Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam kehidupan masyarakat, kegiatan pinjam meminjam uang sudah


dilakukan sejak lama. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kelebihan uang
bersedia meminjamkan uang kepada yang memerlukan. Sebaliknya, pihak peminjam
berdasarkan keperluan atau tujuan tertentu melakukan peminjaman uang tersebut.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pihak peminjam meminjam uang kepada pihak
pemberi pinjaman untuk membiayai kebutuhan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari atau untuk memenuhi keperluan dana guna pembiayaan kegiatan
usahanya.

Dalam kegiatan pinjam meminjam uang yang terjadi di masyarakat terdapat


persyaratan berupa penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak
pemberi pinjaman. Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan
jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan
jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada
pemegang jaminan.

Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law,


zekerheidsstelling, atau sekerheidsrechten. Dalam keputusan Seminar Hukum
Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mana tanggal
9-11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan, bahwa istilah “hukum jaminan” itu
meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.

Menurut J.Satrio hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur
tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.
Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang
seseorang (J.Satrio, 2002:3). Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan
hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan
pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit (Salim HS, 2004:6).

Sehubungan dengan jaminan utang, pemahaman tentang hukum jaminan


sebagaimana yang terdapat dalam berbagai peraturan perundangan-undangan yang
berlaku sangat diperlukan agar pihak-pihak yang berkaitan dengan penyerahan
jaminan kredit dapat mengamankan kepentingannya, antara lain bagi bank sebagai
pihak pemberi kredit.

Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko


yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Namun
mengingat sebagai lembaga intermediasi, sebagian besar dana bank berasal dari dana
masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan
undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia.

Bank dalam memberikan kredit kepada pengusaha/nasabah wajib mempunyai


keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya
sesuai dengan yang diperjanjikan, krena kredit yang diberikan oleh bank
mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanannya bank harus memperhatikan asas
perkreditan yang sehat.

Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti


keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh
keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian
yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal dan agunan serta prospek usaha
debitur, yang dalam usaha Perbankan dikenal dengan sebutan 5 c. Jika asas 5 c
terpenuhi, maka diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur, dan kepada debitur
yang bersangkutan dapat diberikan kredit.
B. Tujuan Penulisan

Dari penjelasan di atas, penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui


megenai Hukum Jaminan dan Pemberia Kredit Melalui Bank.

C. Manfaat Penulisan

Untuk memperdalam pemahaman mahasiswa agar mempunyai wawasan yang


luas tentang Hukum Jaminan dan Pemberian Kredit di Perbankan.

BAB II
PEMBAHASAN

I. Hukum Jaminan

A. Pengertian Jaminan
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidsstelling atau security
of law. Dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang lembaga hipotek
dan jaminan lainnya ,yang diselenggarakan di Yogyakarta ,pada tanggal 20 sampai
dengan 30 juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan ,meliputi pengertian ,baik
jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan .Pengertian jaminan ini mengacu
pada jenis jaminan, bukan pengertian. Definisi ini menjadi tidak jelas ,karena yang
dilihat hanya dari penggolongan jaminan.

Pengertian hukum jaminan dari berbagai pendapat para ahli

1. Prof. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan

Hukum jaminan adalah hukum mengatur konstruksi yuridis yang


memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda
yang dibelinya sebagai jaminan .Peraturan demikian harus cukup menyakinkan
dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembga kredit, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga
demikian kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan
jumlah besar,dengan jangka waktu lama dan bunga yang relatif rendah.
Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjhoen Sofwan ini
merupakan suatu konsep yuridis yang berkaitan dengan penyusunan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan pada masa yang akan
dating. Sedangkan saat ini telah dibuat berbagai peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan jaminan.

2. J satrio

Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-


jaminan piutang seorang kreditor terhadap debitor. Definisi ini difokuskan pada
pengaturan pada hak-hak kreditor semata-mata,tetapi tidak memperhatikan
hak-hak debitor.Padahal subjek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut
kreditor semata-mata,tetapi juga erat kaitannya dengan debitor.

3. Salim H.S

Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang


mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam
kaitannya dengan pembebebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.

