Anda di halaman 1dari 28

INDONESIA SUDAH MAJU ?

Debat ini terbagi menjadi kelompok pro dan kontra Di awali dengan pembukaan dan sbg nya

Pro : menurut saya, indonesia sudah maju, dengan adanya bantuan pemerintahan seperti raskin,
bantuan kesehatan secara gratis dan masih banyak lagi

Kontra : saya tidak setuju dengan pendapat kelompok pro, menurut saya indonesia belum maju,
karena jika indonesia sudah maju, rakyat tidak memerlukan bantuan negara, rakyat sudah bisa
membeli makanan layak bergizi dengan sendirinya, bukan bantuan dari pemerintah

Pro : saya akan menanggapi pernyataan dari kelompok kontra, memang warga indonesia masih
banyak yang miskin, tapi inilah cara pemerintah untuk meyejahterakan rakyatnya. Untuk apalagi
kan ? fungsi negara ini untuk menyejahterakan rakyatnya, indonesia tidak bisa langsung sukses,
indonesia juga butuh proses untuk menuai kesuksesan

Kontra : saya igin menanggapi pendapat dari kelompok pro, memang indonesia masih dalam
proses, dan masih bertahap untuk menuai kesuksesan, tetapi ketika saya bandingkan dengan
negara lain yang tak jauh berbeda hari kemerdekaanya mereka sekarang sudah jauh lebih sukses,
kenapa indonesia sampai sekarang masih dalam tahap berkembang ?

padahal negara yang umur kemerdekaanya tak jauh beda dengan kita sudah jauh lebih maju ?

Pro : saya ingin menjawab pertanyaan dari kelompok kontra, jadi kenapa indonesia masih dalam
tahap perkembangan ? jawabanya karena sumber daya manusia yang tidak memadai di
indonesia, di luar negeri sumber daya manusia yang sangat memadai itulah salah satu kunci
mereka maju

Kontra : saya ingin menanggapi jawaban dari kelompok pro, memang sumber daya manusia di
indonesia kurang memadai, bagaimana dengan sumber daya alam yang begitu luas ? bahkan
menurut penelitian jika kekayaan lautnya saja indonesia dapat memberdayai seluruh rakyat
indonesia, namun kenapa masih banyak yang kelaparan ?
Pro : saya ingin menjawab pertanyaan dari kelompok kontra, itu dia letak masalahnya karena
sumber daya manusia yang kurang, indonesia masih belum bisa memanfaatkanya dengan baik.

Moderator : oke baik, kita akhiri debat kali ini sampai sini saja, mohon maaf apabila ada
kesalahan dalam penulisan maupun secara lisan Sumber daya manusia : tentang cara berpikirnya,
memanfaatkan alamnya, dan mengelolanya. yang ngetik saya sendiri, ide saya sendiri dan
pendapat teman teman ketika saya melakukan debat pkn dalam pembelajaran KBM
WAWASAN KEBANGSAAN dan NASIONALISME

PENERAPAN EMPAT PILAR BERBANGSA DAN BERNEGARA


UNTUK MEWUJUDKAN WAWASAN KEBANGSAAN  DAN NASIONALISME
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MASIH MENGHADAPI TANTANGAN

PENDAHULUAN : Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan


mempertahankankedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan
mewujudkansatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.

Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negaraatau gerakan (bukan
negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara,etnis, budaya, keagamaan dan ideologi.
Kategori tersebut lazimnya berkaitan dankebanyakan teori nasionalisme mencampur adukkan
sebahagian atau semuaelemen tersebut.

NASIONALISME merupakan suatu bentuk ideologi, demikian pendapatJames G. Kellas (1998:


4). Sebagai suatu ideologi, nasionalisme membangun kesadaran rakyat sebagai suatu bangsa
serta memberi seperangkat sikap dan program tindakan. Tingkah laku seorang nasionalis
didasarkan pada perasaanmenjadi bagian dari suatu komunitas bangsa.

Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai jawaban ataskolonialisme. Pengalaman


penderitaan bersama sebagai kaum terjajah melahirkansemangat solidaritas sebagai satu
komunitas yang mesti bangkit dan hidupmenjadi bangsa merdeka.

Semangat tersebut oleh para pejuang kemerdekaandihidupi tidak hanya dalam batas waktu
tertentu, tetapi terus-menerus hingga kinidan masa mendatang. Pada masa sekarang ini satu hal
yang perlu dibenahi oleh bangsa Indonesia adalah mentalitas warga masyarakatnya.
Sikap mental yang kuat dan konsistenserta mampu mengeksplorasi diri adalah salah satu bentuk
konkrit yangdibutuhkan bangsa Indonesia pada saat ini. Saat ini memang bangsa Indonesia
sedang mengalami massa-masa keterpurukanya dalam dunia intetrnasional.

Krisismultidimensi yang di barengi dengan krisis ekonomi yang berkepanjanganlahyang


menyebabkan kegoncangan dan keterpurukan mental Indonesia.

PRO : “Kebangsaan” terbentuk dari kata “bangsa” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
diartikan sebagai “kesatuan orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan
sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.” Sedangkan kebangsaan diartikan sebagai “ciri-ciri
yang menandai golongan bangsa.”

Banyak kalangan mulai mempersoalkan mengapa sekarang ini paham kelompok atau golongan,
sikap individualistik dan wawasan sempit lainnya semakin mengkristal dalam kehidupan
masyarakat.

Kenyataan ini mendorong mencuatnya kembali pembahasan mengenai pentingnya revitalisasi


wawasan kebangsaan. Nilai-nilai moral banyak dilanggar, kerukunan dirusak, dan kedamaian
dicabik-cabik. Perkelahian antar etnis makin besar, pertarungan antar golongan makin keras,
permusuhan antar agama makin meletup, pertikaian antar elite makin mengembang. Bahkan
tawuran antar siswa makin menjadi-jadi.

Itu semua melambangkan makin lemahnya manusia Indonesia sekarang dalam mengaplikasi
nilai-nilai kebangsaan.

Samuel Hutingthon pernah berkomentar pada akhir abad ke-20, bahwa Indonesia adalah
negara yang mempunyai potensi paling besar untuk hancur, setelah Yugoslavia dan Uni Soviet
akhir abad ke-20 ini.

