Anda di halaman 1dari 7

Hubungan Bank Dengan Nasabah

Nasabah bank dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu nasabah yang
menyimpan dana (nasabah kreditur) atau umumnya disebut nasabah penyimpan
dana atau pula tak jarang yang menyebut dengan istilah nasabah deposan, dan
nasabah yang meminjam dana dari bank (nasabah debitur). Dengan demikian ada
dua hubungan hukum, yaitu hubungan hukum antara bank dengan nasabah kreditur
dan hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur.

Hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana diwujudkan


dengan adanya “simpanan” dan hubungan antara bank dengan nasabah peminjam
dana diwujudkan dengan adanya “kredit”. Dengan demikian, ada dua perbuatan
hukum yang senantiasa dilakukan, yakni menerima simpanan dana milik
masyarakat dan memberi pinjaman dana kepada masyarakat. Bagi bank, dua
perbuatan hukum tersebut dapat diibaratkan seperti mata uang logam, memiliki dua
sisi yang berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan

Pasal 1 angka 5 UU Perbankan :


Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,
sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu
Pasal 1 angka 11 UU Perbankan
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga
Bank Sebagai Lembaga Kepercayaan
Bank sebagai lembaga kepercayaan manakala melihat hubungan antara
bank dengan nasabah penyimpan dana, namun saat melihat hubungan antara
bank dengan nasabah peminjam dana, maka secara tegas saya berpendapat
bank bukan lembaga kepercayaan.

Dasar masyarakat menyimpan uang, yang utama adalah kepercayaan


terhadap bank, baru kemudian diwujudkan dalam bentuk perjanjian
penyimpanan dana. Selain itu tidak ditegaskan adanya kewajiban bank untuk
mengembalikan dana simpanan. Berbeda saat bank memberikan kredit, tidak
didahului adanya kepercayaan kepada nasabah. Selain itu, diatur secara tegas
adanya kewajiban masyarakat yang menerima kredit untuk mengembalikan/
melunasi kredit yang telah diterimanya

Dasar masyarakat menyimpan dana di bank karena adanya kepercayaan.


Lebih jelas lagi dengan membaca ketentuan Pasal 29 ayat (3) UU Perbankan
yang menegaskan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib
menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya kepada bank. Di dalam Penjelasan Pasal 29
alenia 5 UU Perbankan dirumuskan : ”Mengingat bank bekerja terutama
dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar
kepercayaan setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara
kepercayaan masyarakat padanya
Bank tidak pernah secara tegas memberikan asetnya untuk menjamin
dana yang diterimanya sebagai simpanan, sekalipun bank merupakan kegiatan
usaha yang beroperasi dengan menggunakan dana milik nasabah penyimpan
dana. Nasabah penyimpan dana semata-mata mengandalkan rasa percaya
kepada bank bahwa bank akan mampu mengembalikan dana yang disimpan itu
saat nasabah mengambilnya kembali. Dengan tidak adanya aset milik bank
yang dijadikan jaminan bagi dana yang disimpan di bank, menunjukkan bahwa
simpanan nasabah penyimpan dana di bank bukan merupakan piutang yang
diistimewakan, artinya piutang yang tidak dijamin dengan hak jaminan apapun,
jadi kedudukan nasabah kreditur hanyalah seorang kreditur konkuren. Menurut
Sutan Remy Syahdeini, saat acara orasi ilmiah didalam sidang terbuka Rapat
Senat Universitas Airlangga, pada tanggal 10 November 1994, sebagai kreditur
konkuren, tingkat prioritas nasabah penyimpan dana sebagai berikut ini :

a. Berkedudukan lebih rendah dari para kreditur preferen sepanjang


menyangkut hasil penjualan harta milik tertentu dari bank yang
dijadikan barang agunan yang diikat dengan hak jaminan yang
memberikan hak preferen kepada kreditur-kreditur yang
bersangkutan
b. Harus berbagi secara proporsionil menurut perbandingan besarnya
piutang masing-masing dengan sesama para kreditur konkuren atas
hasil penjualan harta milik bank yang tidak dijadikan barang agunan
yang diikat dengan hak jaminan yang memberikan hak preferen.

