelaksanaan restrukturisasi kredit, antara lain:
a) Meminta debitur untuk menyampaikan laporan keuangan yang dilengkapi dengan rasio keuangan
pokok, perkembangan usaha, pelaksanaan rencana tindakan (action plan), yang diperlukan bank
dalam rangka memantau kondisi usaha dan keuangan debitur secara terus menerus.
b) Mengevaluasi kredit yang telah direstrukturisasi setiap triwulan, termasuk apabila terdapat
perbedaan yang signifikan antara proyeksi dan realisas, terutama dari angsuran pokok dan bunga,
jangka waktu, arus kas, tingkat bunga, dan atau nilai taksasi agunan.
c) Menyusun langkah yang akan diambil jika debitur ternyata kembali mengalami kesulitan
membayar setelah restrukturisasi kredit.
Restrukturisasi kredit juga dapat dilakukan melalui penyertaan modal sementara oleh bank sebagaimana
ditentukan dalam ketentuan Pasal 7 Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, yang berbunyi : “Bank Umum
dapat pula melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau
kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya,
dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Berdasarkan ketentuan di atas, selain dapat melakukan penyertaan modal dalam bentuk saham pada bank
atau perusahaan di bidang keuangan lainnya, bank juga dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan
debitur untuk mengatasi kegagalan kredit (debt to equity swap), termasuk penanaman dalam bentuk surat
utang konversi (convertible bonds) dengan opsi salah atau jenis transaksi tertentu yang berakibat bank
memiliki saham pada perusahaan debitur. Artinya terdapat dua bentuk penyertaan modal suatu bank, yaitu
pertama, penyertaan modal di bidang keuangan yang berakibat bank memiliki atau akan memiliki saham
pada bank dan/atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan lainnya, dan kedua, penyertaan modal
sementara pada perusahaan nasabah debiturnya.
MATERI KELOMPOK 4 “Penyelesaian Kredit Bermasalah”
1. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) adalah panitia interdepartemental yang mengurus piutang
negara yang berasal dari instansi pemerintah atau badan-badan yang dikuasai oleh negara. Pada bank milik
negara, kredit merupakan salah satu bentuk yang dikategorikan sebagai piutang negara karena bank milik
negara merupakan salah satu badan yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai negara (Pasal 8
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.49 Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang
Negara). Sehingga jika terjadi kredit bermasalah, diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (Pasal
12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.49 Tahun 1960 tentang Panitya Urusan
Piutang Negara). PUPN bertugas dalam membahas pengurusan piutang negara dan Melakukan pengawasan
terhadap piutang-piutang/kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh Negara/Badan-badan Negara.
PUPN dalam mengurus piutang negara secara khusus dengan mekanisme yang berpedoman kepada
Pasal 10 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.49 Tahun 1960 tentang Panitya Urusan
Piutang Negara, diantaranya:
1) Mengadakan suatu perundingan oleh panitia dengan penanggung utang dan diperoleh kata sepakat
tentang jumlah utang yang masih harus dibayar, termasuk bunga uang, denda, serta biaya-biaya yang
bersangkutan dengan piutang ini, yang juga memuat jumlah dan kewajiban penanggung utang untuk
melunasinya.
2) Pernyataan bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan, seperti suatu putusan hakim dalam perkara
perdata yang telah berkekuatan hukum pasti, dan pelaksanaannya dijalankan dengan pengeluaran surat
paksa sebagai suatu kewenangan PUPN.
Penetapan surat paksa tersebut sebagai pelaksanaan persiapan tindakan eksekusi yang dapat
dijalankan secara penyitaan, pelelangan dan penyanderaan terhadap penanggung piutang Negara oleh Badan
UPN (sesuai dengan Putusan Presiden No. 11 Tahun 1976 Tentang Panitia Urusan Piutang dan Badan
Urusan Panitia Negara)

2. Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN)


Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) mempunyai tugas menyelenggarakan
pengurusan piutang Negara dan Lelang baik yang berasal dari penyelenggaraan pelaksanaan tugas Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN) maupun pelaksanaan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara ditujukan kepada kredit bermasalah yaitu kredit macet
yang sebelumnya telah diupayakan penagihan atau penyelesaiannya secara kekeluargaan, tetapi tidak
berhasil. Maka Bank akan menyerahkan penyelesaiannya melalui BUPLN untuk selanjutnya akan
melakukan pelelangan atau penjualan benda jaminan.
