Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Landasan ekonomi Indonesia tercantum dalam Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945 yang

menyatakan bahwa; “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

merupakan dasar dari setiap kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah Indonesia.

Kebutuhan langkah perbaikan dalam bidang ekonomi secara segera ini semakin memperjelas

akan perlunya suatu lembaga keuangan, yaitu badan usaha yang aset utamanya dalam bentuk

likuid, kewajiban-kewajiban utama dari simpanan masyarakat serta instrumen-instrumen hutang

yang diterbitkannya.1 Adapun aktivitas dari lembaga keuangan yaitu menempatkan dana yang

dihimpun dari masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan bagi bank atau menanamkannya

dalam surat-surat berharga, khususnya untuk lembaga keuangan bukan bank.2

Salah satu lembaga keuangan yang dapat melakukan transmutasi dana masyarakat tersebut

adalah perusahaan asuransi. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi

penting peranannya, karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semakin meningkatkan

pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Kegiatan usaha asuransi menarik

dana dari masyarakat berupa premi yang dikerahkan dari masyarakat untuk dipergunakan dalam

membiayai operasional perusahaan yang mendatangkan keuntungan baginya. Di samping itu,


1
membantu masyarakat meningkatkan usaha-usahanya dengan memberikan modal. Kegiatan

usaha perasuransian sudah jelas akan dapat membantu pembangunan ekonomi di negara kita

1
Syarif Arbi. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank. cet. 1. Jakarta, Djambatan, 2003, hlm.4.
2
Ibid.
yang kemudian dapat dinikmati hasilnya oleh anggota masyarakat. Asuransi mempunyai dua

fungsi yang utama dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan, yaitu merupakan lembaga

pelimpahan resiko, dan sebagai lembaga penyerap dana masyarakat.3

Peran lain dari asuransi di samping menghimpun dana pembangunan di Indonesia, yaitu

sebagai sarana yang memberikan jaminan bagi kelangsungan kehidupan perusahaan-perusahaan

dari kerugian ekonomi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Terhadap keadaan yang

terjadi, asuransi kerugian memiliki peranan amat penting, di mana asuransi kerugian merupakan

usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan

manfaat dan tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak

dapat diprediksi. Pada hakekatnya setiap perusahaan, termasuk perusahaan asuransi mempunyai

berbagai kendala, baik intern maupun ekstern yang harus dihadapinya sesuai dengan sifat dan

jenis usahanya, agar perusahaan yang bersangkutan dapat berjalan dengan lancar serta dapat

mencapai sasaran perusahaan secara maksimal.Bertolak dari jenis produk perusahaan berupa

jasa, perusahaan asuransi memiliki suatu kendala yang relatif sedikit berbeda. Kendala umum

perasuransian sebagaimana dimiliki oleh perusahaan jasa pada umumnya, di samping kendala

lainnya yang sifatnya khas dan hanya dimiliki oleh perusahaan asuransi.

Kendala-kendala umum yang selalu ada pada setiap jenis usaha, pada dasarnya karena

terdapat keterbatasan pada faktor modal, manajemen, dan tenaga kerja. Perusahaan asuransi pada

umumnya masih mempunyai beberapa kendala lain yang sifatnya sangat khas, yaitu masalah

teknis asuransi dan faktor tak terduga yang sangat mempengaruhi usaha. Kendala umum dan

kendala khusus tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kendala yang bersifat intern dan

ekstern perusahaan.

3
Sri Rejeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, cet. 3, Jakarta, Sinar Grafika, 1997,
hlm.11.
Kendala-kendala yang sangat dominan pada perusahaan asuransi, ialah:4

1. Kendala intern, meliputi:

a. kemampuan dan kapasitas kerja.

b. kemampuan manajemen.

c. kemampuan dan ketrampilan tenaga kerja.

d. kemampuan dan ketrampilan teknis asuransi.

2. Kendala ekstern, meliputi:

a. kemajuan dan perkembangan teknologi disegala bidang.

b. keadaan di luar perusahaan yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang tak

terduga.

c. keadaan pasar baik nasional maupun internasional.

Pengertian utang dalam Undang-Undang Kepailitan yang demikian luas tersebut,

mengakibatkan wanprestasi yang seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hukum perjanjian

dapat dialihkan penyelesaiannya melalui mekanisme hukum kepailitan, karena wanprestasi

dalam hukum perjanjian dapat dianggap sebagai utang dalam hukum kepailitan. Hal ini terjadi

karena selain persoalan pengertian utang yang begitu luas juga disertai dengan begitu longgarnya

persyaratan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit yang tidak menegaskan keadaan

utang mana saja yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan permohonan pernyataan pailit.

Secara khusus ketentuan Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Kepailitan menyatakan utang

adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik secara

langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinen, yang timbul karena

perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi

memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.
4
Ibid.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan mengartikan utang secara luas,

sehingga utang bukan hanya yang timbul dari perjanjian pinjam-meminjam uang saja.5

Seorang debitor hanya dapat dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh Pengadilan

Niaga. Namun sebelum permohonan pailit debitor dan kreditor dapat mengajukan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat PKPU) kepada Pengadilan Niaga. PKPU

merupakan alternatif penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan dan merupakan hal yang

sangat menarik untuk dibahas.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, permohonan

pernyataan pailit dapat diajukan terhadap debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan

tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan

pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan

seorang atau lebih kreditornya.6

Pengajuan permohonan pailit sudah terjadi di Indonesia sejak berdirinya Pengadilan Niaga.

Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, bahwa ada syarat-syarat untuk mengajukan pengajuan pailit terhadap

debitor-debitor tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), sebagai

berikut:

1. Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Bank Indonesia.
2. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
3. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun,
atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

5
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2010, hlm. 72-73.
6
Man S. Sastrawidjaja, 2010, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
Bandung, 2010, hlm. 88.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Perseroan Terbatas merupakan bagian tertentu yang

bergerak di bidang publik, yang mana pengajuan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh

Menteri Keuangan. Bila Menteri Keuangan sudah mengajukan pernyataan pailit, Pengadilan

Niaga harus mengabulkan permohonan pailit yang sebelumnya sudah memenuhi tiga unsur

pernyataan pailit, yang persyaratannya menurut pasal 2 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004, yaitu:

1. Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan “Kreditor” di sini
mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen;
2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Artinya adalah kewajiban untuk
membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena
percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi
atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter,
atau majelis arbitrase.

