Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
TAHUN 2019/2020
i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..................................................................5
D. Kerangka Teori.............................................................................................5
E. Metode Penelitian.........................................................................................7
F. Sistematika Penulisan...................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
ii
A. Latar Belakang Masalah
1
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Ham, Kompilasi Bidang Hukum
Tentang Leasing, Jakarta : 2011, hlm. 17.
1
wenang tanpa mematuhi peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku di
Indonesia, dalam hal ini yang paling sering dirugikan adalah debitur karena
barang bergerak yang berada ditangan kreditur diambil sementara uang debitur
untuk membayar uang muka dan cicilan kendaraan yang telah dibayarkan tidak
dapat diminta kembali dari kreditur. Situasi ini jelas memberikan
ketidaknyamanan dan rasa ketidakadilan bagi debitur, dan dari segi hukum
perbuatan penarikan secara paksa merupakan perbuatan melawan hukum yang
tidak boleh dibiarkan terus-menerus terjadi. Dalam hal ini penyelesaian sengketa
antara konsumen / debitur dan pelaku usaha/ lessor melalui pengawasan terhadap
setiap perjanjian atau dokumen yang mencantumkan klausula baku yang
merugikan konsumen.
Terjadinya hubungan antara perusahaan pembiayaan konsumen dan
konsumen terlebih dahulu dilakukan kontrak / perjanjian yaitu kontrak / perjanjian
pembiayaan konsumen. Atas dasar kontrak yang sudah ditanda tangani secara
yuridis para pihak terikat akan hak dan kewajiban selanjutnya adalah kontrak /
perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik dan tidak dibatalkan
secara sepihak.2
Kredit bermasalah (macet) dapat diartikan sebagai ketidak sanggupan
debitur untuk melunasi pinjamannya kepada kreditur berupa angsuran pokok dari
pinjaman beserta bunganya, serta biaya lain dimana mengalami kegagalan karena
deviasi (penyimpangan) sehingga tidak sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati yang akhirnya dapat membawa kerugian kepada pihak kreditur.
Kredit bermasalah timbul tidak dengan seketika melainkan secara bertahap
dimana terjadi penurunan berbagai aspek yang dimiliki debitur yang berakhir
dengan ketidak mampuan debitur membayar kreditnya.
Di Kota Pekanbaru khususnya terdapat kasus didominasi finance
kendaraan bermotor yakni eksekusi terhadap barang jaminan dilakukan karena
kredit yang diberikan bermasalah (macet). Pengaduan konsumen dari sektor
finansial / leasing didominasi pengaduan dalam hal penarikan barang pembiayaan
yang terlalu cepat. Penarikan barang pembiayaan yang terlalu cepat dirasa pihak
konsumen melanggar aturan yang diciptakan pihak pemberi pembiayaan sendiri.
2
Sunaryo, Hukum Lembaga Keuangan, Jakarta :2008, hlm. 100.
2
Penyelesaian sengketa antara pihak leasing dan konsumen adalah dengan cara
konsiliasi, mediasi dan arbitrase.
Dalam dunia pembiayaan, khususnya pembiayaan yang diberikan oleh
perusahaan leasing cenderung menerapkan perjanjian hutang piutang yang bersifat
adanya penggunaan jaminan kepada para nasabahnya, hal ini kerap dilakukan
mengingat agar terciptanya jaminan para nasabah untuk dapat melunasi
hutangnya, dan dalam melakukan perjanjian hutang piutang tersebut kebanyakan
para pelaku usaha dalam dunia leasing menggunakan perjanjian baku atau dapat
dikatakan perjanjian yang dibuat secara sepihak, mengingat kebanyakan dalam
kondisi yang lemah para nasabah sering kali tidak bisa berbuat apa-apa dan
cenderung disebut sebagai pihak yang tersisihkan haknya sebagai nasabah, karena
faktor kebutuhan maupun ekonomi yang sudah mendesak para nasabah pun
menyetujui draft - draft perjanjian atau klausula baku tersebut. Dalam
implementasinya, terkadang sering terjadi pelanggaran - pelanggaran yang
dilakukan oleh para pelaku usaha pembiayaan atau perusahaan leasing tersebut
yang dinilai kerap sangat merugikan para pengguna jasa atau nasabah perusahaan
pembiayaan atau leasing tersebut.
Hal ini merujuk kepada Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan
melawan hukum yang dideskripsikan sebagai “Perbuatan yang bersifat melawan
hukum yang dilakukan oleh seseorang, yang karena kesalahan atau kelalaiannya
itu telah menimbulkan kerugian materiil maupun non materiil bagi orang lain”.3
Selama ini kasus kredit macet yang terjadi di pembiayaan konsumen,
seperti kredit kendaraan bermotor, lebih dikarenakan keterlambatan pihak
konsumen membayar angsuran. Sebagai ilustrasi, konsumen mengambil kredit
sepeda motor selama 36 (tiga puluh enam) bulan. Konsumen ini mengalami
kegagalan atau tertundanya pembayaran lebih dari dua bulan yaitu pada bulan ke-
17 (tujuh belas) dan bulan ke-18 (delapan belas). Kebiasaan yang terjadi
kemudian adalah pihak perusahaan pembiayaan akan menarik/mengambil
kendaraan tersebut. Saat pihak konsumen mencoba melunasi tunggakan kredit
berikut bunganya justru kemudian ”diwajibkan” oleh perusahaan pembiayaan
untuk melunasi keseluruhan kreditnya hingga bulan ke-36 (tiga puluh enam).
3
Pasal 1365 KUHPerdata.
3
Tentu saja hal ini memberatkan pihak konsumen dan kecenderungannya kemudian
konsumen menjadi pihak yang tidak memiliki upaya untuk melawan. Hal ini
dikarenakan ada persetujuan konsumen untuk pengalihan hak dari pembayaran
kredit ke pembayaran tunggal atau pengalihan hak kepada perusahaan pembiayaan
jika ada hal- hal yang belum diatur. Sebenarnya inilah yang disebut ”kredit
macet”.
Sengketa konsumen dapat diselesaikan di dalam maupun diluar
pengadilan. Penyelesaian sengketa ini seperti terdapat dalam Pasal 23 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan pelaku usaha yang menolak dan/atau
tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi ganti rugi atas ketentuan
konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4)
dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke
badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Dalam hal ini, konsumen melakukan pengaduan kepada BPSK (Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen) Kota Pekanbaru terhadap perusahaan leasing
tersebut, dan BPSK Kota Pekanbarupun memenangkan konsumen, namun pihak
leasing keberatan atas putusan BPSK Kota Pekanbaru yang memenangkan
konsumen tersebut. Pihak leasing melakukan upaya kasasi di tingkat pengadilan,
dan hasilnya pengadilan memenangkan kasasi pihak leasing.
Berdasarkan gugatan tersebut, pihak leasing menyatakan bahwa konsumen
telah melakukan wanprestasi dalam perjanjian/kontrak tersebut. Sebelumnya,
pihak konsumen telah melakukan gugatan kepada BPSK Kota Pekanbaru dan
BPSK pun memenangkan gugatan konsumen tersebut. Dalam hal ini, pihak
leasing tidak terima atas putusan tersebut dan melakukan kasasi.
Perjanjian antara pelaku usaha dan konsumen mengenai forum
penyelesaian sengketa maka sudah seharusnya para pihak tunduk pada klausula
tersebut. Hal ini mengacu pada Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian yang
dibuat secara sah mengikat para pihaknya sebagai undang-undang. Oleh karena
itu, seharusnya penyelesaian sengketa dilakukan berdasar kesepakatan awal.
Kredit bermasalah merupakan suatu hal yang memerlukan perhatian serius
dan perlu segera ditanggulangi karena disamping menyangkut tentang
kelangsungan hidup permodalan dari kreditur selaku pemberi kredit juga bagi
4
kelangsungan hidup dari usaha – usaha lain yang sangat tergantung dari fasilitas
kredit tersebut. Sehingga penulis tertarik untuk melakuakan penelitan tentang :
Analisis Penyelesain Kredit Bermasalah Pada Perusahaan Leasing Berdasarkan
Hukum Perdata (Study Kasus Putusan Nomor 293K/Pdt-Sus.BPSK/2016)
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian kredit bermesalah
berdasarkan Undang – Undang
b. Untuk mengetahui apakah hasil Putusan Nomor 293K/Pdt-
Sus.BPSK/2016 sudah sesuai berdasarkan KUHPerdata
2. Kegunaan Penelitian
a) Dibidang akademis
Dibidang akademis diharapkan penelitian ini dapat
memberikan masukan atau kontribusi secara teoritis bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, Khususnya ilmu hukum
perdata.
b) Dibidang praktis
Dibidang praktis diharapakan penelitian ini dapat memberi
masukan penegak hukum dan praktis hukum serta sebagai
sumber inspirasi penelitian berikutnya yang relevan atau
berkaitan dengan penelitian ini.
5
D. Kerangka Teori
6
1. Perikatan/ Kontrak adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
2. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
7
Adapun jenis penelitian yang dipergunakan adalah jenis penelitian
secara yuridis empiris. menggunakan ketentuan – ketentuan normative,
teori hukum yakni menganalisa atau mengkaji peraturan – peraturan
perundang – undangan yang berlaku dan pendapat – pendapat dari para
sarjana sebagai dasar teori pemecahan masalah, yang kemudian di
hubungkan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat melalui
pendekatan masalah secara empiric yakni pendekatan masalah yang di
dasarkan pada hasil penelitian lapangan yang terkait dengan penerapan
peraturan perundangan – undangan dan pendapat – pendapat para sarjana
tersebut dalam praktik.
2. Lokasi penelitian
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian, dan populasi yang
diambil adalah terhadap kasus yang diselesaikan melalui lembaga
penyelesaian sengketa konsumen yaitu Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen.
b. Sampel
Sampel yang diambil adalah Putusan Nomor 293K/Pdt-
Sus.BPSK/2016 yang dikeluarkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Pekabaru.
4. Sumber data
Sebagai sumber data dalam penellitian ini adalah :
a. Data Primer, adalah data utama yang diperoleh oleh peneliti
melalui populasi atau sampel. Data ini dapat saja berasal dari
masyarakat, pegawai instansi pemerintah, pegawai swasta dan dari
8
sumber lainnya serta data tersebut harus berhubungan lansung
dengan pokok masalah yang akan dibahas.
b. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari buku – buku
F. Sistematika Penulisan
9
d. Kerangka Teori
e. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
2. Lokasi Penelitian
3. Populasi dan sampel
a. Populasi
b. Sampel
4. Sumber data
5. Teknik pengumpulan data
6. Analisis data
f. Sistematika Penulisan
g. Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
10