PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
merupakan salah satu bentuk upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur,
pelaku pemerintah maupun masyarakat, baik seluruh para pihak yang ikut serta
besar. Di dalam masa pembangunan ini kehidupan masyarakat tidak terlepas dari
sosial tidak dapat hidup sendiri, tetapi sangat membutukan peran orang lain,
memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. Dalam keadaan demikian
tidak jarang melakukan utang piutang sekedar untuk tambahan dana dalam
Pelaku usaha tidak dapat terlepas dari jasa perbankan dan lembaga
pola kemitraan antara pengusaha dengan penyedia jasa keuangan dan perbankan
harus tercipta harmonis dengan dilandasi prinsip yang tinggi diantara keduanya.
perbankan dengan pelaku usaha perlu didukung oleh peraturan hukum yang pasti,
sehingga akan membentuk sebuah logika hukum diantara lembaga keuangan
sesuatu yang telah disepakati di kemudian hari. Untuk memperoleh keyakinan dan
kepercayaan tersebut harus sampai pada suatu keyakinan sejauh mana konsep
penilaian kredit dapat terpenuhi dengan baik. Bagi seseorang yang memerlukan
dana dari pihak luar akan mengajukan pembiayaan yang disebut dengan debitur ke
non bank (yang disebut kreditur). Bagi pihak lembaga pembiayaan bank maupun
non bank ketika menyetujui pembiayaan yang diajukan oleh nasabah pasti
Utang piutang merupakan suatu perbuatan yang tidak asing lagi bagi
masyarakat kita pada masa sekarang ini. Utang piutang tidak hanya dilakukan
oleh orang-orang yang ekonominya lemah, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang
yang ekonominya relatif mampu. Suatu utang diberikan terutama atas integritas
diri kreditur, bahwa debitur akan memenuhi kewajiban pelunasannya dengan baik.
belum menjadi jaminan bahwa nanti pada saat jatuh tempo untuk mengembalikan
pinjaman, keadaan keuangannya masih tetap sebaik keadaan semula. Bagi pihak
yang meminjamkan uang (kreditur) dalam melepaskan uangnya itu hanya sekedar
diikuti oleh rasa percaya saja, tetapi juga disertai, dengan adanya jaminan. Oleh
sebab itu dalam perbuatan pinjam meminjam uang tersebut jika hanya didasarkan
pada rasa percaya saja, maka tentunya akan timbul kerugian, khususnya bagi
dalam melakukan kegiatan dalam satu upaya untuk memperoleh modal dengan
ansur atas perjanjian dan kesepakatan para pihak tertentu. Bagi pihak yang
diikuti oleh rasa percaya saja, tetapi juga disertai, dengan adanya jaminan. Oleh
sebab itu dalam perbuatan pinjam meminjam uang tersebut jika hanya didasarkan
pada rasa percaya saja, maka tentunya akan timbul kerugian, khususnya bagi
pembiayaan, di mana orang memerlukan kredit dengan jaminan barang. maka dari
Melalui hukum ekonomi yang kuat, diharapkan pasar tidak terjebak dalam
jaminan fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan
bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini digunakan
Indonesia mengatur hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur untuk
sifat droit de suite yang berarti salah satu ciri hak kebendaan, suatu hak yang terus
lembaga jaminan fidusia yang sudah berkembang dan hidup sejak lama itu lebih
memainkan perannya sebagai lembaga jaminan dan tentunya juga dalam rangka
(Suadi, 2019:9).
pokok bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi
Jaminan Fidusia. Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta
Jaminan Fidusia yang ada dalam Undang-undang Jaminan fidusia adalah prinsip
fidusia wanprestasi, prinsip hak yang di dahulukan, prinsip hak Jaminan Fidusia
mengikuti benda, prinsip benda yang dijaminkan merupakan benda bergerak dan
benda tidak bergerak yang tidak dapat di bebani dengan hak tanggungan dan
Hipotek, dan prinsip penerima fidusia tidak dapat memiliki objek Jaminan
termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak
masih berjalan. Hal ini dikarenakan melalui lembaga fidusia, yang diserahkan
adalah hak milik atas barang berdasarkan kepercayaan yang dijadikan sebagai
keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan
secara praktis fidusia telah mendapatkan tempat yang utama dalam dunia
Memberikan kredit kepada masyarakat berupa kredit modal kerja dan kredit
konsumsi. Kredit modal kerja diberikan kepada debitur untuk kepentingan usaha
debitur seperti untuk modal awal, modal tambahan ataupun untuk kepentingan
dengan jaminan itu sendiri, oleh karena itu, dikatakan pula bahwa kewenangannya
dijaminkan itu berupa hak milik maka kreditur dapat melakukan beberapa
tindakan yang dipunyai oleh seorang pemilik, seperti pengawasan atas barang
jaminan, karena kreditur sebagai penerima jaminan hak milik tidak menguasai
Soegianto, 2019).
jaminan akan tetapi kewenangan atas barang jaminan itu dikuasakan kepada
barang jaminan. Dalam hal ini sebagai kreditur kepada debitur dilakukan dengan
dan format perjanjiannya sudah baku ditentukan oleh kreditur. Dalam perjanjian
tersebut antara lain berisi tentang identitas para pihak, jumlah kredit, jangka waktu
kredit, besarnya bunga dan lain sebagainya. salah satu bentuk jaminan yang
dalam sebuah perjanjian, sehingga perjanjian kredit harus dibuat terlebih dahulu
baru kemudian perjanjian jaminan fidusianya. Selain jaminan fidusia, juga
menggunakan lembaga jaminan lain yaitu Hak Tanggungan, akan tetapi dalam
benda yang menjadi objek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang
tak berwujud, maupun benda tak bergerak, dan diharapkan bahwa setelah kredit
Kendala bagi debitur tidak bisa membayar angsuran dalam kredit sistem
fidusia atau cedera janji, misalnya karena usahanya sedang lesu, sengaja tidak
mau bayar, benar-benar tidak mampu bayar, debitur meninggal dunia, barang
jaminan rusak berat atau hilang. Bila ketidaklancaran angsuran disebabkan karena
akibat dari rusak atau hilangnya barang jaminan, maka nasabah diminta
mengganti dengan barang jaminan baru dan tetap diingatkan untuk menyelesaikan
sakit atau bahkan meninggal dunia, maka keadaan itupun juga tidak
hutangnya. Sedang untuk nasabah yang tidak mau mengangsur atau tidak mampu
lagi mengangsur, maka proses penyelesaian kredit melalui eksekusi barang
jaminan.