Sejak hadirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) yang fungsinya menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi

terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, dengan demikian kewenangan

pengajuan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan

reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh Menteri Keuangan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-Undang KPKPU) beralih menjadi kewenangan OJK

berdasarkan Undang-Undang Perasuransian.7

Konsekueni hukum dari pailit adalah hal yang paling ditakuti oleh perusahaan asuransi,

dikarenakan status pailit, secara hukum memberikan status sitaan umum terhadap seluruh harta

perusahaan asuransi tersebut. Pengurus perusahaan asuransi yang telahpailit tidak lagi

mempunyai kewenangan terhadap harta perusahaan, yang telah berada dalam sitaan umum,
7
Pasal 50 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. hal.10.
karena pada saat status pailit dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga, kurator akan diangkat untuk

melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap seluruh harta dari perusahaan asuransi yang

pailit tersebut.

Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga tersebut sangat memperlihatkan bahwa status pailit

yang dijatuhkan kepada perusahaan asuransi tersebut memberikan dampak yang sangat

merugikan terhadap banyak pihak.Fakta ini, tentu saja akan memberikan dampak yang sangat

buruk terhadap citra bisnis asuransi di Indonesia, salah satunya adalah menurunnya kepercayaan

investor asing terhadap kewibawaan hukum Indonesia. Selain itu, menurunnya kepercayaan

konsumen pada lembaga keuangan yang bergerak di bidang penjaminan ini.

Kepercayaan konsumen pada lembaga keuangan yang bergerak di bidang penjaminan ini.

Pihak yang paling dirugikan atas kepailitan terhadap perusahaan asuransi ini adalah para

pemegang polis dari perusahaan asuransi tersebut. Oleh karena itu, harus ada perlindungan

hukum bagi para pemegang polis. Para pemegang polis merupakan posisi yang sangat sentral

dalam usaha perasuransian. Dengan adanya perlindungan hukum, diharapkan para pemegang

polis akan tertarik untuk mengasuransikan risiko kepada perusahaan asuransi dan tentunya akan

membantu pembangunan nasional.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Kepailitan dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi

Dalam Hal Perusahaan Asuransi Dinyatakan Pailit”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan yang akan dibahas yaitu, Bagaimana

perlindungan hukum kepada para pemegang polis atas pailitnya perusahaan asuransi?
C. Tujuan Penelitian

Mendasar pada permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum kepada para pemegang polis atas

pailitnya perusahaan asuransi.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mencakup manfaat teoritis, manfaat praktis dan

manfaat bagi diri sendiri:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini bermanfaat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan Hukum Perdata,

terlebih khususnya adalah dalam Kepailitan dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang

Polis Asuransi.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas peraturan-

peraturan di dalam Kepailitan dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi.

3. Manfaat Bagi Diri Sendiri

Hasil penelitian ini berguna untuk menyelesaikan Program Studi Sarjana I (S-I) Ilmu

Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan, serta menambah dan memperluas


pengetahuan penelitian dalam ilmu hukum bisnis terlebih khusus dalam memahami

Kepailitan dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Asuransi

1. Pengertian Asuransi

Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda ”Verzekering atau Assurantie”.

diterjemahkan dengan pertanggungan, dalam bahasa Inggris disebut ”Insurance”.8 Istilah

asuransi dan pertanggungan mempunyai persamaan pengertian, istilah pertanggungan ini umum

dipakai dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia, sedangkan

istilah asuransi banyak dipakai dalam praktik dunia usaha, yang menjadi dasar bagi penerimaan

premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,

kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena

terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau

pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang

besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Mengenai pengertian asuransi dapat di kemukakan secara sempit dan secara luas.

Pengertian asuransi secara sempit sebagai mana terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUH Dagang) disebutkan bahwa asuransi adalah: “Asuransi atau

pertanggungan adalah suatu perjanjian10dengan nama seorang penanggung mengikatkan diri

kepada seorang tertanggung, dengan menerima uang premi, untuk memberikan penggantian

kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

8
Soekardono, 1993, Hukum Dagang Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, hal. 20.
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu”. Sedangkan

pengertian asuransi secara luas adalah sebagaimana terkait dalam Pasal 1 Undang-undang nomor

40 Tahun 2014 menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah usaha jasa

pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis

karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab

hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena

terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

Pengertian asuransi selain menurut undang-undang juga dapat ditemukan menurut

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak.

Dalam perjanjian tersebut, pihak pertama memiliki keharusan untuk membayar iuran (premi),

sementara pihak kedua berkeharusan untuk memberikan jaminan perlindungan sepenuhnya

kepada pihak yang membayar iuran tersebut apabila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang

menimpa pihak pertama atau barang yang dimiliki pihak pertama, sesuai dengan perjanjian yang

telah dibuat atau disepakati”.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat diambil satu pengertian yang mencakup semua

sudut pandang diatas yaitu asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi resiko yang melekat

pada perekonomian, dengan cara menggabungkan sejumlah unit yang terkena resikoyang sama

atau hampir sama dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat

diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi, akan dibagi secara proporsional oleh

senua pihak dalam gabungan itu.

