Anda di halaman 1dari 24

TINDAKAN PIMPINAN KPK DALAM PEMECATAN PEGAWAI KPK

YANG TIDAK LULUS TES DITINJAU DARI TEORI KEABSAHAN


TINDAKAN PEMERINTAH

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester


Mata Kuliah Teori Hukum Administrasi
Kelas A

Oleh :
SALMA HANITA PUTRI
NIM. 2046000074

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bangsa Indonesia memiliki wawasan kebangsaan yang merupakan visi bangsa
yang bersangkutan menuju ke masa depan yang lebih baik. Kehidupan dalam
bernegara dan berbangsa dalam suatu negara memerlukan suatu konsep cara
pandangan atau wawasan kebangsaan yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan
kehidupan serta keutuhan bangsa dan wilayahnya serta jati diri bangsa itu. Bangsa
yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bangsa yang bernegara. Perkembangan
pemikiran negara Republik Indonesia mengenai suatu wawasan yang akan dianut
dalam kehidupan bernegara serta berbangsa dapat diikuti dalam sejarah pergerakkan
kemedekaan, yaitu sejak kita sadar akan rasa kebangsaan. Inti dari wawasan nasional
yang disebut wawasan nusantara adalah tekad untuk bersatu yang didasarkan pada
cita-cita dan tujuan nasional untuk kelangsungan hidup yang lebih baik.

Bagi bangsa Indonesia sendiri yang dapat dikatakan sebagai negara yang
relatif plural, di dalamnya terdapat banyak sekali kelompok, baik suku, ras, budaya,
agama, serta aliran kepercayaan lainnya. Keragaman yang ada saat ini bisa menjadi
hal yang sangat menguntungkan bagi negara Indonesia sendiri jika mampu mengelola
secara baik, dan sebaliknya, jika tidak mampu mengelolanya akan menimbulkan
kehancuran dan kerusakan yang besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apabila hal tersebut terjadi, maka tentunya yang bertanggung jawab dalam hal
tersebut adalah kita sebagai rakyat Indonesia.

Sebagai suatu konsep wawasan nusantara merupakan cara pandang bangsa


Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta sesuai dengan wilayah nusantara
yang telah menyatu dalam jiwa kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita-
cita nasionalnya.1 Dengan demikian, dalam menyikapi wawasan nusantara berperan
untuk membimbing bangsa Indonesia untuk lebih terarah dan mengedepankan dalam
penyelenggaraan kehidupannya serta sebagai suatu titik dalam perjuangan mengisi
kemerdekaannya. Wawasan kebangsaan dinilai sebagai cara pandangan dan pola
berpikir yang mengajarkan bagaimana pentingnya suatu wawasan kebangsaan
membina persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan negara
dalam mencapai tujuan dan cita-citanya. Secara keadaanya, yang tercantum isi nilai-
nilai wawasan nusantara telah tertuang dalam dasar negara yaitu Pancasila dan
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
memiliki hakekat tinggi dalam pembangunan nasional.

Hal yang mendorong melahirkan kebangsaan Indonesia bersumber dari


perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia. Wawasan
nusantara Indonesia menolak segala diskriminasi suku, ras, asal-usul, keturunan,
warna kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, kedudukan maupun status sosial. Konsep kebangsaan kita bertujuan
membangun dan mengembangkan persatuan dan kesatuan yang berlangsung tanpa
henti, dan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi.

Semakin pekatnya pengaruh globalisasi, bukan tergolong suatu hal mustahil


akan mempengaruhi adat budaya yang menjadi jati diri kita sebagai suatu bangsa dan
akan melemahkan paham nasionalisme dalam pembangunan nasional. Paham
nasionalisme adalah suatu paham yang menyatakan bahwa loyalitas tertinggi terhadap
masalah duniawi dari setiap warga bangsa Republik Indonesia ditunjukan kepada
negara dan bangsa. Dalam awal pertumbuhan dan perkembangan nasionalisme
diwarnai oleh tiga pilar, yaitu: liberty, equality, fraternality yang merupakan ujung
tolak nasionalisme yang demokratis, namun dalam perkembangannya nasionalisme
pada setiap bangsa dan negara sangat diwarnai oleh nilai-nilai dasar yang
berkembang dan hidup dalam masyarakat masing-masing, sehingga memberikan ciri
khas bagi bangsa negara Republik Indonesia.
1
Rahayu, A.S, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn), (Jakarta: Bumi Aksara), 2014,
hlm. 117
Wawasan yang ada dalam kebangsaan Indonesia memberi peran cukup baik
bagi bangsa Indonesia untuk proaktif mengantisipasi perkembangan dan pertumbuhan
lingkungan dengan memberi arahan dan masukan bagi bangsa lain dalam membina
jati diri, kemandirian dan menghadapi tantangan dari luar tanpa konfrontasi dengan
meyakinkan bangsa lain bahwa eksistensi bangsa merupakan aset yang diperlukan
dalam mengembangkan nilai kemanusiaan dan nilai kehidupan yang beradab.2

Wawasan kebangsaan pada hakekatnya adalah suatu keinginan berupa


kemauan yang sangat kuat untuk kebersamaan dalam mengatasi segala perbedaan
dan diskriminasi yang sering dibentuk oleh masyarakat itu sendiri yang telah beredar
luas di masyarakat. Wawasan kebangsaan tidak dilandasi atas sejarah kedaerahan,
suku, keturunan, status sosial, agama dan keyakinan. Jadi, wawasan kebangsaan itu
sangat murni untuk di miliki oleh setiap warga negara Indonesia, wawasan
kebangsaan tidak timbul dengan sendirinya, tetapi timbul secara bertahap pada diri
seseorang, yaitu dengan seringnya menegakan wawasan yang diketahuinya dan
kemudian bisa diterapkan kepada kehidupannya sehari-hari untuk bersosialisasi.

