BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan dan pembatasan masalah di
atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk
mengetahui menumbuhkan dan membangkitkan semangat rasa dan
Nasionalisme sebagai warga negara indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan pentingnya sebuah
penelitian untuk pengembangan ilmu atau pelaksanaan
pembangunan. Dan adapun yang menjadi manfaat penelitian pada
proposal ini yaitu :
1. Sebagai bahan masukan bagi dunia pendidikan khususnya dalam bidang
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN NASIONALISME
Kata “nasionalisme“ menurut bahasa Indonesia yaitu paham (ajaran) untuk
mencintai bangsa dan negara sendiri; politik untuk membela pemerintahan sendiri;
sifat kenasionalan. Sedangkan dalam bahasa Arab, kata nasionalisme
menggunakan kata qaumiyah Secara terminologis, kata nasionalisme memiliki arti
“loyalitas dan kesetiaan kepada satu bangsa dan negara dengan meletakkan
kepentingan bangsa negara daripada kepentingan individu dan kelompok yang
diaktualisasikan dengan menjalin intregasi rakyat dalam kesatuan politik.
Yang pertama kali memperkenalkan paham kebangsaan kepada umat
Islam adalah Napoleon pada saat ekspedisinya ke Mesir. Lantas, seperti telah
diketahui, setelah Revolusi 1789, Perancis menjadi salah satu negara besar yang
berusaha melebarkan sayapnya. Mesir yang ketika itu dikuasai oleh para Kerajaan
dan berada di bawah naungan kekhalifahan Utsmani, merupakan salah satu
wilayah yang diincarnya. Walaupun penguasa-penguasa Mesir itu beragama
Islam, tetapi mereka berasal dari keturunan orang-orang Turki. Napoleon
mempergunakan sisi ini untuk memisahkan orang-orang Mesir dan menjauhkan
mereka dari penguasa dengan menyatakan bahwa orang-orang Mamluk adalah
orang asing yang tinggal di Mesir. Dalam maklumatnya, Napoleon
memperkenalkan istilah Al-Ummah Al-Mishriyah, sehingga ketika itu istilah baru
ini mendampingi istilah yang selama ini telah amat dikenal, yaitu Al-Ummah Al-
Islamiyah. Al-Ummah Al-Mishriyah dipahami dalam arti bangsa Mesir. Pada
perkembangan selanjutnya lahirlah ummah lain, atau bangsa-bangsa lain.
Dalam berbagai literatur ilmu-ilmu sosial, istilah nasionalisme berasal dari
bahasa Latin, yaitu natio yang berarti bangsa yang dipersatukan karena kelahiran,
dan nasci yang berarti dilahirkan. Dengan demikian, nasionalisme dapat diartikan
sebagai bangsa yang bersatu karena faktor kelahiran yang sama.
Dewasa ini nation (bangsa) mengandung dua pengertian, yaitu bangsa
dalam arti kebudayaan dan bangsa dalam arti politik. Bangsa dalam arti
kebudayaan adalah suatu Cultural Unity, merupakan suatu persekutuan hidup
yang berdiri sendiri, dimana masing-masing anggota merasa satu kesatuan dalam
11
ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat istuadat yang sama. Bangsa dalam pengertia
politik (kenegaraan) adalah suatu political unity, suatu kesatuan dimana masing-
masing anggota mungkin saja berbeda kebudayaan, adat istiadat atau
kebiasaannya Di dalam satu political unity terdapat banyak elemen dari beberapa
cultural unity, dan bisa pula terdiri dari satu cultural unity saja. Nasionalisme
secara harfiah berarti paham tentang bangsa atau paham kebangsaan, dan bangsa
yang dimaksud disini menurut Huszar dan Stevenson adalah “the natural and
desirable political unit”, kesatuan politik yang wajar dan diingini.
L. Stoddard memberi definisi sebagai berikut : “nationalism is belief, held
by a fairly large number of individuals, that they constitute a nationality”,
nasionalisme adalah satu keyakinan yang dimiliki bersama ole sejumlah besar
individu, bahwa ques mereka merupakan satu kebangsaaan, nationality).