2. Pengaturan Tentang Asuransi di Indonesia

a) Pada KUH Dagang ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang

bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat
dalam buku I Bab 9 Pasal 246 – Pasal 286 KUH Dagang yang berlaku bagi semua

jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar

KUHD, kecuali jika secara khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 – Pasal

308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD dengan

rincian sebagai berikut:

1. Asuransi kebakaran Pasal 287 – Pasal 298 KUHD

2. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUHD

3. Asuransi jiwa Pasal 302 – Pasal 308 KUHD

4. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 – Pasal 658 KUHD

5. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686 – Pasal 695

KUHD

Ketentuan Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang ini berlaku bagi semua

macam pertanggungan, baik yang ada dan di luar Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Sifat berlaku secara umum ini dapat disimpulkan dari isi rumusan Pasal 248 Kitab

Undang-undang Hukum Dagang yang berbunyi: “Terhadap segala macam

pertanggungan, baik yang diatur dalam buku kesatu maupun buku kedua Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang, berlakulah ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-

pasal berikut”. Unsur dalam Pasal 268 tidak terdapat dalam pertanggungan jiwa,

sebagaimana yang telah diuraikan oleh H.M.N.Purwosutjipto, bahwa dalam

pertanggungan jiwa,9 kepentingan yang dimaksud dalam Pasal 268 KUHD yang

berbunyi: “Suatu pertanggungan dapat mempunyai objek segala kepentingan yang dapat

dinilai dengan uang, dapat terancam oleh sesuatu bahaya dan tidak dilarang oleh Undang-

9
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesi, cet. 4. Jakarta, Djambatan, 1996,
hlm. 7-8.
Undang”. Kesimpulannya, Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak bisa

dipergunakan untuk kepentingan dalam pertanggungan jiwa, dikarenakan:

• Dalam pertanggungan jiwa, mati adalah suatu peristiwa yang pasti akan terjadi, tetapi
hal tesebut tidak diketahui “kapan” terjadinya.
• Kerugian dalam pertanggungan jiwa terdapat dua macam, yaitu kerugian materiil dan
kerugian immateriil.

b) Undang-undang nomor 2 Tahun 1992 sebagaimana telah di ubah dengan Undang-

undang nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian yang diatur dalam Pasal 4

menyatakan bahwa usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a hanya

dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian, dengan ruang lingkup kegiatan

sebagai berikut:10

1. Perusahaan Asuransi Kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang

asuransi kerugian, termasuk reasuransi.

2. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang

asuransi jiwa, dan asuransi keschatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas,

serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

3. Perusahaan Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang.

Pada Pasal 5 Usaha penunjang usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

huruf b hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian dengan ruang lingkup

kegiatan usaha sebagai berikut:

1. Perusahaan Pialang Asuransi hanya dapat menyclenggarakan usaha dengan

bertindak mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan

kontrak asuransi.
10
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian sebagaimana telah di ubah dengan
Undang-undang nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian
2. Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan

bertindak mewakili perusahaan asuransi dalam rangka transaksi yang berkaitan

dengan kontrak reasuransi.

3. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa

penilaian kerugian atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada obyek asuransi

kerugian.

4. Perusahaan Konsultan Akturia hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa di bidang

akturia.

5. Perusahaan Agen Asuransi hanya dapat memberikan jasa pemasaran asuransi bagi

satu perusahaan asuransi yang memiliki izin usaha dari Menteri.

c) Pada Undang-undang nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pengaturan ruang

lingkup usaha perasuransian diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 5 UUP, pasal 2

mengatur tentang:11

1. Perusahaan Asuransi

Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi umum

dan usaha reasuransi. Usaha asuransi umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko

yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena

kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung

jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau

pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, termasuk lini

asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri.

2. Perusahaan Asuransi Jiwa

11
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa

termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi

kecelakaan diri. Usaha asuransi jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa

penanggulangan risiko yang m€emberikan pembayaran kepada pemegang polis,

tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia

atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau

pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang

besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Berdasarkan mekanisme pengelolaan risikonya, lini usaha asuransi kesehatan dan

lini usaha asuransi kecelakaan diri lebih tepat digolongkan sebagai usaha asuransi

umum. Namun, mengingat objek asuransi yang dipertanggungkan menyangkut diri

manusia, maka lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri

dapat digolongkan sebagai usaha asuransi jiwa.

3. Perusahaan Reasuransi

Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi. Usaha

reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi

oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi

lainnya.

Pasal 3 UUP mengatur tentang :

a. Perusahaan Asuransi Umum Syariah

Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi

umum syariah dan usaha reasuransi syariah. Usaha asuransi umum syariah adalah

usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan
melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis

karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau

tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau

pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, termasuk lini

usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakan diri yang berdasarkan

prinsip syariah.

b. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah

Hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah termasuk lini usaha

anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri yang

berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip Hukum Islam dalam

kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang

memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Usaha asuransi

jiwa syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah yang

berguna untuk saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran

yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain

kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu

c. Perusahaan Reasuransi Syariah

Hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi syariah. Usaha reasuransi syariah

adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang

dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjamin syariah, atau

perusahaan reasuransi syariah lainnya.

3. Fungsi Asuransi
Fungsi dasar asuransi dalam pandangan Sri Redjeki Hartono adalah suatu upaya untuk

menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian khusus untuk kerugian– kerugian murni, dan

bukan kerugian yang bersifat spekulatif.12 Fungsi utama dari perjanjian asuransi menurut Emmy

Pangaribuan Simanjuntak, yaitu suatu pengalihan segala risiko yang ditimbulkan peristiwa-

peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadi kepada orang lain yang mengambil risiko untuk

mengganti kerugian.13

Selanjutnya, Emmy Pangaribuan Simanjuntak menguraikan bahwa kekhawatiran

seseorang, bahwa pada suatu ketika akan menghadapi suatu musibah karena harta kekayaan atau

dirinya ditimpa suatu peristiwa yang mengakibatkan suatu kerugian, akan diperingan apabila ia

mengetahui bahwa ada pihak yang mau menanggung kerugian itu seluruhnya. Pada sudut

pandang finansial, asuransi dipahami sebagai bentuk pengendalian risiko, namun dalam sudut

pandang lain, asuransi memiliki fungsi yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi sebagai

berikut:

a. Fungsi utama (Primer)

1. Pengalihan Risiko

Sebagai Sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan risiko kerugian (chance of

loss) dari Tertanggung sebagai “original risk bearer” kepada satu atau beberapa

Penanggung (a risk transfer mechanism). Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang

berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga,

akan berubah menjadi peroteksi asuransi yang pasti (certainty) mengubah kerugian

menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.

