Anda di halaman 1dari 20

20

A. Perjanjian Kredit Bank

1. Pengertian Kredit

Perkataan kredit berasal dari kata “credere” yang berarti kepercayaan. Seseorang

yang mendapat kredit dari bank adalah orang yang mendapat kepercayaan dari bank.

Dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan pembayaaran.

Maksudnya pengembalian atas penerimaan uang dan/atau suatu barang tidak

dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, akan tetapi pengembaliannya dilakukan

pada masa tertentu yang akan datang.

Di dalam banyak literatur terdapat beberapa pengertian mengenai kredit, antara

lain sebagai berikut:

a. M. A. Savelberg menyatakan " kredit " mempunyai arti antara lain:

- Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbinterais) dimana

seseorang berhak menuntut sesuatu dari yang lain.

- Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu

pada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali

apa yang diserahkan itu.

b. MR. JA Levy, merumuskan arti hukum dari kredit adalah

menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan

secara bebas oleh si penerima kredit. Penerima kredit berhak

mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan

kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.


21

c. Drs. Muchdarsyah Sinungan memberikan pengertian kredit adalah

suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainya dan

prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang

akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga.

Pengertian kredit yang diberikan oleh Savelberg menjurus pada pengertian kredit

pada umumnya. Hal ini dapat dilihat pada kata "...setiap perikatan..." sebab dengan

kata setiap perikatan berarti mengandung pengertian bahwa perikatan itu dapat terjadi

atas uang, barang atau kedua-duanya (uang dan barang). Lain halnya dengan

pengertian kredit yang diberikan Levy; yang mana pengertian kredit yang beliau

berikan sudah menjurus pada perjanjian pinjam uang.16

Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan adalah sebagai berikut :

"Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setalah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga".

2. Tujuan Dan Fungsi Kredit

Tujuan kredit yang diberikan oleh bank, khususnya oleh bank pemerintah yang

mengemban tugas sebagai agent of development adalah:

Mgs. Edy. Putra Tje’ Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta,
16

1986, hal. 1
22

a. Turut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan

pembangunan

b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan

fungsinya, guna menjamin kebutuhan masyarakat

c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin

dan dapat memperluas usahanya

Adapun fungsi kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara

lain sebagai berikut :

1). Kredit dapat meningkatkan daya guna uang

1. Para pemilik uang/modal dapat secara langsung,

meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang

memerlukan, untuk meningkatkan usahanya.

2. Para pemilik uang/modal dapat menyimpan uangnya pada

lembaga-lembaga keuangan yang tersebut diberikan

sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk

rneningkatkan usahanya.

2). Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat

menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet dan wesel,

sehingga apabila pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek,

giro bilyet, dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran

uang giral. Disamping itu, kredit perbankan yang ditarik secara


23

tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga

arus lalulintas uang akan berkembang pula.

3). Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang

Dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan

baku menjadi barang jadi sehingga daya guna barang tersebut

menjadi meningkat. Disamping itu, kredit dapat pula

meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara

kredit maupun dengan membeli barang-barang dari satu tempat

dan menjualnya ketempat lain. Pembelian tersebut uangnya berasal

dari kredit. Hal ini juga berarti bahwa kredit tersebut dapat pula

meningkatkan manfaat suatu barang.

4). Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi

kekurangmampuan para pengusaha dibidang permodalan, sehingga

para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya.

5). Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.

Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat

memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru.

Peningkatan usaha dan pendirian proyek baru akan membutuhkan

tenaga kerja untuk melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan

demikian mereka akan memperoleh pendapatan. Apabila perluasan

usaha serta pendirian proyek-proyek baru telah selesai, maka untuk


24

mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja. Dengan

tertampungnya tenaga-tenaga kerja tersebut, maka pemerataan

pendapatan akan meningkat pula.

6). Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

Bank-bank besar di luar negeri yang mempunya jaringan usaha

dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara

langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di

dalam negeri. Begitu juga negara-negara yang telah maju yang

mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi, dapat

memberikan bantuan-bantuan dalam bentuk kredit kepada negara-

negara yang sedang berkembang untuk membangun. Bantuan

dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan

ekonomi antar negara yang bersangkutan tetapi juga dapat

meningkatkan hubungan internasional.17

3. Pengertian Perjanjian Kredit

Kredit baru diluncurkan setelah ada suatu kesepakatan tertulis, antara pihak

kreditur sebagai pemberi kredit dengan dengan pihak debitur sebagai penerima kredit.