Persoalan bangsa yang akhir-akhir ini mengemuka, bahkan menjadi semacam hantu adalah
fenomena yang mengarah pada disintegrasi bangsa. Lepasnya Timor-Timur dari Negara
Kesatuan republik Indonesai (NKRI) dan peristiwa separatis di Irian Jaya dan Aceh yang
menginginkan Papua Merdeka dan Aceh Merdeka, merupakan contoh nyata adanya
kecenderungan di atas.

Di sinilah perlunya rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan dimiliki oleh generasi muda,
yang pada akhirnya diharapkan dapat mengatasi kemajemukan yang ada. Mencermati fenomena
yang terjadi tersebut, perlu kiranya ada suatu upaya untuk menggali kembali rasa Nasionalisme
dan wawasan kebangsaan.

Salah satu upaya untuk menggali rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan dapat dilakukan
dengan memahami gagasan, konsep, dan pandangan yang disampaikan oleh para pemikir pada
masa lalu.

Konsep kebangsaan tidak semata-mata mengacu pada adanya keragaman kultural. Kebangsaan
adalah suatu konsep politik, yang perwujudannya hanya bisa diraih lewat upaya-upaya politik
pula. Dan upaya politik paling penting adalah menciptakan keadilan sosial, tegasnya
keberpihakan pada mereka yang lemah.

Hanya dengan kebangsaan yang menjamin hak politik warga negara untuk menentukan dirinya
sesuai dengan kulturalnya, maka masing-masing kelompok etnis dan budaya yang tergabung di
dalamnya akan terjamin menghayati identitasnya.

Dengan paham kebangsaan sebagai salah satu asas negara, maka orang Islam, orang Kristen,
orang Jawa, orang Batak, orang keturunan Tionghoa, semuanya memiliki perasaan atau
kehendak yang sama sebagai satu bangsa Indonesia. Rasa kebangsaan dengan demikian mampu
menjadi wahana titik temu (common denominator) keberagaman latar belakang warga negara
Indonesia.

Dengan kebangsaan, maka kemajemukan bukan menjadi kutukan yang menyeret kita ke dalam
perpecahan, tapi justru menjadi faktor yang memperkaya kesatuan atau rasa memiliki(sense of
belonging) kita sebagai warga negara Indonesia. Dengan kata lain: kemajemukan justru menjadi
anugerah.
Dengan paham kebangsaanlah kita bisa merasakan semangat “semua buat semua”. Dengan
paham kebangsaan, kita menjadi memiliki kesetaraan di depan hukum dan
pemerintahan (equality before the law) tanpa harus mengalami diskriminasi lantaran perbedaan
latar belakang primordial atau ikatan sempit seperti suku, agama, ras, atau kedaerahan.

Di sini kebangsaan bukan sesuatu yang menegasikan keberagaman kita sebagai bangsa, namun
justru mengayomi keserbamajemukan itu ke dalam wadah yang satu: yakni bangsa Indonesia.

Rasa kebangsanaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena
adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa
lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini.

Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan
kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita
kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul
semangat kebangsaan  atau semangat patriotisme.

Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang
mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d’entre) bangsa-bangsa di dunia. 
Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada dalam diri
bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsa-bangsa lain.

Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta
mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan
tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya.

Peran kita pelajar dan pemuda sebagai penerus bangsa dalam menanggulangi kondisi negara saat
ini. Sebagai seorang warga Negara Indonesia, kita diharuskan untuk menjaga nama baik republik
kita ini. Selain itu, kita juga harus mengharumkan nama republik Indonesia ke mata dunia.

Oleh karena itu, jika di kemudian hari kita menjadi orang yang berguna bagi rakyat, maka
janganlah pernah kita melakukan tindakan yang merugikan orang lain, seperti tindakan korupsi.
Dan jika di kemudian hari kita menjadi seorang pemimpin maka jangan lah menyianyiakan
kepercayaan orang lain terhadap kita.

Dengan kata lain pelajar dan pemuda memiliki peran kunci dalam kemajuan Negara Indonesia
ini, sehingga dapat di katakan majunya suatu Negara ditentukan dari kualitas pemuda Negara
tersebut.

PRO 2 : Rasa kebangsaan merupakan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
tumbuh secara alamiah karena adanya kesamaan budaya, sejarah dan aspirasi perjuangan.
Kualitas rasa kebangsaan sangat dipengaruhi oleh faktor internal, seperti mental dan intelektual
kebangsaan dan faktor eksternal seperti politik dan budaya.

Mental kebangsaan memuat nilai-nilai manusiawi yaitu peduli terhadap masa depan bangsa dan
mencintai generasi penerus bangsa. Setiap anak bangsa harus bertanggungjawab terhadap masa
depan bangsanya. Intelektual kebangsaan menghadirkan kreasi untuk memikirkan dan
menemukan solusi terbaik bagi permasalahan bangsa untuk mengatasi ketidakpastian dan selalu
berpikir jernih serta berfikir pembaharuan yang berorientasi pada nasionalisme.

Rasa kebangsaan sangat erat kaitannya dengan sikap anak bangsa terhadap tanah airnya yang
dipandang sebagai tumpah darahnya, sebagai identitas kebangsaannya dan sebagai representasi
negara bangsanya. Kesamaan budaya, sejarah dan aspirasi perjuangan seperti disebutkan di atas
telah menempatkan bangsa Indonesia secara alami sebagai komunitas budaya, komunitas sejarah
dan komunitas aspirasi perjuangan yang sama dan dihayati sebagai suatu kepastian bersama.

Pengelolaan nilai-nilai dan ikatan bersama perlu dilakukan secara berkesinambungan agar paham
multikultural nationalism tidak tergeser oleh paham multinaturalism yang menjurus ke
pemecahbelahan persatuan dan kesatuan Indonesia.

Rasionalisasi rasa kebangsaan akan melahirkan paham kebangsaan, berupa pemikiran-pemikiran


rasional tentang hakikat dan cita-cita kehidupan serta perjuangan yang menjadi ciri khas suatu
bangsa. Paham kebangsaan yang termanifestasikan dalam Sumpah Pemuda 1928, dipercaya
sebagai faktor utama yang mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada, dan kemerdekaan
sebagai wujud perkembangan kesadaran bangsa hanya akan dapat dicapai apabila ada persatuan
yang kuat.
Selain persatuan, keanekaragaman bangsa Indonesia merupakan substansi utama paham
kebangsaan. Persatuan Indonesia tidak menghapus keanekaragaman dan bukan menciptakan
keseragaman, melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinekaan.

