Anda di halaman 1dari 9

1.

Perjanjian pembiayaan konsumen


- Perjanjian pembiayaan konsumen adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat

antara pembeli fasilitas dengan penerima fasilitas, dalam hal ini pemberi fasilitas

menyediakan dana untuk memberi barang dari penjual barang, untuk digunakan

oleh si penerima fasilitas, dan penerima fasilitas berkeajiban untuk membayar

pinjaman itu, baik berupa pokok dan bunga, sesuai dengan jangka waktu yang

telah ditentukan oleh kedua belah pihak (Salim, 2015:47).

- Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang – Undang fidusia dapat

disimpulkan bahwa perjanjian jaminan fidusia ialah perjanjian formil yang harus

dituangkan dalam suatu akta notaris. Dalam Pasal 4 Undang – Undang fidusia

yang berbunyi “ jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian

pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu

prestasi.” Dari ketentuan tersebut, dari kata “ikutan”, maka dapat disimpulkan

bahwa perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian yang mengikuti perjanjian

pokoknya. Arti dari perjanjian ikutan itu mestinya sama dengan perjanjian

accessoir. Perjanjianyang bersifat accessoir ini mempunyai beberapa ciri,

diantaranya adalah lahirnya/adanya, berpindahnya dan hapusnya/ berakhirnya

mengikuti perjanjian pokok tertentu.

- Perjanjian jaminan fidusia merupakan jaminan yang berisi kesepakatan antara

pemberi fidusia dengan penerima fidusia, bahwa suatu benda tertentu diserahkan

hak miliknya secara kepercayaan, dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia,

guna meminjam pembayaran hutang debitur dalam suatu perjanjian pokok

tertentu, yang bisa berupa hutang/kewajiban atas pembayaran sejumlah uang,

ataupun kewajiban (prestasi) lain. Sehingga atas kewajiban prestasi tersebut

nantinya bisa dijabarkan dalam nilai sejumlah uang.


- Fidusia diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang – Undang nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia yang berarti bahwa pihak kreditur adalah pihak pemberi

pinjaman atas dasar kepercayaan memberikan sejumlah uang kepada debigttur

dengan syarat adanya barang yang akan dijaminkan kepada debitur. Jaminan

Fidusia sendiri, diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang – Undang Fidusia. Proses

peminjaman uang atau hutang atas dasar kepercayaan antara kreditur dan debitur

menjadi perjanjian pokok atas jaminan hutang yang akan dipinjamkan.

2. Penjelasan tujuan adanya perjanjian fidusia (jaminan fidusia) dalam

perjanjian pembiayaan konsumen

- Tujuan adanya perjanjian fidusia (jaminan fidusia) dalam perjanjian pembiayaan

konsumen adalah dapat memberikan perlindungan bagi debitur dan kreditur.

Selain itu adanya perjanjian fidusia juga dapat digunakan untuk menjamin tidak

ada pihak yang dirugikan, baik dari penerima pijaman maupun pemberi pinjaman.

3. Bagaimana fakta yang terjadi dalam praktek yang sering terjadi kalau
terjadi wanpresrasi dan bagaimana praktek yang sering dilakukan oleh
pelaku usaha atau kreditur dalam upayanya untuk eksekusi jaminan
fidusia tersebut
- Pihak Adira Finance Magelang tidak melakukan permohonan pengamanan kepada

pihak Kepolisian sehingga menyebabkan terjadinya keributan ketika ingin

melakukan penarikan objek, pihak Adira Finance Magelang juga tidak melakukan

pendaftaran jaminan objek tersebut ke kantor pendaftaran jaminan fidusia

sehingga dapat dinyatakan pihak lembaga pembiayaan tidak memiliki surat

aggunan fidusia, sehingga tidak sesuai dengan regulasi dan tidak bisa

dipertanggungjawabkan serta tidak terlindunginya keselamatan dan keamanan

penerima agunan fidusia terhadap yang memberikan agunan fidusia perlakuan

yang dapat menyebabkan kerugian harta dan keselamatan jiwa. Semakin


berkembangnya pemberian kredit dengan anggunan fidusia dalam kesepakatan

kredit yang seringkali menyebabkan tibanya gejala pokok masalah aturan dalam

melaksanakan eksekusi anggunan fidusia ialah sebagai status regulasi dari objek

anggunan fidusia.

- Masalah dapat timbul karena kealahpahaman debitur terhadap jaminan fidusia.

Orang beranggapan bahwa kreditur tidak memiliki hak yang dapat dipaksakan,

sehingga setiap kali penegakan hokum ditegakkan, mereka percaya bahwa itu

adalah benuk penyitaan dan pelanggaran hokum. Sebab debt collector bukanlah

pegawai lembaga keuangan, melainkan pemilik tunggal yang dibayar jika berhasi

menarik kendaraan milik konsumen. Dalam menjalankan aktivitasnya, penagih

utang sering atau berindak sebagai penganggu untuk membuat konsumen

membayar atau menyerahkan kendaraannya.