Sejatinya bangsa Indonesia dalam menyikapi wawasan kebangsaan sudah


mulai terkikis oleh berbagai budaya luar negeri yang mendominasi dalam
perkembangan saat ini, dan masyarakat Indonesia cenderung acuh tak acuh terhadap
wawasan kebangsaan tersebut, apalagi pada kalangan generasi muda saat ini, mereka
kurang membanggakan negaranya sendiri dan lebih membanggakan budaya luar
negeri yang menurut pandangan mereka lebih baik dan tentunya lebih maju daripada
bangsanya sendiri. Jika hal tersebut terus terjadi, maka tidak akan bertahan lama
wawasan kebangsaan akan terkikis dan wawasan tersebut akan menghilang dari
dalam jiwa mereka. Jadi, dengan keadaan tersebut, sebagai generasi muda sudah
seharusnya dan sewajarnya untuk menjaga dan melindungi wawasan kebangsaan
negara Indonesia dan senantiasa untuk bangga atas tanah air kita, yaitu Indonesia.

2
Suhady, I dan A.M. Sinaga, Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik
Indonesia. (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia), 2006, hlm. 37
Merujuk pada hal tersebut tentunya bagi bangsa Indonesia, untuk mendalami
bagaimana wawasan kebangsaan itu sendiri, perlu memahami secara mendalam
hakekat Pancasila yang telah menjunjung tinggi nilai-nilai dasar yang akhirnya
dijadikan pegangan dalam bersosialisasi dan berinterkasi yang merujuk pada
terbentuknya karakter bangsa dan bernegara. Dalam hal ini pengelolaan sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan lingkungan hidup sehingga bangsa Indonesia dapat
mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sam arata serta daya saing yang
kuat dalam pergaulan masyarakat internasional.

Perjuangan bersama untuk dapat menggerakkan semangat juang kebangsaan


yang bertumpu pada luasnya tugas dan capaian generasi muda melalui kualitasnya
dapat dikategorikan yakni sebagai pengarah atau penunjuk komitmen bangsa, dan
harkat kemandirian bangsa. Generasi muda mempunyai peran yang semakin kuat
dalam proses pembangunan bangsa. Relevansinya sudah menjangkau ke segala
bidang, baik politik, sosial, dan budaya, maupun ekonomi. Para generasi muda adalah
penerus tujuan dan perjuangan bangsa yang harus mampu menjadi penggerak dari
suatu sistem pembangunan nasional, karena generasi muda adalah jembatan untuk
menyatukan masa lalu dan masa depan. Hakikatnya dalam sejarah untuk memaknai
nilai-nilai dan kemandirian masyarakat yang telah dicapai sebagai suatu capaian
keberhasilan dari generasi sebelumnya. Setiap generasi muda memiliki tugas untuk
memiliki strategi dalam tantangan-tantangan zaman globalisasi saat ini yang akan
terjadi untuk dilanjutkan rencana pembangunannya oleh generasi berikutnya.

Saat ini yang harus dilakukan oleh generasi muda adalah mendirikan praktek
dan kedaulatan serta kemakmuran yang bisa dinilai dan teruji secara konkret oleh
generasi mendatang. Kedaulatan adalah realisasi dari semangat kepemimpinan. Dan
kepemimpinan adalah harmonisasi alami generasi muda dari segala zaman yang
mempunyai tugas pedoman untuk masyarakat. Karena dalam suatu pedoman
memiliki pencerahan yang mampu menetapkan pilihan prioritas aksi yang tepat untuk
meningkatkan kualitas fungsi dan tugas suatu generasi berikutnya serta sebagai
pengawas agar pemerintah tidak melakukan kesewenang-wenangan yang diluar
kewenangannya dalam mengatur masyarakat.

Dengan melihat kondisi yang ada saat ini, banyak masalah yang hadir dalam
lingkup pemerintah semakin banyak dalam berbagai aspek bidang negara, yakni
bidang politik, ekonomi, budaya, kemananan dan pertahanan nasional serta nilai-nilai
wawasan kebangsaan yaitu wawasan tentang bangsa Indonesia yang ada di
masyarakat bahkan yang ada pada generasi muda juga sudah mulai pudar karena
pengaruh perkembangan zaman dan pengaruh globalisasi yang tidak dapat dibendung
dan tidak di imbangi oleh pendidikan berupa pengetahuan umum yang dipahami
masyarakat tentang hakikat dan falsafah dari dasar negara Republik Indonesia.

Sehingga tidak dapat dipungkiri jika di masyarakat atau bahkan generasi


muda saat ini kurang paham mengenai makna hakikat dan falsafah dasar negara dan
ideologi bangsa Indonesia yang sebenarnya berasal dari nilai-nilai kulturalisasi yang
berasal dari norma budaya bangsa Indonesia yang telah menyatu dalam kehidupan
sebagai harga diri bangsa. Jika harga diri dan jati diri bangsa telah luntur maka
menjadi himbauan tersendiri yang dianggap mampu memberikan pengertian kepada
generasi muda dan masyarakat Indonesia mengenai jati diri bangsa Indonesia yang
harus dituntaskan. Karena memudarnya jati diri bangsa, bukan menjadi permasalahan
yang hanya dihadapi oleh pemimpin negeri saja, akan tetapi hal tersebut merupakan
permasalahan bersama yaitu permasalahan segenap rakyat Indonesia.