Pengertian bangsa ini digambarkan dalam pikiran penganutnya sebagai rakyat
atau masyarakat yang bergabung bersama dan tersusun dalam satu pemerintahan
dan berdiam bersama dalam suatu daerah tertentu. Bila cita- cita nasional telah
menjadi kenyataan, maka terbentuklah suatu badan politik yang dikenal sebagai
Negara. Dalam perkembangannya, nasionalisme memiliki pengertian yang
beragam. Walaupun demikian, secara garis besar nasionalisme dapat
diklasifikasikan menjadi tiga pengertian. Pertama, nasionalisme adalah sebuah
ideologi sekaligus merupakan satu bentuk dari perilaku (behavior). Kedua,
nasionalisme adalah sebuah cita-cita yang ingin memberi batas antara ‘kita’ yang
sebangsa dengan ‘mereka’ dari bangsa lain. Ketiga, nasionalisme adalah dua sisi
antara politik dan etnisitas. Nasionalisme selalu memiliki elemen politik dan
subtansinya adalah sentimen etnik.
Nasionalisme secara konseptual memiliki makna yang beragam. Ada yang
mengartikan nasionalisme sebagai (1) kulturnation dan staatnation; (2) loyalitas
(etnis dan nasional) dan keinginan menegakkan negara; (3) identitas budaya dan
bahasa, dan sebagainya.
Terminologi nasionalisme memiliki perbedaan dengan patriotisme,
chauvinisme dan primordialisme Patriotisme adalah sikap seseorang yang
bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah
airnya atau semangat cinta tanah air. Chauvinisme adalah paham (ajaran) cinta
12
e. Kedourie
i. Soekarno
dan bernegara.
j. Hasyim Asy’ari
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan
belas) tahun atau belum kawin. Anak yang lahir di wilayah negara Republik
Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan
ibunya. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui. Anak yang lahir di wilayah
negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya. Anak yang dilahirkan di
luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan. Anak dari seorang
ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian
ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia.
C. GENERASI MUDA
Secara bahasa pengertian pemuda adalah seorang laki–laki atau perempuan
yang sudah mencapai tahap dewasa. Frase paling sering didengar kepada seorang
pemuda adalah harapan bangsa. Begitu beratnya tanggungjawab yang harus
diemban, dimana seluruh warga Negara menaruh harapan kepada pemuda.
Pemuda yang baik tentunya akan senantiasa umbuh dan juga berkembang
menjadi pribadi unggul dan mandiri untuk melaksanakan tugas mulia tersebut.
Sayangnya, tidak semua pemuda berpikiran demikian. Adapun sebagai
penejelasan lebih lanjut dalam tulisan ini, akan memberikan definisi atau
pengertian pemuda menurut para ahli
17
Pemuda adalah bagian individu yang berada pada tahap yang progresif dan
dinamis, sehingga kerap kali pada fase ini dikatakan sebagai usia yang produktif
untuk melakukan berbagai bentuk kegiatan, baik belajar, bekerja, dan lain
sebagainya.
1. WHO
Pengertian pemuda adalah seseorang yang berusia 10 sampai 24 tahun (young
people), sedangkan untuk usia 10 sampai 19 tahun disebut WHO menyebutnya
dengan adolescenea/ remaja.
2. Mulyana (2011)
Definisi pemuda adalah individu yang memiliki karakter dinamis, artinya bisa
memiliki karakter yang bergejolak, optimis, dan belum mampu mengendalikan
emosi yang stabil.
3. RUU Kepemudaan
Arti pemuda adalah inidvidu yang berusia 18 sampai dengan 35 tahun..
4. Koentjaraningrat (1997)
Pengertian masa muda/kepemudaan/pemuda adalah suatu fase yang berada dalam
siklus kehidupan manusia, dimana fase tersebut bisa kearah perkembangan atau
perubahan.
BAB III
PEMBAHASAN
penyebaran ilmu pengetahuan. dan (6) pemiliknya mempunyai rasa percaya diri
dan peduli terhadap bahasanya (Rahardjo, 2011). Syarat 1-4 sudah tidak perlu
diragukan lagi, syarat kelima sedang diupayakan oleh pemerintah, dan syarat
keenam perlu melibatkan berbagai pihak, yakni (1) penanaman sikap dari para
orang tua, (2) peran masyarakat, dan (3) pembelajaran di kelas sejak pada
pendidikan dasar dan menengah.
Saat ini, 52 negara di dunia telah menjadikan bahasa Indonesia sebagai
salah satu program pembelajaran di sekolah. Negara-negara tersebut di antaranya:
Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Belanda, Australia, Jepang, Thailan, Vietnam,
dan lain- lainnya. Hal ini harus dimanfaatkan sebagai peluang terhadap
pengembangan fungsi bahasa Indonesia dalam Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan masyarakat sebagai
warga negara Indonesia khususnya para generasi muda perlu memikirkan langlah-
langkah nyata untuk menyikapi peluang tersebut.
