ilustrasi Hukum
SKOR News, Jakarta - Seringkali viral di media tentang tindakan paksa penagih hutang
ataupun Debt Colletor yang berbekal surat kuasa atau ditugaskan perusahaan pembiayaan
(leasing) untuk mencari nasabah (Deditur) yang menunggak angsuran.
Praktisi Hukum, Ali Zein Difinubun, SH. mengatakan, ada dua hal penting yang harus kita ketahui
bersama yaitu:
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa perusahaan pembiayaan harus terlebih dahulu
meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik objek
jaminan fidusia.
"Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus
mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri namun perusahaan
leasing tetap bisa menarik jaminan dari debitur penunggak cicilan dengan syarat
pihak debitur mengakui telah melakukan wanprestasi.
Jadi, jika debitur telat membayar cicilan karena sesuatu hal apalagi dimasa pandemi
banyak debitur yang menunggak karena memang kondisi lagi susah bahkan presiden pun ikut
merespon masalah ini dengan memberikan arahan kepada perusahan pembiyaan untuk
memberikan keringanan bagi para Kreditur.
Lain halnya jika debitur sudah pasrah karena wanprestasi (gagal bayar) lantas mereka secara
sukarela menyerahkan kendaraan mereka maka leasing sebagai penerima Fidusia (Kreditur) dapat
melakukan eksekusi sendiri.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat mewanti-wanti agar perusahaan pembiayaan memenuhi
ketentuan mengenai sertifikasi profesi debt collector atau penagih utang serta tata cara penagihan
kepada nasabah.
Debt collector yang secara paksa mengambil barang kreditan dengan menggunakan kekerasan bisa
dituntut pidana, Pasal 365 dan Pasal 378 KUHP serta Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
Apabila transaksi tidak ada Akta Notaris dan didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia maka secara
hukum perjanjian fidusia tersebut tidak memiliki hak eksekutorial dan dapat dianggap sebagai
uutang piutang biasa sehingga perusahaan leasing tidak berwenang melakukan eksekusi, seperti
penarikan kendaraan (lihat UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia).
Selain itu, eksekusi yang dilakukan harus melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap. Pihak leasing tidak berwenang melakukan eksekusi penarikan kendaraan. Eksekusi haruslah
dilakukan oleh badan penilai harga yang resmi atau Badan Pelelangan Umum jika terjadi penarikan
kendaraan oleh pihak leasing tanpa menunjukkan sertifikat jaminan fidusia, itu merupakan
perbuatan melawan hukum.