B. Unsur-Unsur Hukum Jaminan


1. Adanya kaidah hukum
Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis.
Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah
hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang
tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada
gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan;
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan
barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi
jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas
kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah
orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi
jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau
badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas
kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan
nonbank;
3. Adanya jaminan
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan
materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-
hak kebendaan seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk
mendapatkan fasilitas dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian
kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank
atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk
mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya
bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit
kepadanya.

C. Asas- Asas Hukum Jaminan


1. Asas publicitet
Asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus
didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat
mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan
jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia
pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan
pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama, yaitu syahbandar;
2. Asas specialitet
Bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas
percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu;
3. Asas tak dapat dibagi-bagi
Asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak
tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan
pembayaran sebagian;
4. Asas inbezit steelling
Yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai;
5. Asas horizontal
Bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat
dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik.
Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan tetapi
tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.

D. Penggolongan Jaminan

1. Penggolongan Jaminan berdasarkan Sifatnya, yaitu:


a. Jaminan yang bersifat perorangan, (personal Guarantee) adalah pemberi
jaminannya adalah pihak ketiga secara perorangan, dan jaminan
perusahaan, yang pemberi jaminannya adalah suatu badan usaha yang
berbadan hukum. Jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang
diberikan oleh pihak ketiga guna menjamin pemenuhan kewajiban
kewajiban debitur kepada kreditur, apabila debitur yang bersangkutan
melakukan wanprestasi jaminan ini diatur dalam pasal 1820-1850 BW.
Jaminan Ini menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,
dan dapat dipertahankan terhadap debitur seumumnya. jaminan
perorangan terdiri atas:
1) Perjanjian pertanggungan (Borgtocht), yaitu suatu persetujuan
dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berpiutang
apabila orang ini tidak memenuhinya (pasal 1820 KUH Perdata.
Tujuan dan isi perjanjian penanggungan ini adalah memberikan
jaminan untuk dipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok.
2) Perjanjian garansi, (pasal 1316 KUH Perdata) Perjanjian garansi
pada dasarnya sama dengan perjanjian penanggungan yaitu sama-
sama adanya pihak ketiga yang berkewajiban menuhi preatasi.
Perbedaannya adalah pada perjanjian garansi kewajiban tersebut
dicantumkan di dalam perjanjian pokok yang berdiri sendiri.
3) Perjanjian tanggung menanggung, Pasal 1280 KUH Perdata bahwa
akan terjadi suatu perikatan tanggung menanggung di pihak orang-
orang yang berhutang manakah mereka semuanya diwajibkan
melakukan hal yang sama, sedemikian bahwa Salah satu hal dapat
dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan oleh salah satunya
membebaskan orang-orang yang berhutang lainnya terhadap si
berpiutang.
b. Jaminan yang bersifat kebendaan , adalah jaminan yang berupa hak
mutlak atas suatu benda tersebut / jaminan berupa harta kekayaan dengan
cara pemisahan bagian dari harta kekayaan baik debitur maupun dari
pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur
yang bersangkutan melakukan wanprestasi. Perbedaan antara jaminan
perorangan dengan jaminan kebendaan adalah jaminan perorangan
terdapat pihak ketiga yang menyanggupi untuk memenuhi perikatan
debitur bila debitur tersebut melakukan wanprestasi. Sedangkan jaminan
kebendaan harta kekayaan debitur yang dapat dijadikan jaminan sebagai
pelunasan kredit jika debitur cidera janji. Di Indonesia bentuk-bentuk hak
jaminan kebendaan yaitu:
1) Gadai di atur di dalam Buku II pasal 1150-1160 KUHPer. Dalam
pasal 1150 KUHPer gadai adalah suatu hak yang diperoleh
kreditur atas suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh
debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang
dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk
mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-
kreditur lainnya, terkecuali biaya untuk melelang barang tersebut
dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara barang itu.
Benda yang di jadikan jaminan dalam gadai adalah benda bergerak
yang terdiri dari benda berwujud dan benda bergerak yang tidak
berwujud (berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang
misalnya surat-surat piutang)
2) Hipotek, pasal 1162 KUHPer hipotek adalah suatu hak kebendaan
atas benda benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian
daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Misalnya tanah yang
berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan yang
telah didaftarkan.
3) Hak tanggungan, Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang hak
tanggungan atas tanah beserta benda-bendanya yang berkaitan
dengan tanah. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang di
benankan pada hak atas tanah.
4) Fidusia adalah pengalihan kepemilikan, berdasarkan kepercayaan.
Yaitu satu pihak yang memberikan kepercayaan penuh kepada
pihak lain untuk mengalihkan hak miliknya, tetapi benda-benda
yang dijadikan jaminan itu berupa jaminan utang.