Dari kutipan pendapat di atas, maka dengan bersandar pada Pasal 1131
BW Jo Pasal 1132 BW, nasabah penyimpan dana dijamin dengan asset milik bank
secara umum, artinya tidak menunjuk pada aset tertentu, dan oleh karena itu
penjaminannya pun secara umum, artinya berbagi dengan kreditur konkuren
lainnya seimbang dengan besarnya piutang atau simpanan masing-masing.

Pasal 1131 KUH Perdata:


“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak
bergerak, baik yang sudah ada, maupun yang baru akan ada di
kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan”
Dari kedudukannya sebagai kreditur konkuren inilah, maka dapat
ditafsirkan bahwa kepercayaan nasabah penyimpan dana kepada bank
merupakan jaminan utama, sehingga dalam bidang kegiatan usaha bank, aspek
kepercayaan sangat menentukan keberlangsungan suatu bank, mengingat
bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya menggunakan dana milik
nasabah penyimpan dana.
Berbeda saat masyarakat yang membutuhkan dana dari bank/nasabah
debitur, UU Perbankan tidak merumuskan adanya unsur kepercayaan seperti
hal nya pada saat nasabah penyimpan dana memberikan dananya kepada bank
untuk disimpan. Ditegaskan di dalam UU Perbankan bahwa antara bank
dengan nasabah debitur terikat perjanjian pinjam meminjam uang atas dasar
kesepakatan, selain juga ada ditegaskan adanya kewajiban nasabah debitur
untuk mengembalikan pinjaman yang telah diterimanya.
Di dalam Pasal 8 UU perbankan diatur tetang kewajiban bank untuk
melakukan Analisa Kredit sebelum memutuskan untuk memberikan kredit :
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berasarkan Prinsip Syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah
Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan
Bagian Penjelasan :
Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh
bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam
arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur
untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit,
bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari Nasabah
Debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian
kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh
keyakinan atas kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya,
agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang
dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya
didasarkan pada hukum, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan
sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang
tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim
dikenal dengan agunan tambahan.
Analisa Kredit berdasarkan Pasal 8 UU Perbankan dikenal dengan istilah Analisa
5 C (The Five C’S of Credit), yaitu :

1. Watak Watak (Character)


Untuk mengalisis dari segi kepribadian atau karakter nasabah calon
calon peminjam/debitur.

2. Kemampuan (Capacity)

Untuk menilai kemampuan nasabah calon debitur dalam mengelola


usaha yang dimilikinya, yang lebih ditekankan pada kemampuan
managerialnya (skill).

3. Modal (Capital)
Kemampuan terkait kondisi aset dan kekayaan atau aset investasi
lainnya yang dimiliki calon debitur.

4. Agunan (Collateral)

Satu-satunya unsur jaminan yang memiliki nilai ekonomis secara


langsung, sebab ketika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
mengembalikan pinjaman dari pihak bank, maka pihak bank bisa menyita
aset yang telah dijaminkan. Semakin besar nilai agunan yang diberikan
semakin besar pula poin penilaiannya.

5. Prospek Usaha (Condition)

Analisis terhadap faktor di luar calon debitur namun ada di sekitar calon
debitur.

Saat bank memberikan dananya kepada nasabah debitur dalam bentuk


kredit, UU Perbankan merumuskan adanya agunan sebagai salah satu unsur
yang harus dianalisa oleh bank dalam rangka bank memperoleh keyakinan
bahwa nasabah debitur akan mampu dan sanggup melunasi pokok pinjaman
dan bunganya. Ditegaskan di dalam Penjelasan Pasal 8 UU Perbankan bahwa
Agunan merupakan salah satu unsur jaminan, namun merupakan satu-satunya
unsur jaminan yang secara langsung memiliki nilai ekonomis, yang akan dapat
dijadikan pengganti pembayaran kredit bank jika nasabah debitur tidak
melunasi pinjamannya.

Pasal 1132 KUH Perdata:


“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang
yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu
dibagi-bagi menurut keseimbanganya itu menurut besar kecilnya
piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu
ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Anda mungkin juga menyukai