Anda di halaman 1dari 9

ASPEK – ASPEK HUKUM

DALAM PEMBERIAN
PEMBIAYAAN
Mata Kuliah : Manajemen Pembiayaan Perbankan Syariah
Dosen Pengampu : Muhamad Rahman Bayumi, M.E

1. Wahyuda (2010603021)
2. Tria Nanda Utami (2010603025)
3. Ina Cahyani (2020603058)
4. Intan Maresty Utami (2030603172)
5. Dhea Aura Embita (2030603186)
6. Meisinta (2030603193)
7. Ida Fitri (2030603197
ASPEK – ASPEK HUKUM DALAM PROSES
AWAL PEMBERIAN PEMBIAYAAN
Awal pemberian kredit yang harus diperhatikan adalah identitas dari calon debitur,
dimana identitas adalah merupakan faktor penting untuk mengenal dan mengetahui
informasi awal, baik dari sisi diri pribadi maupun dari sisi kegiatan usahanya .

Adapun aspek-aspek dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Aspek Hukum Identifikasi Pribadi Calon Debitur


2. Aspek Hukum Identifikasi Reputasi Calon Debitur Reputasi
3. Aspek Hukum Identifikasi Perizinan Usaha/Profesi Calon
Debitur
4. Aspek Hukum Identifikasi Bentuk Usaha Calon Debitur
5. Aspek Hukum Identifikasi Harta Kekayaan Calon Debitur
Berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata
6. Aspek Hukum Identifikasi Keterkaitan Calon Debitur
Sehubungan dengan ketentuan BI tentang BMPK maka
diatur mengenai Konsep Hubungan Total Pemohon Kredit
(KHTPK).
Aspek – Aspek Hukum dalam Realisasi
Pembiayaan

Sebagaimana perjanjian pada umumnya syarat sah perjanjian


pembiayaan harus mengacu pada syarat sah perjanjian yang diatur dalam
pasal 1320 KUHPER yaitu adanya kesepakatan para pihak yang
mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat perjanjian, suatu hal
tertentu, dan suatu sebab yang halal/ legal.

Pembuatan perjanjian pembiayaan harus berpedoman ketentuan hukum perdata umum


sebagaimana yang diatur dalam Buku III KUHPER tentang Perikatan yang meliputi
prinsip/azaz-azas hukum perjanjian, syarat sah serta hapusnya perjanjian dan aturan-aturan
lainnya tentang perjanjian dalam KUHPER yaitu azas konsensual, kebebasan berkontrak,
personaliteit dan optional.
Aspek – Aspek Hukum dalam
Penerimaan Jaminan
Pembiayaan

Untuk menjaga kepercayaan


masyarakat tersebut, bank harus
melaksanakan prinsip kehati-hatian
(prudential principle). Berdasarkan
prinsip tersebut, bank syari'ah
menerapkan sistem analisis yang ketat
dalam penyaluran dananya melalui
pembiayaan, diantaranya dengan
mempersyaratkan adanya jaminan
atau agunan bagi pihak nasabah yang
hendak mengajukan pembiayaan.
Aspek – Aspek Hukum dalam
Penerimaan Jaminan
Pembiayaan

Definisi jaminan/ agunan menurut Pasal 1 angka (26)


Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah adalah jaminan tambahan, baik
berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak
yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank
Syariah clan/ atau UUS, guna menjamin pelunasan
kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas.
Aspek – Aspek Hukum dalam
Penerimaan Jaminan
Pembiayaan

Konsep jaminan dalam hukum Islam (fiqh) dibagi


menjadi dua; jaminan yang berupa orang (personal
guaranty) dan jaminan yang berupa harta benda.
Jaminan yang berupa orang sering dikenal dengan
istilah dlaman atau kafalah, sedangkan jaminan
yang berupa harta benda dikenal dengan istilah
rahn.
Aspek – Aspek Hukum dalam Perubahan
Pemberian Pembiayaan

Pada dasarnya perubahan ketentuan pembiayaan tersebut dapat digolongkan


menjadi tiga hal sebagai berikut :

1. Perubahan syarat dan ketentuan


Pembiayaan.

2. Perubahan obyek perjanjian


kredit.

3. Perubahan subyek perjanjian


kredit.
Aspek – Aspek Hukum dalam Penyelesaian
Pembiayaan

Berdasarkan pasal 1831 KUH Perdata


suatu perikatan hapus antara lain karena :

a) Pembayaran

b) Pembaruan Hutang (Novasi)

c) Penjumpaan Hutang (Kompensasi)

d) Pencampuran Hutang

e) Pembebasan Hutang/hapus tagih

f) Kebatalan/pembatalan
Kelewatan waktu
KESIMPULAN
Pembiayaan syariah dapat dipahami sebagai penyediaan barang, uang atau yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan kontrak transaksi syariah yang berupa transaksi jual
beli, sewa, atau bagi hasil (dengan menghindari transaksi yang ribawi dan yang dilarang oleh
syariah Islam) dimana bank sebagai pemilik barang atau sebagai pemilik dana (shahibul maal)
dan nasabah sebagai pembeli barang, penyewa atau sebagai pengelola dana (mudharib), dimana
bank mewajibkan nasabah tersebut membayar harga barang secara angsuran, atau membayar
sewa atau mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu sebagai
bentuk keuntungan dari transaksi jual beli, sewa atau bagi hasil dari dana yang telah dikelola
oleh nasabah.

Sedangkan kredit dapat diartikan sebagai penyediaan sejumlah uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan perjanjian utang-piutang antara bank dengan
nasabah, yang mewajibkan nasabah tersebut untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan sejumlah bunga yang besaran bunganya telah diperjanjikan pada saat
perjanjian dibuat. Dalam perjanjian kredit konvensional ini tidak mensyaratkan adanya
kontrak bisnis/ transaksi selain kesepakatan utang piutang.

Anda mungkin juga menyukai