Kenyataannya yang harus menjadi prioritas adalah merubah tata cara


kehidupan, sikap, dan perilaku, serta gaya hidup, yakni perubahan dari dunia totaliter-
otokratik, menjadi demokratik, dari kebiasaan tertutup menjadi transparan, dari
budaya santai menjadi budaya teknologi dengan kerja keras, disiplin, penuh tanggung
jawab, hemat, menghargai waktu, dan lain sebagainya. 3 Sejalan dengan hal tersebut,
maka setiap warga dituntut untuk saling memberi, mengarahkan, menolong, dan

3
Nasruddin Anshori, Pendidikan Berwawasan Kebangsaan Kesadaran Ilmiah Berbasis
Multikulturalisme (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta), 2008, hlm. 1
saling membantu dalam rangka menjaga dan mempertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia.

Hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) para pegawai Komisi Pemberantasan


Korupsi (KPK) menjadi polemik yang ramai akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.
Sejumlah 57 (lima puluh tujuh) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) akan diberhentikan dari jabatannya saat
ini. Telah dilakukan berbagai upaya pegawai untuk dapat kembali bekerja dan
mengabdi di kantor tersebut yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi masih
belum membuahkan hasil.

Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dijadikan alat sebagai suatu proses yang
menentukan pengalihan status alih pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara.
Namun, banyak pihak memiliki pandangan bahwa Tes Wawasan Kebangsaan
(TWK) merupakan salah satu cara untuk menggeser lembaga antirasuah. Pasalnya
terdapat sebanyak 75 (tujuh puluh lima) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi
yang ditetapkan tak lolos dan yang mencenangkan adalah mereka para pegawai senior
yang dinilai merupakan orang-orang mumpuni dalam mengusut suatu pemberantasan
korupsi yang saat ini kerap terjadi di Indonesia.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tegas tidak membenarkan


akan dengan segera melakukan pemecatan pegawainya yang tidak lolos TWK.
Pemberhentian pegawai yang akan dilakukan sesuai dengan amanat Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Undang-undang tersebut
mengamanatkan pegawai KPK harus berganti status menjadi Aparatur Sipil Negara
paling lambat dua tahun setelah Undang-Undang disahkan. Dengan kata lain,
apabila pergantian status tersebut dilaksanakan kurang dari dua tahun tidak menjadi
masalah.

 Lembaga secara resmi tidak melakukan pemecatan langsung terhadap


pegawai setelah hasil Tes Wawasan Kebangsaan ditetapkan. Dalam hal ini suatu
lembaga menghargai upaya pegawai yang mengajukan gugatan hasil tes tersebut ke
Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Oleh karena itu, keputusan
pemberhentian pegawai dilakukan setelah putusan pengadilan ditetapkan. Putusan
pengadilan itu kemudian dibahas dalam rapat koordinasi di Badan Kepegawaian
Negara pada tanggal 13 September 2021. Dalam rapat koordinasi tersebut terdapat
lima pimpinan KPK, selain itu rapat itu dihadiri oleh Menteri PanRB Tjahjo
Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Kepala BKN Bima Haria
Wibisana. Dalam rapat koordinasi tersebut telah mencapai hasil dan memutuskan
bahwa akan memberhentikan sebanyak 50 (lima puluh) pegawai KPK yang telah
ditetapkan pada tanggal 30 September 2021. Untuk pegawai yang menolak
mengikuti pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan sebanyak 6 (enam) orang
juga diberhentikan. Sedangkan untuk pegawai yang sempat bertugas di luar negeri,
akan menjalani Tes Wawasan Kebangsaan pada 20 September 2021.

Ombudsman dan Komnas HAM sudah menyebut kalau proses Tes Wawasan
Kebangsaan (TWK) diduga penuh mal administrasi dan pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM). Melihat kondisi KPK saat ini, sudah sangat wajar jika kepercayaan
publik terhadap KPK menurun berdasarkan hasil survei Lembaga Indikator Politik
Indonesia. Namun, publik tetap harus kritis dan melakukan pengawasan. Mengkritik
kondisi KPK hari ini bukan berarti membiarkan praktek korupsi berjalan di
pemerintahan. Bagi masyarakat, yang terpenting negara bertindak nyata dalam upaya-
upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Berdasarkan paparan pendahuluan,
penulis mengangkat paper dengan judul “Tindakan Pimpinan KPK Dalam
Pemecatan Pegawai KPK Yang Tidak Lulus Tes Ditinjau Dari Teori Keabsahan
Tindakan Pemerintah”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun isu hukum yang penulis angkat untuk dianalisis lebih lanjut adalah:

Bagaimana tindakan KPK dalam pemecatan pegawai KPK yang tidak lulus
tes ditinjau dari teori keabsahan tindakan pemerintah?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tindakan KPK dalam Pemecatan Pegawai KPK yang Tidak Lulus Tes

Keanekragaman akan hal bangsa dan negara sesungguhnya menuntut


warga negaranya untuk mengetahui tentang hakekat negara itu sendiri. Hal
tersebut yang dapat dikatakan sebagai wawasan kebangasaan. Wawasan
Kebangsaan secara mudah dapat dipahami sebagai sudut pandang terhadap
seluruh kondisi negara Indonesia. Pengertian yang mudah dipahami tersebut
hendak menunjukkan kita pada suatu hal yang harus ditanggung bahwa
pemahaman mengenai wawasan kebangsaan berarti memberikan pemahaman
negara dari seluruh sisi tatanan masyarakatnya.