2. Penghimpunan Dana

12
Mulhadi, “Dasar-Dasar Hukum Asuransi”, 2019, Raja Grafindo Persada, Medan, hlm. 37.
13
Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia. cet. 5. Jakarta, Rineka Cipta, 2004, hlm. 8.
Sebagai penghimpunan dana dari masyarakat (pemegang polis) akan dibayarkan

kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi

atau biaya berasuransi yang dibayar oleh Tertanggung kepada Penanggung, dikelola

sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkembang, dan kelak akan dipergunakan

untuk membayar kerugian yang mungkin hendak diderita salah seorang penanggung.

3. Premi Seimbang

Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh

masing-masing Tertanggung adalah seimbang dan wajar, dibandingkan dengan risiko

yang dialihkannya kepada Penanggung (equitable premiun). Dan besar kecilnya premi

yang harus dibayarkan Tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarif premi (rate of

premium) dikalikan dengan nilai pertanggungan.

b. Fungsi Tambahan (Sekunder)

1. Ekspor Terselubung (invisible export);

Sebagai penjualan terselubung komoditas atau barang-barang tak nyata (intangible

product) ke luar negeri.

2. Perangsang Pertumbuhan Ekonomi

Sebagai asuransi adalah untuk merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian,

pengendalian kerugian, memiliki manfaat social dan sebagai tabungan.

3. Sarana Tabungan investasi dana dan invisible earnings

4. Sarana Pencegah dan Pengendalian Kerugian.

Di samping itu, berdasarkan penelitian serta pendapat para sarjana, antara lain Emmy

Pangaribuan Simanjuntak dan Wirjono Prodjodikoro, dapat disimpulkan bahwa asuransi


mempunyai fungsi atau peranan yang besar dalam menunjang kegiatan manusia ataupun

perusahaan. Hal itu disebabkan asuransi memberikan beberapa manfaat, antara lain:14

a. Ditutupnya perjanjian asuransi akan menciptakan rasa tentram kepada yang

bersangkutan;

b. Adanya keberanian untuk menggalang tujuan yang lebih besar, dapat melahirkan rasa

optimisme dalam meingkatkan usaha;

c. Asuransi merupakan dasar pertimbangan atau persyaratan dari pemberian kredit

d. Asuransi merupakan alat untuk membentuk modal dan pendapatan demi masa depan

e. Dengan asuransi akan menaikkan efisiensi dan kegiatan perusahaan

f. Sebagai sarana jaminan social, dan lain-lain

Salah satu upaya manusia untuk mengalihkan risikonya sendiri adalah dengan jalan

mengadakan perjanjian pelimpahan risiko dengan pihak lain. Perjanjian semacam itu disebut

dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan. Fungsi dasar asuransi dapat dilihat secara jelas di

sini merupakan suatu upaya untuk menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian khusus yang

tidak bersifat spekulatif.15

4. Perjanjian Asuransi

Inti atau jiwa atau ruh dalam asuransi adalah perjanjian.16 Menurut Apeldoorn perjanjian

disebut faktor yang membantu pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian

adalah determinan hukum. Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur

dalam KUHD. Perjanjian tersebut dikenal dengan perjanjian asuransi, asuransi yang memiliki

syarat sahnya perjanjian menurut KUHperdata dan KUHDagang. Syarat-syarat sah suatu

14
Djoko Prakoso., Op.Cit, hlm. 25.
15
Abduljadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 15
16
H.K. Martono & Eka Budi Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat-Laut-Udara, Mandar Maju,
Bandung, 2011, hlm. 55.
perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 251 KUHD. Menurut

ketentuan pasal 1320 KUHPerdata dan 251 KUHD, ada 5 (lima) syarat sah suatu perjanjian

asuransi, yaitu:

a. Kesepakatan (consensus)

Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi, kesepakatan

tersebut meliputi:

1. Benda yang menjadi obyek asuransi.

2. Pengalihan risiko dan pembayaran premi.

3. Evenemen dan ganti kerugian.

4. Syarat-syarat khusus asuransi.

5. Dibuat secara tertulis yang disebut polis.

Kesepakatan antara tertanggung dan penanggung dibuat secara bebas, tidak berada di

bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat

menentukan syaratsyarat perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan

perundangundangan yang berlaku.

b. Kewenangan (Authority)

Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang

diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif

dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah

dewasa sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian atau pemegang kuasa yang sah.

Kewenangan objektif artinya tertanggung mampunyai hubungan yang sah dengan

objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung

adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar
perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga, maka

tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari

pihak ketiga yang bersangkutan.

c. Objek Tertentu (fixed Object)

Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat

berupa harta kekayaan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat

pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia, berupa harta kekayaan

dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada perjanjian asuransi

kerugian, berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada perjanjian asuransi jiwa.

Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus

mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi itu.

d. Kausa yang Halal (Legal Cause)

Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang undang-

undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan

kesusilaan. Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh

tertanggung dan penanggung adalah beralihnya risiko atas objek asuransi yang

diimbangi dengan pembayaran premi, penanggung menerima peralihan risiko atas

objek asuransi. jika premi dibayar maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar risiko

tidak beralih.

e. Pemberitahuan (Notification)

Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek

asuransi. kewajiban ini dilakukan saat mengadakan asuransi. jika tertanggung lalai

maka akibat hukumnya asuransi batal. Dalam sahnya suatu perjanjian yang terdapat
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dua syarat pertama dinamakan syaratsyarat subjektif

karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian

sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai

perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Pihak-pihak yang membuat perjanjian asuransi adalah pihak perusahaan asuransi

(penanggung) dan pihak tertanggung. Pengaturan asuransi dalam buku III KUH Perdata

mengandung aturan mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang telah

dijelaskan di atas.

