Judul
Kedudukan Hukum Jaminan Fidusia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-
XVII/2019.
B. Latar Belakang
Indonesia adalah negara majemuk, yakni negara kepulauan yang di dalamnya terdapat
berbagai suku, ras, agama, dan budaya. Oleh karenanya, Indonesia sangat rentan terhadap
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi, “ Negara
Indonesia adalah Negara Hukum “. Negara hukum adalah konsep negara yang bersandar
pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang berlaku.
Negara hukum mensyaratkan bahwa setiap tindakan dari negara haruslah bertujuan untuk
menegakkan kepastian hukum, dilakukan secara setara, menjadi unsur yang mengesahkan
demokrasi, dan memenuhi tuntutan akal budi. Pada perkembangannya, hukum haruslah
memiliki sifat dinamis agar dapat selalu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Suatu
negara dapat dikatakan maju dan berkembang salah satunya karena pertumbuhan
ekonominya. Dalam hal kegiatan bisnis, Indonesia mengaturnya pada hukum bisnis agar
kegiatan bisnis dapat dijalankan secara adil. Hukum bisnis dapat diartikan sebagai peraturan-
peraturan yang tertulis yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mengatur, melindungi dan
mengawasi seluruh kegiatan bisnis baik itu kegiatan perdagangan atau industri atau bidang
jasa atau kegiatan lainnya yang berkaitan dengan keuangan dan sektor bisnis1.
1
Fahri S.H., M.H., M.M., “Perkembangan Hukum Bisnis Indonesia“, Jurnal STIE Ganesha, Vol.1 No.1 (2017)
Tangerang Selatan : Banten ,April 2017, hlm 89
Kegiatan bisnis adalah kegiatan yang dapat mewujudkan perkembangan dan pertumbuhan
memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, kebutuhan
terhadap pendanaanpun pasti meningkat, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk
Kegiatan pinjam-meminjam dalam kehidupan masyarakat sudah dilakukan sejak lama, yakni
sejak telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua
masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam- meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat
diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan bisnisnya dan untuk meningkatkan taraf
kehidupannya. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia memberikan
Perkembangan kebutuhan dana dalam pertumbuhan di sektor bisnis diikuti oleh perkembangan
melalui pinjaman atau kredit dengan menggunakan fasilitas yang membutuhkan adanya jaminan.
Kebutuhan akan jaminan melindungi kreditur, sehingga dana yang diberikan kepada debitur bisa
dikembalikan pada waktu yang ditentukan. Atau dengan kata lain, pihak pemilik dana (kreditor),
terutama lembaga pembiayaan atau lembaga perbankan mensyaratkan jaminan falam memberi
pinjaman untuk keamanan dana3. Dalam kegiatan ekonomi jaminan memegang peran penting
2
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Cet.5, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2015, hlm. 1.
karena untuk mendapatkan pinjaman modal disyaratkan adanya jaminan, yang dipenuhi pencari
modal agar mendapatkan pinjaman modal untuk jangka panjang atau jangka pendek4.
Kegiatan pinjam-meminjam uang yang dikaitkan dengan persyaratan penyerahan jaminan utang
banyak dilakukan oleh perorangan dan berbagai badan usaha. Badan usaha umumnya secara
tegas menyaratkan kepada pihak peminjam untuk menyerahkan suatu barang (benda) sebagai
objek jaminan utang pihak peminjam. Jaminan utang yang ditawarkan (diajukan) oleh pihak
peminjam umumnya akan dinilai oleh badan usaha tersebut sebelum diterima sebagai objek
Jaminan tersebut salah satunya berupa jaminan fidusia, yang berarti pengalihan hak kepemilikan
sebuah benda yang registrasi hak kepemilikannya masih dalam kekuasaan pemilik benda
tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Pemberi Fidusia, Pasal 1 ayat (2), “
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi
3
Debora R.N.N. Manurung, 'Perlindungan Hukum Debitur Terhadap ParateEksekusi Obyek Jaminan Fidusia',
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opnion Universitas Tadulako, Volume 3.Edisi 2 (2015), hlm 1-2
4
Jatmiko Winarno, ' Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Melalui Perjanjian Jaminan Fidusia', Jurnal Independent
5
M. Bahsan, Hukum, Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Cet.5, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2015. hlm. 3.