3. Melalui Badan Peradilan
a. Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Sehingga
kreditur dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri melalui gugatan perdata dalam menyelesaikan
kredit bermasalah. Tujuan kreditur dalam mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri kepada debitur,
antara lain:
a) Untuk memperoleh perlindungan hukum dari pengadilan dalam melaksanakan haknya menagih secara
paksa berdasarkan putusan pengadilan kepada debitur agar membayar kembali utangnya.
b) Apabila nilai agunan setelah dilakukan eksekusi tidak menutup seluruh kewajiban debitur dan debitur
tidak mau melunasi sisa utangnya, melalui putusan pengadilan dapat dilaksanakan sita atas jaminan
umum milik kreditur.
b. Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah Pengadilan Khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang
berwenang memeriksa, mengadili, dan memberi putusan terhadap perkara kepailitan dan penundaan
kewajiban dan pembayaran utang (PKPU). Mengenai penyelesaian kredit bermasalah melalui Pengadilan
Niaga yaitu berupa permohonan kepailitan. Hal tersebut dapat dilakukan jika terjadi kondisi dimana debitor
tidak dapat melunasi tagihan atau utangnya sesuai dengan jangka waktu tertentu dengan dua atau lebih
kreditor, hal itu diatur dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepalilitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sehingga karena debitor memiliki tagihan atau utang kepada
dua atau lebih kreditor, maka satu atau lebih kreditornya ataupun dirinya sendiri dapat mengajukan
permohonan Pailit ke pengadilan Niaga. Ketika diputus oleh pengadilan, debitor tersebut pailit maka seluruh
hartanya akan disita sesuai dengan pengertian kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.
37 Tahun 2004 Tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Ketika debitor tersebut dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan maka seluruh harta derbitor pailit
tersebut di sita dan harta debitor pailit akan diurus oleh Kurator. Hasil dari harta pailit itu diberikan kepada
dua atau lebih kreditor untuk melunasi hutang dari debitor pailit tersebut. Maka dari itu penyelesaian kredit
bermasalah dapat dilakukan melalui Pengadilan Niaga.
4. Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada bagian
menimbang huruf a menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
penyelesaian sengketa perdata disamping dapat diajukan ke peradilan umum juga terbuka kemungkinan
diajukan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Ada dua jenis arbitrase, yaitu:
1. Arbitrase ad hoc.
Arbitrase ad hoc bersifat sekali pakai (eenmalig). Berarti setelah para wasit atau arbiter menjalankan
tugasnya, maka majelis arbiter yang memeriksa sengketa itu bubar. Para arbiter dari arbitrase ad hoc
dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa dan para arbiter menyelesaikan sengketa itu berdasarkan
peraturan prosedur yang ditetapkan sendiri oleh para pihak.
2. Arbitrase institusional.
Merupakan suatu badan arbitrase permanen yang telah mempunyai peraturan prosedur tersendiri untuk
menyelesaikan setiap sengketa yang diperiksanya. Di Indonesia arbitrase institusional misalnya Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Bila bank dan nasabahnya ingin menggunakan jasa arbitrase
institusional, bank dapat menggunakan misalnya BANI.
MATERI KELOMPOK 5 “Analisis Kredit Bermasalah”
Contoh Kasus Kredit Bermasalah
PT Central Stell Indonesia (CSI) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang peleburan besi
beton dan besi ulir untuk bahan bangunan yang didirikan pada 2005. Dimana Direktur Utama PT CSI yaitu
Erika Widiyanti dan anak buahnya, Mulyadi Supardi bersalah dalam kasus penyalahgunaan kredit PT Bank
Mandiri. kasus tersebut bermula ketika PT CSI mendapatkan fasilitas kredit dari salah satu bank BUMN
selama tahun 2011 hingga 2014. Adapun kredit PT CSI dari bank itu pada tahun 2011 mencapai ratusan
miliar rupiah. “Total kredit sekitar Rp.500 miliar. Menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung M Rum, PT
CSI menyajikan laporan keuangan tidak secara seutuhnya, tidak menyajikan neraca keuangan dengan
sebenarnya, yakni berupa arus kas, besaran utang kepada pemegang saham, serta adanya informasi
pembayaran dividen dan pembayaran utang kepada pemegang saham. Terkait hal tersebut, kuasa hukum
kedua terdakwa M. Adiwira Setiawan mengatakan, dalam putusan tersebut PN Jakarta Pusat juga
membebankan kerugian negara kepada PT CSI. Sehingga secara otomatis komisaris dan seluruh pemegang
saham PT CSI turut bertanggung jawab dalam kasus ini.