Hak-hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian asuransi yang sudah disepakati

adalah Asuransi merupakan perjanjian timbal balik. Berkaitan dengan hal tersebut, para pihak,

yaitu penanggung dan tertanggung masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang saling

berhadap-hadapan. Hak dan kewajiban tersebut dapat disimpulkan dari ketentuan KUHD dan

polis yang merupakan alat bukti ditutunya perjanjian. Adapun hak dan kewajiban yang dimaksud

adalah sebagai berikut:17

a. Hak tertanggung;

1. Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung (Pasal 259 KUHD);

2. Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung (Pasal 260 KUHD);

3. Meminta ganti kerugian kepada penanggung, karena pihak yang disebut terakhir ini

lalai menandatangani dan menyerahkan polis sehingga menimbulkan kerugian pada

tertanggung (Pasal 261 KUHD);

4. Melalui pengadilan, tertanggung dapat membebaskan penanggung dari segala

kewajibannya pada waktu yang akan datang. Untuk selanjutnya, tertanggung dapat

17
Besty Habeahan, ”Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Atas Kepailitan
Perusahaan Asuransi”, 2020, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Medan, hlm. 22.
mengasuransikan kepentingannya kepada penanggung yang lain untuk waktu dan

bahaya yang sama dengan asuransi yang pertama (Pasal 272 KUHD);

5. Mengadakan solvabiliteit verzekering, karena tertanggung ragu-ragu akan

kemampuan penanggungnya (Pasal 280 KUHD); dalam hal ini, harus tegas bahwa

tertanggung hanya akan mendapat ganti kerugian dari salah satu penanggung saja;

6. Menuntut pengembalian premi baik seluruhnya maupun sebagian, apabila

perjanjian asuransi batal atau gugu; Hak tertanggung mengenai hal ini dilakukan

apabila tertanggung beritikad baik, sedangkan penanggung bersangkutan belum

menanggung risiko (premi restorno, Pasal 281 KUHD);

7. Menuntut ganti kerugian kepada penanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan

dalam polis terjadi.

b. Kewajiban tertanggung;18

1. Membayar premi kepada penanggung (Pasal 246 KUHD);

2. Memberikan keterangan yang benar kepada penangguyng mengenai objek yang

diasuransikan (Pasal 251 KUHD);

3. Mengusahakan atau mencegah agar peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian

terhadap objek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat dihindari; apabila dapat

dibuktikan terjadinya peristiwa tersebut, dapat menjadi salah satu alasan bagi

penanggung untuk menolak memberikan ganti kerugian bahkan sebaliknya,

menuntut ganti kerugian kepada tertanggung (Pasal 283 KUHD);

4. Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi peristiwa yang telah

menimpa objek yang telah diasuransikan, berikut usaha-usaha pencegahannya

c. Hak penanggung
18
Ibid. hlm. 24.
1. Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian;

2. Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada tertanggung yang berkaitan

dengan objek yang diasuransikan kepadanya;

3. Memiliki premi dan bahkan menuntutnya dalam hal peristiwa yang diperjanjikan

terjadi tetap disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD);

4. Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang

disebabkan oleh perbuatan curang dari tertanggung (Pasal 282 KUHD);

5. Melakukan asuransi kembali (reasuransi) kepada penanggung yang lain, dengan

maksud untuk membagi risiko yang dihadapinya (Pasal 271 KUHD).

d. Kewajiban penanggung;

1. Memberikan ganti kerugian atau memberikan sejumlah uang kepada tertanggung

apabila peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali jika terdapat hal yang dapat

menjadi alasan untuk membebaskan dari kewajiban tersebut;

2. Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung (Pasal 259, 260

KUHD);

3. Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi gagal atau gugur dengan

syarat tertanggung belum menanggung risiko sebagian atau seluruhnya (premi

restorno, Pasl 281 KUHD).

Demikian antara lain beberapa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian asuransi

sebagai perjanjian timbal balik. Agar perjanjian asuransi yang 31 diadakan terlaksana dengan

baik, masing-masing pihak dituntut untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan itikad baik

yang merupakan prinsip penting dalam perjanjian pada umumnya seperti yang tertulis dalam

Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata.


5. Asas-Asas Perjanjian Asuransi

Perjanjian asuransi mengandung beberapa asas yaitu:

a. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), ditentukan pada Pasal 1338 ayat (1)

KUH Perdata, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang

memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: membuat atau tidak membuat

perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian,

pelaksanaan, dan persyaratannya, serta menentukan bentuk perjanjiannya apakah

tertulis atau lisan.19

Tetapi asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) bukan berarti bebas sebebas-

bebasnya. Konsekuensi asas ini adalah dilarang membuat kontrak yang bertentangan

dengan ketentuan hukum yang berlaku atau kesusilaan atau ketertiban umum, maka

akan mengakibatkan kontrak tersebut menjadi batal demi hukum atau dapat

dibatalkan.

b. Asas konsensualisme, terkandung di dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebagaimana

telah dijelaskan di muka, bahwa asas ini menentukan kata sepakat antara para pihak

yang berkontrak khususnya dalam perjanjian asuransi. Herlien Budionon mengatakan

terkait asas konsensualisme ini bahwa perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas

tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formal tetapi cukup melalui konsensus

belaka.

c. Asas pacta sunt servanda, terkandung di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,

menentukan, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang

19
Bisdang Sigalingging, “Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi”, file: ///C:
/Users/ASUS/Downloads/79-Article %20Text-156-1-10-20161107%20(1) .pdf, (diakses pada 24 Desember 2020,
Pukul 00.05).
membuatnya sebagai undang-undang”. Dalam pasal ini terkandung asas pacta sunt

servanda, asas kebebasan berkontrak, dan asas kepastian hukum. Kepastian hukum

dalam pasal ini berarti janji harus ditepati.