Kesepakatan tertulis ini sering disebut dengan "perjanjian kredit".18

Tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai istilah perjanjian kredit baik dalam

KUH Perdata maupun Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
17
Thomas Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991,
hal.15
18
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 35
25

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Istilah yang ada adalah "

kredit " yang terdapat dalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun

1998.

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”

Dari ketentuan pasal tersebut, pengertian perjanjian kredit mempunyai kemiripan

dengan perjanjian pinjam meminjam yang terdapat dalam Pasal 1754 jo. Pasal 1756

KUH Perdata. Pengertian perjanjian pinjam meminjam menurut Pasal 1754 adalah :

“ Pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang


satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu
yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak
yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari macam dan keadaan yang sama pula”

Kemiripan diantara pengertian tersebut adalah adanya dua pihak yang

mengadakan pinjam meminjam barang (dalam hal ini uang), dan obyek perjanjian

harus dikembalikan minimal dengan jumlah yang sama.

Perbedaannya perjanjian pinjam meminjam dan perjanjian kredit bank yang

pertama adalah kewajiban dari si peminjam. Dalam perjanjian kredit bank debitur

diwajibkan melunasi hutangnya dengan pemberian bunga, sedangkan pada perjanjian

pinjam meminjam si peminjam hanya diwajibkan mengganti jumlah yang sama dan

dalam keadaan yang sama pula.

Perbedaan yang kedua adalah dalam penggunaan kredit. Menurut Pasal 1754

KUH Perdata, uang yang diperoleh oleh peminjam uang dari pihak kreditur, sebagai
26

hasil peminjaman uang menjadi milik debitur. Oleh karena itu menurut ketentuan ini

debitur berkuasa penuh menggunakan uang tersebut untuk segala keperluan apapun

menurut kehendaknya. Pada perjanjian kredit bank, penggunaan uang sebagai hasil

perjanjian kredit harus sesuai dengan tujuan kredit sebagaimana yang ditetapkan

dalam perjanjian. Penyimpangan penggunaan kredit dari tujuan kredit merupakan

wanprestasi

4. Lahir dan Berakhirnya Perjanjian Kredit Bank

a. Lahirnya Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit bank berlaku secara efektif dan mengikat kedua belah

pihak setelah ditanda-tangani oleh Bank dan debitur serta setelah

dilakukan penarikan atas kredit ini. Dan kredit dapat ditarik sekaligus

setelah, perjanjian kredit bank tersebut ditandatangani oleh Bank dan

debitur. Hal tersebut dikarenakan pada saat ditandatanganinya perjanjian

kredit, terkadang tidak secara langsung disertai dengan pencairan kredit

oleh debitur.

b. Berakhirnya Perjanjian Kredit Bank

Berakhirnya suatu perjanjian selain karena persetujuan kedua belah pihak,

juga dapat berakhir karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan

cukup untuk itu. Pada dasarnya perjanjian kredit bank berakhir karena

telah dilakukan pelunasan semua kewajiban utang debitur kepada bank.


27

Akan tetapi perjanjian kredit juga dapat berakhir oleh ketentuan-ketentuan

yang telah dibuat oleh para pihak dalam perjanjian.

5. Bentuk Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian kredit termasuk dalam perjanjian baku karena perjanjian kredit

memenuhi ciri-ciri perjanjian baku yaitu bentuk perjanjian tertulis, format perjanjian

dibakukan, syarat-syarat perjanjian ditentukan oleh kreditur, debitur hanya menerima

atau menolak isi perjanjian.

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian baku artinya perjanjian yang

menjadi tolok ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen

(debitur) yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha (kreditur). Yang

dibakukan dalam perjanjian baku ialah meliputi model, rumusan, dan ukuran. Contoh

dari perjanjian baku selain perjanjian kredit adalah perjanjian jual beli, polis asuransi,

kredit dengan jaminan, sedangkan contoh dokumen bukti perjanjian ialah

konosemen, nota pesanan, nota pembelian, tiket pengangkutan.19

Kepada nasabah yang memohon kredit bank akan menyerahkan blanko formulir

perjanjian kredit. Blanko tersebut berisi perjanjian yang klausula-klausulanya telah

ditentukan oleh pihak bank secara sepihak. Pada bagian-bagian tertentu sengaja

dikosongkan yang kemudian akan diisi sesuai dengan keadaan yang menyangkut

19
Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, PT
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 6
28