eksekusi benda jaminan fidusia, yaitu :(1)Apabila debitur atau Pemberi Fidusia
cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat
dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia; b. Penjualan benda yang menjadi
Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak
diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar
kreditur yang dalam hal ini tidak memperoleh kedudukan sebagai kreditur
preferen karena jaminan fidusia tidak lahir. Oleh sebab itu apabila suatu saat
tersebut, hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren. Pada saat debitur cidera
janji dalam hal ini terjadi kredit macet, dalam rangka eksekusi, melakukan
penyitaan terhadap benda jaminan. Penyitaan tersebut dilakukan langsung oleh
pihak, hal inilah yang kemudian menyebabkan objek jaminan tetap dikuasai
pemilik barang (debitur). Kreditur percaya meskipun objek fidusia dikuasai oleh
debitur, debitur tidak menyalagunakan objek jaminan ini untuk perbuatan yang
dapat menimbulkan kerugian bagi kreditor. Untuk dapat melindungi kreditor yang
tidak menguasai jaminan fidusia, lahirnya akta jaminan fidusia sangat bergantung
fidusia. Dalam hal ini penemukan beberapa fakta di lapangan terkait eksekutorial
fidusia tetap dikuasai pemberi fidusia. Artinya pemberi fidusia tetap dapat
hukum.
tidak dilakukan debitur, sehingga selain adanya jaminan atas kewajiban prestasi
dalam praktiknya juga disyaratkan bahwa jaminan itu harus memiliki nilai yang
setidaknya sama atau bahkan lebih tinggi dari nilai kewajiban yang harus
ditunaikan oleh pihak debitur. Pemberian kredit tidak saja dapat dilakukan oleh
bank akan tetapi dapat dilakukan oleh siapapun yang mempunyai kemampuan
antara kreditur pemberi pinjaman disatu pihak dan debitur penerima pinjaman di
buanga yang disepakati oleh para pihak. Jika perjanjian berjalan lancar, maka
akan terasa tidak penting membicarakan jaminan, karena apa yang disepakati
dapat berjalan dengan mulus, namun jika di tengah jalan debitur mengalami
kemacetan dan tidak mempu lagi membayar cicilan sebagaimana yang telah
diperjanjikan, maka barulah terasa penting utuk berpikir tetang jaminan, bahkan
bukan hannya itu jenis dan kedudukan jaminan akan mempengaruhi seberapa
besar kemukinan debitur dapat menarik kembali dana yang telah ia berikan
kepada krebitur.
Suatu jaminan utang yang baik, adalah jaminan yang dapat menempatkan
posisi kreditur sebagai pihak yang dapat mengabil pelunasan terhadap semua
tagihanya dengan mudah dan leluasa tanpa ada gangguan dari kreditur lainnya.
misalnya kewajiban utuk merawat dan memperbaiki barang, membayar pajak dan
sebagainya. Ketika pinjaman macet dan sudah diberi surat peringatan secara patut
mudah.
kreditur yang menerima jaminan fidusia tidak melaksanakan apa yang telah
wanprestasi atau ingkar janji ini bisa berupa tidak membayar hutang kepada
kreditur, membayar tapi terlambat dan lain sebagainya (Hadi, 2020). Tentu
kadangkala menimbulkan masalah baru antara kreditur dengan debitur. Hal ini
dengan cara kekerasan, intimidasi bahkan dengan cara merampas barang jaminan
fidusia dijalan, hal inilah yang menimbulkan perlawanan dari pihak debitur.
Untuk itu agar terhindar dari perseteruan antara kreditor dan debitor yang
jaminan fidusia yang tertuang dalam Peraturan Kapolri no 8 Tahun 2011 tentang
Indonesia merupakan alat negara yang bertugas dan berfungsi untuk memelihara
jaminan. Apa bila salah satu diantaranya terdapat perbuatan tercelah yang oleh
pihak lain dirugikan, maka dapat menuntut ganti kerugian yang dialaminya sesuai
Namun dalam hal eksekutorial tidak didasari akta fidusia atau putusan pengadilan
demikian, dalam penelitian ini penulis tertarik mengulas dengan judul “Analisis
menimbulkan masalah.
kewajibannya.
didaftarkan?
(Soekanto, 2015:110).
dari kegiatan jasa keuangan di sector perbankan, sector pasar modal, dan sektor
Sebagai bagian yang mampu berfungsi untuk lembaga sosial kontrol dengan
3. Bagi peneliti
Berharap dapat menjadi bahan masukan dalam bidang hukum perdata serta
spesifik atau proses tertentu terjadi. Teori, skripsi mengenai sesuatu kasus atau
tentang perlindungan hukum bagi kreditur terhadap eksekusi jaminan fidusia yang
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa
adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang
melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut
pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini,
tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.
Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya
membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum.Sifat umum dari aturan-aturan
terpenting dalam suatu negara karena ketika suatu negara terbentuk maka
dasarnya setiap manusia terlahir sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
(YME) yang secara kodrati mendapatkan hak dasar yaitu kebebasan, hak hidup,
hak untuk dilindungi, dan hak yang lainnya (Sudikmo Mortokusumo, 2018:79).
yang tidak boleh dilakukan. Teori Kepastian Hukum, digunakan untuk melihat
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan tentunya dalam konteks aktifitas bisnis
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan oleh orang lain
dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat masyarakat dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan
untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel,
melainkan juga prediktif dan antisipatif. Salah satu perlindungan hukum yang
diberikan Negara melalui dikeluarkannya UUJF. Pasal 11 ayat (1) bahwa :“Benda
jaminan fidusia yang memiliki kekuatan hukum yaitu kekuatan eksekutorial yang
mengikat bagi para pihak yang mana kekuatan hukum tersebut layaknmya
Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses
atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut. Ditinjau dari
mengambil serta mengumpulkan hukum dan juga mencari dasar-dasar lain yang
bertujuan agar terbentuknya pola pikir atas pemecahan masalah yang mana sesuai
dengan hukum khususnya mengenai analisi eksekusi jaminan fidusia yang tidak
didaftarkan.