2. Penggolongan jaminan berdasarkan Objek/Bendanya:


a. Jaminan dalam bentuk Benda Bergerak. sifatnya bergerak dan dapat di
pindahkan. Jaminan dalam bentuk benda bergerak dibedakan atas benda
bergerak yang berwujud, pengikatanya dengan gadai (pand), dan fidusia,
dan benda bergerak yang tidak berwujud, yang pengikatannya dengan
gadai (pand), cessie dan account revecieble.
b. Jaminan dalam bentuk Benda Tidak Bergerak. sifatnya tidak bergerak
dan tidak dapat di pindah-pindahkan, sebagaimana yang diatur dalam
KUHPerdata. Pengikatan terhadap jaminan dalam bentuk benda bergerak
berupa hak tanggungan (hipotik).

3. Penggolongan jaminan berdasarkan Terjadinya:


a. Jaminan yang lahir karena Undang-undang. Merupakan jaminan yang
ditunjuk keberadaannya oleh undang-undang, tanpa adanya perjanjian
dari para pihak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata,
seperti jaminan umum, hak privelege dan hak retensi. Pasal 1131 KUH
Perdata (Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada
dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan.) Pasal 1132 KUH Perdata (Harta kekayaan debitur
menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua krediturnya, hasil
penjualan dibagi secara seimbang dan proporsional).
b. Jaminan yang lahir karena Perjanjian. Merupakan jaminan yang terjadi
karena adanya perjanjian antara para pihak sebelumnya, seperti gadai
(pand), fidusia, hipotik, dan hak tanggungan

E. Syarat dan Manfaat Jaminan

Syarat-syarat benda jaminan yang baik adalah

1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang
memerlukan.
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan
dan meneruskan usahanya.
3. Memberikan kepastian kepada si kreditur dalam arti bahwa barang
jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah
diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima.

Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam


menunjang pembangunan ekonomi . Manfaat bagi kreditur adalah
1. Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup.
2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur

F. Sifat Perjanjian Jaminan


Perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian
pendahuluan atau pokok yang mendahuluinya. Karenanya perjanjian jaminan
merupakan perjanjian asesor (accesoir), tambahan, atau ikutan. Sebagai perjanjian
asesor, eksistensi perjanjian jaminan ditentukan oleh ada dan hapusnya perjanjian
pendahuluan atau perjanjian pokoknya. Pada umumnya biasanya perjanjian
pendahuluan ini berupa perjanjian utang piutang, perjanjian pinjam meminjam uang,
perjanjian kredit, atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan hukum utang
piutang. Kehadirannya perjanjian utang piutang tersebut menjadi daasar timbulnya
perjanjian jaminan, atau sebaliknya dengan berakhirnya perjanjian pendahuluan,
berakhir pula perjanjian jaminanya. Dalam perjanjian utang piutang, diperjanjikan
pula antara debitur dan kreditur bahwa pinjamnnya tersebut dibebani pula dengan
suatu jaminan, yang selanjutnya diikuti dengan pengikatan jaminan, yang dapat
berupa pengikatan jaminan kebendaan atau jaminan perseorangan.
Perjanjian jaminan sebagai perjanjian asesor juga terlihat dalam ketentuan
perjanjian jaminan di Inggris atau juga di Amerika dalam ketentuan mortgage, yaitu
bahwa mortgage selalu dikaitkan kepada perjanjian yang berkaitan dengan suatu
pinjaman (loan) (Djuhaendah Hasan, 1996 : 236)
Sifat asesor dari hak jaminan tersebut dapat menimbulkan akibat hukum tertentu
sebagai berikut :
1. Ada dan hapusnya perjajian jaminan itu tergantung dan ditentukan oleh
perjanjian pendahuluannya
2. Bila perjanjian pendahuluannya batal, maka dengan sendirinya perjanjian
jaminan sebagai perjanjian tambahan juga menjadi batal
3. Bila perjanjian pendahuluannya beralih atau dialihkan, maka dengan
sendirinya perjanjian jaminan ikut beralih
4. Bila perjanjian pendahuluannya beralih karena cessie maka perjanjian
jaminan ikut beralih tanpa penyerahan khusus
5. Bila perjanjian jaminannya berakhir atau hapus, maka perjanjian pendahuluan
tidak dengan sendirinya berakhir atau hapus pula .
Sebagai perjanjian ikutan, eksistensi perjanjian jaminan amat tergantung
kepada perjanjian pendahuluannya yang menjadi dasar timbulnya pengikatan
jaminan. Artinya perjanjian jaminan dimaksudkan untuk mengubah kedudukan
kreditur-krediturnya menjadi kreditur yang preferent sehingga kreditur akan merasa
aman daan memperoleh kepastian hukum atas pelunasan pinjaman yang diberikan
olehnya kepada debitur, karena diikuti dengan diperjanjikan pemberi jaminan oleh
debitur kepada krediturnya. Untuk itulah dikatakan bahwa perjanjian jaminan
merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian pendahuluannya, yaitu perjanjian
yang akan lebih memperkuat perjanjian pendahuluannya.