BAB III

Eksekusi merupakan pelaksanaan eksektorial oleh seseorang yang menerima fidusia,

sesuai sesuai dalam Pasal 29 Undang – Undang Nomor 42 tahun 1999 eksekusi secara

langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para

pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Eksekusi merupakan tindakan hukum yang

dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang tumbang di dalam suatu perkara. Aturan tata

cara lanjutan dari proses pemeriksaan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses

hukum acara perdata menurut M. Yahya H (Harahap, 1999:1).

Lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan kata - kata

dijaminkan secara fidusia, namun tidak dibuatkan akta notaris dan tidak didaftarkan di kantor

pendaftaran fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta seperti itu dapat disebut akta jaminan

fidusia dibawah tangan. Jaminan fidusia yang dibuatkan akta notariil dan didaftarkan di

kantor pendaftaran fidusia untuk dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menguntungkan karena

jika penerima fidusia yaitu lembaga pembiayaan mengalami kesulitan di lapangan, maka

dapat meminta pengadilan setempat melalui juru sita membuat surat penetapan permohonan

bantuan pengamanan eksekusi. Bantuan pengamanan eksekusi ini bisa ditunjukan kepada

aparat kepolisian sesuai payung hukum dalam PERKAP nomor 8 Tahun 2011. Pembuatan

sertifikat jaminan fidusia melindungi penerima fidusia kreditor atau lembaga pembiayaan,

jika pemberi fidusia atau debitur gagal memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam

perjanjian kedua belah pihak.

Eksekusi benda jaminan fidusia berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011

harus memenuhi beberapa syarat untuk dapat melaksanakan eksekusi benda jaminan fidusia
yaitu ketika ada permintaan dari pemohon, memiliki akta jaminan fidusia, jaminan fidusia

terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia, memiliki sertifikat jaminan fidusia, dan jaminan

fidusia berada di wilayah negara indonesia. Benda jaminan fidusia jika tidak didaftarkan

maka tidak bersifat eksekutorial sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU Nomor 42 tahun

1999 tentang jaminan fidusia, apabila tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia pihak lembaga

pembiayaan atau pengadilan tidak dapat mengeksekusi. PT. Adira Finance Magelang tidak

melakukan pendaftaran pada kantor pendaftaran fidusia, apabila PT. Adira Finance Magelang

tidak mendaftarkan benda jaminan pada kantor pedaftaran fidusia maka tidak memenuhi

persyaratan untuk dilakukannya pendampingan pengamanan oleh pihak kepolisian seperti apa

yang tertera dalam peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011.

Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tersebut belum nyatanya dijalankan oleh perusahaan

pembiayaan konsumen terbukti dengan masih adanya penarikan benda jaminan fidusia

melalui collector dan tidak ada permohonan pendampingan pengamanan kepada pihak

kepolisian seperti yang tertera pada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang eksekusi

benda jaminan fidusia. Walaupun secara legal formal telah memiliki kekuatan hukum

sebanding dengan keputusan pengadilan yaitu hak eksekutorial, faktanya dilapangan

mengeksekusi objek jaminan fidusia terhadap debitur yang melakukan cidera janji tidak

semudah apa yang telah dituangkan dalam peraturan, satu dan lain hal disamping terdapat

peraturan prosedural legal formal yang memakan waktu cukup lama dan biaya yang tidak

sedikit, disamping itu memungkinkan juga untuk membuat laporan polisi (LP), pemanggilan

dan pemeriksaan dalam BAP sampai ke tahap lapangan untuk eksekusi, dalam prosesnya

akan melebar ke pihak dealer atau showroom sebagai pihak yang menyerahkan barang

kepada debitur, hal tersebut akan menjadi masalah tersendiri, dealer akan keberatan jika

dilibatkan dalam rangkaian pemeriksaan dalam BAP, hal ini bukan malah meraih untung

(profit) yang diharapkan pihak kreditur, tapi melah ancaman rugi.


Pengikatan objek jaminan fidusia harus diikat dengan akta jaminan fidusia dan wajib

didaftarkan pada kantor lembag fidusia oleh notaris. Pendaftaran akta jaminan merupakan

suatu bentuk perlindungan terhadap perusahaan pembiayaan sebagai kreditur bila debitur

melakukan kredit macet. Beberapa macam faktor penghambat dalam eksekusi jaminan

fidusia, seperti gaji buruh yang belum dibayar, sehingga perusahaan pembiayaan akan

melakukan eksekusi terhadap objek jaminan yang lain yang telah diikat dalam perjanjian

pembiayaan, seperti hak tanggungan. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk keamanan dan

menghindari faktor penghambat dalam eksekusi objek jaminan fidusia tersebut, maka

perusahaan pembiayaan sebagai kreditur akan meminta penandatanganan perjanjian yaitu

surat kuasa jual atas objek jaminan fidusia yang telah diikat sebagai jaminan terhadap

perusahaan pembiayaan. Sehingga saat terjadi kredit macet, kreditur dapat melakukan

eksekusi terhadap objek jaminan fidusia tersebut.