Apabila dahulu suatu wawasan kebangsaan hanya digunakan pada saat


melakukan pelatihan kepada pegawai-pegawai negeri, atau wawasan
kebangsaan masih dilihat hanya sebagai pengetahuan kongnitif saja. Wawasan
kebangsaan merupakan pengembangan karakter dan membentuk sikap serta
budaya bangsa tersebut menjadi acuan pendidikan Indonesia yang
bernafaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Muatan pengetahuan wawasan kebangsaan menitikberatkan
bahwa pendidikan kewarganegaraan secara mendalam telah membentuk
warga negara yang baik dan dapat diandalkan. Warga negara yang baik ketika
mengerti tentang negaranya dan warga negara yang dapat diandalkan ialah
mengembangkan secara baik keunggulan negaranya.

Permasalahan yang terjadi mengenai Tes Wawasan Kebangsaan


(TWK) pada seleksi Aparatur Sipil Negara yang berdampak pada tidak
lulusnya 75 (tujuh puluh lima) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) masih akan berlanjut. Pendapat dari dosen maupun guru besar berbagai
Universitas memberikan pendapat melalui surat yang ditujukan kepada
pimpinan KPK yang berisi memohon agar pemberhentian terhadap para
pegawai tersebut tidak dilaksanakan. Meninjau kembali pada poin-poin
terutama pada empat poin yang telah djabarkan dalam Keputusan Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 652 Tahun 2021 menjelaskan bahwa
pegawai-pegawai dengan status Tidak Memenuhi Syarat yang dimohon untuk
menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam hal ini terdapat dua isu penting yang problematik tertuang di
dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), mulai dari pertentangan hukum
sampai pada permasalahan etika publik. Akan tetapi, ada satu hal yang pasti
terkait Tes Wawasan Kebangsaan tersebut tidak sekalipun disebutkan di
dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (UU KPK) maupun Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 sebagai syarat untuk melakukan alih status
kepegawaian KPK dan dapat melakukan pemberhentian pegawai.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait TWK KPK menjadi suatu


putusan yang menjelaskan lintasan perundang-undangan yang kuat dalam hal
landasan dan kepastian hukum. Sebagai lembaga peradilan tertinggi untuk
melakukan judicial review, keputusan Mahkamah Konstitusi berasas erga
omnes atau berkekuatan putusan tetap yang diberlakukan kepada setiap
penduduk negara serta bersifat final. Bahkan, Mahkamah Konstitusi telah
menegaskan di dalam putusan uji materi Undang-Undang KPK bahwa proses
alih status kepegawaian tidak boleh merugikan hak-hak pegawai KPK.
Namun, aturan itu ternyata telah diabaikan begitu saja oleh Pimpinan KPK
dengan tetap memasukkan secara paksa konsep TWK ke dalam Peraturan
Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Tata Cara
Pengalihan Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara.
Sementara jika mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 26 P/HUM/2021 terkait TWK KPK, secara substansial, desain
pengalihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) mengikuti
ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara dan peraturan pelaksanaan di bawahnya. Mahkamah Agung sebagai
puncak peradilan mengenai keadilan atau court of justice sudah menetapkan
kesesuaian kerja KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangan berdasarkan
Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019, dan PP Nomor 41 Tahun 2020
Tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara
(ASN).

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sebagai lembaga negara


yang berwenang menguji dan menilai keabsahan peraturan perundang-
undangan telah memutuskan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Tata Cara
Peralihan Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara adalah konstitusional
dan sah. Apabila meninjau kembali pada putusan Mahkamah Agung dan
Makamah Konstitusi, pemutusan terhadap 56 (lima puluh enam) pegawai
KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) itu sudah
diperbolehkan secara konstitusi berdasarkan ketetapan yang berlaku.

Pembahasan permasalahan ini tidak sampai disitu saja, substansi Tes


Wawasan Kebangsaan juga menimbulkan kejanggalan, terlebih dalam perihal
pertanyaan yang diajukan kepada pegawai KPK saat menjalani Tes Wawasan
Kebangsaan. Pertanyaan yang diajukan dalam Tes Wawasan Kebangsaan
(TWK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai kontroversi.
Alasannya, banyak pegawai KPK yang mengaku diajukan pertanyaan yang
tidak wajar. Proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dilakukan melalui
sejumlah tahapan tes tulis hingga tes wawancara yang berlangsung selama 2
jam. Dalam wawancara tersebut, mereka ditanyakan pertanyaan berupa
pertanyaan terbuka setuju atau tidak dengan sebuah isu. Pertanyaan ini justru
dinilai melecehkan gender. Dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), isu
penting yakni pertama, adanya pelanggaran hukum lantaran tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa Tes Wawasan Kebangsaan


ini kurang tepat jika dijadikan sebagai standart untuk mengalihkan status
pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara. Seharusnya pengalihan status
kerja ini dapat berjalan sesuai yang telah diatur di dalam peraturan perundang-
undangan, karena pegawai KPK yang akan dialihkan statusnya tersebut telah
memiliki rekam jejak panjang dalam upaya penindakan maupun pencegahan
korupsi yang terjadi di Indonesia.