Analisis Kasus Kredit Bermasalah
Penyebab terjadinya kredit bermasalah pada PT Bank Mandiri karena ada 2 faktor yaitu faktor internal
Bank dan faktor Eksternal Bank.
1. Faktor internal yang menyebabkan kredit bermasalah tersebut adalah karena adanya pelanggaran prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit. Prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undnag Nomor 7 tahun 1992
tentang Perbankan pada Pasal 29 angka 2 yang menyatakan “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan
Bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha Bank, dan wajib melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”
Pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit pada PT Bank Mandiri adalah Rekayasa data
nasabah, Tidak melakukan survet ke nasabah, Melakukan survey tanpa cek lingkungan dan Terlalu
percaya kepada nasabah.
2. Faktor eksternal yang menyebabkan adanya kredit bermasalah yaitu disebabkan oleh faktor debitor.
Dimana adanya itikad kurang baik dari debitor, adanya penyimpangan penggunaan dana kredit, dan pola
hidup yang boros. Faktor tersebut dapat dilihat dari ketidaklengkapan laporan keuangan yang diberikan
oleh PT CSI kepada PT Bank Mandiri.
Dari semua faktor-faktor diatas yang menyebabkan kredit bermasalah diperlukan penyelesaian yang
cepat agar tidak menjadi berlarut-larut sehingga akan membebani tingkat kesehatan bank tersebut. Dalam
penyelesaian suatu

MATERI KELOMPOK 6 “Jaminan Dalam Perjanjian Kredit”


Jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yang berarti kemampuan debitor untuk memenuhi
atau melunasi perutangnya kepada kreditor dengan cara menahan benda tertentu yang bersifat ekonomis sebagai
tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterimana debitor terhadap kreditornya. Jaminan harus diikat
keberadaannya, yaitu dengan adanya suatu ikatan hukum agar memiliki kepastian hukum yang jelas bagi kedua belah
pihak, baik pihak kreditur maupun debitur. Tujuan pengikatan jaminan itu sendiri ialah agar memudahkan pada proses
eksekusinya. Jaminan merupakan suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang dimana menjadi sarana untuk
menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitor seandainya wanpretasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau
utangnya berakhir. Keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank dalam memberikan jaminan dalam
perjanjian kredit.Dalam perjanjian kredit terdapat jenis-jenis jaminan di antaranya yaitu:
1. Jaminan Perorangan
 Jaminan perorangan atau orang pribadi adalah jaminan yang diberikan oleh pihak ketiga kepada
orang lain dalam hal ini kreditor yang menyatakan, bahwa pihak ketiga menjamin pembayaran
kembali suatu pinjamin, jika pihak yang berutang atau debitor tidak mampu memenuhi kewajiban-
kewajiban finansialnya terhadap kreditor dalam hal ini bank.
 Dari pengertian di atas terlihat, jaminan perorangan merupakan perjanjian tiga pihak yakni antara
penanggung dengan debitor dan kreditor. Jaminan perorangan ini dalam praktik perbankan
dikenal sebagai Personal Guarantee. Di samping itu dikenal pula Company (corporate)
Guarantee yakni jaminan perusahaan yang dalam praktik berupa surat keterangan dari pimpinan
perusahaan perihal keabsahan, kedudukan dan penghasilan dari pihak yang minta
jaminan.Jaminan perorangan dapat diikatkan dengan akta penanggungan (borgtocht).
 Tiada penanggungan bila tiada perikatan pokok yang sah menurut undang-undang. Akan tetapi
orang dapat mengadakan penanggungan dalam suatu perikatan, walaupun perikatan itu dapat
dibatalkan dengan sanggahan mengenai diri pribadi debitur misalnya dalam hal belum cukup
umur. (1821)
 Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri dalam perjanjian atau dengan syarat-syarat
yang lebih berat dari perikatan yang dibuat oleh debitur. Penanggungan dapat diadakan hanya
untuk sebagian utang atau dengan mengurangi syaratsyarat yang semestinya. Bila penanggungan
diadakan atas jumlah yang melebihi utang atau dengan syarat-syarat yang lebih berat maka
perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan sah, tetapi hanya untuk apa yang telah ditentukan
dalam perikatan pokok. (1822)
 Orang dapat mengangkat diri sebagai penanggung tanpa diminta oleh orang yang mengikatkan
diri untuk suatu utang, bahkan juga dapat tanpa tahu orang itu. Orang dapat pula menjadi
penanggung, bukan hanya untuk debitur utama melainkan juga untuk seorang penanggung debitur
utama itu. (1823)
 jika pihak penanggung sendiri dinyatakan pailit sehingga pihak penjamin tidak bisa lagi
memenuhi kewajibannya, apa yang harus dilakukan oleh kreditor? Secara teoritis bagi kreditor
sebenarnya ada dasar untuk menyatakan penanggung sekalipun sudah dinyatakan pailit tetap harus
bertanggung jawab terhadap apa yang sudah disanggupi. Sebagaimana yang dijabarkan dalam
Pasal 1131 Jo 1132 KUHPerdata
 Penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur kecuali debitur lalai membayar utangnya,
dalam hal itu pun barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi
utangnya. (Pasal 1831)
 Pasal 1832 Penanggung tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dulu disita dan
dijual untuk melunasi utangnya: 1. bila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut
barang-barang debitur lebih dahulu disita dan dijual; 2. bila ia telah mengikatkan dirinya bersama-
sama dengan debitur terutama secara tanggung menanggung, dalam hal itu, akibat-akibat
perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang-utang tanggung-menanggung;
3. jika debitur dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara
pribadi; 4. jika debitur berada keadaan pailit; 5. dalam hal penanggungan yang diperintahkan oleh
Hakim.