II Pemberian Kredit Melalui Bank

A. Kredit Perbankan di Indonesia


Dalam memberikan kredit, bank selalu memakai prinsip 5 C, yaitu The Five
Principles of Credit Analysis, yang menghendaki penelitian yang seksama mengenai
watak dan kemampuan berusaha debitur, modal apa yang sudah di milikinya,
jaminan apa yang dapat diberikan dan keadaan perekonomian Negara pada umumnya
yang sekiranya dapat mendukung usaha debitur. Untuk mengurangi resiko
kemungkinan terjadinya kredit macet, selain melakukan analisa yang akurat
berdasarkan asas 5 C tersebut di atas, bank juga akan melakukan monitoring usaha
debitur secara berkesinambungan.
Landasan hukum yang pokok untuk kegiatan perbankan di Indonesia pada saat
ini adalah UU perbankan Indonesia 1992/1998. Undang-undang tersebut mengatur
tentang kelembagaan dan operasional bank komersial di Indonesia, yaitu bank yang
berfungsi melayani kebutuhan jasa perbankan masyarakat.
1. Pemberian Kredit menurut Ketentuan UU Perbankan Indonesia 1992/1998
Pemberian kredit adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi Bank
Umum dan Perkreditan Rakyat. Kedua jenis bank tersebut merupakan badan
usaha penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit di
samping lembaga keuangan lainnya. Dalam UU Perbankan Indonesia
1992/1998 terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pemberian kredit, di
antaranya adalah sebagai berikut.
a. Kredit Berkaitan dengan Penyaluran Dana ke Masyarakat
Pasal 1 angka 2 UU Perbankan Indonesia 1992/1998 menetapkan
pengertian bank sebagai berikut. “Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnyadalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.”
b. Pengertian Kredit
Kredit adalah pemberian prestasi oleh suatu pihak lain yang akan
dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu disertai dengan kontra
prestasi berupa bunga dengan kata lain, uang atau yang diterima sekarang
akan dikembalikan pada masa yang akan datang sedangkan dalam arti
ekonomi, Kredit adalah penandaan.
Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia
terdapat dalam ketentuan Paal 1 angka 11 UU Perbankan Indonesia
1992/1998. Undang-undang tersebut menetapkan: “kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-
undang sebagaimna tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan
digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsure-unsur
sabagai berikut.
1) Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan penyediaan uang
2) Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain
3) Adanya kewajiban melunasi utang
4) Adanya jangka waktu tertentu
5) Adanya pemberian bunga kredit
Kelima unsur yang terdapat bdalam pengertian kredit sebagaimana
yang disebutkan di atas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk
dapat disebut sebagai kredit di bidang perbankan. Walaupun istilah kredit
banyak pula digunakan untuk kegiatan perutangan lainnya di masyarakat,
hendaknya untuk istilah kredit dalam kegiatan perbankan selalu dikaitkan
dengan pengertian yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 1 angka 11 UU
Perbankan Indonesia 1992/1998.
c. Pemberian Kredit adalah Usaha yang Sah bagi Bank
Pasal 6 huruf b dan Pasal 13 huruf b UU Perbankan Indonesia
1992/1998 masing-masing menetapkan kredit sebagai usaha bagi Bank
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dengan dicantumkan pemberian
kredit sebagai usaha bank dalam ketentuan undang-undang, maka
kegiatan pemberian pinjaman uang ke masyarakat yang dilakukan bank
telah mempunyai dasar hokum yang kuat. Bank dengan demikian tidak
dapat digolongkan sebagai rentenir atau lintah darat yang sering tidak
disukai oleh masyarakat. Pemberian kredit adalah usaha yang sah bagi
bank sebagai badan usahadan sesuai dengan salah satu fungsi utamanya
sebagai penyalur dana masyarakat.