Peran pemerintah dalam hal ini adalah mendorong dan mengupayakan
perkembangan bahasa Indonesia agar dapat digunakan sebagai bahasa
Internasional. Pengimplementasian Undang-Undang yang mengatur tentang
penggunaan bahasa Indonesia perlu mendapat perhataian. Terlebih Indonesia
memiliki peran penting di dunia Internasional, seperti keterlibatan di PBB, KTT
Asean, dan G-20. Sungguh miris mendengarnya jika di dalam pertemuan-
pertemuan Negara tingkat ASEAN, bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris,
padahal bahasa Indonesia telah digunakan di beberapa Negara ASEAN, terlebih
jika pertemuan tersebut dilaksanakan di Indonesia.
Menumbuhkan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia yang dibentuk oleh
sejarah pada generasi muda diharapkan akan mampu menumbuhkan sikap positif
terhadap bahasa Indonesia. Dengan memiliki rasa bangga terhadap ahasa
Indonesia, generasi muda dapat mengapresiasi sastra Indonesia yang akan
membentuk nilai moral dalam diri sehingga terbentuk karakter yang kuat sebagai
sebuah pribadi Indonesia yag hakiki.
20
teknologi multimedia, (3) memiliki etos kerja tinggi, (4) semangat dalam bekerja,
(5) sabar, (6) humoris, (7) bijaksana, (8) mampu memberikan contoh yang baik
dalam berbahasa, dan (9) ceria dalam menyampaikan pembelajaran, kreatif,
inovatif, dan humanis dll.
Pembelajaran pada hakikatnya bertujuan untuk:
1) meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses belajar,
2) mendorong prakarsa belajar siswa,
3) mempresentasikan strategi yang optimal,
4) membelajarkan siswa secara simultan dalam berpikir,
5) memudahkan proses internal pembelajar, dan
6) menjadikan belajar lebih efektif, efisien, menarik, dan humanis.
Proses pembelajaran memiliki banyak faktor untuk mencakapai
keberhasilan siswa dalam belajar. Pembelajaran seharusnya merefleksikan tentang
apa yang sudah dan harus ketahui siswa tentang materi dalam belajar. Belajar
merupakan proses interaktif dan sistem yang kompleks. Pemusatan belajar dapat
menjadi luas dan interdisipliner. Dengan berpedoman pada kurikulum, guru dapat
melaksanakan pembelajaran menaarik, menyenangkan, dan merangsang siswa
dengan memberi ruang tentang sikap, persepsi, dan kebiasaan mental dalam
memfasilitasi pembelajar.
4. SIKAP BERBAHASA
Sikap berbahasa merupakan respon yang diterima seseorang sebagai
penilaian terhadap bahasa tertentu (Fishman, 1986). Sikap bahasa adalah keadaan
mental atau perasaan, baik rasa suka maupun rasa tidak suka terhadap bahasa itu
sendiri atau orang lain (Kridalaksana, 1985:153). Kedua pendapat di atas
menyatakan bahwa sikap bahasa merupakan reaksi seseorang (pemakai bahasa)
terhadap bahasanya maupun bahasa orang lain. Seperti dikatakan Richard, et al.
dalam Longman Dictionary of Applied Linguistics (1985:155) bahwa sikap
bahasa adalah sikap pemakai bahasa terhadap keanekaragaman bahasanya sendiri
maupun bahasa orang lain. Rusyana (1988: 31 - 32) menyatakan bahwa sikap
berbahasa masyarakat sebagai pengguna bahasa baik yang dwibahasawan maupun
yang multibahasawan akan berwujud berupa perasaan bangga atau mengejek,
menolak atau sekaligus menerima suatu bahasa tertentu atau masyarakat pemakai
24
bahasa tertentu, baik terhadap bahasa yang dikuasai oleh setiap individu maupun
oleh anggota masyarakat. Hal itu ada hubungannya dengan status bahasa dalam
masyarakat, termasuk di dalamnya status politik dan ekonomi. Demikian juga
penggunaan bahasa diasosiasikan dengan kehidupan kelompok masyarakat
tertentu, sering bersifat stereotip karena bahasa bukan saja merupakan alat
komunikasi melainkan juga menjadi identitas sosial.
Seperti diketahui bahwa pada masyarakat kita muncul fenomena sikap
negatif (rasa tidak bangga) terhadap bahasa Indonesia, khususnya para generasi
muda. Fenomena itu sangat merugikan bagi perkembangan bangsa Indonesia.
Tentu sikap positif juga tumbuh pada sebagian kecil masyarakat Indonesia. Sikap
positif berbahasa itu ditandai oleh tiga ciri, yaitu 1) kesetiaan bahasa (language
loyality), 2) kebanggaan bahasa (language pride), dan 3) kesadaran adanya norma
bahasa (awareness of the norm).