2. Jaminan Kebendaan
 Di dalam hukum, benda dibedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak.Benda
bergerak terdiri dari jaminan benda bertubuh dan benda tidak bertubuh. Sebagai contoh, benda
bertubuh adalah kendaraan bermotor, mesin, dan peralatan kantor, barang periasan, dan
sebagainya. Benda tidak bertubuh adalah wesel, promes, deposito berjangka, sertifikat deposito,
piutang dagang, surat saham, obligasi, dan surat berharga sekuritas lainnya.
 Benda tidak bergerak dalam perjanjian kredit adalah tanah dengan dan tanpa bangunan atau
tanaman diatasnya, mesin dan peralatan yang melakat pada tanah atau bangunan dan merupakan
satu kesatuan, kapal laut bervolume 20 meter kubik ke atas dan sudah didaftarkan. Bangunan
rumah susun tanah tempat bangunan didirikan, hak milik atas satuan rumah susun, bangunan
rumah susun atau hak milik atas satuan rumah susun jika tanahnya berstatus hak pakai atas tanah
negara.
 Perbedaan jenis benda ini memiliki konsekuensi yuridis yang berbeda, yakni:
a. Pembebanan Jaminan
1) Benda bergerak: Pengikatan berupa fidusia atau gadai.
2) Benda tidak bergerak: Berupa hak tanggungan.
b. Penyerahan
1) Benda bergerak: Dilakukan dengan penyerahan nyata.
2) Benda tidak bergerak: Penyerahannya dilakukan dengan balik nama.
c. Kedaluarsa
1) Benda bergerak: Tidak memiliki batas waktu.
2) Benda tidak bergerak: memiliki batas waktu sampai dengan 30 tahun.
 Jika dilihat dalam tataran normatif maupun teoritis dengan ada jaminan kebndaan semakin
memperkuat posisi kreditor. Supaya posisi tersebut benar-benar mendapat kepastian hukum,
M.Bahsan mengemukakan terhadap jaminan yang diberikan oleh debitor kepada kreditor perlu
dilakukan penilaian hukum secara cermat. Hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian terhadap
jaminan yakni:
a. Wujud jaminan yang diberikan
b. Kepemilikan dan dokumennya
c. Peruntukan atau penggunaannya
d. Perizinan yang terkait
e. Tata cara pengikatannya sebagai utang
f. Hubungan hukum dalam penyerahannya sebagai jaminan kredit oleh pemohon kredit
g. Pembebanan atau permasalahan yang terkait dengan pengikatannya sebagai jaminan kredit
BENTUK PENGIKATAN JAMINAN
Bentuk dari pengikatan jaminan ialah sebagai berikut:
1. Hak Tanggungan
 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) menjelasakan, hak tanggungan berarti hak
jaminan yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut setiap benda yang merupakan
bagian dan kesatuannya, untuk pelunasan suatu utang tertentu dan memberikan kedudukan yang
diutamakan/ preferent kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain. Dengan kata lain, hak
tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang yang memberikan kedudukan
istimewa kepada seseorang kreditur terhadap kreditur-kreditur lain.
 Hak tanggungan tesebut dapat dilaksanakan apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang hak
tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum terhadap tanah yang dijadikan jaminan
dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur yang lain.