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima
Fidusia terhadap kreditor lainnya”. Selain dalam hal pinjam meminjam, contoh penerapan
jaminan fidusia yakni pembelian motor dan rumah secara kredit. Pemberi fidusia disebut dengan
Pada pasal 1 ayat (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jamninan Fidusia,
Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia, sedangkan Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang
mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia. Utang ialah
kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik secara langsung
maupun kontinjen.
Debitur sebagai pihak yang memiliki hutang pada pihak pemberi pinjaman atau kreditur sering
kadang tidak melakuklan sebagaimana kesepakatan, seperti contoh menunggak dan tidak
Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pada Pasal 15 ayat (2) menyebutkan
bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pada penjelasan pasal tersebut,
kekuatan Eksekutorial adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui putusan pengadilan dan
bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Aturan tersebut
bermakna bahwa apabila kreditur telah memiliki sertifikat fidusia dan debitur atau nasabah
wanprestasi yakni menunggak, kreditur dapat mengeksekusi jaminan fidusia tanpa ada putusan
pengadilan.
Implikasi dari ketentuan tersebut yakni, seringkali pihak kreditur melakukan tindakan sewenang-
wenang yakni dilakukan dengan cara menyewa jasa debt collector, untuk mengambil alih barang
yang dikuasai pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang benar. Ada beberapa momentum
tindakan paksa, tanpa menunjukkan bukti dan dokumen resmi, tanpa kewenangan, dengan
menyerang diri pribadi, kehormatan, harkat dan martabat, serta mengancam keselamatan. Untuk
Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang berisi penafsiran terhadap frasa ‘ kekuatan eksekutorial ‘ pada
Pasal 15 ayat (2), frasa ‘ cidera janji ‘ pada Pasal 15 ayat (2), dan frasa ‘ kekuatan eksekutorial ‘
pada penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan
pengeksekusian jaminan fidusia dapat dilakukan apabila dengan putusan pengadilan. Pada tahun
yang dalam permohonannya meminta keadilan agar kedudukan antara kreditur dan debitur,
karena terjadi kedudukan yang lebih berat pada kreditur yang harus membawa perkara ke
pengadilan, sedangkan debitur tidak. Namun, pada amar putusannya menyatakan bahwa menolak
permohonan untuk seluruhnya. Oleh karena isu hukum tersebut, penyusun ingin memnulis
Nomor 18/PUU-XVII/2019 “.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka penyusun mengemukakan rumusan masalah
sebagai berikut :
Nomor 18/PUU-XVII/2019?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Maka berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas penelitian
1999 tentang Jaminan Fidusia pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-
XVII/2019.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
studi ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram. Dan tulisan ini di harapakan
mampu di jadikan sebagai refrensi bagi para pihak yang ingin melanjutkan penelitian ini
b. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu
c. Manfaat Praktis
kepada pihak debitur dan kreditur pada perjanjian penjaminan fidusia, masyarakat, praktisi
Agar tidak menimbulkan penafsiran yang lebih luas dan lebih terararah dalam melakukan
penelitian ini, maka di perlukan pembatasan ruang lingkup penelitian yang sesuai dengan latar
belakang yang menjadi dasar pemikiran serta rumusan masalah yang menjadi fokus utama
dalam kajian penelitian ini. Maka ruang lingkup penelitian ini di batasi pada persoalan
mengenai implikasi kedudukan dan usaha kreditur pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 18/PUU-XVII/2019.
F. Orisinalitas Penelitian
Jaminan Fidusia terhadap Mayunita adalah sama-sama Mayunita adalah terletak pada
Debitur Kredit Macet pada membahas tentang jaminan tempat penelitian dan focus
PT Bank Mandiri, Tbk Area fidusia yang kemudian pada kajian. Maksudnya
Kisamaun Tangerang.