Paham kebangsaan adalah paham yang menentang primordialisme, sentralisme dan ketidakadilan
sosial. Hal utama yang secara sungguh-sungguh harus direalisasikan dari paham kebangsaan
adalah prinsip penegakan hukum, bahwa semua warga negara sama dihadapan hukum.

Menyatunya rasa kebangsaan dan paham kebangsaan Indonesia akan menumbuhkan semangat
kebangsaan, yang merupakan tekad sejati untuk membela dan rela berkorban bagi kepentingan
bangsa dan negaranya.

Semangat kebangsaan akan mendorong keberhasilan dalam mempersatukan segala macam


perbedaan, tetapi menjadi rapuh bila terjadi pergeseran sudut pandang dalam berbagai aspek
akibat perkembangan lingkungan strategis sehingga melonggarkan ikatan-ikatan dan nilai-nilai
kebersamaan yang sudah dibangun selama ini.

Selain itu, menipisnya semangat kebangsaan dapat pula disebabkan oleh kesalahan pengelolaan
negara sehingga mengakibatkan munculnya tuntutan merdeka, timbulnya rasa ketidakadilan,
penyelesaian masalah bangsa yang refresif di luar koridor hukum dan kepentingan nasional,
ketidakterbukaan dan ketidakjujuran, yang semua itu bermuara kepada tindakan yang
menyimpang dari amanat rakyat.

Dewasa ini ikatan-ikatan dan nilai-nilai kebangsaan Indonesia cenderung mengendur, karena
demokrasi diartikan sebagai The Right of Self Determination atau bebas menentukan nasib
sendiri, sehingga bermuatan perilaku, sikap, idealisme dan kepentingan fragmental di luar
koridor kepentingan nasional.

Situasi seperti itu menyebabkan munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang memanipulasi


logika demokrasi demi kepentingannya. Hal ini harus dicermati sekaligus diwaspadai agar tidak
semakin meluas seperti yang terjadi di Aceh, Papua, Ambon dan Poso maupun berbagai bentuk
pengkhianatan di masa lalu, seperti G 30 S/PKI yang apabila dibiarkan berlarut-larut akan
meruntuhkan wawasan kebangsaan kita.

Beberapa contoh lainnya yang secara tidak sadar sering kita ucapkan dalam kehidupan sehari-
hari antara lain adalah tentang penyebutan istilah Jawa-Luar Jawa, Indonesia Bagian Timur-
Barat, Pribumi dan non-pribumi.

Ini semua merupakan hal-hal yang justru kontra produktif dan dapat memecah belah bangsa serta
menghambat pembangunan wawasan kebangsaan Indonesia yang kuat.

Oleh karenanya perlu terus dilakukan upaya-upaya untuk membangun wawasan kebangsaan
Indonesia pada diri setiap anak bangsa yang bercirikan :

Pertama, adanya rasa ikatan yang kokoh kuat dalam satu kesatuan dan kebersamaan di antara
sesama anggota masyarakat, tanpa membedakan suku, agama, ras maupun golongan.

Kedua, saling membantu antara sesama komponen bangsa demi mencapai tujuan dan cita-cita
bersama.

Ketiga, tidak membangun primordialisme dan eksklusifme, karena hanya akan merusak
persatuan.

Keempat, membangun kebersamaan dengan semboyan bahwa suka duka anggota masyarakat
adalah suka duka seluruh bangsa dan negara.

Kelima, mampu mengembangkan sikap untuk berfikir dan berprilaku positif dimanapun berada,
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Keenam, senantiasa berfikir jauh ke depan, membuat gagasan untuk kemajuan bangsa dan
negaranya menuju kemandirian dan kesetaraan dengan bangsa-bangsa lain.
Dengan melekatnya keenam ciri itu pada setiap anak bangsa maka perspektif integrasi nasional
dapat lahir dan tumbuh menjadikan bangsa dan Negara Kesa-tuan Republik Indonesia yang maju
dan kuat, karena :

Pertama, Bangsa yang bersatu atau terintegrasi dapat melaksanakan rencana pembangunannya
dengan lancar, memiliki daya tahan dan kemampuan dalam menghadapi setiap bentuk ancaman.
Melalui integrasi nasional bangsa Indonesia yang sedang membangun akan mampu menetralisir
semua kecenderungan negatif yang timbul sebagai dampak dari proses pembangunan itu sendiri.

Kedua, dengan integritas nasional, dimungkinkan akan dilakukan tindakan penyusunan,


pengerahan dan pendayagunaan segala sumber daya secara lebih terarah sesuai dengan tujuan
dan sasaran yang ingin dicapai. Hal ini sangat relevan dengan kondisi geografis, demografis dan
sosial budaya kita.

Daerah yang penduduknya padat tetapi sumber daya alamnya kurang dan daerah yang kaya
sumber daya alam namun penduduknya jarang, kedua jenis daerah ini sama-sama dalam keadaan
sejahtera dan rentan terhadap kerawan-an. Melalui integrasi nasional, kita dapat mengelola
alokasi sumber daya dan menentukan skala prioritas dengan sebaik-baiknya.

Ketiga, integrasi nasional menjamin keterpaduan dan kesejahteraan, sekaligus menghilangkan


kecurigaan satu sama lain, sehingga semua perhatian dapat lebih terkosentrasi kepada upaya
pembangunan nasional.

Melalui integrasi nasional akan semakin mantap rasa persatuan dan semakin subur iklim saling
percaya, sebab kepentingan perorangan atau golongan akan terakomodasi secara proporsional
dalam pembangunan keseluruhan bangsa.

Keempat, berkat integrasi nasional, maka perhatian terhadap aspek keamanan masyarakat akan
sejalan dengan aspek kesejahteraan, karena kedua hal tersebut bersifat interdependensi dan
berkorelasi secara integral. Hal itu merupakan basic need and interest secara kolektif maupun
perorangan.
Oleh karena itu, adalah keliru bila kita menganggap kesejahteraan bersifat produktif dan
keamanan bersifat kontra produktif. Itulah sebabnya dalam pembangunan nasional yang
integratif, pendekatan keamanan dan kesejahteraan selalu dilaksanakan secara simultan, serasi,
selaras dan proporsional.