 Hak tanggungan juga merupakan suatu hak kebendaan yang harus dibuat dengan akta otentik dan
didaftarkan serta bersifat accessoir dan eksekutorial, yang diberikan oleh debitur kepada kreditur
sebagai jaminan atas pembayaran utang-utangnya yang berobjekkan tanah dengan atau tanpa
segala sesuatu yang ada di atas tanah tersebut, yang memberikan hak prioritas bagi pemegangnya
untuk mendapatkan pembayaran utang terlebih dahulu daripada kreditur lainnya meskipun tidak
harus yang mendapat pertama.
 Dengan demikian, ciri-ciri hak tanggungan ialah sebagai berikut:
1) Memberikan kedudukan diutamakan (preferent) kepada Krediturnya;
2) Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada (droit de suite);
3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas;
4) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya;
5) Tidak dapat dibagi-bagi;
6) Bersifat accessoir/merupakan ikatan pada perjanjian pokok yakni perjanjian yang
menimbulkan hubungan hukum hutang-piutang.
 Sementara, obyek dari hak tanggungan antara lain:
a) Hak Milik
b) HGB
c) HGU
d) Hak Pakai atas Tanah Negara
 Dari jenis hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan jenis hak yang cukup kuat. Dalam arti
tidak ada pembatasan waktu, lain halnya dengan hak guna usaha maupun hak guna bangunan ada
pembatasan waktu. Secara teoritis memang dapat diperpanjang kembali. Oleh karena itu dilihat
dari segi keamanan bagi pemberi kredit, hak milik tentu menjadi pilihan utama. Yang menarik
dalam UHHT ini, hak milik tentu menjadi pilihan utama.
 hak pakai atas tanah negara menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut
ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapt juga
dibebani hak tanggungan. Hanya saja untuk jenis hak pakai atas tanah negara, membutuhkan
pengaturan lebih lanjut, pembebanan hak tanggungan pada hak pakai atas tanah hak milik akan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
 Hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil
karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan
yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan
di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
2. Hipotek
 Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak yang diperoleh oleh penagih
untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan dan yang dianggap
sebagai jaminan atas utang yang dipinjamkannya kepada pemilik benda tersebut.  Hipotek
menyebabkan penagih mempunyai hak pembayaran uang yang didahulukan dari pada pelunasan
atau pembayaran hutang orang lain. Dasar hukum hipotek adalah Pasal 1162 sampai dengan
Pasal 1232 KUH Perdata.
 benda yang dapat dihipotekkan, yang dapat dibebani dengan hipotek hanyalah:
a. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan, beserta segala perlengkapannya,
sekedar yang terakhir ini dianggap sebagai benda tak bergerak
b. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
c. Hak numpang karang dan hak usaha
d. Bunga tanah, baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil
tanah dalam ujudnya
e. Bunga bersepuluh
f. Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya
 Adapun syarat-syarat hipotek ialah sebagai berikut:
1) Atas benda tetap
2) Dengan akta Notaris
3) Didaftarkan di Kantor Balik Nama (Kodester)
 Sementara sifat umum dari hipotek antara lain:
1) Hipotek adalah hak kebendaan, yang bersifat absolut, hak itu mengikat bendanya dan
memberi wewenang yang luas kepada si pemilik benda serta jangka waktu hak yang tidak
terbatas.
2) Merupakan perjanjian Accessoir.
3) Droit de Preference atau hak yang didahulukan dari piutang lainnya.
4) Mudah dieksekusi.
5) Objeknya benda tetap, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
6) Hanya berisi hak untuk melunasi hutang, dan tidak memberi hak untuk menguasai bendanya.
7) Dibebankan atas benda milik orang lain.
8) Pinjaman Hipotek tak dapat di bagi-bagi.
9) Openbaar atau bersifat terbuka.
10) Specialitas.
3. Gadai
 Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atau kreditur atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau debitur, atau oleh seorang lain
atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berhutang atau kreditur itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang
atau kreditur lainnya, dengan perkecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan biaya-biaya mana
harus didahulukan.
 Adapun obyek gadai meliputi barang bergerak seperti kendaraan, mesin, logam mulia, surat
saham, surat berharga lainnya, dan lain lain, di mana bentuk pengikatannyadapat dilakukan
secara akta Otentik/Notaril atau dibawah tangan.
 Dasar hukum gadai dimuat dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata).
 Gadai memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Gadai diberikan hanya atas benda bergerak;
b. Jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai (debitur), adanya
penyerahan benda gadai secara fisik (lavering);
c. Gadai memberikan hak kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas
piutang kreditur (droit de preference);
d. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mengambil sendiri pelunasan secara
mendahului dari kreditur lain yang tidak memiliki hak istimewa.
