PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Landasan ekonomi Indonesia tercantum dalam Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945 yang
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
merupakan dasar dari setiap kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah Indonesia.
Kebutuhan langkah perbaikan dalam bidang ekonomi secara segera ini semakin memperjelas
akan perlunya suatu lembaga keuangan, yaitu badan usaha yang aset utamanya dalam bentuk
yang diterbitkannya.1 Adapun aktivitas dari lembaga keuangan yaitu menempatkan dana yang
dihimpun dari masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan bagi bank atau menanamkannya
Salah satu lembaga keuangan yang dapat melakukan transmutasi dana masyarakat tersebut
adalah perusahaan asuransi. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi
penting peranannya, karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semakin meningkatkan
pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Kegiatan usaha asuransi menarik
dana dari masyarakat berupa premi yang dikerahkan dari masyarakat untuk dipergunakan dalam
usaha perasuransian sudah jelas akan dapat membantu pembangunan ekonomi di negara kita
1
Syarif Arbi. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank. cet. 1. Jakarta, Djambatan, 2003, hlm.4.
2
Ibid.
yang kemudian dapat dinikmati hasilnya oleh anggota masyarakat. Asuransi mempunyai dua
fungsi yang utama dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan, yaitu merupakan lembaga
Peran lain dari asuransi di samping menghimpun dana pembangunan di Indonesia, yaitu
dari kerugian ekonomi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Terhadap keadaan yang
terjadi, asuransi kerugian memiliki peranan amat penting, di mana asuransi kerugian merupakan
usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan
manfaat dan tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak
dapat diprediksi. Pada hakekatnya setiap perusahaan, termasuk perusahaan asuransi mempunyai
berbagai kendala, baik intern maupun ekstern yang harus dihadapinya sesuai dengan sifat dan
jenis usahanya, agar perusahaan yang bersangkutan dapat berjalan dengan lancar serta dapat
mencapai sasaran perusahaan secara maksimal.Bertolak dari jenis produk perusahaan berupa
jasa, perusahaan asuransi memiliki suatu kendala yang relatif sedikit berbeda. Kendala umum
perasuransian sebagaimana dimiliki oleh perusahaan jasa pada umumnya, di samping kendala
lainnya yang sifatnya khas dan hanya dimiliki oleh perusahaan asuransi.
Kendala-kendala umum yang selalu ada pada setiap jenis usaha, pada dasarnya karena
terdapat keterbatasan pada faktor modal, manajemen, dan tenaga kerja. Perusahaan asuransi pada
umumnya masih mempunyai beberapa kendala lain yang sifatnya sangat khas, yaitu masalah
teknis asuransi dan faktor tak terduga yang sangat mempengaruhi usaha. Kendala umum dan
kendala khusus tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kendala yang bersifat intern dan
ekstern perusahaan.
3
Sri Rejeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, cet. 3, Jakarta, Sinar Grafika, 1997,
hlm.11.
Kendala-kendala yang sangat dominan pada perusahaan asuransi, ialah:4
b. kemampuan manajemen.
terduga.
dalam hukum perjanjian dapat dianggap sebagai utang dalam hukum kepailitan. Hal ini terjadi
karena selain persoalan pengertian utang yang begitu luas juga disertai dengan begitu longgarnya
persyaratan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit yang tidak menegaskan keadaan
utang mana saja yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan permohonan pernyataan pailit.
Secara khusus ketentuan Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Kepailitan menyatakan utang
adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik secara
langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinen, yang timbul karena
perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi
memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.
4
Ibid.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan mengartikan utang secara luas,
sehingga utang bukan hanya yang timbul dari perjanjian pinjam-meminjam uang saja.5
Seorang debitor hanya dapat dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh Pengadilan
Niaga. Namun sebelum permohonan pailit debitor dan kreditor dapat mengajukan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat PKPU) kepada Pengadilan Niaga. PKPU
merupakan alternatif penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan dan merupakan hal yang
pernyataan pailit dapat diajukan terhadap debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan
tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan
Pengajuan permohonan pailit sudah terjadi di Indonesia sejak berdirinya Pengadilan Niaga.
Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, bahwa ada syarat-syarat untuk mengajukan pengajuan pailit terhadap
debitor-debitor tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), sebagai
berikut:
1. Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Bank Indonesia.
2. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
3. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun,
atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
5
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2010, hlm. 72-73.
6
Man S. Sastrawidjaja, 2010, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
Bandung, 2010, hlm. 88.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Perseroan Terbatas merupakan bagian tertentu yang
bergerak di bidang publik, yang mana pengajuan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Menteri Keuangan. Bila Menteri Keuangan sudah mengajukan pernyataan pailit, Pengadilan
Niaga harus mengabulkan permohonan pailit yang sebelumnya sudah memenuhi tiga unsur
pernyataan pailit, yang persyaratannya menurut pasal 2 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) Undang-
1. Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan “Kreditor” di sini
mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen;
2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Artinya adalah kewajiban untuk
membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena
percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi
atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter,
atau majelis arbitrase.