Putusuan Mahkamah
XVII/2019.
melunasi angsuran
pinjamannya. Perbedaan
Mandaska membahas
mengenai eksekusi yang
Persuda BPR Bank Pasar Mayunita adalah sama-sama Adhisti adalah Sheeny
Klaten.
G. Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Kedudukan
Pengertian kedudukan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dibedakan antara pengertian
kedudukan (status) dan kedudukan sosial (sosial status). Kedudukan diartikan sebagai tempat
atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sedangkan kedudukan sosial adalah tempat
seseorang dalam lingkungan pergaulannya, serta hak dan kewajiban. Kedudukan juga dapat
diartikan sebagai posisi jabatan seseorang dalam memiliki sebuah kekuasaan. Orang yang
sekitarnya.
Pada umumnya, kedudukan pada masyarkat memiliki tiga macam, yaitu sebagai berikut6:
dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, seperti masyarakat
feodal, atau masyarakat tempat sistem lapisan bergantung pada perbedaan rasial.
b. Achieved status, kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha yang disengaja.
Misalnya, setiap orang dapat menjadi seorang guru asalkan memenuhi persyaratan
tertentu. Persyaratan tersebut bergantung pada yang bersangkutan bisa atau tidak bisa
6
Cahya Dicky Pratama, Status dan Peran Sosial dalam Studi Sosiologi,
( https://www.kompas.com/skola/read/2020/10/09/132358169/status-dan-peran-sosial-dalam-studi-sosiologi?
page=all diakses pada tanggal 7 September 2022 )
menjalaninya. Apabila yang bersangkutan tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut, ia
c. Assigned status, kedudukan yang diberikan pada seseorang. Kedudukan ini mempunyai
hubungan yang erat dengan achieved status. Suatu kelompok atau golongan memberikan
kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa yang telah memperjuangkan
B. Pengertian Hukum
Hukum berasal dari Bahasa Arab, yakni hakama-yahkumu-hukman (Masdar) yang dalam kamus
Arab-Indonesia Mahmud Junus diartikan dengan menghukum atau memerintah. Hukum juga
Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Pengertian lain dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, hukum adalah undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur
1. Menurut Aristoteles
yang mengikat masyarakat serta hakim. Bentuk dan isi dari konstitusi berbeda dari
7
M. Syafi’ie, S.H., M.H., “ Perihal Islam dan Hukum “, https://law.uii.ac.id/en/perihal-islam-dan-hukum/, diakses
pada tanggal 6 September tahun 2022 )
undang-undang. Karena undang-undang memilki kedudukan untuk mengawasi hakim
2. Menurut E. Utrecht
Hukum adalah himpunan peraturan yang mengatur kehidupan. Peraturan tersebut dapat berupa
perintah atau larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh
Hukum merupakan sistem norma, sebuah sistem yang didasarkan pada keharusan-
keharusan ( apa yang seharusnya atau das sollen ). Bagi Hans Kelsen, norma merupakan
Menurut Marxis
4.
8
By Dwi, “Pengertian Hukum”, http://umum- pengertian.blogspot.sg/2016/02/pengertian-umum-hukum-
adalah.html, diakses pada tanggal 5 September 2022.
9
Olivia Sabat, ” Pengertian Hukum Menurut Para Ahli dan Penggolongannya “,
https://www.google.com/amp/s/www.detik.com/edu/detikpedia/d-5798560/pengertian-hukum-menurut-para-
ahli-dan-penggolongannya/amp diakses pada tanggal 7 September 2022.
10
Adji Samekto, Menelusuri Akar Pemikiran Hans Kelsen Tentang Stunfenbeautheorie Dalam Pendekatan Normatif-
Filosofis, Jurnal Hukum Progresif, Vol.7 No.1 ( 2019), hlm.1
11
Sumadiria, Hukum & Etika Media Massa, Cet. 2,Simbiosa Rekatan Media, Bandung, 2019, hlm. 2.