2.2.1. Perjanjian
kewajiban pada salah satu pihak atau banyak pihak dalam perjanjian. Kewajiban
yang dibebankan kepada debitur, memberikan hak pada pihak debitur untuk
menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut.
Dalam hal debitur yang tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati
tersebut, maka kreditur berhak menuntut pelaksanaan perjanjian yang belum atau
tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau yang tidak dipenuhi
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.” Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang
unsur yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur Subjektif mencakup syarat
pertama dan kedua dari syarat-syarat perjanjian di atas. Syarat pertama adalah
adanya kesepakatan. Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari
perjanjian, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut
tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan di perkenakan oleh
hukum untuk di sepakati oleh para pihak.10 Kesepakatan tidak boleh terdapat
suatu kekhilafan, paksaan dan penipuan, berdasarkan Pasal 1321 KUH Perdata.
batasan orang-orang mana saja yang di anggap tidak cakap untuk bertindak dalam
diantaranya:
dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk
telah ditentukan secara pasti, paling tidak sudah ditentukan jenisnya, termasuk
juga barang yang baru tersebut dapat ditentukan atau dapat dihitung kemudian,
perjanjian yang dibauat, maka dala hal dibuat atau diselenggarakannya perjanjian
yang berhubungan dengan peraliha hak kebendaan dan penciptaan hak kebendaan
peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Selanjutnya oleh Wirjono
mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau di
anggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu
hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Oleh Abdulkadir
Muhammad suatu persetujuan dengan mana dua orang pihak atau lebih
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.
Dalam hal debitur tidak dapat melaksanakan prestasi sebagai mana yang telah di
perjanjikan menurut syarat sahnya perjanjian atas somasi yang dilakukan kreditur
namun debitur tidak juga dapat melaksanakan kewajiban maka kreditur dapat
2.2.2. Eksekusi
lembaga Pengadilan, baik karena suatu putusan hakim yang telah memiliki
kekuatan hukum yang tetap, putusan arbitrase yang telah di exequtor oleh
seperti sertifikat hak tanggungan dan sertifikat fidusia. Selain eksekusi dapat
lain yang diberikan kewenangan untuk itu oleh Undang-Undang, yaitu PUPN dan
Sebagai tindak lanjut dari pengurusan piutang tersebut akan dibuat surat
pernyataan bersama antara debitur dengan PUPN yang mana surat pernyataan
tersebut memiliki kekuatan seperti putusan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena diberi titel eksekutorial berupa irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan
mengeluarkan surat paksa dan melakukan penyitaan atas obyek eksekusi milik
debitur.
Menurut Pasal 195 HIR, eksekusi ialah sebuah proses yang dilakukan
pengadilan terhadap pihak yang kalah dalam suatu perkara. Eksekusi merupakan
bagian atau tata cara lanjutan dari pemeriksaaan perkara. Eksekusi berasal dari
hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu
eksekusi ini hanya dapat dilaksanakan apabila putusan Pasal 209 HIR/Pasal 242
RBg. telah mempunyai hukum tetap (inkracht van gewijsde) terhadap putusan
yang bersifat condemnatoir. Proses eksekusi hanya timbul apabila pihak yang
kalah tidak menyerakan secara sukarela. Terkait dengan sumber hukum diatur
dalam Pasal 195 sampai dengan Pasal 224 HIR atau Stb. 1941 no 44 yang berlaku
di pulau Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah di luar pulau Jawa dan
Madura digunakan Pasal 206 sampai dengan Pasal 258 Rbg. atau Stb. 1927 no
227.
dengan sila perikemanusiaan yang adil dan beradap. Tetapi kemudian dengan
gijzeling di mana terhadap debitur yang beretikad tidak baik dapat diterapkan
peksa badan dengan cara memasukan yang bersangkutan ke dalam rumah tahanan.
atur mulai Pasal 195 sampai Pasal 224 HIR/206 sampai Pasal 258 RB., namun
pada saat sekarang tidak semua ketentuan pasal-pasal tadi berlaku secara efektif.
Yang masih benar-benar berlaku efektif terutama Pasal 195 sampai Pasal 208 dan
Pasal 224 HIR. beberapa ketentuan atau sejumlah prinsip dalam pelaksanaan
Tidak semua putusan yang telah dijatuhkan oleh hakim atau pengadilan dapat
hukum tetap, upaya dan tindakan eksekusi belum berfungsi sebagai tindakan
hukum yang sah dan memaksa terhitung sejak tanggal putusan memperoleh
kekuatan hukum tetap dan pihak tergugat (yang kalah) tidak mau menaati
2. Condemnatoir
Sifatnya amar dan putusan didasari pada putusan declatoir dan contitutief tidak
yang sedang bersengketa karena didalamnya tidak ada memuat hak-hak suatu
3. Eksekusi
Eksekusi secara nyata dilakukan panitera atau juru sita berdasarkan perintah
diperkenankan secara lisan dan ini merupakan syarat imperatif. Bentuk ini
pertanggung jawabannya.
1999 diatur adalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34, Dalam Pasal 26 Undang-
Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia telah disebutkan secara jelas
jaminan fidusia oleh penerima fidusia apabila debitur sebagai pemberi fidusia
pembiayaan bukan merupakan suatu pelanggaran hukum jika telah sesuai dengan
dalam kitab Undang-Undang hukum perdata pada Pasal 1155 mengatakan bahwa :
“Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah
berhak jika si berutang atau si pemberi gadai cidera janji, setelah tenggang waktu
yang diberikan lampau, atau tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, maka
maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya
Jaminan Fidusia mengenai eksekusi obyek jaminan fidusia telah diatur dalam
obyek jaminan fidusia, yaitu : Pasal 29 ayat 1 Apabila debitur atau pemberi
fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
dapat dilakukan dengan cara, pelaksanaan titel eksekusi sebagaimana diatur dalam
Pasal 15 ayat (2) yang dilakukan oleh penerima fidusia dalam hal ini adalah pihak
kreditur.