Tes Wawasan Kebangsaan yang dilaksanakan oleh para pegawai KPK


dapat dikatakan tidak sama dengan yang dilaksanakan oleh Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS). Pada kenyataannya tahap dari Tes Wawasan
Kebangsaan (TWK) untuk para pegawai KPK berbeda karena sudah
menduduki jabatan senior. Sehingga, dibutuhkan cara tes yang berbeda, yang
dapat mengukur tingkat kepahaman dan kepedulian mereka dalam proses
berbangsa dan bernegara. Proses asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)
melibatkan banyak pihak dari lembaga lain untuk menjaga objektivitas dan
mencegah terjadinya intervensi dalam penilaian dan penentuan hasil penilaian
akhir.

2.2 Tindakan KPK dalam Pemecatan Pegawai KPK yang Tidak Lulus Tes
Ditinjau Dari Peran Badan Kepegawaian Negara

Hasil tes wawasan kebangsaan sebagai syarat alih status pegawai ke


ASN dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Bahwa asesmen TWK
merupakan kewenangan Badan Kepegawaian Negara (BKN). KPK tidak ikut
campur dalam proses pembuatan soal hingga wawancara yang dilakukan.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai lembaga yang bertanggung
jawab, melaksanakan TWK dengan melibatkan sejumlah lembaga lain seperti
Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS-TNI), Pusat
Intelijen TNI Angkatan Darat (Pusintel TNI AD), Dinas Psikologi TNI
Angkatan Darat (DISPSIAD), dan Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT).

Bahwa asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dilakukan untuk


mengukur penguatan integritas dan netralitas Aparatur Sipil Negara. Adapun
mengenai aspek kompetensi, perlu ditegaskan kembali, pegawai KPK pada
saat rekrutmen awal sudah memenuhi persyaratan kompetensi dan integritas
sehingga aspek ini tidak dilakukan tes kembali. KPK benar telah menerima
hasil asesmen wawasan kebangsaan yang diserahkan pihak BKN RI tanggal
27 April 2021. KPK memastikan akan menyampaikan hasilnya kepada publik
dalam waktu dekat. Diketahui, KPK bekerja sama dengan BKN  menggelar
asesmen wawasan kebangsaan untuk para pegawainya. Asesmen ini dilakukan
sebagai tindak lanjut dari alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil
Negara (ASN). Dalam asesmen ini, pertama, para pegawai akan menjalani tes
integritas bangsa yang dilakukan untuk menilai konsistensi dari segi nilai,
norma, dan etika organisasi. Berikutnya, mereka juga akan menjalani tes
netralitas.

Sementara itu, pegawai KPK yang alih status menjadi Aparatur Sipil
Negara (ASN) sudah menduduki jabatan senior. Oleh karena itu, diperlukan
jenis TWK berbeda, yang dapat mengukur tingkat keyakinan dan keterlibatan
mereka dalam proses berbangsa dan bernegara. Dalam Tes Wawasan
Kebangsaan (TWK) pegawai KPK, metode yang digunakan adalah
assessment center yang juga dikenal sebagai multi-metode dan multi-asesor.
Asesmen ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat ukur, yaitu tes
tertulis indeks moderasi bernegara dan integritas (IMB 68), penilaiaan rekam
jejak (profiling), dan wawancara. Banyak pihak yang dilibatkan dalam proses
asesmen. Tim observer berasal dari sejumlah instansi yang juga telah
memiliki pengalaman dan selama ini bekerja sama dengan BKN dalam
mengembangkan alat ukur tes wawasan kebangsaan. Instansi tersebut yakni
Dinas Psikologi TNI AD, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT), BAIS, dan Pusat Intelijen TNI AD. Hal ini semua dimaksudkan
untuk menjaga objektivitas hasil penilaian dan untuk mencegah adanya
intervensi dalam penilaian, dan dalam penentuan hasil penilaian akhir
dilakukan melalui assessor meeting.

Tes netralitas ini dilakukan untuk menilai ketidakberpihakan pegawai


pada segala bentuk pengaruh mana pun dan pihak mana pun. Selain itu, ada
juga tes antiradikalisme untuk menilai kesetiaan pegawai terhadap Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan
pemerintah yang sah. Hasil asesmen Tes Wawancara Kebangsaan (TWK)
pegawai KPK masih tersegel dan disimpan aman di gedung Merah Putih
KPK. KPK telah menerima hasil Tes Wawasan Kebangsaan yang dilakukan
Badan Kepegawaian Negara.

KPK akan segera mengumumkan hasil tes yang dimaksud sebagai


bentuk transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan KPK. Hasil Tes
Wawasan Kebangsaan itu merupakan penilaian dari 1349 pegawai KPK yang
telah mengikuti asesmen tes. Hal itu adalah syarat pengalihan pegawai KPK
menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Secara kelembagaan KPK bakal
tunduk kepada peraturan bahwa pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur
Sipil Negara (ASN) yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tes wawasan
kebangsaan (TWK) yang dilakukan terhadap pegawai KPK berbeda dengan
TWK bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

2.3 Tindakan KPK dalam Pemecatan Pegawai KPK yang Tidak Lulus Tes
Ditinjau Dari Teori Keabsahan Tindakan Pemerintah
Menurut kamus hukum Keabsahan dijelaskan dalam berbagai Bahasa
antara lain adalah convalesceren, convalescentie, yang memiliki makna sama
dengan to validate, to legalize, to ratify to acknowledge yaitu yang artinya
mengesahkan, atau pengesahan suatu hal. Keabsahan menurut Kamus hukum
di atas keabsahan berarti sesuatu yang pasti. Pengertian keabsahan perlu
dikutip dalam tulisan ini untuk melengkapi pengertian keabsahan hukum.
Untuk sebuah aturan menjadi aturan hukum, maka itu harus menjadi benar-
benar sah. Untuk suatu hukum menjadi aturan hukum yang sah, maka itu
harus menjadi hukum yang sah atau pasti. Persamaannya, sebuah kesahan
aturan adalah aturan adan sebuah kesahan bukan merupakan sebuah aturan.