Menurut E.M. Mayers
5.
kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi dasar penguasa dalam
6. Menurut Austin
Hukum adalah setiap undang-undang positif yang telah ditentukan secara langsung atau
tidak langsung oleh individu atau kelompok orang yang berkuasa bagi anggota atau
kelompok masyarakat politik yang berdaulat, dimana yang dapat membuat hukum adalah
yang berkuasa13.
Para ahli hukum Indonesia juga memiliki pendapatnya masing- masing, seperti berikut ini:
Hukum adalah peraturan yang memilki sifat memaksa, menentukan tingkah laku manusia dalam
kehidupan dan lingkungan masyarakat yang dibuat dan dilaksanakan oleh badan resmi yang
berwajib14.
12
Wibowo T.Turnady, “ Pengertian Hukum Menurut Para Ahli”, Jurnal Hukum, 2021, hlm 1.
13
E-Jurnal, “Pengertian Hukum Menurut Para Ahli”, http://www.e- jurnal.com/2013/11/pengertian-hukum-
14
Berita Hari Ini, “ Pengertian Hukum menurut J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto Beserta Fungsi dan
Jenis-Jenisnya “ ( https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-hukum-menurut-j-c-t-simorangkir-beserta-fungsi-
Pada bukunya, “ Bertamasya ke Alam Hukum “, S.M Amin menjelaskan bahwa hukum adalah
kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi. Adapun tujuan hukum
adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban
terjaga15.
Mochtar Kusumaatmadja beranggapan bahwa hokum adalah kaidah dan asas-asas yang mengatur
hubungan masyarakat dan dibuat berdasarkan pada keadilan. Ia memandang bahwa hokum
sebagai alat untuk memelihara, melindungi, dan mengamankan ketertiban dalam masyarakat16.
Melalui pengertian hukum yang telah disebutkan oleh para ahli hukum, maka hukum memiliki
15 C.S.T. Kansil, “ Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia“, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm
38.
16
Silmi Nurul Utami, 10 Pengertian Hukum Menurut Para Ahli,
https://www.kompas.com/skola/read/2021/06/03/100000869/10-pengertian-hukum-menurut-para-ahli?
amp=1&page=2&jxconn=1*1nmepaq*other_jxampid*eXJmMHQ2LXZZUVN1ejdPWmpsaG8xeWlWQXl2UGNmQTN
2NVplRDF2VmtOMlMwRzRVQUJUdldIM21WWFRlUmNndQ.. Diakses pada tanggal 6 September 2022
17
C.S.T Kansil, “ Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia“ Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm.39
1. Peraturan yang mengatur perilaku manusia dan pergaulannya di dalam kehidupan
masyarakat;
Suatu peraturan juga akan disebut sebagai hukum apabila memenuhi ciri-ciri sebagai berikut18:
1. Berisi peraturan yang dapat mengatur tingkah laku masyarakat dalam bergaul atau
2. Peraturan dibuat oleh badan resmi atau pihak yang memang diminta untuk membuat
hukum.
5. Perintah-perintah yang ada haruslah dipatuhi oleh setiap orang di suatu negara
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki hubungan timbal balik antar satu dengan yang lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan manapun, adar atau tidaknya manusia selalu
melakukan perbuatan yang berhubungan dengan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan
18
Widya Kurniasih, “ Tujuan Hukum : Unsur, Jenis, dan Ciri-Ciri Menurut Ahli “ (
https://www.gramedia.com/literasi/tujuan-hukum/, diakses pada tanggal 5 September 2022
yang dilakukan manusia yang menimbulkan hak dan kewajiban harus dipenuhi. Perbuatan
hukum tersebut terdiri dari perbuatan hukum sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan
satu pihak saja yang menimbulkan hak dan kewajiban seperti pembuatan surat wasiat dan hibah.
Perbuatan hukum dua pihak adalah perbuatan hukum yang dilakukan dua pihak dan
menimbulkan hak dan kewajiban seperti jual-beli, perjanjian sewa, dan lain-lain19.