B. Pelaksanaan Pemberian Kredit


Menurut Pasal 8 UU Perbankan Indonesia 1992/1998, dalam melaksanakan
kegiatan usahanya yang berupa pemberian kredit, bank antara lain:
1. Wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas
itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya
sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat (1));
2. Memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 8 ayat (2));
Sehubungan dengan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang
pelaksanaan pemberian kredit tersebut di atas, maka Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat wajib melakukan analisis kredit yang mendalam atas
permohonan kredit yang diajkan oleh calon debitur, dan memiliki serta menerapkan
pedoman perkreditan dalam melaksanakan perkreditannya.
1. Analisis Kredit
Mengenai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan
kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai
dengan ang diperjanjikan, maka hal itu dijelaskan lebih lanjut oleh penjelasan
Pasal 8 ayat (1).Berdasarkan analisis kredit yang dilakukannya, bank akan
memberikan keputusan menolak atau menyutujui permohonan calon debitur.
Oleh karena itu, setiap analisis kredit harus memuat penilaian yang lengkap
dan sempurna sehingga dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
peraturan intern dan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Pedoman Perkreditan
Kewajiban memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sebagaimana
yang ditetapkan oleh ketentuan pasal 8 ayat (2) lenih lanjut diatur dengan SK
Direksi BI No. 27/162/KE/DIR. SK Direksi BI tersebut menetapkan
kewajiban semua Bank Umum untuk memiliki dan menerapkan
Kebijaksanaan Perkreditan Bank (KBP) dalam pelaksanaan kegiatan
perkreditannya dan juga melampirkan Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan
Perkreditan Bank (PPKPB). KPB yang kemudian disertai dengan Petunjuk
Palaksanaan Kredit (PPK) merupakan peraturan intern masing-masing Bank
yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan pemberian kreditnya.

C. Batas Maksimum Pemberian Kredit

Pasal 11 UU Perbankan Indonesia 1992/1998 menetapkan ketentuan Batas


Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang berlaku antara lain untuk pemberian
kredit oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam atau pihak yang
terkait dengan bank. BMPK yang ditetapkan bagi peminjam atau sekelompok
peminjam yang tidak terkait dengan bank adalah tidak melebihi 30% dari modal
bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan bagi
pihak yang terkait dengan bank tidak melebihi 10% dari modal bank. Ketentuan lebih
lanjut mengenai BMPK tersebut diatur oleh PBI No 7/3/PBI/2005 dan perubahannya
dengan PBI No. 8/13/PBI/2006.

D. Unsur-unsur kredit, terdiri dari:

 Kepercayaan: Kredit diberikan atas dasar kepercayaan


 Waktu: Kredit selalu ada jangka waktunya
 Risiko: Setiap kredit selalu mengandung unsur risiko
 Prestasi: Kredit mengandung prestasi berupa pembayaran bunga

Walaupun pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, tetapi penilaian atas


kepercayaan tadi harus memenuhi kriteria Five
C’s (Character, Capacity, Capital,Condition dan Collateral), serta
didokumentasikan, sehingga siapapun yang membaca dasar penilaian pemberian
kredit mempunyai persepsi yang sama.

E. Prosedur Kredit
 Merencanakan Pasar Sasaran. Bank harus mempunyai perencanaan, pasar
mana yang akan dituju dalam memasarkan kreditnya, misalkan fokus pada
sektor ritel/
 Menentukan kriteria risiko yang dapat diterima. Bank hanya memasarkan
kredit apabila kriteria risikonya jelas dan dapat dimitigasi, misalkan
dengan: menetapkanlimit exposure, jenis usaha (dibuat ratingnya, dan
rating apa saja yang layak dibiayai), lokasi dsb nya.
 Menentukan kriteria nasabah kredit yang diberikan, berdasar pada kriteria
nasabah yang jelas.