Kelima, dengan integrasi nasional yang kokoh, kita dapat mengendalikan perubahan dan
pembaharuan dalam berbagai aspek, tanpa konflik dan guncangan yang berarti.

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, berbagai macam agama dari Sabang sampai
Merauke. Bangsa ini bukan bangsa rezim, bangsa orde atau bangsa yang hanya satu suku saja.

Kita harus meyakini bahwa Pancasila merupakan wadah pemersatu bangsa Indonesia yang
rumusannya telah digali dari leluhur khususnya dari masa kerajaan Majapahit yang terkenal
seperti Bhineka Tunggal Ika dan Tanhana Dharma Mangrwa yang bermakna berbeda-beda tetapi
satu dan kebenaran yang mendua.

Seharusnya menjadi kesepakatan kita bersama bahwa keberagaman yang dimiliki dalam wadah
NKRI harus dijaga dan menjadi kekayaan yang tidak ternilai harganya.

Untuk mencegah terjadinya eskalasi konflik di masa mendatang, kiranya langkah berikut perlu
untuk dipertimbangkan:

Memantapkan kembali nilai-nilai wawasan kebangsaan, terutama melalui jalur pendidikan.


Karena pada dasarnya pendidikan bisa memainkan tiga fungsi sekaligus. Dalam jangka pendek
memainkan fungsi instruksionalisasi, jangka menengah memainkan fungsi ekonomasi, dan
jangka panjang memainkan fungsi kulturalisasi.

Segenap pihak perlu membangun kesepakatan atau konsensus lokal dalam rangka mengantisipasi
munculnya konflik dan gejolak, terutama bagi daerah yang potensial konflik. Konsensus lokal itu
tidak hanya melibatkan elemen pemerintahan, tetapi juga tokoh-tokoh LSM, ormas, pers dan
akademisi setempat. Melalui kesepakatan lokal itu diharapkan dapat dihasilkan, misalnya kode
etik kehidupan bermasyarakat, kode etik kampanye, komitmen rule of law dan seterusnya.
Mengevaluasi kembali berbagai kebijakan yang cenderung mempertajam konflik dalam
masyarakat. Konflik tidak saja disebabkan semata-mata faktor masyarakat yang multi etnis,
namun juga berbagai kebijakan nasional justru telah mendorong munculnya konflik, seperti
kebijakan pemanfaatan sumber daya air,

eksplorasi hutan lindung dan tentang pemerintahan daerah, terutama yang berkaitan dengan
Pilkada Langsung sangat berpeluang  munculnya konflik dalam kehidupan masyarakat.

Perlu kembali digalakkan komunitas atau forum-forum warga  dengan perspektif baru melalui
pendekatan partisipasi dan kebutuhan lokalitas, di mana sejak reformasi dan era otonomi daerah 
forum-forum warga semakin menghilang, seperti kelompencapir, posyandu, UDKP, dan
sebagainya.

Forum ini sebaiknya didesain bukan hanya sekedar diskusi malinkan juga menjadi wadah untuk
mencairkan perbedaan  dalam masyarakat, sebagai early warning bila ada kejadian yang extra-
ordinary.

KONTRA :Kini nasionalisme menghadapi tantangan besar dari pusaran peradaban baru
bernama globalisasi. Nasionalisme sebagai basic drive serta elan vital darisebuah bangsa
bernama Indonesia sedang diuji fleksibilitasnya, dalam artikemampuan untuk berubah sehingga
selalu akurat dalam menjawab tantanganzaman.

Fleksibilitas tidaklah mengurangi jiwa nasionalisme, justru sebaliknya,fleksibilitas menunjukkan


begitu dalamnya nasionalisme mengakar sehinggadalam waktu bersamaan dia tetap hidup dan
terus-menerus bermetamorfosis.Pusaran ekonomi global menendang nasionalisme jauh ke
pinggiran.

Nasionalisme menjadi tidak relevan lagi. Di masa lalu modal terkait erat denganrakyat. Dia
memiliki tanggung jawab sosial untuk menghidupi seluruh anggotakomunitas (bangsa). Namun
kini, privatisasi terus-menerus menyeret modalmenjauh dari dimensi sosial atau komunitasnya.
Demi keuntungan yang sebesar- besarnya modal dengan cepat berlari (capital flight) ke (negara)
mana pun yangdisukainya.
Apakah negara hancur lebur karena krisis ekonomi atau rakyat matikelaparan, tidak lagi
dipandang sebagai tanggung jawab para pemilik modal.Banyaknya perusahaan yang melarikan
modalnya ke negara lain pada saat krisisekonomi di pertengahan 1997 dan tahun-tahun
sesudahnya memberi gambarankonkret atas persoalan tersebut.

Kenyataan demikian memunculkan persoalan,apakah nasionalisme masih relevan dalam pusaran


ekonomi global saat ini, sebabmodal fmansial melepaskan diri dari keterikatannya dengan
nation-state, sehingga bangsa sebagai komunitas solidaritas menjadi Utopia.

Globalisasi sebagai proses de-teritorialisasi tidak hanya menimbulkan persoalan di bidang


ekonomi, tetapi juga kebudayaan. Kebudayaan kerapdikaitkan dengan teritori tertentu. Ruang
membentuk identitas budaya. Ini berartinasionalisme Indonesia pun dibangun oleh kebudayaan
Indonesia yang beradadalam batas-batas geografis tertentu. Itu pemahaman kebudayaan di masa
lalu.

Globalisasi sebagai proses de-teritorialisasi telah mengubah semua itu.Kebudayaan tidak lagi
terkungkung dalam teritori tertentu. Kini tidak sedikitanak-anak muda Kota Kembang yang lebih
terampil break dance daripada jaipongan; atau lebih mahir bermain band, daripada menabuh
gamelan.

Kita juga bisa menyaksikan orang barat yang menjadi dalang dan piawai memetik kecapi.Kita
bisa menyaksikan ibu-ibu yang setia berkebaya serta bapak-bapak yang bersarung atau berpeci,
pada waktu bersamaan begitu menikmati fast food bermerek global.

Kebudayaan telah melepaskan diri dari keterikatannya padanation-state. Kenyataan ini


menghadapkan nasionalisme dengan persoalan,manakah kebudayaan yang akan menjadi media
berurat-akarnya nasionalisme?Bersamaan dengan proses de-teritorialisasi dan
mengglobalnyakebudayaan terjadi gerak sebaliknya berupa pencarian identitas lokal
yangsemakin intensif.