Problema secara yuridis adalah hambatan yang disebabkan oleh adanya peraturan hukum,

seperti adanya upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan oleh pihak yang kalah

ke Mahkamah Agung, perlawanan oleh pihak ketiga (Derden Verzet) hal ini disebabkan

terhadap objek eksekusi terambil hak dari pihak ketiga. Derden Verzet adalah salah satu

bentuk upaya hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga terhadap putusan Hakim yang

berkekuatan hukum tetap. Hal ini dapat disebabkan Panitera atau Jurusita salah melakukan

eksekusi atau objek eksekusi telah berpindah ketangan pihak. Putusan Hakim bersifat

declaratoir atau constitutif tidak dapat dilakukan eksekusi (non executabel), karena yang

dapat dilakukan eksekusi hanyalah putusan Hakim yang bersifat comdemnatoir yaitu putusan

Hakim yang amar putusannya bersifat penghukuman, misalnya menghukum pihak yang kalah

untuk mengosongkan bangunan rumah. Penundaan eksekusi dibolehkan dengan alasan

prikemanusian misalnya, tereksekusi sedang ditimpa musibah atau sedang berduka cita

karena ada yang meninggal dunia.

Eksekusi perkara tidak dapat dilakukan, yang disebabkan objek perkara sudah berpindah

tangan kepada pihak ketiga. Untuk mencegah berpindah objek perkara ketangan pihak ketiga,

pihak penggugat selama pemeriksaan perkara dapat mengajukan permohonan sita jaminan

agar objek perkara dan harta benda tergugata diletakan sita jaminan. Jika gugatan penggugat

dikabulkan, maka sita jaminan yang telah diletakan pada objek perkara menjadi sita

eksekutorial artinya benda yang dijadikan jaminan terhadap gugatan penggugat dapat

dilakukan eksekusi secara paksa. Tujuan dilakukan penyitaan terhadap objek perkara atau

terhadap harta benda milik tergugat sebelum adanya putusan Hakim adalah untuk melindungi

kepentingan penggugat. Jika gugatan penggugat dikabulkan, maka objek perkara yang
diletakan sita jaminan dapat dieksekusi secara paksa, sehingga penggugat tidak menang

hampa atau menang diatas kertas yang disebabkan objek perkara atau objek jaminan sudah

dialihkan kepada pihak ketiga.

Ketidakjelasan objek yang dieksekusi, yang disebabkan salah dalam melakukan penyitaan

terhadap objek perkara akan menimbulkan masalah dalam pelaksanaan eksekusi. Petugas

pengadilan dalam hal ini Panitera atau Jurusita dalam melakukan penyitaan terhadap objek

perkara harus cermat dan teliti sesuai dengan fakta yang sebenarnya yang didukung oleh

bukti bukti yang kuat. Oleh sebab itu dalam melakukan penyitaan Panitera atau Jurusita harus

membuat berita acara penyitaan dan disaksikan oleh dua orang saksi. Hambatan dalam

pelaksanaan eksekusi akan dapat dicegah apabila pihak yang kalah perkara bersedia

melaksanakan putusan Hakim secara sukarela atau kemauan sendiri tanpa ada paksaan dari

pihak manapun. Itikad baik dari pihak yang kalah melaksanakan putusan Hakim akan adapat

mencegah timbulnya pelaksanaan eksekusi secara paksa. Sebaliknya itikad tidak baik dari

pihak yang kalah dalam melaksanaakan putusan Hakim akan menyebaknan eksekusi

dilakukan secara paksa berdasar permintaan dari pihak yang dimenangkan dalam perkara

kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara.

Haambatan dalam pelaksanaan eksekusi dapat dicegah jika pihak yang kalah bersedia

menyerahkan apa yang merupakan hak dari pihak yang menang, Namun dalam praktek

eksekusi secara paksa dilakukan karena pihak pihak kalah tidak bersedia melaksanaakan

amar putusan Hakim. Hambatan pelaksanaan eksekusi secara paksa di lapangan antara lain

pihak yang kalah melakukan berbagai cara antara lain tereksekusi mengerahkan massa,

mengahalangi dengan mengunakan benda, Panitera atau jurusita tetap melakukan eksekusi

sesuai dengan bunyi putusan Hakim dibawah pimpinan dan pengawasan dari Ketua

Pengadilan Negeri, kalau perlu untuk mencegah timbulnya hambatan selama pelaksanaa
eksekusi pihak pengadilan dapat meminta bantuan kepada aparat keamanan (polisi) untuk

menjaga keamananan selama pelaksanaan eksekusi.

Anda mungkin juga menyukai