Yang Maha Esa” sertifikat jaminan fidusia ini memikiki kekuatan eksekutorial
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
debitur telah cidera janji, dan kreditur memiliki sertifikat jaminan fidusia yang
Penjualan atas obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri
melalui pelelangan umum. Jadi apabila debitur telah cidera janji dan perusahaan
Adapun syarat penjualan atas obyek jaminan fidusia dengan cara melakukan
penjualan dibawah tangan ini terdapat 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi yaitu:
1. Adanya kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian
2. Setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh
3. Diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan.
menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia pada waktu eksekusi
jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.
Pasal 31 “Dalam hal benda yang obyek jaminan fidusia terdiri atas benda
perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya
undangan yang berlaku”. Penjelasan dalam hal benda yang menjadi obyek
jamiman fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di
Pasal 29 dan Pasal 31 maka eksekusi batal demi hukum. Pasal 34 ayat satu
hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur tetap bertanggung
2.2.3. Fidusia
Pada umumnya, tidak ada utang debitur yang tidak dijamin. Apabila
keyakinan agar apapun yang terjadi dikemudian hari tidak akan merugikan si
pemberi utang sebab adanya jaminan yang telah di sepakati oleh pemberi utang
dan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah
ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan atas
kesepakatan kedua belah pihak. Pasal 1131 KUH Perdata menentukan suatu
kewajiban bagi debitur untuk memberikan jaminan kepada kreditur atas utang
yang telah di terimanya, tanpa adanya jaminan yang ditentukan secara khusus,
maka segala harta kekayaan debitur baik yang telah ada maupun yang akan ada
(debitur) kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah. Kedudukan jamina dalam perjanjian merupakan
jamian tambahan (accesoir) yang diserahkan oleh debitur kepada bank dengan
tujuan untuk mendapatkan pinjaman dana dari bank. Pasal 1 angka 26 Undang-
merupakan jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak
bergerak yang diserahkan pemilik Agunan kepada benk guna menjamin pelunasan
utangnya kepada kreditur, jika dikemudian hari ia tidak mampu membayar maka
jaminan yang telah disepakati dapat di jual guna pelunasan utang tersebut
sehingga tidak menimbulkan kerugian kepada kreditur yang dalam hal ini
memberi bantuan berupa dana kepada debitur. Oleh karena itu agunan merupakan
Pasal 1131 KUH Perdata mengatur kedudukan tentang kedudukan harta hak
utang dari semua harta pihak peminjam, baik yang ada maupun yang aka nada.
didahulukan.
pinjaman.
akan memiliki objek jaminan utanng bila pihak peminjam ingkar janji
1. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak
pembebanan jaminan.
2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hak
hipotekhanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah
3. Asas tidak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya untuk tidak dapat
mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak
4. Asas inbezitstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima
gadai.
5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan.
Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun
Subjek hukum yang dikenal dalam hukum jaminan tyerbagi menjadi dua,
yaitu debitur dan kreditur, debitur adalah pihak yang memiliki kewajiban utuk
membayar utang kepada kreditur. Dalam istilah lain sebagai pihak yang harus
memenuhi prestasi dan kreditur merupakan pihak yang memiliki hak untuk
kelancaran system pembiayaan karena para pemilik modal dan jasa perbankan
akan merasa ragu untuk memberikan pinjamannya kepada masyarakat dan pera
pelaku usaha jika di kemudian hari pinjamannya tidak dapat dilunasi atau
kekuasaan sendiri (parate eksekusi) dapat menjadi pilihan dan harapan yang
cukup menjanjikan atau setidaknya akan merubah mindset para pemilik modal
jaminan harus ditempuh dengan prosedur yang rumit dan berbelit-belit karena
kapan saja kreditur dapat menjual bilamana debitur tidak dapat melunasi
piutangnya.
motor maupun mobil. Untuk mendapatkan jaminan fidusia, benda bergerak itu
harus didaftarkan untuk diberikan surat atau akta jaminan fidusia. Permohonan
pendaftaran jaminan fidusia diajukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya
No 21 tahun 2015 tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan Biaya
sebagai berikut:
2) Tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris
5)Nilai penjaminan
Jaminan Fidusia diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
1)Nomor pendaftaran
3)Nama pemohon
5)Jenis permohonan
jaminan fidusia.
Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal jaminan
fidusia dapat dicetak pada tanggal yang sama dengan tanggal Jaminan Fidusia
dicatat.
jaminan fidusia yang diketahui setelah sertifikat jaminan fidusia dicetak, penerima
diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
pembuatan akta paling banyak 2,5% (dua koma lima perseratus) (2)Nilai
(satu miliar rupiah), biaya pembuatan akta berdasarkan kesepakatan antara notaris
dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu perseratus) dari objek yang
Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia).
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, bilamana dikemudian hari debitor cidera janji dan sudah di tergur dengan
keinginan kreditur penerima fidusia maka mempunyai hak untuk menjual benda
1. Khifni Kafa Rufaida dan Rian Sacipto “Tinjauan Hukum Terhadap Eksekusi
pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia tanpa titel eksekutorial yang sah
(Rufaida, 2019).
kadangkala menimbulkan masalah baru antara kreditur dengan debitur. Hal ini
dengan cara kekerasan, intimidasi bahkan dengan cara kekerasan dengan cara
3. Chika Asyifa Riansyah, dkk “Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Dan
Eksekusinya”
ingkar janji (wanprestasi), kreditur dalam hal ini lembaga gadai tidak akan
fidusia dari debitur. Akan tetapi, pihak lembaga gadai menempuh upaya
pada kesepakatan kedua belah pihak dengan alasan untuk mencari pembeli
yang tepat dengan harapan agar diperoleh harga yang tinggi (Chika Asyifa
Riansyah, 2020).