d. Asas itikad baik (good faith), tersurat dengan tegas (eksplisit) di dalam Pasal 1338

ayat (3) KUH Perdata, menentukan, “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan

itikad baik”. Bahwa asas itikad baik pada Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata ini sebagai

penyeimbang dari asas pacta sunt servanda yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat

(1) KUH Perdata. Sehingga dengan gabungan kedua asas ini memberikan

perlindungan pada pihak yang lebih lemah sehingga kedudukan para pihak dalam

perjanjian asuransi yaitu antara penanggung dan tertanggung menjadi seimbang.

e. Asas kepribadian, terkandung dalam Pasal 1315 KUH Perdata, menentukan, “pada

umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta

ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”. Asas yang terkandung

dalam pasal ini mengisyaratkan bahwa perjanjian antara para pihak hanya berlaku

mengikat bagi kedua belah pihak saja (mereka saja).

f. Asas Indemnitas

Asas Indemnitas artinya asas ganti kerugian, yakni hanya kerugian yang benar-benar

diderita oleh tertanggung yang diganti. Asas ini berlaku pada pertanggungan kerugian

tetapi tidak berlaku pada pertanggungan jiwa, sebab dalam pertanggungan jiwa unsur

kerugian materiil tidak menjadi hal yang mutlak adanya.20

g. Subrogation (Pengalihan Hak atau Perwalian)

Yaitu pengalihan hak dari tertanggung kepada penanggung jika si penanggung telah

membayar ganti rugi terhadap si tertanggung.


20
Ibid.
6. Polis Asuransi

a. Pengertian Polis

Polis asuransi disebut juga dengan istilah kontrak, kontrak polis, sertifikat asuransi. Polis

asuransi sangat penting untuk nasabah dan perusahaan asuransi, Sesuai dengan Pasal 255 KUHD

(Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam

bentuk dokumen atau akta yang dinamakan polis. Kemudian sesuai dengan Pasal 19 ayat 1 PP

No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha perasuransian: “Polis atau bentuk perjanjian

asuransi dengan nama apapun, disertai dengan lampiran yang merupakan kesatuan polis, tidak

boleh memuat kata-kata, atau kalimat yang dapat menimbulkan menyebabkan penafsiran

berbeda tentang risiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban

tertanggung, atau dapat mempersulit tertanggung mengurus haknya” (19 ayat 1 PP No. 73

tahun 1992).”21

Berpedoman pada ketentuan hukum tersebut, pengertian polis asuransi yang diutarakan

oleh Abdulkadir Muhammad bahwa polis berguna sebagai alat bukti yang tertulis bahwa ada

perjanjian asuransi antara dua pihak, yakni pihak tertanggung dan penanggung. Dari uraian

diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Polis adalah dokumen yang memuat kesepakatan

antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dan pihak tertanggung berkaitan dengan resiko

yang akan dipertanggungkan dan polis adalah bukti perjanjian penutupan asuransi. Polis asuransi

juga bisa dikatakan sebagai sertifikat, akta, atau surat yang dibuat secara tertulis dan dikeluarkan

oleh perusahaan asuransi yang akan dibayarkan sesuai pertanggungan atau masa jatuh tempo

oleh perusahaan asuransi sebagai penjaminnya.

Standar pada polis pada umumnya terdiri atas, schedule atau ikhtisar pertanggungan atau

hal-hal utama yang perlu diketahui oleh tertanggung. Informasi tersebut terdiri dari nama, nilai
21
Pasal 19 ayat 1 PP No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha perasuransian
pertanggungan, obyek yang dipertanggungkan, besarnya nilai premi, periode asuransi, serta

daftar klausula tambahan. Setelah itu ada pula judul polis, pembukaan, penjaminan atau yang

biasa disebut operative clause, pengecualian, tanda tangan pihak perusahaan, serta uraian. 22

b. Fungsi Asuransi

• Bagi Tertanggung

Polis asuransi merupakan bukti tertulis atas jaminan perlindungan untuk mengganti

kerugian yang mungkin terjadi yang akan ditanggung oleh polis. Kedua, polis

berfungsi sebagai bukti pembayaran premi kepada penanggung. Dan terakhir, polis

adalah bukti yang kuat untuk mengajukan tuntutan kepada penanggung bila lalai tak

memenuhi kewajibannya.

• Bagi penanggung

Sementara bagi penanggung atau perusahaan, fungsi polis adalah sebagai bukti atau

tanda terima premi asuransi dari nasabah atau tertanggung. Polis juga merupakan bukti

tertulis atas jaminan yang diberikan perusahaan terhadap tertanggung untuk membayar

biaya perlindungan (ganti rugi) yang suatu saat terjadi kepada tertanggung. Terakhir,

polis adalah bukti otentik untuk menolak klaim atau tuntutan ganti rugi bila penyebab

kerugian tak memenuhi syarat dari kesepatakan yang dibuat sebelumnya.

Pada dasarnya asuransi digolongkan menjadi pertanggungan kerugian (Schade

Verzekering) dan pertanggungan jumlah (Sommen Verzekering). Pengertian asuransi atau

pertanggungan kerugian adalah sebagai berikut: “Perjanjian pertanggungan di dalam pengertian

yang murni harus mengandung suatu tujuan bahwa kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh

pihak tertanggung akan diganti oleh pihak penaggung”

22
Subekti, Op.Cit, hal 38.
Polis asuransi jiwa disebut juga dengan istilah kontrak, kontrak polis, sertifikat asuransi.

Polis asuransi sangat penting untuk nasabah dan perusahaan asuransi, sebagai:23

a. Bukti tertulis bagi kedua belah pihak yang sudah sepakat.


b. Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi.
Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum jika terjadi
kesalahpahaman.
c. Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi.
Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum jika terjadi
kesalahpahaman.
d. Bukti tertulis bagi kedua belah pihak yang sudah sepakat.
e. Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi.
Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum jika terjadi
kesalahpahaman.
f. Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi.
Termasuk pada saat nasabah.
g. Bukti tertulis bagi kedua belah pihak yang sudah sepakat.
h. Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi.
Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum jika terjadi
kesalahpahaman.
i. Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi.
Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum jika terjadi
kesalahpahaman. Bukti tertulis bagi kedua belah pihak yang sudah sepakat.
j. Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi.
Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum jika terjadi
kesalahpahaman.
Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi.

Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum jika terjadi kesalahpahaman.

c. Syarat Syarat yang Dimuat dalam Polis

Dengan Syarat-syarat yang dimuat dalam polis harus dibedakan jenis asuransinya. Dalam

asuransi kejiwaan syarat polis yang harus di penuhi adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 256

KUHD yang terdiri dari:24

23
https: // www .finansialku.com/definisi-polis-asuransi- adalah/ Di Akses pada tanggal 26 Desember
2020 pada pukul 23.45
24
Besty Habeahan, Op.Cit, hlm. 20.
• Hari ditutupnya pertanggung

• Nama orang yang menutup pertanggung atas tanggungan sendiri atau atas tanggungan

seorang ketiga.

• Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang dipertanggungkan

• Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan

• Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penanggung

• Saat pada mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si penanggung dan saat

berakhirnyaitu

• Premi pertanggungan tersebut

• Pada umumnya, semua keadaan yang kiranya penting bagi si penanggung untuk

diketahuinya, dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak.

Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa unsur dalam polis asuransi

yaitu:25

Para pihak

Pada pertanggungan kerugian hanya ada dua pihak yaitu Penanggung dan tertanggung.

Sedangkan dalam pertanggungan jumlah, pihak tertanggungnya dapat memecah diri

menjadi dua bentuk, yaitu:

1. Penutup (pengambil) asuransi, yakni orang yang menutup atau mengambil asuransi,

berkewajiban membayar uang premi dan akibatnya berhak menerima polis.

25
H.M.N. Purwosutjipto., Op.Cit, hlm .17-18.
2. Penikmat, yakni orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi untuk menerima

prestasi penanggung, yang berwujud sejumlah uang yang besarnya telah ditentukan

pada saat ditutupnya pertanggungan.

Objek pertanggungan

Pada pertanggungan kerugian yang dipertanggungkan adalah “barang”. Barang

tersebut disebut benda pertanggungan, sedangkan dalam pertanggungan sejumlah uang

sesuatu yang dipertanggungkan adalah “jiwa” yaitu “hidupnya” seseorang, yang kita

sebut badan tertanggung.

Prestasi Penanggung

Pada pertanggungan kerugian, prestasi penanggung adalah mengganti kerugian yang

benar-benar diderita oleh tertanggung, sedangkan pada pertanggungan jiwa, prestasi

penanggung adalah membayar sejumlah uang tertentu yang telah ditetapkan pada saat

ditutupnya pertanggungan kepada penikmat.

Penikmat

Kepentingan pada pertanggungan kerugian adalah hak subyektif atau kewajiban yang

bernilai uang, dapat diancam bahaya dan tidak dilarang oleh Undang-Undang (Pasal

268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), sedangkan kepentingan pada

pertanggungan jiwa bersifat immateriil dan biasanya berbentuk “hubungan

kekeluargaan”.

Evenement

Evenement pada pertanggungan kerugian berwujud terjadinya peristiwa tak tentu yang

menimbulkan kerugian pada tertanggung. Sedangkan pada pertanggungan jiwa ialah


hilangnya jiwa seseorang atau lampaunya suatu tenggang waktu tertentu tanpa

meninggalnya badan tertanggung.

d. Jenis-Jenis Polis

Berikut jenis maupun macam-macam Polis Asuransi:26

• Polis kendaraan bermotor

Dalam perjanjian ini, perusahaan asuransi penanggung bakal menanggung kerugian

yang terjadi terhadap kendaraan bermotor milik tertanggung.

• Polis perjalanan (voyage policy)

Perjanjian pertanggungan risiko tertanggung oleh perusahaan selama berada di dalam

perjalanan. Masa asuransi pada jenis ini gak berdasarkan waktu tertentu, tapi

berdasarkan berapa lama nasabah melakukan perjalanan. Jadi, nasabah bakal

dilindungi sejak berangkat hingga pulang dari perjalanan tersebut.

• Polis asuransi kesehatan

Kontrak yang berisi jaminan perusahaan untuk menanggung budget perawatan medis

tertanggung jika mengalami sakit atau kecelakaan. Biasanya ada dua tipe perawatan

yang ditanggung, yakni rawat inap dan rawat jalan.

• Polis asuransi jiwa

Dalam kesepakatan ini, perusahaan bakal mengukur nilai jiwa suatu nasabahnya

dengan nominal uang. Kemudian, uang tersebut bisa diberikan kepada ahli waris

apabila nasabahnya meninggal. Dokumen ini bakal memberikan perlindungan jiwa

bagi pemiliknya.

• Polis asuransi rumah

26
https: // www .finansialku.com/definisi-polis-asuransi- adalah/ Di Akses pada tanggal 26 Desember
2020 pada pukul 02.45
Dokumen yang mengatur bagaimana asuransi menanggung risiko kerugian apabila

tempat tinggal tertanggung beserta isinya mengalami kerusakan.

• Polis ditaksir (valued policy)

Perjanjian pertanggungan risiko dengan nominal yang sudah ditaksir sebelumnya.

• Polis tidak ditaksir (unvalued policy)

Dalam perjanjian ini, nilai pertanggungan yang tertera dalam polis hanya digunakan

sebagai batas maksimal atau satuan tersendiri dalam menentukan nominal klaim yang

akan diberikan nantiya.

• Polis risiko perang

Dokumen yang menjamin risiko tertanggung yang berada di wilayah perang.

• Polis veem

Perjanjian di mana asuransi bakal menanggung risiko kerusakan/kehilangan barang

milik tertanggung yang disimpan dalam gudang.