Hukum bersifat dinamis, dimana hukum akan terus mengikuti perkembangan yang terjadi pada
maupun perubahan yang terjadi secara terus-menerus.. Dengan demikian hukum dapat
dimengerti dengan menjalani dan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan hukum
Hukum yang ada pada masyarakat juga berperan sebagai suatu sistem norma. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok
dalam masyarakat. Norma adalah standar untuk menentukan apakah perbuatan atau tindakan
dapat diterima atau tidak, dapat dibenarkan atau tidak. Norma menjadi acuan manusia dalam
mengatur dan mengelola tingkah lakunya. Terdapat istilah dalam ilmu hukum, yakni das sollen
dan das sein, das sollen disebut kaidah hukum yang menerangkan kondisi yang diharapkan,
sedangkan das sein dianggap sebagai keadaan yang nyata. Norma menunjuk apa yang
seharusnya ada (das sollen) dan bukan yang ternyata ada (das sein). Hukum yang pada
masyarakat berfungsi sebagai sebuah norma membuat manusia terikat dengan kewajiban hukum
19
Abi Asmana, “Pengertian Perbuatan Hukum”, http://legalstudies71.blogspot.sg/2015/0 6/pengertian-perbuatan-
hukum.html, diakses pada tanggal 7 September 2022, pukul 23.50
Legal Standing atau disebut juga dengan kedudukan hukum adalah keadaan di mana seseorang
atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk
Secara harfiah kedudukan hukum dikenal sebagai locus standi dalam bahasa Latin, atau
legal standing dalam bahasa Inggris, diadopsi dari sistem hukum common law. Legal
standing juga dikenal sebagai ius standi, atau standing to sue. Legal standing lahir
karena adanya hubungan hukum alam atau hukum manusia antara sesama manusia dan
manusia dengan alam. Pihak yang menjadi legal standing di muka pengadilan dapat
berupa individu maupun sekelompok orang atau organisasi. Evan Tsen Lee dan Josephine
Little Secret”, menyatakan bahwa kedudukan hukum atau locus standi adalah suatu
keadaan ketika suatu pihak dianggap memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan
20
Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa : Pemikiran Hukum Dr.Harjono , S.H., M.C.L / Harjono, Cetakan Ke-1,
Konstitusi Press, Jakarta, 2008, halaman 176
penyelesaian sengketa di suatu pengadilan. Kedudukan hukum menjadi penting, karena
ssSebagai contoh untuk melihat subyek hukum memiliki kedudukan hukum di Indonesia dapat
Subyek hukum yang dimaksud adalah subyek hukum yang telah memenuhi kualifikasi sebagai
subyek hukum dan kemudian diberikan kedudukan hukum. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 51 ayat (1) menyebutkan mengenai subyek hukum yang
dapat mengajukan permohonan karena telah memiliki kedudukan hukum, yaitu sebagai berikut:
2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
undang- undang;