2015).
menimbulkan masalah. Di samping itu tujuan dan manfaat dari kajian ini
masih menjadi bagian momok tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dalam
pelaksanaan penjualan benda jaminan tunduk dan patuh pada Hukum Acara
Perjanjian
Kreditur Debitur
Ingkar Janji/Wanprestasi
bahan pustaka atau data sekunder disebut juga penelitian doktrinal. Menurut Peter
menjawab isu hukum yang dihadapi. Seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa
sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang
dianggap pantas. Penelitian sering disebut juga Riset yang merupakan fasilitas
Apabila ditelaah secara umum ada tiga bentuk tujuan dari penenelitian,
antara lain berupa penemuan yang memiliki makna bahwa kumpulan data yang
diperoleh dari sebuah studi adalah sebuah data yang aktual dan belum diketaui
penelitian dengan tujuan memperluas dan memperdalam data yang sudah ada
ilmiah yang didasarkan pada analisis dan konstruksi yang dilakukan secara
tingkatan alamiah (natural seting) yang memiliki tujuan yang digunakan dalam
studi yang ada, Penulis menggunakan studi yuridis normatif atau dengan kata lain
yaitu kajian kepustakaan. Yang mana lebih difokuskan dalam pendataan hukum
positif, sejarah hukum, serta doktrin dan asas yang ada di dalam hukum,
studi yang bersifat yuridis normatif dalam menulis serta menganalisa hasil dalam
pembahasan skripsi yang penulis teliti dalam studi ini. Jenis metodologi penelitian
ini dipilih karena ketepatan dalam penggunaan metode penelitian dan penggunaan
teori yang dibutuhkan oleh penulis pada saat penyusunan skripsi ini.
dan waktu kapan pemberi fidusia (debitur) dinyatakan “cidera janji”. Hal ini
sering menimbulkan adanya perbuatan paksaan dan kekerasan dari orang yang
mengaku sebagai pihak yang mendapat kuasa untuk menagih pinjaman utang
1. UUD 1945
2. KUHPerdata
Data yang diperoleh dari kepustakaan yang telah diolah lebih lanjut dan
landasan teori atau landasan hukum, mendapatkan batasan, defenisi, arti suatu
istilah. Bermaksud bahwa sumber awal data bukanlah menyerahkan data terhadap
orang lain.
dan sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini diataranya adalah surat kabar,
Putusan Mahkamah Agung yang merupakan alat pengumpulan data berupa studi
dokumen. Studi dokumen tersebut dengan cara memahami bahan-bahan
kepustakaan sehubung dengan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam
penelitian ini, akan diteliti data sekunder. Dengan demikian kegiatan utama yang
dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini, yaitu studi kepustakaan. Data yang
Terdapat beberapa jenis teknik analisis data, tetapi dalam penelitian ini penulis
menseleksi data yang diperoleh dari pustaka yang menjadi acuan, yang
atau juga disebut perjanjian standar, yaitu sebuah perjanjian yang dirumuskan
salah satu pihak, dimana dalam klausula perjanjian yang diberikan kepadanya
menolak perjanjian nasabah diberi waktu untuk membaca dan memahami isi dari
perjanjian tersebut, agar perjanjian yang disepakati oleh para pihak sah dan
diberikan, namun pihak konsumen tetap lalai dengan tidak membacanya, maka
secara hukum ia harus dianggap mengerti dan memahami tentang isi dari
perjanjian yang telah ia sepakati dalam hal ini yang telah ia tanda tangani, kecuali
jika di kemudian hari ditemukan bahwa isi dari perjanjian itu melanggar
jaminan harus dijamin haknya dalam hal adanya suatu perbuatan yang merugikan
dirinya. Disisi lain, sipemberi pinjaman dalam hal ini adalah kreditur,
perikatan yang ditimbulkan kepada nasabahnya. Sebagai obyek dari jaminan tidak
harus menyerahkan barang secara fisik oleh kreditur. Oleh karena itu
dibutuhkanlah adanya suatu jaminan utang yang obyeknya masih tergolong benda
bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak
kreditur.
Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan sebuah perjanjian timbal balik
dengan bunga sesuai kesepakatan bersama sampai dengan lunas. Meski perjanjian
pembiayaan konsumen tidak perna dikenal dalam KUH Perdata, namun dengan
KUH Perdata, maka para pihak boleh menentukan sendiri syarat dan bentuk
perjanjian yang dibuat secara sah demi hukum akan mengikat para pihak
sebagaimana undang-undang.
sesuai aturan yang berlaku. Jika didalamnya ada perbuatan yang melangggar
bahwa kesepakatan tentang jaminan fidusia itu lahir sebagai akibat dari lahirnya
perjanjian utang-piutangnya.
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.” Bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh meraka secara sah
oleh penguasa, namun perlu ditegaskan bahwa kekuatan perjanjian yang sah sama
umum, namum berlaku bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut
bahwa hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
kewenangan bagi debitur untuk tetap menguasai benda yang diikat fidusia
Selain itu, kreditur juga memiliki hak untuk didahulukan dalam hal
yang telah diperjanjikan, baik itu barang bergerak maupun barang tidak bergerak
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Sebagai jaminan kebendaan, fidusia
tidak lahir begitu saja melainkan harus diperjanjikan terlebih dahulu dan harus
terdapat perjanjian utang piutang yang menjadi perjanjian pokoknya. Oleh karena
adanya perjanjian utang piutang dan jaminan fidusia tersebut, maka apabila
maka benda yang menjadi objek fidusia ini lah yang akan dieksekusi. Ketentuan
mengenai eksekusi jaminan fidusia ini diatur dalam Pasal 29 UU Jaminan Fidusia
yang pada pokoknya menyatakan bahwa “Apabila debitor atau pemberi fidusia
cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat
2. Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima
dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga
diberitahukan secara tertulis oleh debitur dan kreditur kepada pihak-pibak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam dua media cetak yang beredar
ayat (2) UU fidusia ditentukan bahwa dalam sertifikat fidusia terdapat kata “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap. Atas dasar tersebut maka kreditur/penerima jaminan fidusia mempunyai hak
untuk melakukan eksekusi, yaitu menjual benda yang menjadi objek jaminan
fidusia atas kekuasaannya sendiri (parate eksekusi). Penjualan benda oleh kreditur
tersebut dapat dilakukan melalui pelelangan umum atau di bawah tangan dengan
dirinya telah membayar cicilan tepat waktu, namun suatu ketika tergugat tiba-tiba
mengeksekusi mobil yang menjadi objek jaminan tersebut dengan dalil cidera
melaksanakan eksekusi yang tidak sesuai dengan prosedur hukum. Akan tetapi,
tergugat tidak melaksanakan putusan tersebut dengan dalih bahwa sertifikat
(“Judicial Review”) ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 15 ayat (2) dan (3).
dengan memberi penafsiran terhadap frasa kekuatan eksekutorial dan frasa sama
dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, serta frasa cidera janji
dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Jaminan Fidusia. Pada pokoknya, putusan
yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur
Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan
Ibrahim, 2021:35).
Adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan
atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya
hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji. Terhadap jaminan fidusia
yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan
menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala
Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan
cidera janji dan kerelaan debitur untuk menyerahkan benda yang menjadi objek
fidusia. Apabila tidak terdapat kesepakatan mengenai cidera janji dan debitur
jaminan fidusia dilakukan sama dengan eksekusi putusan pengadilan yang telah
pengadilan negeri. Selain itu, cidera janji juga tidak dapat ditentukan secara
oleh kedua belah pihak atau atas dasar upaya hukum (gugatan) yang menyatakan
perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
suatu prestasi. Yang dimaksud dengan "prestasi" dalam ketentuan ini adalah
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat
merupakan perjanjian ikutan, berarti ada perjanjian pokok yang menjadi induk
perjanjian pokoknya adalah perjanjian utang piutang, maka jaminan fidusia bisa
bagi pelunasan utang tertentu, sehingga jika tidak ada utang piutang yang harus
dilunasi, maka tidak dapat diadakan perjanjian jaminan fidusia. Patut diperhatikan
bahwa pembebanan benda (dalam hal ini mobil) dengan jaminan fidusia dibuat
dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
Pembuatan akta jaminan fidusia dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut
angka 1 yaitu Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Berkaitan dengan objek
42 tahun 1999 berbunyi “Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada, kecuali
pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia”. Dalam
Jadi, benda milik debitur yang dijaminkan secara fidusia tetap ada pada
benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri (Frieda
Husni Hasbullah, 2009:79). Salah satu ciri jaminan fidusia adalah kemudahan
secara khusus tentang eksekusi jaminan fidusia melalui lembaga parate eksekusi.
Apabila debitur atau pemberi fidusia, setelah disepakati para pihak, dipandang
dilakukan.
Apabila debitur atau pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda
dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga
menjadi objek jaminan fidusia, dengan eksekutorial yaitu dengan menjual atas
pengembalian dana yang dikeluarkan dan disisi lain timbul kerugian yang dialami
pemilik barang/jaminan yang dijadikan sebagai objek pada saat adanya kesepakan
lebih awal.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Kreditur dalam melaksanakan eksekusi jaminan fidusia yang tidak
Didaftarkan
sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Target pasar dari
pembiayaan konsumen ini sudah jelas adalah konsumen, suatu istilah yang
memperlihatkan sertifikat jaminan fidusia dan juga tidak adanya juru sita ataupun
Fidusia. Pihak kreditur melakukan eksekusi benda jaminan fidusia melalui jasa
terhadap hak konsumen/debitur yang terdapat dalam benda jaminan fidusia berupa
kendaraan mobil. Dalam jaminan berupa kendaraan tersebut terdapat hak kedua
belah pihak baik konsumen ataupun pihak perusahaan, sehingga eksekusi tersebut
bahwa Benda yang dijaminkan secara fidusia (leasing) diberikan Akta Jiminan
pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia
artinya sesuai dengan pasal 196 ayat (3) HIR (Herzien Indonesia Reglemen)
dieksekusi secara sukarela, jika nasabah tidak mau, maka pengadilan akan
memerintahkan juru sita untuk menyita jaminan fidusia yang merupakan objek
jaminan fidusia tersebut (Anton Suyatno, 2016). Objek yang disita tersebut
kemudian akan dijual dengan cara dilelang di muka umum dan hasilnya
parate eksekusi dan tidak lagi melibatkan pengadilan maupun jurusita untuk
yang melarang perusahaan leasing untuk menarik secara paksa dari nasabah yang
4) memiliki setifikat;
tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa
Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila
diantaranya:
3. Surat peringatan kepada Debitor untuk memenuhi kewajibannya, dalam hal ini
telah diberikan pada Debitor sebanyak 2 kali dibuktikan dengan tanda terima;
eksekusi terhadap debitur yang wanprestasi, namun ada prosedur yang harus
dilalui yaitu melalui pengadilan. Setelah itu objek jaminan Fidusia dilelang
didepan umum oleh perusahaan tanpa perlu lagi ada campur tangan pengadilan
ataupun juru sita dan hasil dari pelelangan tersebut digunakan untuk melunasi
utang. Demikian jawaban dari kami atas pertanyaan saudara ke Badan Pembinaan
Hukum Nasional terkait perusahaan leasing yang telah memiliki sertifikat fidusia
apakah bisa melakukan eksekusi jaminan fidusia tanmpa ada putusan pengadilan
atau akta. Eksekusi jaminan fidusia merupakan penyitaan dan penjualan terhadap
benda yang dijadikan senagai objek jaminan fidusia. Pada prinspinya eksekusi
Fidusia tersebut walaupun benda tersebut adalah suatu sarana pencarian nafkah
akan tetap dilakukan eksekusi. Tujuan dari dilakukannya eksekusi jaminan fidusia
adalah untuk penjualan jaminan fidusia sebagai pelunasan atas kewajiban debitor
yang belum terpenuhi. Pihak leasing memiliki hak untuk menagih prestasi debitur
termasuk menagih semua cicilan dan biaya-biaya lainnya yang belum dilunasi
oleh debitur, serta memiliki hak untuk mengeksekusi obyek leasing yang
term (ketentuan) janji seperti diatas maka perjanjian tersebut dianggap tidak ada
atau batal demi hukum. Benda yang dijadikan sebagai jaminan fidusia wajib untuk
didaftarkan, hal ini berdasarkan asas publicitet bahwa setiap hak, baik hak
dilakukan dengan tujuan agar pihak ketiga mengetahui bahwa benda tersebut
pembiayaan dalam hal eksekusi benda jaminan. Dengan kata lain, apabila
waktunya untuk ditagih, maka dalam peristiwa seperti itu, kreditur dapat
fidusia diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia. Undang-
ada akta notaris sebagai kekuatan hukum atas perjanjian tersebut. Eksekusi atas
melakukan eksekusi atas barang jaminan tersebut adalah karyawan dari lembaga
pembiayaan itu sendiri jika terjadinya suatu kredit macet terhadap konsumen.