Sejak hadirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) yang fungsinya menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, dengan demikian kewenangan
reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh Menteri Keuangan
Konsekueni hukum dari pailit adalah hal yang paling ditakuti oleh perusahaan asuransi,
dikarenakan status pailit, secara hukum memberikan status sitaan umum terhadap seluruh harta
perusahaan asuransi tersebut. Pengurus perusahaan asuransi yang telahpailit tidak lagi
mempunyai kewenangan terhadap harta perusahaan, yang telah berada dalam sitaan umum,
7
Pasal 50 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. hal.10.
karena pada saat status pailit dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga, kurator akan diangkat untuk
melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap seluruh harta dari perusahaan asuransi yang
pailit tersebut.
Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga tersebut sangat memperlihatkan bahwa status pailit
yang dijatuhkan kepada perusahaan asuransi tersebut memberikan dampak yang sangat
merugikan terhadap banyak pihak.Fakta ini, tentu saja akan memberikan dampak yang sangat
buruk terhadap citra bisnis asuransi di Indonesia, salah satunya adalah menurunnya kepercayaan
investor asing terhadap kewibawaan hukum Indonesia. Selain itu, menurunnya kepercayaan
Kepercayaan konsumen pada lembaga keuangan yang bergerak di bidang penjaminan ini.
Pihak yang paling dirugikan atas kepailitan terhadap perusahaan asuransi ini adalah para
pemegang polis dari perusahaan asuransi tersebut. Oleh karena itu, harus ada perlindungan
hukum bagi para pemegang polis. Para pemegang polis merupakan posisi yang sangat sentral
dalam usaha perasuransian. Dengan adanya perlindungan hukum, diharapkan para pemegang
polis akan tertarik untuk mengasuransikan risiko kepada perusahaan asuransi dan tentunya akan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Kepailitan dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan yang akan dibahas yaitu, Bagaimana
perlindungan hukum kepada para pemegang polis atas pailitnya perusahaan asuransi?
C. Tujuan Penelitian
Mendasar pada permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum kepada para pemegang polis atas
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mencakup manfaat teoritis, manfaat praktis dan
1. Manfaat Teoritis
terlebih khususnya adalah dalam Kepailitan dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang
Polis Asuransi.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas peraturan-
peraturan di dalam Kepailitan dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi.
Hasil penelitian ini berguna untuk menyelesaikan Program Studi Sarjana I (S-I) Ilmu
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Asuransi
asuransi dan pertanggungan mempunyai persamaan pengertian, istilah pertanggungan ini umum
dipakai dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia, sedangkan
istilah asuransi banyak dipakai dalam praktik dunia usaha, yang menjadi dasar bagi penerimaan
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
Mengenai pengertian asuransi dapat di kemukakan secara sempit dan secara luas.
Pengertian asuransi secara sempit sebagai mana terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUH Dagang) disebutkan bahwa asuransi adalah: “Asuransi atau
kepada seorang tertanggung, dengan menerima uang premi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
8
Soekardono, 1993, Hukum Dagang Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, hal. 20.
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu”. Sedangkan
pengertian asuransi secara luas adalah sebagaimana terkait dalam Pasal 1 Undang-undang nomor
40 Tahun 2014 menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah usaha jasa
pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak.
Dalam perjanjian tersebut, pihak pertama memiliki keharusan untuk membayar iuran (premi),
kepada pihak yang membayar iuran tersebut apabila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang
menimpa pihak pertama atau barang yang dimiliki pihak pertama, sesuai dengan perjanjian yang
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat diambil satu pengertian yang mencakup semua
sudut pandang diatas yaitu asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi resiko yang melekat
pada perekonomian, dengan cara menggabungkan sejumlah unit yang terkena resikoyang sama
atau hampir sama dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat
diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi, akan dibagi secara proporsional oleh
a) Pada KUH Dagang ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang
bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat
dalam buku I Bab 9 Pasal 246 – Pasal 286 KUH Dagang yang berlaku bagi semua
jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar
KUHD, kecuali jika secara khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 – Pasal
308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD dengan
4. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 – Pasal 658 KUHD
5. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686 – Pasal 695
KUHD
Ketentuan Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang ini berlaku bagi semua
macam pertanggungan, baik yang ada dan di luar Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Sifat berlaku secara umum ini dapat disimpulkan dari isi rumusan Pasal 248 Kitab
pertanggungan, baik yang diatur dalam buku kesatu maupun buku kedua Kitab Undang-
pasal berikut”. Unsur dalam Pasal 268 tidak terdapat dalam pertanggungan jiwa,
pertanggungan jiwa,9 kepentingan yang dimaksud dalam Pasal 268 KUHD yang
berbunyi: “Suatu pertanggungan dapat mempunyai objek segala kepentingan yang dapat
dinilai dengan uang, dapat terancam oleh sesuatu bahaya dan tidak dilarang oleh Undang-
9
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesi, cet. 4. Jakarta, Djambatan, 1996,
hlm. 7-8.
Undang”. Kesimpulannya, Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak bisa
• Dalam pertanggungan jiwa, mati adalah suatu peristiwa yang pasti akan terjadi, tetapi
hal tesebut tidak diketahui “kapan” terjadinya.