4. Lembaga negara.
Secara garis besar, kedudukan hukum adalah suatu status atau posisi dimana suatu subyek
hukum atau obyek hukum ditempatkan supaya mempunyai fungsi dan tujuan. Kedudukan hukum
21 Raden Adha Pamekas dan Jonsi Afriantara, “ Locus Standi “, Jurnal Yudisial, Vol.14 No.3 ( 2021 ), Jakarta Pusat,
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata jaminan adalah janji seseorang untuk
menanggung utang atau kewajiban pihak lain apabila utang atau kewajiban tersebut tidak
dipenuhi. Arti lainnya dari jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima. Sedangkan,
jika dilihat dari segi bahasa, kata fidusia sendiri bisa diartikan dalam beberapa bahasa. Pertama
adalah kata fidusia yang diambil dari bahasa Romawi yaitu fides. Kata fides sendiri memiliki arti
kepercayaan. Lalu kata fidusia juga diambil dari bahasa Belanda yaitu Fiduciaire Eigendom
Overdracht. Selain itu kata fidusia juga diambil dari bahasa Inggris yaitu Fiduciary Transfer of
Ownership. Kedua bahasa tersebut jika diterjemahkan memiliki arti penyerahan hak milik yang
22
Ananda, " Fidusia : Pengertian, Sertifikat Jaminan, Hak Eksekusi, dan Prinsip ", (
23
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008), hlm. 152
3) Kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia atas dasar
kepercayaan, dengan syarat bahwa benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi
fidusia.Dalam hal ini yang diserahkan dan dipindahkan itu dari pemiliknya (pemberi fidusia)
kepada penerima fidusia adalah hak kepemilikan atas suatu benda yang dijadikan sebagai
jaminan, sehingga hak kepemilikan secara yuridis atas benda yang dijaminkan beralih kepada
penerima fidusia. Sementara itu secara ekonomis atas benda yang dijaminkan tersebut tetap
Dalam ketentuan pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
bahwa yang dimaksud dengan fidusia adalah “Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya diadakan tersebut
tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Adapun yang dimaksud dengan jaminan fidusia
menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yaitu :
“Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda
tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi penulasan gutang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada intinya fidusia merupakan penyerahan
hak milik secara kepercayaan terhadap suatu benda dari debitur kepada kreditur, karena hanya
penyerahan hak milik secara kepercayaan, maka hanya kepemilikannya saja diserahkan
sedangkan bendanya masih tetap dikuasai debitur atas dasar kepercayaan dari kreditur.
Pembebanan benda dengan jaminan fidusia diatur dalam pasal 5 UU No. 42 Tahun 1999 tentang
(1) Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa
(2) Terhadap pembuatan akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan
1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia Identitas tersebut meliputi nama lengkap,
agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status
2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenai macam perjanjian dan
4. Nilai penjaminan.
24
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Raja Grafindo
saling merugikan antara pemberi fidusia dan penerima fidusia. Mengacu pada pasal 1870
KUHPerdata, bahwa akta notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya di antara para pihak
beserta ahli warisnya atau para pengganti haknya. Jadi, bentuk akta otentik dapat dianggap
paling menjamin kepastian hukum yang berkenaan dengan objek jaminan fidusia.
Menurut Munir Fuady, jika ada alat bukti sertifikat jaminan fidusia dan sertifikat tersebut adalah
sah, maka alat bukti lain dalam bentuk apapun harus ditolak. Para pihak tidak cukup misalnya
hanya membuktikan adanya fidusia dengan hanya menunjukkan akta jaminan yang dibuat
notaris. Sebab menurut pasal 14 ayat (3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka
dengan akta jaminan fidusia, lembaga fidusia dianggap belum lahir. Lahirnya fidusia tersebut
Menurut UU No 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, definisi pemberi dan penerima
jaminan fidusia terdapat pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (5) dan (6). Pemberi
25
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 34.
Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia yang kemudian disebut kreditor karena mempunyai piutang karena perjanjian atau
undang-undang. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai
piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia yang selanjutnya disebut debitor
Pihak yang memegang fidusia harus memiliki tanggung jawab dan tugas yang bersifat etis serta
Pihak yang dengan sengaja menerima kewajiban fidusia atas nama pihak lainnya, maka
wajib bertanggung jawab untuk bertindak dan mengelola aset sesuai dengan kepentingan
pemilik.
Memastikan tidak ada masalah atau konflik kepentingan yang muncul di antara
Sesuai dengan aturan hukumnya, pemegang fidusia wajib memberitahu kondisi asli dari
aset yang dijual kepada calon pembeli, serta tidak akan mendapatkan keuntungan dari
Akta fidusia tetap berguna meskipun pemilik aset meninggal dunia, terutama apabila
asetnya merupakan bagian dari perkebunan atau hal lainnya yang membutuhkan
26
PT. Tokopedia, “ Fidusia “, ( https://kamus.tokopedia.com/f/fidusia/, diakses pada tanggal 6
September 2022 )
C. Tinjauan Umum Mahkamah Konstitusi
Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan ketentuan
tersebut, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain
Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang
1945.