Prinsip keabsahan menghendaki bahwa tindakan pemerintah harus


sesuai dengan hukum, termasuk dalam penetapan suatu tindakan pemerintah.
Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Negara .

Bahwa negara dibentuk dengan diberikan tugas, fungsi dan kewajiban


untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Karenanya, untuk
menjalankan tugas dan fungsi tersebut, pemerintah sebagai personifikasi
negara diberikan hak untuk melakukan tindakan-tindakan.4 Pemerintah adalah
subyek hukum, sebagai pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban.
Sebagai subyek hukum, pemerintah sebagaimana subyek hukum lainnya
melakukan tindakan-tindakan. Sehingga, tindakan pemerintah adalah setiap
tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh alat perlengkapan pemerintahan
dalam menjalankan fungsi pemerintahan.5

Dalam konsep Hukum Administrasi, tindakan pemerintah tersebut


dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan materiil/faktual dan tindakan hukum.
Terhadap kedua jenis tindakan pemerintah tersebut, bahwa pada umumnya

4
Tomy Michael, Prinsip Keabsahan (Rechtmatigheid) dalam Penetapan Keputusan Tata
Usaha Negara, Jurnal: Cita Hukum, Vol. 5, No. 2, Desember 2017, hlm. 7
5
Sadjijono Jono, Bab-bab Pokok Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Laksbang Pressindo),
2006, hlm. 12
pembedaan yang diberikan terhadap kedua perbuatan pemerintah itu
didasarkan pada terdapat atau tidaknya akibat hukum dari perbuatan
pemerintah yang bersangkutan. Perbutan pemerintah tidak melahirkan akibat
hukum, sedangkan perbuatan hukum justru dimaksudkan untuk melahirkan
akibat hukum.

Walaupun penetapan suatu tindakan pemerintah dapat dilakukan


secara sepihak, namun aspek perlindungan hukum terhadap masyarakat harus
tetap ditegakkan. Perlindungan hukum terhadap masyarakat tidak boleh
diderogasi, dikurangi atau dihalangi dengan sifat sepihak tersebut.
Perlindungan hukum kepada masyarakat harus tetap menjadi prioritas.

Konsep tersebut berawal dari munculnya acuan rencana negara hukum


yang mana suatu kewenangan pemerintahan harus didasarkan pada adanya
ketentuan hukum yang mengatur, yang berintikan pada adanya penerapan
prinsip legalitas dalam semua tindakan hukum pemerintah. 6 Merujuk pada hal
tersebut, hukum muncul sebagai batasan kekuasaan, sehingga apabila
tindakan pemerintah tidak didasarkan pada hukum atau melebihi ketentuan
yang telah ditetapkan oleh hukum, maka tindakan pemerintah menjadi cacat
hukum atau tidak absah. Dengan demikian, maka prinsip keabsahan/legalitas
ini sangat erat kaitannya dengan tujuan untuk melindungi hak-hak rakyat dari
tindakan pemerintah.

Terkait dengan prinsip keabsahan tersebut, Pasal 8 Undang-Undang


Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menentukan:

1) Setiap Keputusan dan/atau Tindakan harus ditetapkan dan/atau


dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
berwenang.

6
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the
Indonesian
Administrative Law), Gadjah Mada University Press., Yogyakarta, 1993, hlm. 23
2) Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalahgunakan
Kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan
dan/atau Tindakan.
3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan
Wewenang wajib berdasarkan:
a. Peraturan perundang-undangan; dan
b. AUPB

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa keabsahan


merupakan suatu yang pasti, yang telah ada dan berlaku. Sedangkan
keabsahan hukum adalah aturan hukum yang telah berlaku, nyata dan pasti.
Keabsahan hukum di Indonesia bermakna telah dituangkan dalam suatu aturan
tertulis seperti aturan perundang-undangan, Peraturan pemerintah, Surat
edaran dan beberapa aturan hukum tertulis lainnya.

Untuk melihat apakah suatu tindakan pemerintah telah memiliki


keabsahan maka publik dapat menilai bahwa, dibalik TWK ini, ada upaya dari
kalangan tertentu untuk menyingkirkan jajaran KPK. Terutama mereka yang
tak sejalan dengan revisi Undang-undang lembaga antirasuah. Wajar publik
berpikir ini jadi sarana untuk menyisir pihak-pihak yang tidak sejalan. Ujian
wawasan kebangsaan ini justru lebih terkesan menguji kesetiaan terhadap
pemerintah. Oleh sebab itu, seharusnya publik untuk senantiasa mengawasi
tindak lanjut hasil tes yang diikuti oleh para pegawai KPK dan yang dilakukan
oleh para pimpinannya. Jangan sampai, para pegawai KPK yang tak lolos
ujian didepak dari KPK dan publik lengah akan hal ini. Bagaimana pun,
sistem di lembaga ini sudah diganggu revisi Undang-Undang KPK dan
pimpinan yang terpilih saat ini.

Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-


XVII/2019 yang menyebut peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur
Sipil Negara ASN tak boleh sedikit pun merugikan hak pegawai. Dalam
menganalisa dan harus membedahnya satu persatu. Pada pasal 69 b ayat 1 itu
frasa “dapat” menunjukan bahwa ada persyaratan-persyaratan yang harus di
penuhi untuk menjadi seorang Aparatur Sipil Negara. Karena ini merupakan
amanat dari undang-undang KPK yang baru, apabila berubah menjadi
Aparatur Sipil Negara maka tentu kata dapat di sini harus di maknai bahwa
ada persyaratan yang lainnya, yang harus dipenuhi dengan mengacu kepada
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dan sudah jelas mengenai adanya
persyaratannya.

Berkaitan dengan soal apa namanya Pancasila, setia kepada Undang-


undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kemudian Bhinneka
Tunggal Ika, serta NKRI. Itu memang persyaratan-persyaratan untuk menjadi
seorang Aparatur Sipil Negara. Dalam hal ini harus dipenuhi di dalam
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Sehingga di dalam PP Nomor 41
yang merupakan turunan dari undang-undang KPK, ini pun juga
mengamanatkan secara prosedural mekanisme peralihan status dari pegawai
KPK sebelum undang-undang KPK yang baru ini, dengan sesudah itu
memang harus melalui mekanisme tahapan-tahapan sebagai mana dimaksud
di dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara PP Nomor 41 yang
merupakan turunan dari Undang-Undang KPK dan juga pada peraturan
komisioner KPK. Jadi, bukan berarti kemudian kata dapat di dalam pasal 69 b
ayat 1 itu menyebabkan tidak adanya kepastian hukum. Justru dalam kata
dapat itu terkandung makna bahwa untuk dapat menjadi pegawai KPK
menjadi alih status Aparatur Sipil Negara (ASN) itu harus lebih terpenuhi
syarat-syarat yang lainnya menurut peraturan perundang-undangan dan itu hal
yang wajar di dalam kaitannya dengan sistem kepegawaian itu biasa saja
secara otomatis.

2.4 Tindakan KPK dalam Pemecatan Pegawai KPK yang Tidak Lulus Tes
Ditinjau Dari Teori Keadilan

Keadilan berasal dari kata adil, menurut Kamus Bahasa Indonesia adil
adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah. Adil
terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan
atas norma-norma objektif. Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang
relatif, setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi
yang lainnya, ketika seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu
keadilan, hal itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana suatu
skala keadilan diakui. Skala keadilan sangat bervariasi dari satu tempat ke
tempat lain, setiap skala didefinisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh
masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut.7

Teori keadilan adalah perihal yang rumit yang dapat dijumpai disetiap
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum
memiliki dua tugas utama yakni mencapai suatu kepastian hukum dan
mencapai keadilan bagi semua masyarakat. Dari sekian banyaknya pemikiran
dan konsep keadilan, salah satu konsep keadilan yang cukup relevan adalah
sebagaimana yang selanjutnya diketahui dengan keadilan sosiologis. Keadilan
sosiologis merupakan keadilan yang didasarkan pada kebiasaan, budaya, pola
perilaku dan hubungan antar manusia dalam masyarakat.

Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK sebagai syarat alih


status menjadi Aparatur Sipil Negara kini disorot. Sebab 75 dari 1.351
pegawai KPK yang mengikuti tes tak lolos. Tes itu digelar KPK bekerja sama
dengan BKN pada 18 Maret sampai 9 April. Kemudian BKN menggandeng
BIN, BNPT, hingga TNI AD dalam pelaksanaan tes. Tak lolosnya puluhan
pegawai itu diduga karena pertanyaan tes yang janggal. Mereka yang tak lolos
dikabarkan akan dipecat. Polemik tes Aparatur Sipil Negara (ASN) pegawai
KPK itu mengundang komentar berbagai pihak. 75 pegawai KPK tak lolos tes
Aparatur Sipil Negara (ASN) seharusnya dipertahankan. Sebab, beberapa di
antara pegawai KPK tersebut dinilai punya prestasi yang cukup baik.

7
M. Agus Santoso, Hukum, Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, (Jakarta: Ctk.
Kedua,
Kencana), 2014, hlm. 85
Merujuk pada hal tersebut, dapat terlihat bahwa tidak ada suatu
keadilan yang mendasari hal tersebut. Jika, 75 pegawai KPK tak lolos tes
Aparatur Sipil Negara (ASN) itu dipecat, hanya akan menimbulkan
kegaduhan di tengah masyarakat. Sebaiknya KPK tetap mempertahankan
karena itu akan menimbulkan satu kegaduhan di masyarakat dan dicurigai
akhirnya hanya jadi alat mencegah mereka dan itu hanya akan merusak
integritas KPK sendiri.

Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) merupakan salah satu bagian dari


mekanisme. Mekanisme untuk melakukan apa yang disebut assessment. Nah,
dimana dalam peralihan status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara
(ASN) itu kan yang mempunyai kewenangan untuk melakukan proses
assessment itu kan tidak KPK secara murni, tapi ada lembaga yang lainnya
yaitu BAKN dan yang lain-lain, yang memang ini adalah sesuai dengan
amanat yang ada dalam undang-undang dan juga amanat dalam PP juga. Di
dalam peraturan menteri pendayagunaan aperatur negara juga terdapat aturan
tersebut yang harus dipedomani.