• Kerugian dalam pertanggungan jiwa terdapat dua macam, yaitu kerugian materiil dan
kerugian immateriil.
undang nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian yang diatur dalam Pasal 4
menyatakan bahwa usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a hanya
sebagai berikut:10
asuransi jiwa, dan asuransi keschatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas,
serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan
Pada Pasal 5 Usaha penunjang usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian dengan ruang lingkup
kontrak asuransi.
10
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian sebagaimana telah di ubah dengan
Undang-undang nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian
2. Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan
penilaian kerugian atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada obyek asuransi
kerugian.
akturia.
5. Perusahaan Agen Asuransi hanya dapat memberikan jasa pemasaran asuransi bagi
lingkup usaha perasuransian diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 5 UUP, pasal 2
mengatur tentang:11
1. Perusahaan Asuransi
dan usaha reasuransi. Usaha asuransi umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, termasuk lini
11
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa
termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi
kecelakaan diri. Usaha asuransi jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa
tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia
atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau
pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang
lini usaha asuransi kecelakaan diri lebih tepat digolongkan sebagai usaha asuransi
manusia, maka lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri
3. Perusahaan Reasuransi
reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi
lainnya.
umum syariah dan usaha reasuransi syariah. Usaha asuransi umum syariah adalah
usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan
melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, termasuk lini
usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakan diri yang berdasarkan
prinsip syariah.
Hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah termasuk lini usaha
anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri yang
berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip Hukum Islam dalam
jiwa syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah yang
yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain
kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu
adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang
3. Fungsi Asuransi
Fungsi dasar asuransi dalam pandangan Sri Redjeki Hartono adalah suatu upaya untuk
menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian khusus untuk kerugian– kerugian murni, dan
bukan kerugian yang bersifat spekulatif.12 Fungsi utama dari perjanjian asuransi menurut Emmy
Pangaribuan Simanjuntak, yaitu suatu pengalihan segala risiko yang ditimbulkan peristiwa-
peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadi kepada orang lain yang mengambil risiko untuk
mengganti kerugian.13
seseorang, bahwa pada suatu ketika akan menghadapi suatu musibah karena harta kekayaan atau
dirinya ditimpa suatu peristiwa yang mengakibatkan suatu kerugian, akan diperingan apabila ia
mengetahui bahwa ada pihak yang mau menanggung kerugian itu seluruhnya. Pada sudut
pandang finansial, asuransi dipahami sebagai bentuk pengendalian risiko, namun dalam sudut
pandang lain, asuransi memiliki fungsi yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi sebagai
berikut:
1. Pengalihan Risiko
loss) dari Tertanggung sebagai “original risk bearer” kepada satu atau beberapa
berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga,
akan berubah menjadi peroteksi asuransi yang pasti (certainty) mengubah kerugian
menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
2. Penghimpunan Dana
12
Mulhadi, “Dasar-Dasar Hukum Asuransi”, 2019, Raja Grafindo Persada, Medan, hlm. 37.
13
Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia. cet. 5. Jakarta, Rineka Cipta, 2004, hlm. 8.
Sebagai penghimpunan dana dari masyarakat (pemegang polis) akan dibayarkan
kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi
atau biaya berasuransi yang dibayar oleh Tertanggung kepada Penanggung, dikelola
sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkembang, dan kelak akan dipergunakan
untuk membayar kerugian yang mungkin hendak diderita salah seorang penanggung.
3. Premi Seimbang
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh
yang dialihkannya kepada Penanggung (equitable premiun). Dan besar kecilnya premi
yang harus dibayarkan Tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarif premi (rate of
Di samping itu, berdasarkan penelitian serta pendapat para sarjana, antara lain Emmy
perusahaan. Hal itu disebabkan asuransi memberikan beberapa manfaat, antara lain:14
bersangkutan;
b. Adanya keberanian untuk menggalang tujuan yang lebih besar, dapat melahirkan rasa
d. Asuransi merupakan alat untuk membentuk modal dan pendapatan demi masa depan
Salah satu upaya manusia untuk mengalihkan risikonya sendiri adalah dengan jalan
mengadakan perjanjian pelimpahan risiko dengan pihak lain. Perjanjian semacam itu disebut
dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan. Fungsi dasar asuransi dapat dilihat secara jelas di
sini merupakan suatu upaya untuk menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian khusus yang
4. Perjanjian Asuransi
Inti atau jiwa atau ruh dalam asuransi adalah perjanjian.16 Menurut Apeldoorn perjanjian
disebut faktor yang membantu pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian
adalah determinan hukum. Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur
dalam KUHD. Perjanjian tersebut dikenal dengan perjanjian asuransi, asuransi yang memiliki
syarat sahnya perjanjian menurut KUHperdata dan KUHDagang. Syarat-syarat sah suatu
14
Djoko Prakoso., Op.Cit, hlm. 25.