pihak penerima kredit, misalnya nama, alamat, identitas, jumlah kredit, jaminan dan

jangka waktu pemberian kredit. Maksud penyerahan blanko ini adalah nasabah

diminta untuk memberikan pendapatnya apakah ia menyetujui atau tidak. Pilihan

menerima atau menolak ini dalam bahasa Inggris diungkapkan dengan “take it or

leave it”. Bentuk perjanjian seperti tersebut bisa disebut dengan perjanjian standar

atau perjanjian baku, dalam bahasa Inggris disebut standard contract atau standard

agreement.20

6. Hak Dan Kewajiban Para Pihak

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka hak dan kewajiban

para pihak dalam perjanjian kredit diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Hak dan Kewajiban Nasabah

1. Hak Nasabah

Hak Nasabah adalah memperoleh kredit senilai dengan

jumlah yang telah disepakati bersama.

2. Kewajiban Nasabah yaitu :

a. Membayar hutang pokok dan bunga pinjaman secara

angsuran sesuai dengan batas waktu dan jumlah yang

disepakati bersama.

20
Abdulkadir Muhammad, ibid, hal. 8
29

b. Memberikan jaminan yang senilai dengan jumlah

pinjaman.

b. Hak dan Kewajiban Bank

1. Hak Bank yaitu :

a. Mendapat jaminan yang senilai dengan jumlah

pinjaman.

b. Mendapatkan pengembalian seluruh jumlah pokok

pinjaman kredit ditambah dengan bunga yang telah

disepakati bersama.

2. Kewajiban Bank

Kewajiban bank adalah menyerahkan sejumlah uang

yang besarnya sesuai perjanjian kredit yang telah

disepakati antara bank dengan nasabah.

7. Kedit Bermasalah

Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat tersebut, tidak semua kredit berjalan

dengan baik. Dalam praktek banyak terjadi hambatan dalam menarik kembali kredit

tersebut, untuk itu Bank Indonesia sebagai otoritas moneter perbankan di Indonesia

mengeluarkan peraturan yang mengklasifikasi kualitas kredit dari mulai tingkat

lancar, perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.


30

Berdasar Pasal 4 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif, ada 5

tingkatan kualitas kredit, yaitu :

a. Lancar (pass), apabila memenuhi kriteria :

1. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu;

dan

2. Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau

3. Bagian dari kredit dijamin dengan agunan tunai (cash

collateral).

b. Dalam Perhatian Khusus (special mention), apabila memenuhi

kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang

belum melampaui 90 hari; atau

b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau

c. Mutasi rekening relatif aktif; atau

d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang

diperjanjikan; atau

e. Didukung oleh pinjaman baru.

c. Kurang Lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang

telah melampaui 90 hari; atau

b. Sering terjadi cerukan; atau


31

c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau

d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan

lebih dari 90 hari; atau

e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi

debitur; atau

f. Dokumentasi pinjaman yang lemah.

d. Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang

telah melampaui 180 hari; atau

b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau

c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau

d. Terjadi kapitalisasi bunga; atau

e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian

kredit maupun pengikatan jaminan.

e. Macet (loss), apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang

telah melampaui 270 hari; atau

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau

c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak

dapat dicairkan pada nilai wajar.


32

Berdasar penggolongan kualitas kredit tersebut, dapat ditarik suatu pengertian

apa yang dimaksud dengan kredit bermasalah, yaitu kredit yang di dalamnya terdapat

unsur-unsur sebagai berikut :

a. Di dalam pelaksanaan kredit belum mencapai atau memenuhi

target yang diinginkan oleh pihak Bank,

b. Memiliki kemungkinan timbulnya risiko dikemudian hari bagi

bank dalam arti luas,

c. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-

kewajibannya baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya

dan/atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta ongkos-

ongkos yang menjadi beban debitur yang bersangkutan.

Dengan demikian, kredit yang dikategorikan sebagai kredit bermasalah adalah

kredit dengan kualitas Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Dari

kriteria kredit bermasalah tersebut masih digolongkan menjadi 4 (empat) kategori

berdasarkan itikad dan prospek usaha debitur, yaitu :

1. Kategori A : itikadnya baik, prospek usahanya ada

2. Kategori B : itikadnya baik, prospek usahanya tidak ada

3. Kategori C : itikadnya kurang, prospek usahanya ada

4. Kategori D : itikadnya kurang, prospek usahanya tidak ada

Itikad debitur untuk menyelesaikan kredit bermasalahnya, dinilai berdasarkan

penilaian mengenai kemauan dam kesediaannya untuk :

1. Berinisiatif dan secara aktif melakukan negosiasi dengan kreditur.


33

2. Melakukan full disclosure mengenai keadaan perusahaan dan

groupnya kepada kreditur.