Undang-Undang yang mengatur secara spesifik tentang Mahkamah Konstitusi yaitu UU No. 24
Tahun 2003 kemudian terjadi perubahan menjadi UU No. 8 Tahun 2011. Undang-undang ini
lahir untuk adanya aturan yang jelas tentang mekanisme dan prosedural dalam Mahkamah
Konstitusi baik mencakup hukum acara, kewenangan yang dimilikinya dan lain-lain. Terkait
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
“Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan, dan dalam hal ini menurut Pasal 3, Mahkamah Konstitusi berkedudukan di Ibukota
Menurut Pasal 4 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 mengalami perubahan sesuai dengan UU
1)Mahkamah Konstitusi mempunyai Sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
2)Susunan Mahkamah Konstitusi atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua
3) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh anggota Hakim Konstitusi
untuk masa jabatan selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pengangkatan
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi
yang terpilih sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (3) dapat dipilih kembali dalam jabatan
4) Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada Ayat (3)
terpilih, rapat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh Hakim
4b) Dalam hal forum rapat sebagaimana dimaksud pada Ayat (4a) tidak terpenuhi, rapat ditunda
4c) Apabila penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada Ayat (4b) telah dilakukan dan forum
rapat belum terpenuhi, rapat dapat mengambil keputusan tanpa menunggu lagi.
4d) Pengambilan keputusan dalam rapat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah
Konstitusi sebagaimana dimaksud pada Ayat (4c) dilakukan secara musyawarah mufakat untuk
mencapai aklamasi.
4e) Apabila keputusan tidak dapat dicapai secara aklamasi sebagaimana dimaksud pada Ayat
(4d), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak melalui pemungutan suara yang dilakukan
4f) Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusidilakukan dalam 1 (satu) kali rapat
pemilihan.
4g) Calon yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan sebagaimana dimaksud pada Ayat
4h) Calon yang memperoleh suara terbanyak kedua dalam pemilihan sebagaimana dimaksud
Pasal 5 menegaskan pula, bahwa hakim konstitusi adalah pejabat Negara. Kemudian pada Pasal
6 UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Hak-hak Para Hakim Konstitusi mengalami perubahan sesuai
dengan UU No. 8 Tahun 2011 yaitu: kedudukan protokoler dan hak keuangan Ketua, Wakil
Ketua, dan Anggota Hakim Konstitusi berlaku ketentuan Peraturan Perundang-undangan bagi
pejabat Negara (Pasal 6 Ayat 2). Negara memberikan jaminan keamanan Hakim Konstitusi
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenang sebuah
Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi (Pasal 8). Disebutkan pula bahwa
anggaran Mahkamah Konstitusi dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam Anggaran
Pasal 24C ayat (1 dan 2) Undang-Undang Dasar 1945 mengatur fungsi dari Mahkamah
Konstitusi yaitu :
1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang diberikan oleh Undang-
Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil
pemilihan umum.
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
1945.