15
Abduljadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 15
16
H.K. Martono & Eka Budi Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat-Laut-Udara, Mandar Maju,
Bandung, 2011, hlm. 55.
perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 251 KUHD. Menurut
ketentuan pasal 1320 KUHPerdata dan 251 KUHD, ada 5 (lima) syarat sah suatu perjanjian
asuransi, yaitu:
a. Kesepakatan (consensus)
tersebut meliputi:
Kesepakatan antara tertanggung dan penanggung dibuat secara bebas, tidak berada di
bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat
b. Kewenangan (Authority)
Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang
diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif
dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah
dewasa sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian atau pemegang kuasa yang sah.
objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung
adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar
perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga, maka
tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari
Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat
berupa harta kekayaan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat
pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia, berupa harta kekayaan
dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada perjanjian asuransi
kerugian, berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada perjanjian asuransi jiwa.
Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus
mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi itu.
Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang undang-
kesusilaan. Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh
tertanggung dan penanggung adalah beralihnya risiko atas objek asuransi yang
objek asuransi. jika premi dibayar maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar risiko
tidak beralih.
e. Pemberitahuan (Notification)
asuransi. kewajiban ini dilakukan saat mengadakan asuransi. jika tertanggung lalai
maka akibat hukumnya asuransi batal. Dalam sahnya suatu perjanjian yang terdapat
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dua syarat pertama dinamakan syaratsyarat subjektif
sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai
perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
(penanggung) dan pihak tertanggung. Pengaturan asuransi dalam buku III KUH Perdata
mengandung aturan mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
Hak-hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian asuransi yang sudah disepakati
adalah Asuransi merupakan perjanjian timbal balik. Berkaitan dengan hal tersebut, para pihak,
yaitu penanggung dan tertanggung masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang saling
berhadap-hadapan. Hak dan kewajiban tersebut dapat disimpulkan dari ketentuan KUHD dan
polis yang merupakan alat bukti ditutunya perjanjian. Adapun hak dan kewajiban yang dimaksud
a. Hak tertanggung;
2. Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung (Pasal 260 KUHD);
3. Meminta ganti kerugian kepada penanggung, karena pihak yang disebut terakhir ini
kewajibannya pada waktu yang akan datang. Untuk selanjutnya, tertanggung dapat
17
Besty Habeahan, ”Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Atas Kepailitan
Perusahaan Asuransi”, 2020, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Medan, hlm. 22.
mengasuransikan kepentingannya kepada penanggung yang lain untuk waktu dan
bahaya yang sama dengan asuransi yang pertama (Pasal 272 KUHD);
kemampuan penanggungnya (Pasal 280 KUHD); dalam hal ini, harus tegas bahwa
tertanggung hanya akan mendapat ganti kerugian dari salah satu penanggung saja;
perjanjian asuransi batal atau gugu; Hak tertanggung mengenai hal ini dilakukan
b. Kewajiban tertanggung;18
terhadap objek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat dihindari; apabila dapat
dibuktikan terjadinya peristiwa tersebut, dapat menjadi salah satu alasan bagi
c. Hak penanggung
18
Ibid. hlm. 24.
1. Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian;
2. Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada tertanggung yang berkaitan
3. Memiliki premi dan bahkan menuntutnya dalam hal peristiwa yang diperjanjikan
terjadi tetap disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD);
4. Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang
d. Kewajiban penanggung;
apabila peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali jika terdapat hal yang dapat
KUHD);
3. Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi gagal atau gugur dengan
Demikian antara lain beberapa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian asuransi
sebagai perjanjian timbal balik. Agar perjanjian asuransi yang 31 diadakan terlaksana dengan
baik, masing-masing pihak dituntut untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan itikad baik
yang merupakan prinsip penting dalam perjanjian pada umumnya seperti yang tertulis dalam
a. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), ditentukan pada Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: membuat atau tidak membuat
Tetapi asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) bukan berarti bebas sebebas-
bebasnya. Konsekuensi asas ini adalah dilarang membuat kontrak yang bertentangan
dengan ketentuan hukum yang berlaku atau kesusilaan atau ketertiban umum, maka
akan mengakibatkan kontrak tersebut menjadi batal demi hukum atau dapat
dibatalkan.
telah dijelaskan di muka, bahwa asas ini menentukan kata sepakat antara para pihak
terkait asas konsensualisme ini bahwa perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas
tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formal tetapi cukup melalui konsensus
belaka.
c. Asas pacta sunt servanda, terkandung di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,
menentukan, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang
19
Bisdang Sigalingging, “Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi”, file: ///C:
/Users/ASUS/Downloads/79-Article %20Text-156-1-10-20161107%20(1) .pdf, (diakses pada 24 Desember 2020,
Pukul 00.05).