Proses mengglobal dan melokal janganlah dipandang sebagai penyakitatau kelainan dalam
budaya masyarakat tetapi mesti diterima sebagai keutamaanhidup manusia; semakin mengglobal
semakin rindu akan identitas lokalnya. Gerak  paradoks tersebut tampak jelas dalam bangkit dan
menguatnya gerakan-gerakanetnis serta agama.
Nation-state menghadapi ancaman dari berbagai gerakan partikular sehingga memicu domestic
conflicts yang dapat membawa padaruntuhnya nation-state seperti yang dialami oleh bekas
negara Uni Soviet.

Padatitik ini nasionalisme pun dipertanyakan eksistensi dan relevansinya.Globalisasi bidang


politik mendatangkan persoalan serupa atasnasionalisme. Globalisasi telah meredksi pentingnya
lingkup politik dari nation-state yang merupakan basis bagi pembangunan sosial-politik.

Peran nation-statemenjadi subordinat karena diambilalih oleh lembaga-lembaga


ekonomitransnasional. Jika eksistensi nation-state terpinggirkan, halnya sama
dengannasionalisme, nasionalisme menjadi ideologi yang kedaluarsa.

Dari perspektif ekonomi, budaya, dan politik global tampak bahwanasionalisme menghadapi
tantangan yang sangat besar di tengah pusaranglobalisasi saat ini. Apakah ini berarti nation-state
tidak relevan lagi, yang berartitidak relevan pula membicarakan nasionalisme? Fakta
menunjukkan bahwahingga saat ini kewarganegaraan modern dengan berbagai hak sosial,
politik, dansipilnya tidaklah melampaui batas-batas nasional.

Meski kini berkembang berbagai komunitas transnasional, Uni Eropa misalnya, namun
seseorang yanghendak menjadi anggota terlebih dahulu mesti memperoleh kewarganegaraan
darisalah satu negara anggotanya. hii berarti di tengah arus globalisasi, peran nation-state serta
nasionalisme tetap relevan dan signifikan

Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme

1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis.
Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan
secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat.
Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan
kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan
meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.

3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja
yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan
kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa
nasionalisme kita terhadap bangsa.

Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme

1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat


membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah
arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa
nasionalisme bangsa akan hilang

2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.)
membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa
Indonesia.

3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai
bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh
masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.

4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin,
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat
menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu
kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku
sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan
kehidupan bangsa.

Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme.
Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi
berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global.

Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk
diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum
tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak
anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan
kesatuan bangsa.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda

Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat.

Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri
sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam
kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.

Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang
cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut
jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat
beraneka warna.

Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak
banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan
sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat
diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari-
hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna.

Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa
yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya
internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat
menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.

Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan
cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut
kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya
adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu
ketentraman dan kenyamanan masyarakat.

Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral
generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya
dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa
sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat.

Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa
tidak memiliki rasa nasionalisme?

Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada
pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif
globalisasi terhadap nilai nasionalisme.

Dampak Globalisasi terhadap Kehidupan Bangsa Indonesia

Dari aspek ideologi, Pancasila yang merupakan “way of life” bangsa Indonesia saat ini
menghadapi tantangan serius, bukan saja orang enggan bicara tentang Pancasila, tetapi justru
nilai-nilai yang terkandung didalamnya nyaris tidak lagi dihayati dan diamalkan.
Mungkin hal ini adalah akibat dan sikap traumatis dari pengalaman masa lalu, atau dapat pula
karena terlahir generasi baru yang telah menganggap bahwa Pancasila sudah tidak bermakna
lagi.

Distorsi pemahaman dan implementasi yang terjadi saat ini, dapat kita amati fenomenanya antara
lain :

 Terjadinya kemerosotan (dekadensi) moral, watak, mental dan perilaku/ etika hidup
bermasyarakat dan berbangsa terutama pada generasi muda.

 Gaya hidup yang Hedonistik, materialistik konsumtif dan cenderung melahirkan sifat
ketamakan atau keserakahan, serta mengarah pada sifat dan sikap individualistik.

 Timbulnya gejala politik yang berorientasi kepada kekuatan, kekuasaan dan kekerasan,
sehingga hukum sulit ditegakkan.

 Persepsi yang dangkal, wawasan yang sempit, beda pendapat yang berujung bermusuhan,
anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang pada akhirnya cenderung
anarkhis.

 Birokrasi pemerintahan terlihat semakin arogan berlebihan, cenderung KKN dan sukar
menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat. Pemberan-tasan korupsi yang berakar
pada birokrasi ini yang terasakan amat sulit karena telah membudaya.

Perkembangan sistem politik di Indonesia menunjukkan tatanan yang makin amburadul,


walaupun orang berkilah karena dianggap masih masa transisi, sehingga apapun yang terjadi di
tengah masyarakat ini dianggap pula wajar. Tetapi sebenarnya sistem politik kita cenderung
mengarah kepada ketidak serasian dan perpecahan bangsa.

Pengertian kedaulatan di tangan rakyat makin disalah artikan, sehingga tumbuh menjamurnya
berbagai partai politik yang pernah tercatat hingga lebih dari 100 partai akan menyulitkan untuk
melaksanakan Pemilu. Kepemimpinan nasional yang kurang berwibawa dalam menghadapi
masalah-masalah besar, ditambah pula kondisi birokrasi pemerintahan yang penuh dengan
korupsi, kolusi dan nepotisme, menjadikan keberadaan pemerintah menghadapi cercaan
masyarakat.

Dinilai tidak mampu mengendalikan mekanisme kerja jajarannya dan mungkin pada gilirannya
nanti bisa menjadi “lumpuh”. Budaya politik yang melahirkan primordialisme sempit dan
khususnya bagi partai yang berkuasa hanya berorientasi pada kekuasaan dan pemaksaan
kehendak, maka mereka tidak pernah lagi memikirkan nasib rakyat secara keseluruhan.

Selama lima tahun berkuasa dapat diamati bahwa kemakmuran dan kesejahteraan hanya ada
pada partai yang berkuasa itu, sambil terus mengupayakan agar bagaimana dapat memenangkan
Pemilu berikutnya dan merebut kekuasaan lagi.