3. Memikul beban kerugian yang akan ditetapkan sebagai hasil

negosiasi.

4. Mempunyai rencana restrukturisasi atau akan menyampaikan

rencana restrukturisasi untuk dibahas dengan kreditur.

Adapun prospek usaha disimpulkan berdasarkan penilaian atas :

1. Potensi perusahaan untuk menghasilkan arus kas (net cashflow)

yang positif.

2. Dampak multiplier yang dapat mempengaruhi perkembangan

industri lainnya.

3. Tenaga kerja yang dipekerjakan.

4. Peluang peningkatan efisiensi dan daya saing.

Sebelum kredit bermasalah diselesaikan melalui jalur hukum (litigasi),

pihak kreditur wajib mengadakan upaya melalui jalur non litigasi/non hukum

berupa :

1. Pembinaan kredit yaitu upaya yang dilakukan dalam pengelolaan

kredit bermasalah agar dapat diperoleh hasil yang optimal sesuai

dengan tujuan dari pemberian kredit.

2. Penyelamatan kredit yaitu upaya yang dilakukan oleh Bank di

dalam pengelolaan kredit bermasalah yang masih mempunyai

prospek di dalam usahanya, dengan tujuan untuk meminimalkan


34

kemungkinan terjadinya kerugian bagi Bank, menyelamatkan

kembali kredit yang ada agar menjadi lancar, serta usaha-usaha

lainnya ditujukan untuk memperbaiki kualitas usaha debitur.

3. Penyelesaian kredit yaitu upaya yang dilakukan pihak Bank untuk

menyelesaikan kredit bermasalah yang tidak mempunyai prospek,

setelah usaha-usaha pembinaan, penyelematan, dan dengan jalan

apapun ternyata tidak mungkin dilakukan lagi, dengan tujuan

untuk mencegah risiko Bank yang semakin besar serta

mendapatkan pelunasan kembali atas kredit tersebut dari debitur

dengan berbagai macam upaya yang dapat ditempuh oleh Bank.

Berdasarkan 4 (empat) kategori debitur A, B, C, D tiap-tiap kategori mempunyai

cara penyelesaian sendiri-sendiri, karena hal ini dilihat dari kemampuan keuangan

(likuiditas) debitur, adapaun tahapan penyelesaian kredit bermasalah bagi masing-

masing kategori debitur sebagai berikut :

1. Debitur kategori A untuk menyelesaikan kewajibannya,

penyelamatan kredit antara lain dilakukan dengan cara :

a. Penagihan intensif oleh bank

b. Penjadwalan kembali (Reskedulling)

c. Persyaratan kembali (Reconditioning)

d. Pentaan kembali (Restrukturing)

e. Pendampingan (Management Assistancy)

f. Penyertaan bank
35

2. Debitur kategori B untuk menyelesaikan kewajibannya,

penyelesaian dapat ditempuh melalui cara EXIT dalam bentuk

Take Over yaitu :

a. Novasi

b. Kompensasi

c. Likuidasi

d. Subrogasi

e. Penebusan agunan

f. Lelang oleh Bank

g. Cessie Piutang

3. Debitur kategori C untuk menyelesaikan kewajibannya dapat

diberikan keringanan tunggakan bunga, denda, ongkos-ongkos.

4. Debitur kategori D untuk menyelesaikan kewajibannya, dapat

ditempuh melalui pihak ketiga yaitu pengadilan atau Panitia

Urusan Piutang Negara (PUPN)/Direktorat Jenderal Piutang dan

Lelang Negara(DJLPN).

Bagi bank swasta maupun kreditur perseorangan dapat

menyerahkan pengurusan kredit macet tersebut kepada

Pengadilan Negeri sedangkan pengurusan pada bank pemerintah

terikat oleh ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 49 Prp

Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, yang


36

mewajibkan bank milik pemerintah menyerahkan pengurusan

kredit macetnya kepada Panitia Urusan Piutang Negara

(PUPN)/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara(DJKN).