membuatnya sebagai undang-undang”. Dalam pasal ini terkandung asas pacta sunt
servanda, asas kebebasan berkontrak, dan asas kepastian hukum. Kepastian hukum
d. Asas itikad baik (good faith), tersurat dengan tegas (eksplisit) di dalam Pasal 1338
ayat (3) KUH Perdata, menentukan, “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik”. Bahwa asas itikad baik pada Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata ini sebagai
penyeimbang dari asas pacta sunt servanda yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata. Sehingga dengan gabungan kedua asas ini memberikan
perlindungan pada pihak yang lebih lemah sehingga kedudukan para pihak dalam
e. Asas kepribadian, terkandung dalam Pasal 1315 KUH Perdata, menentukan, “pada
umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”. Asas yang terkandung
dalam pasal ini mengisyaratkan bahwa perjanjian antara para pihak hanya berlaku
f. Asas Indemnitas
Asas Indemnitas artinya asas ganti kerugian, yakni hanya kerugian yang benar-benar
diderita oleh tertanggung yang diganti. Asas ini berlaku pada pertanggungan kerugian
tetapi tidak berlaku pada pertanggungan jiwa, sebab dalam pertanggungan jiwa unsur
Yaitu pengalihan hak dari tertanggung kepada penanggung jika si penanggung telah
a. Pengertian Polis
Polis asuransi disebut juga dengan istilah kontrak, kontrak polis, sertifikat asuransi. Polis
asuransi sangat penting untuk nasabah dan perusahaan asuransi, Sesuai dengan Pasal 255 KUHD
(Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam
bentuk dokumen atau akta yang dinamakan polis. Kemudian sesuai dengan Pasal 19 ayat 1 PP
No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha perasuransian: “Polis atau bentuk perjanjian
asuransi dengan nama apapun, disertai dengan lampiran yang merupakan kesatuan polis, tidak
boleh memuat kata-kata, atau kalimat yang dapat menimbulkan menyebabkan penafsiran
berbeda tentang risiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban
tertanggung, atau dapat mempersulit tertanggung mengurus haknya” (19 ayat 1 PP No. 73
tahun 1992).”21
Berpedoman pada ketentuan hukum tersebut, pengertian polis asuransi yang diutarakan
oleh Abdulkadir Muhammad bahwa polis berguna sebagai alat bukti yang tertulis bahwa ada
perjanjian asuransi antara dua pihak, yakni pihak tertanggung dan penanggung. Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Polis adalah dokumen yang memuat kesepakatan
antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dan pihak tertanggung berkaitan dengan resiko
yang akan dipertanggungkan dan polis adalah bukti perjanjian penutupan asuransi. Polis asuransi
juga bisa dikatakan sebagai sertifikat, akta, atau surat yang dibuat secara tertulis dan dikeluarkan
oleh perusahaan asuransi yang akan dibayarkan sesuai pertanggungan atau masa jatuh tempo
Standar pada polis pada umumnya terdiri atas, schedule atau ikhtisar pertanggungan atau
hal-hal utama yang perlu diketahui oleh tertanggung. Informasi tersebut terdiri dari nama, nilai
21
Pasal 19 ayat 1 PP No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha perasuransian
pertanggungan, obyek yang dipertanggungkan, besarnya nilai premi, periode asuransi, serta
daftar klausula tambahan. Setelah itu ada pula judul polis, pembukaan, penjaminan atau yang
biasa disebut operative clause, pengecualian, tanda tangan pihak perusahaan, serta uraian. 22
b. Fungsi Asuransi
• Bagi Tertanggung
Polis asuransi merupakan bukti tertulis atas jaminan perlindungan untuk mengganti
kerugian yang mungkin terjadi yang akan ditanggung oleh polis. Kedua, polis
berfungsi sebagai bukti pembayaran premi kepada penanggung. Dan terakhir, polis
adalah bukti yang kuat untuk mengajukan tuntutan kepada penanggung bila lalai tak
memenuhi kewajibannya.
• Bagi penanggung
Sementara bagi penanggung atau perusahaan, fungsi polis adalah sebagai bukti atau
tanda terima premi asuransi dari nasabah atau tertanggung. Polis juga merupakan bukti
tertulis atas jaminan yang diberikan perusahaan terhadap tertanggung untuk membayar
biaya perlindungan (ganti rugi) yang suatu saat terjadi kepada tertanggung. Terakhir,
polis adalah bukti otentik untuk menolak klaim atau tuntutan ganti rugi bila penyebab
yang murni harus mengandung suatu tujuan bahwa kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh
22
Subekti, Op.Cit, hal 38.
Polis asuransi jiwa disebut juga dengan istilah kontrak, kontrak polis, sertifikat asuransi.
Polis asuransi sangat penting untuk nasabah dan perusahaan asuransi, sebagai:23
Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum jika terjadi kesalahpahaman.
Dengan Syarat-syarat yang dimuat dalam polis harus dibedakan jenis asuransinya. Dalam
asuransi kejiwaan syarat polis yang harus di penuhi adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 256
23
https: // www .finansialku.com/definisi-polis-asuransi- adalah/ Di Akses pada tanggal 26 Desember
2020 pada pukul 23.45
24
Besty Habeahan, Op.Cit, hlm. 20.
• Hari ditutupnya pertanggung
• Nama orang yang menutup pertanggung atas tanggungan sendiri atau atas tanggungan
seorang ketiga.