 Syarat gadai yaitu barang yang digadaikan harus berada dalam penguasaan fisik Penerima Gadai
atau orang lain yang ditunjuk oleh pemegang/penerima gadai, namun tidak boleh meliputi hak
untuk memakai barang tersebut dengan ancaman batal demi hukum.
4. Fidusia
 Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata "Fides", yang berarti kepercayaan, Sesuai
dengan arti kata ini maka hubutigan (hukum) antara debitor (pemberi kuasa) dan kreditor
(penerima kuasa) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan.
 Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa
fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik
benda. Selain fidusia, dikenal juga jaminan fidusia.
 Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan penerima fidusia
terhadap kreditur lainnya.
 Fidusia dahulu dikenal dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO) yang berarti
fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan,
sedangkan bendanya sendiri tetap berada dalam tangan si Debitur, dengan kesepakatan bahwa
Kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya
telah dibayar lunas.
 Adapun obyek Fidusia terdiri dari:
a) Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud;
b) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak
Tanggungan berdasarkan UUHT.
 Sementara subyek yang dapat memberi Fidusia ialah harus merupakan pemilik benda.Jika
Benda tersebut milik Pihak Ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak boleh dengan kuasa
substitusi, tetapi harus langsung oleh pemilik Benda/Pihak Ketiga yang bersangkutan.
 Bentuk pengikatan Fidusia sendiri harus dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana
diatur dalam pasal 5 UU Fidusia. Selain itu, Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih
dari satu Penerima atau kepada Kuasa atau Wakil Penerima Fidusia.Ketentuan ini
dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
 Adapun sifat Fidusia antara lain:
a. Asas Droit De Suite --- Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi Obyek Jaminan
Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada.
b. Asas Hak Preferent
1) Dengan didaftarkannya Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, memberikan
kedudukan hak yang didahulukan kepada Penerima Fidusia (Kreditur) terhadap Kreditur
lainnya.
2) Kualitas hak didahulukan Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya Kepailitan dan atau
Likuidasi.
c. Cessie Piutang
Cessie merupakan suatu cara pengalihan antara piutang atau hak kebendaan tak berwujud
lainnya dari satu kreditur lainnya. Penyerahan piutang tersebut dilakukan dengan membuat
akta cessie.Pengalihan dilakukan dengan adanya pemberitahuan dari pihak yang mengalihkan
piutang kepada debitur yang memiliki utang.Bentuk pengalihan cessie atas suatu hak
kebendaan tak berwujud dapat juga dijadikan jaminan atas pelunasan utang tertentu.
Menurut Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penyerahan itu harus
dilakukan dengan akta, baik akta autentik atau akta dibawah tangan. Penyerahan secara lisan
tidak sah.Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi agar cessie memiliki kekuatan hukum
atau daya berlaku terhadap debitur, yaitu dengan pemberitahuan penyerahan secara nyata dari
cedent (piutang lama) kepada debitur atau dengan adanya pengakuan dari debitur secara
tertulis.
Apabila pemberitahuan itu tidak dilakukan, debitur dapat melakukan pembayaran
terhadap cedent, asalkan debitur masih menganggap cedent sebagai kreditur yang jujur.Pasal
613 KUH Perdata Ayat (2) menyatakan bahwa akta cessie tersebut baru berlaku terhadap
cessus kalau kepadanya sudah diberitahukan adanya cessie atau secara tertulis disetujui atau
diakui olehnya.
Perbedaan Gadai, Fidusia, Hak Tanggungan, dan Hipotek
1. Gadai
a. Dasar hukum : 1150-1160Kuhper
b. Definisi: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atau kreditur atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau debitur, atau oleh seorang lain
atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berhutang atau kreditur itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang atau
kreditur lainnya, dengan perkecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan biaya-biaya mana harus
didahulukan. 9PASAL 1150 KUHPer)
c. Objek : Adapun obyek gadai meliputi barang bergerak seperti kendaraan, mesin, logam mulia, surat
saham, surat berharga lainnya, dan lain lain, di mana bentuk pengikatannyadapat dilakukan secara
akta Otentik/Notaril atau dibawah tangan.
d. Legalitas: Perjanjian gadai (pasal 1151 KUHper)
e. Eksekusi: Lelang atau dijual atas izin pengadilan benda yang telah dikuasai kreditur (pasal 1155 dan
1156 KUHPer)
f. Sifat benda: benda telah ada dan diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan atas utangnya (pasal
1150 KUHPer), dan suatu benda dapar dibebani lebih dari satu hak gadai asal kreditur dan
debiturnya adalah seseorang yang sama dengan hutang pertama.