tangan pihak peradilan. Oleh karena itu, proses eksekusi harus dilakukan dengan
hukum tetap. Proses eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia
ataupun benda yang menjadi objek diluar jaminan fidusia, para pihak harus
memperhatikan hak debitor yang melekat pada objek benda yang menjadi jaminan
pinjaman dimaksud, karena dalm hal demikian, perlu diperhatikan bahwa terhadap
obyek pembiayaan jaminan fidusia dalam perjalannnya tidak full sesuai nilai
Oleh karena itu, benda yang menjadi objek jaminan fidusia ada sebagian
hak yang dimiliki oleh debitor, sebagian lainnya milik kreditor. Apabila eksekusi
tersebut dilakukan secara paksa yakni dengan melalui jasa debt collector atau
tukang tagih, hal ini tentunya akan melanggar hukum. Pelanggaran hukum
atur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga debitor
dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan untuk meminta gati kerugian atas
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, akan tetapi jaminan fidusia tersebut
terdekat.
Hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas
harus dilihat lagi bagaimana jual beli tersebut dilakukan. Jika memang telah
sesuai dengan ketentuan jual beli, dalam hal tidak ada pelanggaran hukum yang
dilakukan, maka pada dasarnya proses jual beli tersebut tidak melanggar
ketentuan hukum yang berlaku. Namun demikian jika ada wanprestasi antara
debitur dengan pihak ke 3 (pembeli mobil over kredit) obyek jaminan tersebut
tetap bisa dieksekusi oleh pihak penerima fidusia. Dasarnya adalah perjanjian
fidusia yang dilakukan oleh pihak debitur kepada kreditur. Dalam prosesnya
harus membaca dengan cermat dan teliti. Bila perlu mintakan notaris untuk
Berikutnya perlu dicek kembali, apakah dalam jual beli/perjanjian jual beli over
pembiayaan atau leasing ini adalah suatu lembaga yang menyediakan pembiayaan
atau pendanaan untuk pembelian barang atau usaha yang pembayarannya dapat
pesat di indonesia, jenis - jenis barang yang dibiayaipun semakin beragam tidak
pertanian dan lain sebagainya. Pembiayaan yang dilakukan oleh pihak leasing
dibiayai dijadikan sebagai jaminan pelunasan atas hutang apabila suatu saat nanti
terjadi kredit macet atau wanprestasi. Selain itu Pembebanan benda yang
fidusia hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UUJF.
suatu resiko tertentu, salah satunya adalah eksekusi tidak dapat dilakukan karena
didapatkan pada saat pendaftaran jaminan fidusia. Hal ini juga melanggar
ketentuan yang tertulis pada Pasal 11 ayat (1) UndangUndang Jaminan Fidusia
yang mengatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan.
tidak mendaftarkan benda jaminan fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari
jaminan fidusia tidak dapat dibuatkan dan perjanjian tambahan benda jaminan
fidusia secara hukum batal (Burhan Sidabariba, 2019). Hal ini dikarenakan
perjanjian yang jaminannya atas benda jaminan fidusia wajib didaftarkan, apabila
tidak didaftarkan maka secara tidak langsung perjanjian tersebut bukan perjanjian
apabila benda jaminan fidusia yang tidak didaftarkan, terutama akibat hukum
Akibat hukum dari tidak didaftarkannya perjanjian tersebut adalah tidak bisa
(consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka
fidusia bagi objek benda jaminan fidusia, namun ironisnya tidak dibuat dalam akta
sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan.
sebagaimana diatur dalam UUJF, pembebanan benda dengan akta jaminan fidusia
harus dibuat dengan akta otentik dan dicatatkan dalam Buku Daftar Fidusia. Jika
ketentuan tersebut tidak dipenuhi, hak-hak kreditur tidak mendapat perlindungan
melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan.
Selain itu, bank sebagai kreditur menjadi tidak memiliki hak didahulukan
pinjamannya karena penjaminan secara fidusia dianggap tidak sah jika tidak
barang jaminan fidusia. Mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya
bahwa di atas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitur dan sebagian
milik kreditur. Jika eksekusi terhadap barang objek fidusia tidak dilakukan
melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum, tindakan
dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut
sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa
sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditur yang mau mengeksekusi tetapi
benda objek fidusia yang dilakukan di bawah tangan kepada pihak lain tidak dapat
dijerat dengan UUJF, karena tidak sah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia
yang dibuat.
kreditur. Baik kreditur maupun debitur bisa saling melaporkan karena sebagian
dari barang tersebut menjadi milik berdua baik kreditur dan debitur. Dibutuhkan
masing-masing pemilik barang tersebut untuk kedua belah pihak. Suatu perikatan
utang piutang, pada prinsipnya utang tersebut harus dilunasi oleh debitur. Dan
Hal ini berdasarkan pada ketentuan hukum perdata Pasal 833 ayat (1)
KUHPerdata. Pasal tersebut menyatakan bahwa para ahli waris, dengan sendirinya
karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua
yang berupa kompleks aktiva dan pasiva si pewaris yang berpindah kepada para
ahli waris. Akibat hukum perjanjian dengan jaminan fidusia yang tidak
didaftarkan maka sertifikat jaminan fidusia tidak akan terbit dan eksekusi
konsumen ataupun surat kuasa tidak bisa disamakan dengan sertifikat jaminan
fidusia yang mempunyai hukum tetap yang dapat mengeksekusi (Ahmadi Miru,
2019).
konsumen dan surat kuasa. Banyak ditemukan perusahaan leasing yang membuat
jamiinan fidusia. Sehingga dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia kerap kali
debitor. Kasus ini sering terjadi dalam kredit motor melalui perusahaan
kendaraan akan langsung oleh debt collector langsung dan secara paksa, pada
dasarnya debt collector tidak memiliki hak untuk mengeksekusi benda jika tidak
Akibat hukum lainnya, dapat pula kreditor mengalihkan objek fidusia yang
dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain, dalam ini debitor juga tidak dapat
tidak sah menurut UU dimaksud. Oleh karena itu, mensikapi hal ini kadang kala
dan atau melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat
untuk mengambil benda jaminan fidusia dan sebaliknya debitor juga bertindak
mengalihkan benda jaminan fidusia, maka hal ini akan terjadi saling melaporkan.