• Saat pada mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si penanggung dan saat
berakhirnyaitu
• Pada umumnya, semua keadaan yang kiranya penting bagi si penanggung untuk
Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa unsur dalam polis asuransi
yaitu:25
Para pihak
Pada pertanggungan kerugian hanya ada dua pihak yaitu Penanggung dan tertanggung.
1. Penutup (pengambil) asuransi, yakni orang yang menutup atau mengambil asuransi,
25
H.M.N. Purwosutjipto., Op.Cit, hlm .17-18.
2. Penikmat, yakni orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi untuk menerima
prestasi penanggung, yang berwujud sejumlah uang yang besarnya telah ditentukan
Objek pertanggungan
sesuatu yang dipertanggungkan adalah “jiwa” yaitu “hidupnya” seseorang, yang kita
Prestasi Penanggung
penanggung adalah membayar sejumlah uang tertentu yang telah ditetapkan pada saat
Penikmat
Kepentingan pada pertanggungan kerugian adalah hak subyektif atau kewajiban yang
bernilai uang, dapat diancam bahaya dan tidak dilarang oleh Undang-Undang (Pasal
kekeluargaan”.
Evenement
Evenement pada pertanggungan kerugian berwujud terjadinya peristiwa tak tentu yang
d. Jenis-Jenis Polis
perjalanan. Masa asuransi pada jenis ini gak berdasarkan waktu tertentu, tapi
Kontrak yang berisi jaminan perusahaan untuk menanggung budget perawatan medis
tertanggung jika mengalami sakit atau kecelakaan. Biasanya ada dua tipe perawatan
Dalam kesepakatan ini, perusahaan bakal mengukur nilai jiwa suatu nasabahnya
dengan nominal uang. Kemudian, uang tersebut bisa diberikan kepada ahli waris
bagi pemiliknya.
26
https: // www .finansialku.com/definisi-polis-asuransi- adalah/ Di Akses pada tanggal 26 Desember
2020 pada pukul 02.45
Dokumen yang mengatur bagaimana asuransi menanggung risiko kerugian apabila
Dalam perjanjian ini, nilai pertanggungan yang tertera dalam polis hanya digunakan
sebagai batas maksimal atau satuan tersendiri dalam menentukan nominal klaim yang
• Polis veem
polisnya (polis standar) masing-masing dengan syarat khusus dan kalusula tertentu. Berdasarkan
syarat khusus dan klausula tertentu yang dicantumkan dalam polis, timbullah bermacam-macam
jenis polis berbeda antara satu dengan yang lainnya, bahkan perbedaan ini menjadi sarana
persaingan di antara sesama penanggung. Untuk mencegah persaingan yang tidak sehat (unfair
competition) sesama perusahaan asuransi, maka diupayakan penyeragaman syarat khusus dalam
polis dengan cara menciptakan polis standar, baik nasional maupun internasional sehingga dapat
dicegah perbedaan yang mencolok antara polis perusahaan asuransi yang satu dengan lainnya
yang sejenis.27
1. Pengertian Kepailitan
Bila ditelusuri secara lebih mendasar, bahwa istilah “palilit” dijumpai di dalam
perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris, dengan istilah yang berbeda-beda.
Di dalam bahasa Perancis, istilah “faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan
pembayaran. Oleh sebab itu, orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di
dalam bahasa perancis disebut lefailli. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda
dipergunakan istilah failliet. Sedangkan di dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “to fail”,
dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah “fallire” Pailit, di dalam Khasanah ilmu
pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitur (yang berutang) yang berhenti membayar
utang-utangnya.28 Hal itu tercermin di dalam pasal 1 ayat 1 Peraturan Kepalilitan (PK), yang
menentukan: “Pegutang yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas pelaporan
sendiri maupun atas permohonan seirang penagih atau lebih, dengan putusan hakim dinyatakan
Istilah berhenti membayar, seperti digariskan secara normatif diatas, tidak mutlak harus
diartikan debitur sama sekali berhenti membayar utang-utangnya. Tetapi debitur dapat dikatakan
dalam keadaan berhenti membayar, apabila ketika diajukan permohonan pailit ke Pengadilan,
debitur berada dalam keadaan tidak dapat membayar utangnya. Berhubung pernyataan pailit
27
Mulhadi, Op.Cit, hal. 59.
28
Zainal Asikin, “Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang di Indonesia”, 2013,
Pustaka Reka Cipta, Mataram, hlm. 23.
terhadap debitur itu harus melalui proses pengadilan (melalui fase-fase pemeriksaan), maka
segala sesuatu yang menyangkut tentnag peristiwa pailit itu disebut dengan istilah “kepailitan”.29
Sedangkan menurut UU No. 37 Tahun 2004 yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita
umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
(Pasal 1 ayat 1). Keadaan perusahaan debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar
utangnya tersebut disebut dengan “insolvable”. Di Negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk
Pengertian kepailitan juga ada pendapat sarjana. Menurut Santoso Sembiring, kepailitan
mempunyai makna ketidakmampuan debitur untuk memenuhi kewajiban kepada pihak kreditor
Demikian juga sarjana yang bernama Andrian Sutedi menyatakan, kepailitan merupakan
suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan sidebitor (orang-orang berutang) untuk
2. Asas-Asas Kepailitan
Keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai upaya
hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 1132 KUH Perdata. Sistem pengaturan yang taat asas inilah
yang mempunyai nilai utama dalam rangka memberikan kepastian hukum. Undang-Undang
kepailitan yakni:
29
Ibid. hlm 24.