F. Putusan Kredit
Setiap pemberian kredit harus melalui mekanisme proses dan prosedur baku,
antara lain:
 Ada permohonan kredit secara tertulis
 Dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan
 Disertai dengan proposal kredit
 Dibuat rekomendasi dan putusan kredit
 Dibuat pemberitahuan putusan kredit secara tertulis
 Melakukan perjanjian kredit secara hokum
 Proses pencairan kredit
 Melakukan pengawasan dan evaluasi
Pada dasarnya tujuan pemberian kredit haruslah didasarkan pada kelayakan
usaha, agar usaha yang dibiayai dapat berkembang, menyerap tenaga kerja, dan pada
akhirnya dapat menyumbang peningkatan ekonomi masyarakat disekitarnya.

BAB III
KESIMPULAN

Ketentuan yang terdapat dalam KUH perdata dan KUH Dagang


mengatur sepenuhnya atau berkaitan dengan penjaminan utang.
Disamping itu terdapat pula undang-undang tersendiri yaitu UU No.
4 Tahun 1996 dan UU No. 42 Tahun 1999 yang masing-masing
khusus mengatur tentang lembaga jaminan dalam rangka
penjaminan utang.
Pasal 1131 KUH Perdata mengatur tentang kedudukan harta
pihak peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah
sepenuhnya merupakan jaminan (tanggungan) atas utangnya.
Ketentuan pasal 1131 KUH Perdata merupakan salah satu
ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang
kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas
perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1131 KUH
Perdata pihak pemberi pinjaman akan dapat menuntut pelunasan
utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan,
termasuk harta yang masih akan dimilikinya di kemudian hari.
Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menuntut
pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak
peminjam di kemudian hari.
Ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa
kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua
golongan, yaitu (1) yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai
dengan piutang masing-masing, dan (2) yang mempunyai
kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang lain
berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang
atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh
seorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
orang-orang berpiutang lainnya; dengan mengecualikan biaya
untuk melelang barang tersebt dan biaya yang telah dikeluarkan
untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-
biaya tersebut harus didahulukan. (Pasal 1150 KUH Perdata)
Lembaga jaminan yang diatur oleh ketentuan KUH Perdata, pasal
1162 sampai dengan Pasal 1232 adalah Hipotek.
Penanggungan utang adalah suatu persetujuan yang dibuat
oleh seorang pihak ketiga untuk kepentingan pihak pemberi
pinjaman dengan mengikatkan dirinya guna memenuhi perikatan
pihak peminjam bila pihak peminjam wanprestasi terhadap pihak
pember pinjaman. (Pasal 1820 KUH Perdata) . Hak
tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang No. 5 Tahun
1960 tentamg Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor terhadap
kreditor-kreditor lain. (Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 1996)
Ciri-ciri Hak Tanggungan :
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului
kepada pemegangnya.
2. Selalu mengikuti objek jaminan utang dalam tangan siapa
pun objek tersebut berada.
3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia . Fidusia adalah


pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemiliknnya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda (pasal 1 angka 1).
Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda yang bergerak
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak
bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertebtu, yang memberika kedudukan diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditor lainnya (Pasal 1 angka 2).
Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia
terdapat dalam ketentuan Paal 1 angka 11 UU Perbankan Indonesia
1992/1998. Undang-undang tersebut menetapkan: “kreditadalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.”
DAFTAR PUSTAKA

http://millamantiez.blogspot.com/2013/04/materi-hukum-jaminan-ibu-noor.html?
m=1

http://tesishukum.com/pengertian-hukum-jaminan-menurut-para-ahli/

http://kuliahade.wordpress.com/2010/04/18/hukum-jaminan-pengertian-dan-macam-
macam-jaminan/

http://kusdinard.blogspot.com/2014/03/pengertian-dan-konsep-teoritis-hukum.html

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta : Sinar Grafika, 2002.

http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/1971084-
pengertian-kredit/

http://edratna.wordpress.com/2007/09/04/kebijakan-perkreditan-
merupakan-dasar-pemberian-pinjaman-yang-sehat/

Anda mungkin juga menyukai