g. Hilangnya hak: debitur telah membayar hutang pokok kepada kreditur termasuk jika ada (bunga,
biaya hutang, biaya penelamatan barang) Pasal 1159 KUHPer, dan hak gadai hapus bila hak itu lepas
dari kekuasaan pemegang gadai Pasal 1152 KUHPer
2. Fiduisia
a. Dasar hukum : UU No. 42 Tahun 2009 Tentang Jaminan Fiduisia
b. Definisi: Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik
benda (pasal 1 angka 1). Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak
dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi
pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia
terhadap kreditor lainnya (pasal 1 angka 2)
c. Objek : Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud dan Benda tidak bergerak,
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.
d. Legalitas: Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa
Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia (pasal 5 ayat 1)
e. Eksekusi: Apabila debitor atau Pemberi Fidusia ciderajanji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara : a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana
dimakasud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia; b. penjualan Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga
tertinggi yang menguntungkan para pihak. (pasal 29)
f. Sifat benda: Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda,
termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian
(pasal 9 ayat (1)
g. Hilangnya hak: Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut : a. hapusnya utang yang
dijamin dengan fidusia; b. pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau c.
musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia (pasal 25 ayat 1)
3. Hipotek
a. Dasar hukum : Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata.
b. Definisi : Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang dijadikan jaminan
dalam pelunasan suatu perikatan (pasal 1162)
c. Objek : Yang dapat dibebani dengan hipotek hanyalah: 1. barang-barang tak bergerak yang dapat
diperdagangkan, beserta semua yang termasuk bagiannya, sejauh hal yang tersebut terakhir ini
dianggap sebagai barang tak bergerak. 2. hak pakai hasil barang-barang itu dengan segala sesuatu
yang termasuk bagiannya: 3. hak numpang karang dan hak usaha; 4. bunga tanah yang terutang, baik
dalam bentuk uang maupun dalam bentuk hasil tanah; 5. hak sepersepuluhan; 6. bazar atau pekan
raya, yang diakui oleh pemenntah, beserta hak istimewanya yang melekat. (Pasal 1164 KUHPer)
d. Legalitas: Hipotek hanya dapat diberikan dengan akta otentik, kecuali dalam hal yang dengan tegas
ditunjuk oleh undangundang. Juga pemberian kuasa untuk memberikan hipotek harus dibuat dengan
akta otentik. (Pasal 1171)
e. Eksekusi: penjualan (penjualan secara lelang atau biasa) dengan dasar akta hipotek yg telah
didaftarkan ke kantor terkait (pasal 1172)
f. Sifat benda: hipotek hanya dapat diadakan atas benda yang sudah ada. Hipotek atas benda yang
belum ada adalah batal. (pasal 1175)
g. Hapusnya : Hipotek hapus: 1. karena hapusnya perikatan pokoknya 2. karena pe!epasan hipotek itu
o!eh kreditur; 3. karena pengaturan urutan tingkat oleh Pengadilan, dan seterusnya. (pasal 1209)
4. Hak tanggungan
a. Dasar hukum : Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT)
b. Definisi:  Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitandengan tanah, yang
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yangdibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untukpelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain (pasal 1 angka 1)

c. Objek : Hak Milik, HGB, HGU, Hak Pakai atas Tanah Negara (pasal 4 ayat 1 dan ayat 2)
d. Legalitas: Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan AktaPemberian Hak
Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku. (pasal 10 ayat
(2))
e. Eksekusi: Apabila debitor cidera janji, pemegang HakTanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek Hak Tanggungan ataskekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnyadari hasil penjualan tersebut (pasal 6)
f. Sifat benda: Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanahberikut bangunan, tanaman,
dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yangmerupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut,
dan yang merupakan milikpemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan
di dalamAkta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. (pasal 4 ayat (4)) dan Suatu obyek
Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih darisatu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan
lebih dari satu utang (pasal 5 ayat (1))
g. Hapusnya: HakTanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut: a. hapusnya utang yang dijamin
dengan Hak Tanggungan;b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan; c.
pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri; dan
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan (pasal 18 ayat 1)
- tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan penerima fidusia
terhadap kreditur lainnya.
- Obyek Fidusia terdiri dari:
a. Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud;
b. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan
berdasarkan UUHT.
- Sementara subyek yang dapat memberi Fidusia ialah harus merupakan pemilik
benda.Jika Benda tersebut milik Pihak Ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak boleh
dengan kuasa substitusi, tetapi harus langsung oleh pemilik Benda/Pihak Ketiga yang
bersangkutan.