30
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi Kedua, Jakarta, Sofmedia, 2010, hlm. 64.
31
Besty Habeahan, Op.Cit, hlm 28.
a. Asas keseimbangan
asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalah gunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak
jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalah
gunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.
c. Asas keadilan
kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang berkepentingan. Asas
d. Asas integrasi
Asas integrasi dalam undang-undang ini mengadung pengertian bahwa sistem hukum
formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum
Ketentuan mengenai syarat kepailitan diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan PKPU, yang menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau
lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat
32
Rahayu Hartini, 2008, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, hlm. 14-17.
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun
atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa
a. Debitor terhadap siapa permohonan itu diajukan harus paling sedikit mempunyai dua
kreditor; atau dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu kreditor.
b. debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditornya.
c. utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih (due and
payble).
Kepailitan selalu berkaitan dengan utang piutang, sehingga perlu pemahaman mengenai
makna dari utang. Utang merupakan landasan utama yang digunakan untuk mempailitkan subjek
hukum, tanpa adanya utang perkara kepailitan tidak akan dapat diajukan. Menurut Pasal 1 Ayat
(6) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, utang adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun
mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen,
yang timbul karena perjanjian atau Undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan
bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhanya dari harta
kekayaan debitor.
a. Menghindari pertentangan apabila ada beberapa kreditor pada waktu yang sama
33
M. Yahya Harahap, Op.Cit. hlm. 298
b. Menghindari adanya kreditor yang ingin mendapatkan hak istimewa, yang menuntut
haknya dengan cara menguasai sendiri barang milik debitor tanpa memperhatikan
c. Menghindari adanya kecurangan yang dilakukan oleh debitor sendiri seperti melarikan
Membagikan harta debitor secara adil dan seimbang menurut besar atau kecilnya piutang
masing-masing kreditor.
a. Satu atau lebih kreditur dalam hal debitor belum membayar lunas sedikitnya satu
e. Badan Pengawas Pasar Modal, disingkat BAPEPAM, jika debitur adalah suatu
Modal.
seorang debitur yang telah menikah dapat mengajukan permohonan kepailitan hanya dengan
persetujuan suami atau isterinya jika ada suatu bentuk kekayaan bersama, hal ini juga diatur pada
Pasal 4 Undang-Undang Kepailitan Yang Baru. Terdapat perubahan atas pihak-pihak yang dapat
mengajukan permohonan pailit pada Undang-undang Kepailitan Yang Baru, di mana terdapat
satu hal baru (butir keenam) yang mengatur mengenai perusahaan asuransi, terdapat dalam Pasal
2 ayat (5), yaitu: “Dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, Dana
Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.”Perubahan yang
terjadi pada Undang-Undang Kepailitan Yang Baru membatasi permohonan pailit yang diajukan
pada perusahaan asuransi, di mana hal ini tidak diatur pada Undang-Undang Kepailitan Yang
Lama.
dimaksud dengan orang perseorangan dapat laki-laki atau perempuan, baik yang
belum ataupun yang sudah menikah. Pasal 3 Undang-Undang Kepailitan Yang Lama
menentukan, bila permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor yang
sudah menikah, permohonannya hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau
hukum juga dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan. Pernyataan pailit tersebut
mengakibatkan pengurusan harta kekayaan badan hukum secara serta merta beralih
kepada kurator. Dengan sendirinya, setiap gugatan hukum yang bersumber pada hak
dan kewajiban harta kekayaan debitor pailit harus diajukan kepada kurator.
34
H.M.N.Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (buku 8), cet.4. Jakarta, Djambatan,
2003, hlm.34.
35
Rachmadi Usman., Op.Cit, hlm.18-19.
c. Harta Warisan (Pasal 197 Undang-Undang Kepailitan Yang Lama), Pasal 197
yang telah meninggal harus dinyatakan dalam keadaan pailit apabila seorang kreditor
atau lebih memajukan permohonan untuk itu, dan secara singkat menunjukkan bahwa
bahwa pada saat orang tadi meninggal, harta peninggalannya tidak cukup untuk
pemisahan harta kekayaan pihak yang, meninggal dari kekayaan ahli warisnya.
Dalam hal pihak-pihak yang dapat dimohonkan pailit ini, tidak terdapat perubahan dalam
Bahasa Indonesia, yang artinya “Perjanjian”. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi
perjanjian, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.36 Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa
dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib
berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor).
Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri atas satu atau lebih orang, bahkan dengan
berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri atas satu atau lebih badan hukum.
36
Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Diterjemahkan Oleh R.
Subekti Dan R. Tjitrosudibio, Cet. 33, Jakarta, Pradnya Paramita, 2003.