1999. Padahal jika dicermati dengan adanya jaminan fidusia yang didaftarkan
akan pengadaan barangnya, maka nilai dan besaran pembiayaan tersebut menjadi
utang yang ditanggung oleh konsumen berikut dengan bunga dan ongkos-ongkos
lain. Kewajiban konsumen pada umunya, membayar uang muka yang ditentukan
kesepakatan sejak saat itu pula lahir hak dan kewajiban, sedangkan menurut sifat
konsensual disepakatinya sebuah perjanjian sejak saat itu juga perjanjian mengikat
para pihak. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kesepakatan ialah titik lahirnya
kontrak, dan sebagai bentuk pemenuhan prestasi yang dilakukan sesuai dengan
kreditur tidak berhak untuk mengih prestasi karena kewajiban itu belum matang
untuk ditagih hal ini sesuai prinsip ketentuan waktu yang dibuat dalam perjanjian.
Jadi, jaminan fidusia merupakn salah satu bentuk jaminan kebendaan sehingga
debitor tidak memahami pada saat kapan jaminan fidusia itu lahir dan berlaku,
“jaminan fidusia lahir pada tanggal dicatatnya ke buku daftar fidusia maka pada
saat itu juga fidusia lahir” jika jamiana fidusia pada saat pencatatan, lalu apa
eksistensi akta autentik tentang jaminan fidusia itu karena ternyata dengan
jamian fidusia.
Menyangkut perbedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan, dimana
hak kebendaan bersifat absoolut, dapat dipertahankan kepada siapapun dan selalu
ialah hak yang dapat ditujukan kepada orang-orang tertantu saja, hak perorangan
merupakan hak tagih atau pemenuhan prestasi dari sebuah perjanjian karena hak
perorangan tibul dari perjanjian. Facta sun servanda bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah akan mengikat seperti undang-undang kepada mereka yang
maka pihak penerima jamiaan tidak bisa mempertahankan objek yang diserahkan
sebagai jaminan fidusia, karena itu baru berupa janji, dan janji hanya
menimbulkan hak penagihan kepada pihak yang telah memberikan janji untuk
Namun pada saat fidusia itu dicatat dan didaftarkan maka lahirlah hak
fidusia berdampak pada pelanggaran secara pidana, misalnya ketika kreditor tidak
kreditor belum memiliki hak untuk mengabil objek jaminan dari debitor
mengingat jaminan jaminan fidusia itu belum lahir. Kreditur hanya berhak untuk
menagih saja dan jika penagihan itu tidak diindahkan oleh pihak debitor, maka
dilukannya pendaftaran jaminan fidusia maka dapat kita lihat dari klausula yang
berbunyi pada akta pemberian fidusia “bahwa antara pemberi fidusia atau debitor
selaku pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dan penerima fidusia atau
kreditor telah dibuat dan ditandatangan “bahwa untuk lebih menjamin dan
menanggung terbayarnya segala sesuatu yang terhutang dan harus dibayar debitor
milik pemberi fidusia untuk kepentingan penerima fidusia sebagaimana yang telah
dilahirkan pada perjanjian para pihak yang mengikatkan antara satu dengan
lainnya.
jaminan fidusia itu sendiri hanya terbatas pada pembebanan akta notaris saja dan
tidak melakukan pendaftaran sebagaimana yang diwajibkan oleh peraturan
kebendaan senantiasa mengikuti bendanya ditangan siapa saja benda itu berada)
dan hak prefensi tidak melekat pada kreditor pemberi jaminan fidusia; atau
menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Apabila debitur tidak
berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut dan kalau
perlu meminta bantuan pihak yang berwenang. Dalam hal benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat
tempat tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Seiring dengan adanya
berbagai perubahan dalam dunia fidusia, dan Mengingat betapa pentingnya fungsi
5.1. Simpulan
kredit yang dibuat oleh debitor dan kreditor merupakan perjanjian pokok yang
yang diakibatkan debitor cidera janji atau wanpresasi. Namun dalam praktiknya
sendiri atau dari debitor. Dalam hal ini, kreditor yang menerima hak jaminan
fidusia kadang kala tidak mendaftarkannya, dengan alasan biaya atau karena akta
perjanjian dibuat di bawah tangan. Sedangkan dari pihak debitor, sering terjadi
mengalihan hak benda jaminan fidusia kepada pihak ketiga, bahkan lebih dari itu
eksekutorial, dan hak hak preferen serta dapat menjadi batal demi hukum. prinsip
seharusnya kreditor tidak boleh lalai untuk membuat akta jaminan fidusia dengan
Akta Natariil, dan juga didaftarkan melalui kantor pendaftaran Jaminan Fidusia.
Namun, masih ditemukannya akta jaminan fidusia yang tidak dibuat dengan Akta
Notariil dan juga tidak didaftakannya jaminan fidusia dimaksud, karena Undang-
undang tidak mengatur secara tegas. Oleh karena itu, kedepan perlu adanya revisi
bahwa benda yang dimaksud adalah benar-benar masih dalam arti tidak digunakan
sebagai jaminan utang, yang dapat dilakukan dengan cara melihat daftar tersebut
fidusia yang merupakan alat bukti otentik karena dibuat oleh Notaris dengan akta
notaris. Bagian penting lainnya dari pendaftaran jaminan fidusia dan terbitnya
formil maupun materiil pembuatan akta jaminan fidusia dan sertifikat jaminan
5.2. Saran
sebagaimana yang dijadwalkan, sehingga tidak memakan waktu terlalu lama, yang
Apabila tidak lahir jaminan fidusia, maka perjanjian tersebut hanya merupakan
kreditor konkuren.
hukum dari perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak
pendaftaran jaminan fidusia oleh penerima fidusia merupakan kaidah yang wajib
yang telah diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Obyek jaminan fidusia
kreditur sebagai penerima fidusia yaitu jaminan fidusia tidak melekat asas
publisitas, asas droit de suite, dan asas droit de preference. Sebagai akibat hukum,
debitur yang mengalihkan obyek jaminan fidusia tersebut tidak dapat dikenai