Study tour, bukan hanya acara berkunjung ke sebuah daerah yang disana
kita menguggah foto kita dan menghambur-hamburkan uang untuk berbelanja
produk khas daerah tersebut. Lebih dari itu study tour dimaksudkan untuk
mengenal budaya dan ciri khas daerah tersebut.
25
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Nasionalisme adalah pandangan atau paham yang menciptakan serta
mempertahankan kedaulatan sebuah Negara dengan mewujudkan kepentingan
nasional dan nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan negaranya.
nasionalisme adalah paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan Negara.
Setiap warga Negara Indonesia haruslah memiliki kesamaan cita-cita dan tujuan.
Untuk mewujudkan dan menumbuhkan sikap nasionalisme ada beberapa
upaya diantaranya perlu adanya redifinisi terhadap pemahaman dan pelaksanaan
nilai-nilai nasionalisme dalam individu bangsa Indonesia, menempatkan semangat
nasionalisme pada posisi yang benar untuk memangun keunggulan kompetitif,
memakai dan mencintai produk hasil dalam negeri agar muncul penghargaan
tersendiri untuk tanah air, dan melestarikan dan memperkenalkan budaya daerah
di nasional maupun internasional. Dan ada juga cara membina sikap nasionalisme
terhadap mahasiswa melalui pendidikan kewarganegaraan yaitu pendidikan
kewarganegaraan sangat memiliki peran penting untuk menanamkan nilai-nilai
nasionalisme serta membina kepribadian pada generasi muda termasuk mahasiswa
bahkan setiap warga Negara Indonesia. Untuk mengembangkan dan mendorong
nilai-nilai serta kesadaran terhadap hak warga Negara dan implementasinya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat melalui pendidikan
kewarganegaraan.
Kontribusi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi dalam
menumbuhkan nasionalisme dengan nilai-nilai Pancasila sangat penting. Misi dan
tujuan pendidikan pendidikan kewarganegaraan di era globalisasi perlu
memperluas ranah hingga maksimal. Membangun kemampuan berfikir kritis
sistematis, kemampuan bekerjasama dengan orang, memiliki tanggung jawab dan
mampu menyelesaikan konflik tanpa kekerasaan yang dilandasi nilai-nilai
Pancasila sebagai ideology bangsa. Dalam membangun semangat nasionalisme
dapat didapatkan dalam pendidikan kewarganegaraan, tetapi tidak hanya dalam
pembelajaran tetapi dalam bermasyarakat juga terdapat nilai-nilai guna
membangun semangat nasionalisme pada mahasiswa.
27
B. SARAN
Menumbuhkan kebanggaan generasi muda terhadap bahasa Indonesia
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan guru
dalam melaksanakan membelajaran di kelas. Semua pihak harus memiliki rasa
peduli terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan internasional. Peran
guru dalam hal ini sangat besar, karena sekolah merupakan agen perbaikan semua
tingkah laku. Guru dituntut dapat menanamkan sikap bangga terhadap bahasa
Indonesia pada semua siswa melalui peran profesionalnya. Pembelajaran yang
dilaksanakan bukanlah sekadar memberikan pengetahuan kebahasaan kepada
siswa, akan tetapi juga memberikan keterampilan berbahasa yang baik, benar, dan
santun, serta menumbuhkan rasa bangga pada siswa sebagai sikap yang harus
dimilikinya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), hlm. 997
2
M. Napis Djuaeni, Kamus Kontemporer Istilah Politik-Ekonomi, (Jakarta:
Mizan Publika, 2005), Cet. I, hlm. 434
3
PT Bachtiar Baru van Hoeve, Ensiklopedia Islam, Jilid. 5, (Jakarta: PT Bachtiar
Baru van Hoeve, 2001), Cet. Kesembilan, hlm. 193
Kusumawardani, Anggraeni, and M. A. Faturochman. "Nasionalisme." Buletin
Psikologi 12.2 (2004).
Maftuh, Bunyamin. "Internalisasi nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme melalui
pendidikan kewarganegaraan." Jurnal Educationist 2.2 (2008): 134-
144.
Ritonga, Muhammad Khoirul, Mila Nirmala Sari Hasibuan, and Marlina Siregar.
"ANALISIS TERHADAP MAHASISWA PRODI PPKN STKIP
LABUHANBATU DALAM STUDI KASUS KUNJUNGAN
PERPUSTAKAAN DAN APLIKASINYA PADA PENERAPAN
KARAKTER SEMANGAT KEBANGSAAN TAHUN 2019."
29