2. Suatu perjanjian dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu
3. Suatu perjanjian atas beban, adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing
Dari rumusan Pasal 1314 KUH Perdata diatas, dapat diketahui bahwa suatu perjanjian
dapat bersifat sepihak dan perjanjian yang bersifat timbal balik. Perjanjian yang bersifat sepihak,
yaitu suatu perjanjian dimana hanya ada satu pihak yang mempunyai kewajiban atas prestasi
terhadap pihak lain. Contohnya perjanjian hibah. Adapun perjanjian yang bersifat timbal balik,
yaitu suatu perjanjian dimana kedua belah pihak saling berprestasi. Dalam perjanjian timbal
balik (bilateral), selalu ada hak dan kewajiban di satu pihak yang saling berhadapan dengan hak
Pasal 36 ayat (1) UU Kepailitan menentukan bahwa dalam hal pada saat putusan
pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian
dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada Kurator
untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka
Dalam hal kesepakatan mengenai jangka waktu tersebut tidak tercapai, Hakim Pengawas
menetapkan jangka waktu tersebut (Pasal 36 ayat (3) UU Kepailitan). Apabila dalam jangka
waktu tersebut, Kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan
perjanjian tersebut maka perjanjian berakhir dan pihak dalam perjanjian tersebut dapat menuntut
ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditor konkuren. Apabila Kurator menyatakan
37
Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Cet III, Bandung, Alumni, 1992 , hlm.
239.
kesanggupannya atas pelaksanaan perjanjian tersebut, Kurator wajib memberi jaminan atas
meliputi perjanjian yang prestasinya harus dilaksanakan sendiri oleh debitur misalnya debitur
adalah seorang penyanyi atau seorang pelukis, dimana debitur diwajibkan untuk melukis wajah
pihak tersebut, dalam hal tersebut tidak mungkin bagi Kurator untuk melaksanakan perjanjian.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum
dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat reprisif, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu
gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,
Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD, perjanjian asuransi harus dibaut secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya, pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 73 Tahun 1992 menentukan, polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apa pun,
berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata, kata-
kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai risiko yang
Berdasarkan ketentuan 2 (dua) Pasal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa polis
berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi
antara tertanggung dan penanggung dan sebagai alat perlindungan hukum bagi para pihak guna
38
www artikata.com (arti perlindungan Hukum) diakses pada hari Senin, Tanggal 08 Februari 2021.
39
Abdulkadir Muhammad, “Hukum Asuransi Indonesia”, 2018, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 59.
jika terjadi wanprestasi dari para pihak. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis
harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan
kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Di samping itu, polis juga memuat kesepakatan
mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khsusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan
adalah penanggung, dalam kenyataan praktek yang terjadi dewasa ini, surat perjanjian
pertanggungan itu (polis) sudah menggunakan standar polis internasional guna memudahkan
METODOLOGI PENELITIAN
yang akan dibahas dalam skripsi agar tidak mengambang. Ruang lingkup dalam penelitian ini
adalah Bagaimana perlindungan hukum kepada para pemegang polis atas pailitnya perusahaan
asuransi.
B. Metode Pendekatan
Sesuai dengan jenis penelitian yang bersifat yuridis normatife maka pendekatan yang
1. Pendekatan Kasus
Metode pendekatan kasus dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan analisis
yuridis mengenai Kepailitan dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi
2. Pendekatan Perundang-undangan
normatif maka sumber hukum yang digunakan adalah data sekunder yaitu dengan melakukan
penelitian pustaka kemudian mengkaji bahan-bahan hukum yang telah di peroleh. Bahan hukum
tersebut meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier yakni
sebagai berikut:
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan. Adapun yang menjadi
sumber bahan hukum primer yang akan dipergunakan dalam mengkaji setiap permasalahan
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan
hukum primer dan dapat membantu dalam proses penelitian, yaitu berupa buku-buku
literatur yang terkait, laporan penelitian terkait, jurnal-jurnal hukum yang terkait, pendapat
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, yakni kamus hukum serta hal-hal yang bisa memberikan petunjuk
Adapun penelitian ini metode analisis yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan
cara studi kepustakaan. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer peraturan perundang-
undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian.
Adapun bahan-bahan sekunder adalah bahan hukum yang tidak mengikat tetapi
menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran
para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan
memberikan petunjuk kemana peneliti akan mengarah, yang dimaksud dengan bahan sekunder
disini adalah doktrin-doktrin yang ada dakam buku, jurnal hukum dan internet.
Jenis penelitian hukum ini termasuk penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang
berdasarkan pada bahan kepustakaan yang ada. Penelitian ini dengan menganalisis ketentuan
Analisa data yang digunakan yaitu analisa data yuridis deskriptif yaitu dengan melihat
berlaku saat ini dan telah ditur dengan baik dan sitematis sehingga akhirnya dapat memberikan
jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Tujuan analisis ini adalah untuk
F. Kesulitan
Kesulitan yang dihadapi dalam penulisan skripsi ini adalah dalam melakukan pengumpulan
data, dimana melakukan pengumpulan data secara kepustakaan yang berkaitan dengan masalah
penelitian, serta mencari bahan bahan yang sesuai dengan penelitian ini sehingga memerlukan