Kredit macet dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain adalah:

1. Dari pihak debitur

a. Kredit macet yang timbul sebagai akibat bad character

debitur, dimana debitur yang bersangkutan pada waktu

mengajukan permohonan kreditnya pada dasarnya telah

berniat untuk tidak melaksanakan kewajibannya.

b. Kredit macet yang timbul sebagai akibat dari kurangnya

kemampuan debitur untuk melaksanakan kewajibannya

membayar kembali kredit yang diterimanya.

c. Kredit macet yang timbul sebagai akibat dari suatu kondisi

yang tidak menguntungkan yang membuat hilangnya

kemampuan debitur yang bersangkutan untuk membayar

kewajibannya. Misalnya adalah terjadi perubahan kondisi

perekonomian seperti right money police, bencana alam dan

sebagainya.

2. Dari pihak kreditur

a. Kredit macet yang timbul sebagai akibat dari kurangnya

kemampuan teknis pejabat bank terutama pejabat perkreditan


37

yaitu antara lain tentang prosedur perkreditan, sistem

administrasi perkreditan dan sistem pengawasan.

b. Kredit macet yang timbul sebagai akibat suatu kondisi

perekonomian yang menyebabkan iklim persaingan

perbankan yang kurang/tidak sehat. Hal ini memacu bank

untuk memberikan kredit tanpa pertimbangan yang matang

dari segi teknis.

8. Jaminan dalam Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian kredit yang dibuat oleh bank mengandung kemungkinan adanya

kerugian pada pihak bank yang diakibatkan oleh nasabah yang tidak melaksanakan

prestasi. Untuk meminimalkan terjadinya kemungkinan tersebut dalam Pasal 8

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, mengatur mengenai tindakan-tindakan

penghati-hatian yang harus dilakukan bank sehubungan dengan dibuatnya perjanjian

kredit. Salah satu dari tindakan penghati-hatian yang harus dilakukan oleh bank

adalah memastikan adanya jaminan/agunan.

Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa :

“Dalam memberikan Kredit atau pembiayaan berdasarkan


prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
berdasar analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan
serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan.”
38

Jaminan memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan terkabulnya

suatu permohonan kredit karena jaminan yang sesuai adalah salah satu faktor untuk

mendapatkan kredit. Pada intinya yang dimaksud jaminan dalam pemberian kredit

menurut Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit, adalah

keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai yang

diperjanjikan.

Hakikat jaminan adalah adanya kesepakatan untuk pengembalian hutang pokok

beserta bunganya. Oleh karena itu maka aspek legalitas jaminan harus jelas dan diikat

secara yuridis, baik yang berupa akte di bawah tangan maupun akte otentik. Adapun

fungsi pokok jaminan dalam perjanjian kredit bank adalah :

a. Untuk menjaga harta bank dalam bentuk kredit, karena dengan

diserahkannya jaminan ke bank maka bank berhak memperoleh

pelunasan atau hasil penjualan jaminan apabila debitur ingkar

janji.

b. Menjamin agar pembiayaan usaha tersebut berjalan lancar

dengan diserahkannya harta pemilik sebagai jaminan bank yang

secara moril debitur akan bertanggungjawab terhadap proyek

usahanya tersebut.

c. Mendorong debitur untuk membayar kembali hutang-hutangnya

agar tidak kehilangan harta yang telah dijaminkannya tersebut.21

21
Ruddy Tri Santoso, op.cit, hal. 51
39

Menurut Subekti, jaminan yang baik (ideal) adalah :

1). Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak

yang memerlukan.

2). Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk

melakukan (meneruskan) usahanya.

3). Memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti

bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi

yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi utangnya

si penerima (pengambil kredit).22

Di dalam praktek hendaknya bank lebih menekankan pada kelayakan usaha calon

nasabah daripada menekankan pada tersedianya jaminan, sehingga bagi mereka yang

benar-benar membutuhkan bantuan modal dengan prospek usaha yang baik dan

mempunyai kesanggupan mengembalikan kredit sesuai syarat-syarat yang telah

ditentukan, dapat menikmati bantuan kredit. Akan tetapi konsekuensi bank lebih

menekankan pada kelayakan usaha calon nasabah daripada menekankan pada

tersedianya jaminan adalah adanya kredit bermasalah. Hal ini dapat terjadi antara lain

apabila bank salah menafsirkan mengenai keadaan debitur yang mendapatkan

bantuan kredit tersebut.

22
Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, P.T Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 19

Anda mungkin juga menyukai