Pasal 69 C pada saat undang-undang mulai berlaku, pegawai KPK


yang belum berstatus pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), dalam jangka
waktu paling lama 2 tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai berlaku
dapat diangkat. Pengertian dapat tidak otomatis, harus dipenuhi
syaratsyaratnya untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Jadi,
memenuhui syarat maka kemudian bisa diangkat menjadi Aparatur Sipil
Negara (ASN). Artinya mereka memenuhi syarat-syarat untuk menjadi
Aparatur Sipil Negara (ASN). Ada syarat-syarat yang memang harus
dipenuhi. Syarat-syaratnya itu tentu sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam hal ini apakah undang-undang KPK, peraturan
pemerintahnya, peraturan komisionernya atau bahkan undang-undang yang
lainnya.
Dalam Pasal 24 disebutkan pegawai Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud pasal 24 ayat 1 huruf C merupakan
warga negara indonesia yang karena keahliannya di angkat sebagai pegawai
pada KPK. Merujuk pasal 24 ayat 1, bunyinya pegawai KPK sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 huruf C merupakan warga negara indonesia
yang karena keahliannya di angkat sebagai pegawai pada komisi peberantasan
korupsi. Oleh karena itu, harus kita lihat pasal 2 yang berbunyi Komisi
Pemberantasan Korupsi terdiri atas pegawai komisi tindak korupsi. Sehingga,
jika dikaitkan dengan masalah status kepegawaian maka dapat diliat dari pasal
yang lainnya, tidak bisa ditafsirkan hanya dengan dengan membaca pasal 24
ayat 1 saja. KPK merupakan anggota kops profesi pegawai Aparatur Sipil
Negara (ASN) yang telah dijelaskan pada Pasal 24 ayat 2. Jadi, tidak bisa
kemudian dimaknai pegawai KPK merupakan anggota profesi pegawai
Aparatur Sipil Negara (ASN) Indonesia sesuai perundang-undangan.. Harus
dilihat pada syarat-syarat untuk berubah menjadi Aparatur Sipil Negara
(ASN), harus juga memenuhi persyaratan undang-undang yang lainnya.
BAB III

PENUTUP

Hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) para pegawai Komisi Pemberantasan


Korupsi (KPK) menjadi permasalahan yang tidak dapat dihindari saat ini. Sejumlah
75 (tujuh puluh lima) pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat Tes Wawasan
Kebangsaan (TWK) akan dilakukan pemecatan. Berbagai usaha dilakukan pegawai
untuk bisa kembali menjadi pegawai KPK, tapi masih belum membuahkan hasil.
Tes Wawasan Kebangsaan menjadi wadah sebagai proses yang menjadi tolak ukur
pengalihan status alih pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara. Namun, banyak
pihak menyimpulkan bahwa Tes Wawasan Kebangsaan merupakan salah satu strategi
untuk melumpuhkan suatu lembaga. Terlebih lagi, sebanyak 75 (tujuh puluh lima)
pegawai KPK yang dinyatakan tak memenuhi syarat dalam tes tersebut merupakan
para pegawai mumpuni yang dinilai merupakan orang-orang yang dapat diandalkan
dalam upaya penangkapan dan pemberantasan korupsi yang terjadi di Indonesia.
Merujuk pada hal tersebut, dapat terlihat bahwa tidak ada suatu keadilan dan
suatu keabsahan tindakan dari pemerintah serta pimpinan dari KPK yang mendasari
pengalihan status pegawai KPK menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara. Apabila 75
(tujuh puluh lima) pegawai KPK tak lolos tes Aparatur Sipil Negara itu
diberhentikan, hanya akan menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Sebaiknya
KPK tetap mempertahankan dan dapat mempertimbangkan kembali pemberhentian
tersebut karena tidak boleh lupa dan tidak boleh berhenti disitu sesuai perundang-
undangan tidak bisa dimaknai bahwa pegawai KPK merupakan anggota profesi
pegawai Aparatur Sipil Negara. Kemudian harus dilihat juga syarat-syarat untuk
berubah menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara harus memenuhi persyaratan
undang-undang yang lainnya. Selain faktor yang berasal dari perundang-undangan
peralihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara itu juga akan menimbulkan
satu kegaduhan di tengah masyarakat dan dapat dicurigai berakhir menjadi alat untuk
menutupi suatu permasalahan lain dan hanya akan merusak integritas KPK sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

M. Agus Santoso, Hukum, Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum,
(Jakarta: Ctk. Kedua, Kencana), 2014
Nasruddin Anshori, Pendidikan Berwawasan Kebangsaan Kesadaran Ilmiah
Berbasis Multikulturalisme (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta), 2008
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction
to the Indonesian Administrative Law), Gadjah Mada University
Press., Yogyakarta, 1993
Rahayu, A.S, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn), (Jakarta: Bumi
Aksara), 2014
Sadjijono Jono, Bab-bab Pokok Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta:
Laksbang Pressindo), 2006
Suhady, I dan A.M. Sinaga, Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. (Jakarta: Lembaga Administrasi
Negara Republik Indonesia), 2006

Jurnal

Tomy Michael, Prinsip Keabsahan (Rechtmatigheid) dalam Penetapan


Keputusan Tata Usaha Negara, Jurnal: Cita Hukum, Vol. 5, No. 2,
Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai