Dosen Pengampu :
Dr. Yudhi Priyo Amboro, SH, M.Hum
Disusun Oleh
Desy Crisyanti
2152059
Abstrak
Pada masa resesi yang sedang dialami oleh dunia banyak sekali bermunculan masalah-
masalah perekonomian. Salah satunya ialah pembayaran utang yang tidak terlaksanakan. Pada
umumnya upaya hukum atas utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayarkan terdapat dua
jenis yaitu kepailitan dan PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kedua upaya
ini diajukan melalui pengadilan niaga untuk kasus debitur memiliki utang jatuh tempo lebih
dari satu pihak. Kepailitan dan PKPU masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda
dimana kepailitan berarti sita umum terhadap seluruh aset debitur untuk pembayaran utang
dan PKPU adalah penundaan kewajiban pembayaran utang debitur hingga waktu yang
ditentukan. Kedua upaya hukum tersebut dapat diajukan sesuai dengan keadaan keuangan
suatu perusahaan pada masa resesi yang dapat dinilai melalui insolvency test.
A. Pendahuluan
Indonesia saat ini sedang mengalami masa yang sangat sulit terutama terhadap aspek
perekonomian saat ini. Bukan hanya Indonesia, melainkan seluruh dunia sedang mengalami
masa resesi dimana angka inflasi naik di setiap negara. Hal ini dimulai karena adanya
pandemi virus COVID-19 yang pada tahun 2019 lalu. Akibat dari pandemi virus COVID-19
banyak negara yang berlomba-lomba mencetak uang untuk meningkatkan kemampuan beli
Selain dari pandemi virus COVID-19, adanya perang yang sedang berlangsung antara Russia
dan Ukraina juga mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi dunia. Seperti yang kita ketahui
bahwa Russia merupakan salah satu negara yang mengekspor berbagai bahan baku primer
masyarakat yaitu diantaranya ada minyak mentah yang menjadi sumber bahan bakar dunia.
Rusia adalah salah satu produsen minyak utama dunia dengan rata-rata 10,8 juta barel per hari
Salah satu aspek yang berdampak sangat jelas akibat dari resesi ini adalah jelas pada
aspek perekonomian. Tidak hanya Indonesia yang mengalami pengaruh buruk yaitu
merosotnya ekonomi, namun perekonomian dunia pun sedang tidak baik akibat dari resesi ini.
Hal ini mengakibatkan terganggunya perekonomian dunia secara tidak langsung. Dikarenakan
pada masa ini hampir seluruh negara di dunia saling melakukan ekspor dan impor antar satu
sama lain dan merupakan salah satu bentuk dari perekonomian. Perusahaan-perusahaan yang
sebagian besar kegiatan usahanya dalam bidang ekspor pun tentu mengalami penurunan
penjualan yang sangat signifikan. Tidak sedikit perusahaan-perusahaan yang dinyatakan pailit
ataupun bangkrut akibat penurunan order akibat dari resesi ini. Pada umumnya, perusahaan
payment by invoice yang biasanya memiliki jangka waktu 3 bulan atau 90 hari semenjak
invoice ditagihkan. Invoice merupakan salah satu bentuk dari utang. Tidak jarang juga ad
perusahaan yang melakukan sejumlah pinjaman kepada kreditur sebagai tambahan modal
Utang itu sendiri merupakan hal yang sangat umum yang beredar di masyarakat.
“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik
dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang
akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-
undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa utang merupakan kewajiban
dari seorang debitur atas sejumlah uang yang dipinjam dari kreditur untuk membayar kembali
sejumlah uang tersebut. Pada masa resesi seperti ini sudah tidak heran bahwa banyak sekali
individu maupun badan usaha yang memiliki utang terhadap individu lain ataupun badan
usaha lainnya. Utang merupakan hal umum yang banyak dilakukan oleh masyarakat.
Perusahaan-perusahaan skala besar hingga kecil pun sudah umum melakukan perjanjian
hutang piutang dalam berbagai jenis bentuk. Salah satunya yang dapat kita lihat yaitu dalam
bentuk tagihan atau invoice. Utang ini berguna untuk menutupi sebagian besar biaya
operasional perusahaan yang dianggap terlalu besar apabila semuanya dibayarkan secara
kontan atau cash. Selain daripada itu, utang juga berguna untuk membangun perusahaan itu
sendiri, karena utang merupakan kewajiban pembayaran maka dari itu perusahaan tidak perlu
mengeluarkan sejumlah uang secara besar atas suatu hal dan dapat mengalihkan dana tersebut
Namun yang menjadi masalah adalah kemampuan pembayaran utang jelas berdampak
akibat dari resesi ini dikarenakan kemunduran ekonomi yang terjadi yaitu berupa kerugian
yang dialami oleh perusahaan-perusahaan akibat penurunan order atau penjualan. Banyak
sekali perusahaan yang sudah tidak mampu melakukan pembayaran atas utang ataupun
memiliki utang yang macet. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh penurunan order atau
penjualan secara tiba-tiba akibat dari resesi ini. Atas penurunan order atau penjualan tersebut
dikarenakan cash flow yang macet. Dalam hal ini tentunya kreditur sangat dirugikan apabila
utang tersebut tidak dibayarkan oleh debitur. Namun hal ini tidak berarti perusahaan tidak
mampu membayar utangnya melainkan efek dari likuidasi atau cash flow perusahaan yang
tidak baik dikarenakan aset dari perusahaan itu sendiri bisa jadi dalam bentuk benda-benda
yang sulit di likuidasi seperti gedung yang dipakai untuk melakukan kegiatan usaha, mesin
atau peralatan untuk melakukan kegiatan usaha, kendaraan, dan lain sebagainya. Maka dari itu
dalam artikel ini penulis akan membahas tentang bagaimana solusi terbaik atas utang-utang
jatuh tempo yang tidak dibayarkan oleh debitur terhadap seluruh pihak terkait baik debitur
maupun kreditur.
B. Diskusi/Analisis
Pada dasarnya atas utang dari debitur yang tidak dibayarkan terdapat dua upaya
hukum yaitu kepailitan dan juga PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Kepalitian adalah keadaan dimana debitur memiliki dua kreditur atau lebih dan sudah
memiliki hutang yang jatuh tempo dan dapat ditagih dapat dinyatakan pailit oleh putusan
pengadilan baik atas permohonan debitur itu sendiri ataupun dari salah satu atau lebih
krediturnya. Menurut Pasal 1 ankga (1) UU No. 37 Tahun 2004 yang berbunyi “Kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini”. Syarat agar debitur ataupun kreditur dapat mengajukan gugatan pailit
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya”.
Apabila suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam putusan pengadilan maka akan
ditentukan kurator yang akan melakukan sita umum terhadap seluruh harta debitur yang
salah satu upaya hukum yang dinilai tidak rasional di mata negara lain. Hal ini dikarenakan
begitu mudahnya syarat untuk melakukan pengajuan gugatan kepailitan dalam pengadilan. Di
negara Anglo Saxon seperti contohnya Amerika dan Singapura, untuk mengajukan gugatan
menguntungkan bagi sisi perusahaan karena seluruh hartanya akan disita oleh kurator.
Menurut Pasal 1 angka (5) UU No. 37 Tahun 2004 pengertian dari kurator yang berbunyi,
“Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan memberes-kan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan
adalah suatu upaya hukum yang dapat diajukan oleh debitur baik kreditur atas utang yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Karakteristik dari PKPU atau Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang itu sendiri berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 222 yang berbunyi:
(1) “Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai
(2) Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada
Kreditor.
(3) Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar
utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor
rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang
kepada Kreditornya”.
Dapat disimpulkan bahwa PKPU dapat diajukan oleh debitur yang mempunyai lebih
dari 1 kreditur dan juga kreditur itu sendiri yang dalam hal ini dengan syarat bahwa debitur
sudah tidak dapat melaksanakan kewajiban pembayaran atas utangnya terhadap kreditur
dengan tujuan mencapai perdamaian yang dapat berupa tawaran pembayaran seluruh ataupun
melakukan kegiatan operasionalnya sebagian besar banyak memiliki utang. Alasan utama
perusahaan untuk berhutang atau memiliki utang terhadap kreditur adalah untuk menjaga
cash flow perusahaan dikarenakan tagihan yang dapat dibayar nanti pada saat pemasukan
sudah diterima. Namun selain dari PKPU juga ada upaya hukum lainnya bagi kreditur
ataupun debitur atas utang yang sudah jatuh tempo dan tidak dilunasi yaitu kepailitan.
Pengertian dari kepailitan itu sendiri berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 yang berbunyi:
“Pasal 1 Angka (1) : Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
ini”.
dinyatakan pailit maka sita umum atas semua kekayaan debitur dalam hal ini perusahaan
dilakukan. Hal ini tentu sangat mempengaruhi kegiatan usaha dari debitur itu sendiri dan juga
perlu diingat bahwa adanya aturan tambahan bagi PT atau Perseroan Terbatas mengenai
kepailitan yaitu untuk kasus PT yang pailit maka PT tersebut harus dibubarkan menurut UU
b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya
kepailitan;
e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan
Dalam poin e dijelaskan bahwa harta pailit dari perseroan dinyatakan pailit dan
insolvensi maka pembubaran perseroan dapat terjadi. Hal ini berarti apabila perusahaan dalam
pemberesan oleh kurator maka otomatis PT tersebut akan dibubarkan. Dalam hal lain poin d
apabila putusan pailit dari pengadilan dicabut akibat dari harta pailit yang tidak cukup untuk
membayar biaya perkara pailit walau dalam konsepnya pailit atas PT tersebut telah dicabut
namun pembubaran akan tetap terjadi berdasarkan penjelasan poin tersebut. Maka dari itu
jelas pailit bukanlah solusi bagi perusahaan atas utang yang telah jatuh tempo yang tidak
dapat dibayar. Dalam hal ini maka menurut penulis bahwa PKPU menjadi solusi terbaik atas
utang yang telah jatuh tempo yang tidak dapat dibayarkan oleh perusahaan. Apabila dilihat
dari karakteristik PKPU itu sendiri, PKPU berarti penundaan kewajiban pembayaran utang
atas utang yang telah jatuh tempo yang tidak dilunasi oleh debitur. Hal ini berarti tidak
Terdapat beberapa kondisi agar PKPU dapat dilaksanakan dengan baik selain dari
persetujuan oleh kuorum kreditur yang telah diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004, salah satu
diantaranya adalah perusahaan sehat. Perusahaan sehat yang dimaksud disini adalah
perusahaan yang memiliki aset melebihi dari utangnya. Aset tidak selalu harus dalam bentuk
cash ataupun tunai. Banyak sekali jenis aset yang tidak dapat dilikuidasi sesuka hati karena
akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Maka dari itu diajukannya PKPU agar cash flow
perusahaan tetap bergerak karena kegiatan usaha dari perusahaan tidak terganggu sehingga
memungkinkan bagi perusahaan untuk melunasi utangnya. Hal ini dilakukan karena masih
terdapat income perusahaan yang bergerak. Keuntungan lainnya yang dapat diperoleh oleh
kreditur yakni pembayaran atas utang berdasarkan kesepakatan antara kreditur dan debitur
apabila dibandingkan dengan kepailitan dimana kreditur hanya akan mendapatkan bagian
utangnya berdasarkan aset yang telah dilikuidasi oleh kurator untuk pembayaran utang.
Seringkali ditemukan kasus bahwa aset yang dilikuidasi atau harta pailit tidak cukup untuk
membayar utang kreditur sepenuhnya. Belum lagi pembagian atas kreditur konkuren dan
separatis yang memiliki bagian yang berbeda-beda. Hal ini memungkinkan utang tidak
dibayar sepenuhnya atau hanya sebagian yang dalam hal lain dapat menimbulkan kerugian
bagi kreditur.
Salah satu karakteristik lainnya dari PKPU yaitu PKPU dapat diajukan oleh debitur
maupun kreditur itu sendiri, namun dalam topik yang dibahas dalam artikel ini adalah sudut
pandang yang menjadi solusi bagi perusahaan dalam melunasi utangnya pada masa COVID-
19 ini. Maka sangat dianjurkan untuk perusahaan itu sendiri sebagai debitur untuk
mengajukan PKPU dengan syarat yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 yang berbunyi:
“Pasal 104 Ayat (1) : Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas
Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan
Hal ini berarti perusahaan sebagai debitur dapat mengajukan PKPU namun harus
adanya persetujuan RUPS bukan semata-mata dari direksi perusahaan itu sendiri. PKPU
dalam hal ini menguntungkan bagi debitur maupun kreditur karena merupakan solusi tengah
bagi kedua pihak. Maka dari itu sangat disarankan untuk debitur yang dinilai masih mampu
membayar namun memiliki utang yang jatuh tempo dilakukan upaya hukum PKPU daripada
pailit. Hal ini dapat diartikan bahwa pengajuan atas PKPU sebenarnya hanyalah sebuah upaya
hukum untuk menjamin terbayarkannya utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
namun belum dilunasi oleh debitur. Dalam pernyataan tersebut yang merupakan jaminan
utang adalah segala aset dari debitur yang ‘sudah ada maupun yang akan ada’ berarti untuk
kedepannya apabila debitur kini tak mampu melaksanakan kewajibannya untuk membayar
utang maka aset dari debitur yang akan ada pada masa kedepan akan dijadikan jaminan atas
utang tersebut. Pembuktian atas PKPU juga menggunakan prinsip pembuktian sederhana
dimana terbukti adanya unsur utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih namun belum dilunasi
oleh debitur. Maka dari itu sangat berbeda dengan perkara-perkara pidana ataupun perdata
pada umumnya yang menganut prinsip nebis in idem. Pada dasarnya PKPU dan Kepailitan
tidak mengenal adanya prinsip nebis in idem. Prinsip nebis in idem berarti perkara yang sama
tidak dapat diadili kedua kalinya atau dapat diartikan lain dimana suatu perkara yang sudah
pernah diadili di pengadilan tidak dapat diajukan kembali lagi pengecualian untuk pengajuan
upaya hukum seperti kasasi dan lain sebagainya. Hal ini berarti untuk kasus PKPU dan juga
Kepailitan dapat diajukan kembali seperti yang sering ditemukandalam pengadilan niaga
bahwa pengajuan atas PKPU dan Kepailitan dapat dilakukan berulang kali.
PKPU juga dapat diajukan kembali apabila debitur masih tidak melaksanakan
kewajibannya. Namun pastinya terdapat beberapa keadaan yang tidak memungkinkan suatu
PKPU untuk diajukan kembali. PKPU yang dapat diajukan kembali berarti PKPU yang sudah
berakhir. Alasan-alasan berakhirnya PKPU diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 antara lain:
1. Apabila tercapai perdamaian menurut ketentuan Pasal 281 UU No. 37 Tahun 2004
3. Adanya upaya hukum yang mencabut ataupun mengakhiri suatu putusan PKPU.
Namun sebaliknya juga terdapat ketentuan atas rencana perdamaian yang wajib
ditolak oleh pengadilan niaga yang diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 yang berbunyi:
“Pasal 285 Ayat (2): Pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila:
a. harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan benda, jauh
c. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih
Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan
apakah Debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini; dan/atau
d. imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak
Suatu putusan PKPU tidak dapat diajukan kembali apabila tercapainya upaya
perdamaian berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tujuan utama dari PKPU adalah mencapai
“(2) Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar
utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan
kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang
(3) Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar
utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor
kepada Kreditornya”.
Maka dari itu atas putusan PKPU yang berakhir akibat dari tercapainya perdamaian
maka PKPU tersebut tidak dapat diajukan kembali. Namun terdapat pengecualian terhadap
kreditur yang tidak mengajukan tagihan berdasarkan bunyi dari Pasal 286 UU No. 37 Tahun
“Perdamaian yang telah disahkan mengikat semua kreditur, kecuali kreditur yang tidak
menyetujui rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281 ayat (2)”.
Hal ini berarti khusus bagi kreditur yang tidak mengajukan tagihan pada saat PKPU
diajukan dan rencana perdamaian dilakukan. Namun sebenarnya yang membuat PKPU
diajukan kembali pada masa pandemi resesi dikarenakan faktor krisis ekonomi yang dialami
oleh Indonesia saat ini. PKPU merupakan suatu upaya atas penundaan kewajiban pembayaran
utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. PKPU biasanya dapat berupa upaya hukum
yang dilakukan sebelum pailit ataupun sesudah dibatalkannya putusan pailit. Kepailitan itu
“Pasal 1 Angka (1): Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
ini”.
Untuk PKPU sebelum pailit diajukan dikarenakan dinilai debitur masih mampu untuk
Biasanya PKPU diajukan sebelum pailit untuk menghindari debitur dinyatakan pailit
dikarenakan seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 bahwa
apabila debitur dinyatakan pailit maka seluruh kekayaan debitur pailit dapat disita oleh
kurator dimana hal ini merupakan akhir dari penyelesaian atas utang debitur. Selama aset dari
debitur disita maka otomatis debitur dalam keadaam diam dan tidak dapat melakukan apapun
sedangkan perbedaannya dalam PKPU debitur masih memiliki hak dan wewenang atas
kekayaannya sendiri tanpa disita oleh pengadilan maupun kurator dan dapat menjalankan
kegiatan usahanya namun hanya dalam aspek utang yang sudah jatuh tempo ditunda dalam
amar putusan pengadilan. Untuk PKPU yang diajukan setelah dibatalkannya pailit biasanya
diajukan oleh kreditur dengan tujuan untuk menjamin utang atau kewajiban dari debitur untuk
membayar kreditur dapat dilaksanakan. Dikarenakan debitur yang dinyatakan pailit dibatalkan
maka seluruh aset debitur kembali ke tangan debitur seperti semula dan dalam hal ini
termasuk utang yang belum dilunasi oleh debitur. Hal ini tentunya dapat menjadi ancaman
bagi kreditur maka dari itu kebanyakan kreditur mengajukan kembali PKPU atas putusan
pailit yang dibatalkan ataupun dicabut untuk menjamin utang kreditur terbayar oleh debitur.
Kedua upaya hukum baik kepailitan maupun PKPU memiliki pro dan kontranya
sendiri terhadap masing-masing pihak terkait. Namun apabila dinilai dari sisi pihak
perusahaan, maka kepailitan jelas bukanlah pilihan yang tepat untuk upaya hukum
ketidakmampuan pembayaran utang akibat dari resesi ini. Apabila dari sisi perusahaan yang
memiliki aset lebih besar daripada utangnya namun pembayaran utang terhambat oleh karena
cash flow perusahaan yang sedang macet, maka solusi tepatnya adalah pengajuan PKPU oleh
perusahaan sendiri sebelum diajukan upaya hukum lainnya oleh kreditur. Dengan adanya
pengajuan PKPU juga memungkinkan perusahaan untuk menata kembali cash flow
perusahaan agar dapat membayar utangnya kepada kreditur. Karena resesi ini merupakan
peristiwa global yang dialami bukan hanya oleh 1 negara melainkan seluruh dunia, maka dari
itu pengaruh dari resesi ini juga pastinya mempengaruhi seluruh perusahaan tidak terkecuali.
memperoleh project baru atau upaya lainnya yang dapat meningkatkan penjualan perusahaan.
Sebaliknya apabila aset dari perusahaan memang sudah sangat minus dan jauh dari
utang yang dimiliki. Dalam kata lain apabila dilakukan insolvency test pun kemampuan
pembayaran utang oleh perusahaan jauh daripada aset yang dimiliki maka sebenarnya upaya
hukum yang paling tepat adalah pengajuan kepailitan. Namun dengan diajukannya kepailitan
biasanya realitanya bagi kreditur adalah tidak semua utang dapat dibayarkan secara penuh.
Karena pembagian aset hasil sita umum oleh karena keputusan pailit biasanya dibagikan
secara proporsional menurut jenis kreditur. Dimana kreditur sendiri dibagi atas kreditur
konkuren, kreditur preferen dan kreditur separatis. Kreditur konkuren itu sendiri merupakan
kreditur yang tidak memegang jaminan hak kebendaan dalam perjanjian utang piutang antara
kreditur dan debitur. Biasanya kreditur konkuren dalam perusahaan adalah supplier yang
hanya bermodalkan invoice sebagai alat penagih utangnya tanpa ada jaminan kebendaan
apapun. Kreditus preferen adalah kreditur yang oleh karena sifatnya didahulukan oleh
seperti gaji karyawan, pembayaran pajak, utang listrik dan air, dan lain sebagainya yang
diatur dalam undang-undang. Kreditur separatis adalah kreditur yang memegang jaminan hak
kebendaan dalam perjanjian utang piutang dengan perusahaan. Biasanya kreditur separatis
adalah bank yang memberikan sejumlah pinjaman kepada perusahaan dalam bentuk
perjanjian tertulis.