Pada aspek ekonomi, boleh disoroti bahwa selama “era reformasi” ini apakah pemerintah telah
mampu meletakkan dasar-dasar dan landasan pembangunan ekonomi yang kuat ?

Dengan masih dirasakan terjadinya fluktuasi moneter, tidak adanya tambahan investasi, kecilnya
minat asing untuk menanamkan modal di Indonesia dan belum bangkitnya sektor riil, akan
semakin mempersempit peluang kerja, meluasnya gejala PHK, tidak tertampungnya angkatan
kerja baru dan lengkap sudah kemiskinan, pengangguran dan kebodohan menimpa rakyat kita.

Kecenderungan akselerasi perekonomian global yang bebas menembus batas negara, melalui
banjirnya produk, jasa, dana dan informasi ke berbagai pelosok dunia, menjadikan Indonesia
hanya sebagai sasaran dan arena pemasaran. Sementara produk dalam negeri mengalami
kelesuan sulit menembus pasar di luar negeri.

Produk-produk luar negeri dengan kualitas yang baik dan harga yang relatif murah, terus masuk
dengan dilandasi komitmen “free trade”. Kondisi ekonomi yang melanda Indonesia saat ini juga
disebabkan oleh iklim politik, penegakan hukum, dan keamanan yang tidak menunjang.
Stabilitas nasional selalu terganggu, keamanan usaha tidak terlindungi, akibatnya produktivitas
anjlok.
Pada bagian lain, terutama aspek sosial budaya dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama pada bidang komunikasi, transportasi dan informasi telah merubah
paradigma sosial begitu cepat, khususnya aspek budaya.

Meluasnya masyarakat majemuk yang sangat heterogen, baik dari segi suku, agama, adat
istiadat, kebiasaan dan perilakunya. Walaupun ada segi positifnya, namun tidak sedikit akibat
negatif yang ditimbulkan. Kecenderungan pelanggaran hak asasi manusia, sulitnya orang
mencari keadilan, kriminalitas yang berkadar tinggi, serta kebringasan sosial yang seringkali
sulit dikendalikan semua itu menunjukkan bahwa kita belum mampu mengendalikan perobahan
tersebut.

Perobahan sosial berikutnya bahwa pluralitas tidak terfocus hanya pada aspek SARA, tetapi
dimasa yang akan datang kemajemukan itu ditandai dengan adanya sinergi dari peran, fungsi dan
profesionalisme individu atau kelompok. Sehingga kontribusi profesi individu/kelompok itulah
yang akan mendapat tempat dimanapun mereka berprestasi.

Pembangunan pendidikan di semua strata/level belum menghasilkan lulusan yang optimal baik
dari segi penguasaan ilmu dan keterampilan maupun budi pekerti mereka. Polemik yang
berkembang sekarang adalah soal anggaran pembangunan pendidikan yang terlalu kecil.
Minimnya sarana, prasarana dan degradasi kualitas tenaga pengajar. Belum lagi perobahan
kurikulum dan tentang kesejahteraan guru atau dosen.

Di bidang keamanan, masih sangat memprihatinkan. Sebagai “limbah” dari berbagai


permasalahan hidup, maka derajat kriminalitas sekarang ini sangat “menakutkan”, mengganggu
ketentraman dan kenyamanan hidup bermasyarakat. Kasus-kasus kriminal yang berkembang saat
ini justru sudah tidak lagi memperhatikan hak asasi manusia dan naluri kemanusiaan. Kejahatan
yang dilakukan oleh manusia sudah tidak seuai dengan harkat kemanusiaan itu sendiri.

Esensi Nasionalisme Indonesia yang harus Dipertahankan

Sesungguhnya nilai-nilai nasionalisme (faham tentang kebangsaan) itu bersumber dari sosio-
kultural bangsa dan bumi Indonesia. Sekalipun akan mengalami interaksi dengan dunia luar
dalam era globalisasi, tetapi hakekatnya tidak boleh berubah.
Seperti halnya nilai-nilai Pancasila sebagai esensi pertama, secara intrinsik tidak akan berubah,
apalagi hal itu memiliki nilai-nilai mendasar dan sebagai “way of life” bangsa Indonesia, serta
sebagai dasar Negara Republik Indonesia akan tetap dapat dipertahankan. Sekalipun saat ini
mengalami pasang surut dan mungkin sedikit “memudar” sifatnya tentu sementara.

Esensi kedua adalah UUD’ 45 sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, akan
tetap menjadi kaidah utama. Kita sadari dan di implementasi-kan bahwa untuk menata negara
dan masyarakat diperlukan berbagai undang-undang dan peraturan yang tentunya harus
bersumber pada Undang-Undang Dasar ini.

Faham kebangsaan kita menyadari dengan sepenuhnya, bahwa semua tata kehidupan bangsa,
harus telah tertuang dan teratur didalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar tersebut. Hal ini
sekaligus merupakan komitmen kita bersama dalam mendirikan Negara Republik Indonesia.

Esensi ketiga adalah Rasa cinta tanah air dan rela berkorban. Sebagai bangsa yang merdeka
karena perjuangan melawan penjajah dan telah mengorbankan jiwa raga beribu-ribu pahlawan
bangsa, maka rasa kebangsaan kita harus dilandasi oleh tekad dan semangat terus berupaya
mencintai tanah air Indonesia dengan segala isi yang terkandung didalamnya sepanjang masa.

Karena hanya dengan rasa cinta tanah air, bangsa ini akan tetap utuh dan akan rela berkorban
pula bagi kejayaan bangsa dan Negaranya. Sekalipun “hujan emas” di negeri orang tentu tidak
seindah hidup di negeri sendiri, walaupun serba menghadapi kesulitan dan kemiskinan.

Esensi keempat adalah rasa persatuan dan kesatuan bangsa didalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hal ini yang sekarang terkoyak-koyak dan nyaris menghadapi disintegrasi.
Pengaruh globalisasi sangat besar, eforia-reformasi, telah membuat bangsa Indonesia hampir-
hampir kehilangan arah dan tujuan.

Ide sparatisme dan upaya-upaya memisahkan diri dari NKRI oleh beberapa daerah, adalah
contoh nyata yang perlu kita cegah. Kalau ide tersebut dibiarkan berkembang maka Negara
Kesatuan Republik Indonesia mengalami ancaman yang serius. Sudah tentu hal tersebut
mengingkari akar nilai-nilai persatuan dan kesatuan, yang telah dirintis oleh para pendahulu
Republik ini.