Dari Pasal tersebut dapat diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki 5 (lima)
tugas/kewenagan yang sangat vital terutama dalam ketatanegaraan Indonesia. Maka untuk
mengetahui lebih jelas berbagai kewenagan tersebut, dibawah ini akan dibahas berbagai
Dalam kaitan dengan peran Mahkamah Konstitusi tentang Judicial Review secara lebih rinci
telah disebutkan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2003, khususnya pada bagian ke-8
Sengketa kewenangan atar lembaga Negara, secara jelas memperoleh batasan bahwa lembaga
Negara tersebut hanyalah lembaga Negara yang memperoleh kewenangannya menurut UUD
1945. Pasca dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945, banyak terjadi
pergeseran dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, salah satunya adalah pergeseran paradigma
kelembagaan Negara. Pergeseran ini ditandai dengan direduksinya status MPR yang kini tidak
Sesuai dengan amanat konstitusi, Mahkamah Konstitusi juga berwenang memutus pembubaran
partai politik.Persoalannya adalah apakah partai politik tidak bertentangan dengan prinsip
demokrasi dan Hak Asasi Manusi hanya lembaga Negara. Paradigma ini telah dipraktekan dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Tentang SUSDUK (Susunan dan Kedudukan Majelis
Permusyawarahan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Terkait dengan salah satu kewenangannya yaitu memutus sengketa hasil pemilihan umum, maka
berarti saat ini sudah ada satu lembaga yang dapat menyelesaikan permasalahan dan polemik
konteks check and balances telah diatur dalam UUD RI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor
27
Fakhurohman, Dian Aminudin, dan Sirajudin, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi
melakukan impeachment tidak disebutkan sebagai kewenangan hanya sebatas kewajiban saja,
karena sifat putusan yang berbeda antara kewenangan dan kewajiban. Kewenangan yang di
miliki oleh Mahkamah Konstitusi ini dalam rangka penerapan Prinsip check and balances dalam
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan sebuah proses dan tata cara dalam memecahkan suatu masalah
yang dihadapi saat melakukan penelitian. Oleh karenanya, metode penelitian ini diperlukan
dalam melakukan sebuah penelitian. Metode penelitian dapat memberikan tujuan serta
sasaran yang tepat kepada peneliti dan pembaca agar sesuai dengan hasil yang diharapkan.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian normatif
yaitu hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan Perundang-undangan (Law
in Books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan
berperilaku manusia yang dianggap pantas29. Penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang
dilakukan berdasarkan bahan baku utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut
asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin- doktrin hukum, peraturan dan system
hukum dengan menggunakan data sekuder, diantaranya asas, norma, dan aturan hukum yang
28
Fuadah dan Fufu Dzuratul, Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Melakukan Impeachment terhadap
Presiden dalam Konteks Checkand Balances, Tesis esis UIN SMH Banten, 2020. Hlm. Abstrak
29
Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet.9, PT. Rajagrafindo Persada, Depok,
2016, hlm. 118.
terdapat dalam peraturan Perundang-undangan dan peraturan lainnya, dengan mempelajari buku-
buku, peraturan Perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan erat dengan
penelitian30.
Sebagai penelitian hukum normatif, maka penelitian ini termasuk kategori tipe penelitian hukum
solution)31.
menganalisa semua Undang- Undang dan pengaturan yang bersangkut-paut dengan isu hukum
30
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Peresada, Jakarta, 2006, hlm. 24
31
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hlm. 50-51
32
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Teori Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo,
dalam penelitian yang dilakukan. Masih adanya kekosonngan atau kekurangan peraturan dalam
Undang-Undang maka digunakanlah pendekatan Perundang- undangan ini sebagai metode yang
tepat untuk dapat mengetahui apakah suatu Undang-Undang telah diimplementasikan secara
antara konsep-konsep yang akan diteliti dan pandangan ahli dengan permasalahan yang akan
dibahas33.
Dalam penelitian ini sumber bahan hukum yang digunakan adalah berasal dari Perundang-
undangan, buku-buku, karya ilmiah dan beberapa bahan hukum lainnya yang tentunya berkaitan
dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan, antara lain:
Bahan hukum primer adalah bahan hukum utama dalam penelitian ini, Bahan hukum primer
adalah bahan hukum utama dalam penelitian ini, dalam hal ini adalah Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Undang-Undang Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
33
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm 47
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 2/PUU-XIX/2021.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer yang diperoleh dari buku-buku ilmiah terkait, hasil penelitian, makalah, artikel-
artikel34.
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia.
Dalam penelitian yang dilakkukan secara normatif, bahan hukum yang diambil dengam
membaca, mempelajari serta mengkaji berbagai sumber literatur berupa peraturan Perundang-
undangan, buku-buku dan pendapat pakar hukum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Seluruh bahan hukum yang sudah diperoleh akan dikumpulkan dan dianalisis. Analisis bahan
hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan metode penafsiran (interpretasi). Penafsiran
(interpretasi) merupakan uraian mengenai pemahaman terhadap norma atau kaidah, serta materi
34
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm 34
DAFTAR PUSTAKA