Dalam pembagian hasil likuidasi dari sita umum aset perusahaan yang telah
dinyatakan pailit seringkali posisi kreditur konkuren sangat dirugikan karena sebagian besar
tidak mendapatkan pembayar penuh ataupun tidak menerima pembayaran utang sama sekali
akibat adanya kreditur separatis dan juga kreditur preferen. Bagi kreditur separatis maka dapat
langsung mengeksekusi haknya atas jaminan kebendaan setelah diputusnya keputusan pailit
oleh pengadilan dengan masa tunggu yang telah diatur dalam undang-undang. Maka dari itu
upaya hukum kepailitan sebenarnya adalah pilihan terakhir bagi perusahaan yang secara
insolvency test masih memiliki kemampuan untuk membayar utangnya dalam hal ini.
C. Kesimpulan
Pada masa resesi ini memang banyak sekali perusahaan-perusahaan yang mengalami
kerugian dan kesulitan atas kewajiban pembayaran utangnya. Terutama dikarenakan order
atau penjualan yang seketika menurun drastis akibat dari resesi perekonomian dunia ini.
Kemampuan pembayaran utang oleh debitur atau perusahaan jelas terganggu akibat dari
peristiwa resesi ini. Terdapat dua upaya hukum pada umumnya untuk penyelesaian atas utang
jatuh tempo yang tidak dibayarkan oleh debitur yaitu Kepailitan dan PKPU atau Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Dua-duanya merupakan upaya hukum yang dapat ditempuh
oleh debitur atas permohonan dari kreditur ataupun debitur itu dan berlaku setelah
Dalam hal untuk perusahaan yang mengalami cash flow macet akibat dari resesi dan
mengalami kesulitan dalam membayar tagihan yang sudah jatuh tempo maka dari itu upaya
yang dianjurkan oleh penulis dalam artikel ini adalah upaya hukum PKPU namun harus sesuai
dengan karakteristik yang sudah dijelaskan diatas. PKPU tidak selamanya bermakna
kemunduran bagi perusahaan, namun bisa jadi solusi bagi perusahaan yang memang sedang
kesulitan untuk melunasi utang yang sudah jatuh tempo. Sebaliknya apabila memang aset
perusahaan jauh lebih kecil daripada utangnya otomatis secara perhitungan insolvency test
pun perusahaan sudah tidak memiliki kemampuan untuk membayar utangnya dan lebih baik
apabila diajukan upaya hukum kepailitan agar harta debitur dapat dieksekusi dan dilikuidasi
untuk pembayaran kepada kreditur. Kedua upaya hukum ini memiliki pro dan kontra nya
masing-masing dan dapat dilakukan dalam kasus utang yang tidak dibayar oleh perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan
Pembayaran Utang.
Karya Ilmiah
Butarbutar, Elisabeth Nurhaini. (2018). Asas Ne Bis In Idem Dalam Gugatan Perbuatan
Karundeng, Maya S. (2015). Akibat Hukum Terhadap Penjatuhan Pailit Pada Perseroan
Sri Wijiastuti, Lembaga PKPU Sebagai Sarana Restrukturisasi Utang Bagi Debitor Terhadap
Zainal, Asikin. (2000). Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Internet
Qurani, Hamalatul. (2021). Konsep Nebis In Idem dan PKPU Berkali-Kali diakses dari
https://jurnal.hukumonline.com/berita/baca/lt602a6af7bcf3b/konsep-nebis-in-idem-
Sandi, Ferry. (2020). “Ramai Kasus Pailit Perusahaan Saat Pandemi, Ada Apa?” diakses dari
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200710092832-4-171639/ramai-kasus-pailit-