- Adapun sifat Fidusia antara lain:
d. Asas Droit De Suite --- Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi Obyek
Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada.
e. Asas Hak Preferent
3) Dengan didaftarkannya Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia,
memberikan kedudukan hak yang didahulukan kepada Penerima Fidusia (Kreditur)
terhadap Kreditur lainnya.
4) Kualitas hak didahulukan Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya Kepailitan dan
atau Likuidasi.
f. Cessie Piutang: Cessie merupakan suatu cara pengalihan antara piutang atau hak
kebendaan tak berwujud lainnya dari satu kreditur lainnya.
Perbedaan Gadai, Fidusia, Hak Tanggungan, dan Hipotek
1. Gadai
a. Dasar hukum : 1150-1160Kuhper
b. Definisi, objeknya
c. Legalitas: Perjanjian gadai (pasal 1151 KUHper)
d. Eksekusi: Lelang atau dijual atas izin pengadilan benda yang telah dikuasai kreditur (pasal 1155 dan
1156 KUHPer)
e. Sifat benda: benda telah ada dan diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan atas utangnya (pasal
1150 KUHPer), dan suatu benda dapar dibebani lebih dari satu hak gadai asal kreditur dan
debiturnya adalah seseorang yang sama dengan hutang pertama.
f. Hilangnya hak: debitur telah membayar hutang pokok kepada kreditur termasuk jika ada (bunga,
biaya hutang, biaya penelamatan barang) Pasal 1159 KUHPer, dan hak gadai hapus bila hak itu lepas
dari kekuasaan pemegang gadai Pasal 1152 KUHPer
2. Fiduisia
a. Dasar hukum : UU No. 42 Tahun 2009 Tentang Jaminan Fiduisia
b. Definisi: (pasal 1 angka 2), objek
c. Legalitas: Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa
Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia (pasal 5 ayat 1)
d. Eksekusi: Apabila debitor atau Pemberi Fidusia ciderajanji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara : a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana
dimakasud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia; b. penjualan Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga
tertinggi yang menguntungkan para pihak. (pasal 29)
e. Sifat benda: Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda,
termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian
(pasal 9 ayat (1)
f. Hilangnya hak: Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut : a. hapusnya utang yang
dijamin dengan fidusia; b. pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau c.
musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia (pasal 25 ayat 1)
3. Hipotek
a. Dasar hukum : Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata.
b. Definisi : (pasal 1162), objeknya
c. Objek : benda” yang dihipotekkan dipenjelasan atas (Pasal 1164 KUHPer)
d. Legalitas: Hipotek hanya dapat diberikan dengan akta otentik, kecuali dalam hal yang dengan tegas
ditunjuk oleh undangundang. Juga pemberian kuasa untuk memberikan hipotek harus dibuat dengan
akta otentik. (Pasal 1171)
e. Eksekusi: penjualan (penjualan secara lelang atau biasa) dengan dasar akta hipotek yg telah
didaftarkan ke kantor terkait (pasal 1172)
f. Sifat benda: hipotek hanya dapat diadakan atas benda yang sudah ada. Hipotek atas benda yang
belum ada adalah batal. (pasal 1175)
g. Hapusnya: Hipotek hapus: 1. karena hapusnya perikatan pokoknya 2. karena pe!epasan hipotek itu o!
eh kreditur; 3. karena pengaturan urutan tingkat oleh Pengadilan, dan seterusnya. (pasal 1209)
4. Hak tanggungan
a. Dasar hukum : Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT)
b. Definisi (pasal 1 angka 1)

c. Objek : Hak Milik, HGB, HGU, Hak Pakai atas Tanah Negara (pasal 4 ayat 1 dan ayat 2)
d. Legalitas: Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan AktaPemberian Hak
Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku. (pasal 10 ayat
(2))
e. Eksekusi: Apabila debitor cidera janji, pemegang HakTanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek Hak Tanggungan ataskekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnyadari hasil penjualan tersebut (pasal 6)
f. Sifat benda: Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanahberikut bangunan, tanaman,
dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yangmerupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut,
dan yang merupakan milikpemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan
di dalamAkta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. (pasal 4 ayat (4)) dan Suatu obyek
Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih darisatu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan
lebih dari satu utang (pasal 5 ayat (1))
g. Hapusnya: HakTanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut: a. hapusnya utang yang dijamin
dengan Hak Tanggungan;b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan; c.
pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri; dan
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan (pasal 18 ayat 1)

Anda mungkin juga menyukai