Esensi kelima tentang wawasan kebangsaan yang bersumber dari wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional hendaknya terus dapat melekat pada hati dan dihayati sepenuhnya oleh
warga Negara Indonesia, sehingga tertanam pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang sarwa
Nusantara, merangkul semua kepentingan dan mengarahkan pada cita-cita dan tujuan
pembangunan Nasional.

Yang terakhir adalah disiplin nasional. Bangsa yang ingin maju dan mandiri harus memiliki
disiplin nasional yang tinggi. Nasionalisme berakar pula pada budaya disiplin bangsa tersebut.
Justru antara disiplin nasional dan nasionalisme, merupakan dua sisi mata uang yang saling
berpengaruh.

Makna dan esensi disiplin nasional akan terlihat pada disiplin para penyelenggara Negara, tertib
dan lancarnya pelayanan masyarakat, serta dalam berbagai kehidupan sehari-hari.

Memupuk Nasionalisme di tengah-tengah Gelombang Pengaruh Globalisasi

Upaya memupuk nasionalisme agar tidak rentan, mudah pudar dan bahkan terkikis habis dari
“dada bangsa Indonesia” tentu perlu keseriusan dan optimisme. Ada sasanti di beberapa lembaga
pendidikan yang mungkin pernah kita dengar atau dilihat, bahwa dalam rangka kaderisasi calon-
calon pemimpin bangsa, hendaknya terus dimantapkan “dwi warnapurwa – cendekia wusana”.

Secara sepintas inti maksudnya adalah untuk menciptakan kader-kader pemimpin bangsa ini,
agar memiliki rasa dan jiwa nasionalisme yang tinggi dan serta berpikir cerdas dan patriotik.
Merah putih lebih dulu, baru kecakapan intelektualitas dan kecendikiawanan yang tinggi untuk
melengkapinya. Tidak kita inginkan dimasa datang banyak pemimpin kita cakap dan cerdas
tetapi tidak memiliki jiwa kejuangan atau mentalnya lemah.

Walaupun pengaruh globalisasi “mendera” dan “melarutkan” apa saja yang ada dimuka bumi ini,
tentu tidak boleh larut dan tersapu semua nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme tersebut. Oleh
sebab itu yang perlu dipupuk pada dasarnya adalah jati diri Bangsa Indonesia. Beberapa esensi
jatidiri antara lain :

 Bangsa Indonesia Sebagai Bangsa Pejuang dan Anti Penjajah.

Sebagaimana tercatat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, telah menjadi pelajaran dan
melegitimasi citra Bangsa Indonesia, dimata dunia, bahwa Bangsa Indonesia akan tetap dikenal
sebagai bangsa yang anti penjajah dan rela berkorban bagi kejayaan bangsanya.

Semangat ini dipupuk terus dengan penerusan implementasi nilai-nilai, melalui wahana
pendidikan di berbagai strata bagi generasi penerus bangsa dan menanamkan sikap anti penjajah
bagi generasi muda, karena di pundak merekalah masa depan bangsa ini akan kita wariskan.

 Bangsa Indonesia Cinta damai dan Lebih Cinta Kemerdekaan.

Dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, senantiasa terus menggalang persatuan dunia
menuju pada tata kehidupan dunia yang lebih damai dan sejahtera. Itulah jati diri Bangsa
Indonesia sebagai lambang Nasionalisme dan sekaligus Internasionalisme sebagai bangsa yang
aktif dan turut serta untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi.

Di dalam situasi seperti sekarang ini dimana dunia sedang “terancam perang” di berbagai
belahan benua, maka di pandang perlu Indonesia tampil dan memelopori usaha-usaha
perdamaian melalui berbagai forum Internasional bersama-sama bangsa lain yang sejalan.

 Sebagai Bangsa Indonesia yang Berbudaya Luhur ramah dan bersahabat.

Keluhuran budaya Indonesia terletak pada karakter dan citra bangsa yang ramah dan bersahabat.
Karena kita anti penjajah dan cinta perdamaian, maka memupuk pesahabatan antar bangsa
menjadi motivasi dan langkah-langkah kongkrit untuk merealisasikan cita-cita perdamaian.
Budaya demikian itu terus di pupuk, di kembangkan dan dipromosikan ke semua bangsa di dunia
ini, agar keberadaan Indonesia dan perannya dapat mengangkat derajat dan martabat bangsa
Indonesia. Budaya Nasional yang merupakan akumulasi dari puncak-puncak budaya daerah,
hendaknya terus dapat dipelihara dan dijaga kelestariannya. Hanya bangsa yang bisa
mempertahankan jati diri dan budaya Nasionalnya yang akan bisa menjadi bangsa yang besar.

 Kesetaraan dan Kemandirian Perlu Dipupuk Terus Untuk Mengejar Ketinggalan.

Martabat Bangsa Indonesia adalah ingin setara/sejajar dengan bangsa-bangsa lain, oleh karena
itu upaya untuk mengejar kemajuan dan kemandirian adalah suatu tekad dan semangat yang
tidak boleh terputus sekalipun menghadapi berbagai kendala.

Persaingan antar bangsa akan semakin terlihat pada persaingan kualitas sumber daya manusianya
dan bukan saja pada sumber daya alamnya.

Selain hal-hal normatif dan mendasar yang masih menuntut aktualisasi dan representasi tersebut,
terdapat juga komitmen dan tekad baru yang kini tampak sebagai “trend” dan fenomena
cemerlang untuk memelihara nasionalisme.

Pertama, keunggulan kompetitif sumber daya manusia (SDM). Sebenarnya tidak kurang bibit
unggul dan kader potensial dari putra-putri Indonesia yang kelak diharapkan dapat menjadi
patriot-patriot pembangunan dan mampu membawa Indonesia ke pintu gerbang kegemilangan
dan kejayaan.

Berbagai sekolah unggulan dan lulusan pendidikan di dalam maupun di luar negeri terbukti
cukup apresiatif dan bahkan telah mampu menjuarai berbagai olympiade sains dan teknologi.
Putra-putri seperti inilah yang bisa membagi kebanggaan. Tidak sedikit manager muda berbakat
pada lembaga pemerintah ataupun swasta dengan menampilkan kepiawaian manajemen.
Hal ini tentu dapat memberikan semangat kepada generasi baru yang akan datang lebih dapat
memacu diri untuk berprestasi dan bangga akan teman-teman sebangsanya.

Kedua, Pluralitas yang menghasilkan sinergisme. Kemajemukan bangsa Indonesia yang kian hari
kian terbentuk secara alami dan menuju pada sikap inklusif dari berbagai suku agama, ras dan
golongan, akan terus berkembang pesat dan bahkan tak mungkin dihambat.

Kecenderungan masa kini dan dimasa yang akan datang integrasi bangsa Indonesia tidak lagi
terfocus pada faktor suku, agama, ras dan golongan tersebut, tetapi lebih mengarah pada integrasi
dan sinergi yang lebih maju, yakni berkaitan dengan peran, fungsi dan profesi orang per orang
maupun dalam hubungan kelompok.

Dimasa yang akan datang orang tidak lagi bertanya “kamu dari mana, suku apa, dan agamanya
apa ?” tetapi lebih banyak pada pertanyaan “kamu memiliki kemampuan dan skill” apa atau
keahlian dan profesi apa, yang bisa di ajak bekerja sama untuk menghasilkan suatu karya.

Disini akan tersirat sikap dan sifat-sifat saling memberi dan saling menerima segala macam
perbedaan yang pada muaranya akan dapat melahirkan rasa bangga dan nasionalisme yang luas.

Ketiga, semangat tidak kenal menyerah dan tahan uji. Ada berbagai ungkapan dan perasaan
sebagian besar bangsa Indonesia yang tetap tahan uji dan cukup membanggakan. Berbagai
musibah bencana dan malapetaka terus datang silih berganti, seperti yang kita rasakan datangnya
“tsunami”, tanah longsor, bencana banjir, flu burung, demam berdarah, busung lapar

dan lain sebagainya namun tetap membuat kita tawakal dan berusaha untuk mengatasi secara
bergotong royong baik antara Pemerintah dan lembaga resmi/tidak resmi maupun solidaritas
antar masyarakat sendiri.

Begitu pula tatkala menghadapi “ancaman” negara lain dalam bentuk pelanggaran perbatasan,
penyerobotan pulau, bahkan penghinaan oleh kelompok bangsa tertentu, ternyata kita tahan uji
dan bahkan mampu membangkitkan semangat Nasionalisme yang tinggi untuk menghadapi
semuanya.
Keempat, semangat demokrasi menjadi pilihan bersama. Era demokratisasi, sudah
membangkitkan tekad dan semangat baru bagi bangsa Indonesia untuk menata kembali
kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih bermartabat. Negara demokrasi sebagai pilihan
tepat karena dari sinilah akan lahir bingkai-bingkai sehat, dimana orang-orang bersepakat dan
bersama-sama dalam menentukan pilihan bersama.

Dengan demikian tata kehidupan berdemokrasi inilah yang akan menjadi semangat baru dan
semangat bersama generasi penerus bangsa Indonesia yang sekaligus akan menjadi semangat
nasionalisme yang kental dalam era yang baru.

Kelima, semangat desentralisasi dan otonomi daerah. Kebijakan Pemerintah dalam upaya
desentralisasi kekuasaan kepada daerah-daerah dan memberikan otonomi yang luas kepada tiap-
tiap daerah, akan melahirkan semangat kebebasan dan semangat kemandirian untuk membangun
daerahnya masing-masing.

Ada kompetisi didalamnya, tetapi juga tuntutan kreativitas di masing-masing daerah untuk lebih
maju dan semakin dapat mensejahterakan masyarakatnya.

Disentralisasi tidak boleh mengarah pada federalisme apalagi memecah belah integrasi Nasional.
Otonomi daerah juga tidak boleh mengarah kepada disintegrasi bangsa. Oleh karena itu rambu-
rambu untuk tetap dapat menjaga utuhnya NKRI harus difahami bersama dan didasari oleh
semangat demokrasi, integralistik dan wawasan kebangsaan Indonesia yang lebih mendalam.

Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme

Langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai


nasionalisme antara lain yaitu :

1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk


dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.

3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.

4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-
benarnya dan seadil- adilnya.

5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya
bangsa.

Dengan adanya langkah-langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh


globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan
kehilangan kepribadian bangsa.

Globalisasi sebagai fenomena kontemporer mustahil akan meniadakan pluralisme kebudayaan


dan peradaban. Sebaliknya, dalam perwujudan yang ekstrem, globalisasi justru akan menjadi
pembangkit nasionalisme yang timbul karena kesadaran sebagai salah satu elemen budaya yang
khas.

Dalam hubungan ini akan berlaku hukum “serangan balik”, yaitu bahwa tarikan ke arah
globalisasi yang ekstrem akan menimbulkan gerak balik ke arah berlawanan, berupa reaksi
penentangan yang cenderung menggejala sebagai akibat dominasi pengaruh budaya asing
terhadap budaya lokal.

Sebagai kesimpulan secara umum bahwa Nasionalisme bangsa Indonesia belum memudar,
sekalipun saat ini didera oleh pengaruh globalisasi dan liberalisasi serta proses demokratisasi.

Tantangan baru ini harus dihadapi dengan serius dan optimisme, bilamana tidak di pupuk
kembali dan tidak mendapat dorongan semangat baru oleh para pemimpin bangsa ini, maka tidak
mustahil faham tentang kebangsaan ini akan tersapu oleh peradaban baru yang sangat
bertentangan dengan nilai-nilai luhur sosio-kultural bangsa kita.
Hanya tekad dan semangat yang disertai usaha yang serius melalui wahana pendidikan akan
dapat diharapkan mampu melestarikan semangat nasionalisme. Tidak salah kiranya bahwa
perhatian para pemimpin, tokoh masyarakat, serta seluruh komponen kekuatan bangsa untuk
bersama-sama membenahi sistem pendidikan nasional, agar mampu menghasilkan lulusan/hasil
didik sebagai generasi penerus bangsa yang dapat membawa kemajuan dan kejayaan di era
Indonesia baru.

Pada sisi lain sosialisasi nilai-nilai Intrinsik nasionalisme melalui berbagai lembaga dan
masyarakat harus terus diupayakan. Karena generasi bangsa ini terus diperbarui oleh generasi
baru yang menuntut pemahaman yang hakiki.

Anda mungkin juga menyukai