Praktik Asuransi menunjukkan bahwa setiap perusahaan asuransi telah menyusun

polisnya (polis standar) masing-masing dengan syarat khusus dan kalusula tertentu. Berdasarkan

syarat khusus dan klausula tertentu yang dicantumkan dalam polis, timbullah bermacam-macam

jenis polis berbeda antara satu dengan yang lainnya, bahkan perbedaan ini menjadi sarana

persaingan di antara sesama penanggung. Untuk mencegah persaingan yang tidak sehat (unfair

competition) sesama perusahaan asuransi, maka diupayakan penyeragaman syarat khusus dalam

polis dengan cara menciptakan polis standar, baik nasional maupun internasional sehingga dapat
dicegah perbedaan yang mencolok antara polis perusahaan asuransi yang satu dengan lainnya

yang sejenis.27

B. Tinjauan Umum Mengenai Kepailitan

1. Pengertian Kepailitan

Bila ditelusuri secara lebih mendasar, bahwa istilah “palilit” dijumpai di dalam

perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris, dengan istilah yang berbeda-beda.

Di dalam bahasa Perancis, istilah “faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan

pembayaran. Oleh sebab itu, orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di

dalam bahasa perancis disebut lefailli. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda

dipergunakan istilah failliet. Sedangkan di dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “to fail”,

dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah “fallire” Pailit, di dalam Khasanah ilmu

pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitur (yang berutang) yang berhenti membayar

utang-utangnya.28 Hal itu tercermin di dalam pasal 1 ayat 1 Peraturan Kepalilitan (PK), yang

menentukan: “Pegutang yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas pelaporan

sendiri maupun atas permohonan seirang penagih atau lebih, dengan putusan hakim dinyatakan

dalam keadaan pailit”.

Istilah berhenti membayar, seperti digariskan secara normatif diatas, tidak mutlak harus

diartikan debitur sama sekali berhenti membayar utang-utangnya. Tetapi debitur dapat dikatakan

dalam keadaan berhenti membayar, apabila ketika diajukan permohonan pailit ke Pengadilan,

debitur berada dalam keadaan tidak dapat membayar utangnya. Berhubung pernyataan pailit

27
Mulhadi, Op.Cit, hal. 59.
28
Zainal Asikin, “Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang di Indonesia”, 2013,
Pustaka Reka Cipta, Mataram, hlm. 23.
terhadap debitur itu harus melalui proses pengadilan (melalui fase-fase pemeriksaan), maka

segala sesuatu yang menyangkut tentnag peristiwa pailit itu disebut dengan istilah “kepailitan”.29

Sedangkan menurut UU No. 37 Tahun 2004 yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita

umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh

Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang

(Pasal 1 ayat 1). Keadaan perusahaan debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar

utangnya tersebut disebut dengan “insolvable”. Di Negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk

pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah “bankrupt” dan “bankrupty”.

Pengertian kepailitan juga ada pendapat sarjana. Menurut Santoso Sembiring, kepailitan

mempunyai makna ketidakmampuan debitur untuk memenuhi kewajiban kepada pihak kreditor

tepat waktu yang sudah ditentukan.30

Demikian juga sarjana yang bernama Andrian Sutedi menyatakan, kepailitan merupakan

suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan sidebitor (orang-orang berutang) untuk

kepentingan semua kreditor-kreditornya (orang-orang yang berpiutang).31

2. Asas-Asas Kepailitan

Keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai upaya

hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan

sebagaimana diatur dalam Pasal 1132 KUH Perdata. Sistem pengaturan yang taat asas inilah

yang mempunyai nilai utama dalam rangka memberikan kepastian hukum. Undang-Undang

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam penjelasannya

menyebutkan bahwa keberadaan Undang-Undang ini berdasarkan pada sejumlah asas-asas

kepailitan yakni:

29
Ibid. hlm 24.
30
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi Kedua, Jakarta, Sofmedia, 2010, hlm. 64.
31
Besty Habeahan, Op.Cit, hlm 28.
a. Asas keseimbangan

Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari

asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah

terjadinya penyalah gunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak

jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalah

gunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.

b. Asas kelangsungan usaha

Dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor

yang prospektif dapat dilangsungkan.

c. Asas keadilan

Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai

kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang berkepentingan. Asas

keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenangwenangan pihak penagih yang

mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan tidak

memedulikan kreditor lain.

d. Asas integrasi

Asas integrasi dalam undang-undang ini mengadung pengertian bahwa sistem hukum

formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum

perdata dan hukum acara perdata nasional.32

3. Syarat-Syarat Permohonan Pailit

Ketentuan mengenai syarat kepailitan diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan PKPU, yang menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau

lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat
32
Rahayu Hartini, 2008, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, hlm. 14-17.
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun

atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa

permohonan pailit dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Debitor terhadap siapa permohonan itu diajukan harus paling sedikit mempunyai dua

kreditor; atau dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu kreditor.

b. debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditornya.

c. utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih (due and

payble).

Kepailitan selalu berkaitan dengan utang piutang, sehingga perlu pemahaman mengenai

makna dari utang. Utang merupakan landasan utama yang digunakan untuk mempailitkan subjek

hukum, tanpa adanya utang perkara kepailitan tidak akan dapat diajukan. Menurut Pasal 1 Ayat

(6) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, utang adalah kewajiban yang

dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun

mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen,

yang timbul karena perjanjian atau Undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan

bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhanya dari harta

kekayaan debitor.

4. Manfaat dan Tujuan Pailit

Dikeluarkannya UUK-PKPU adalah untuk:33

a. Menghindari pertentangan apabila ada beberapa kreditor pada waktu yang sama

meminta pembayaran piutangnya dari debitor;

33
M. Yahya Harahap, Op.Cit. hlm. 298
b. Menghindari adanya kreditor yang ingin mendapatkan hak istimewa, yang menuntut

haknya dengan cara menguasai sendiri barang milik debitor tanpa memperhatikan

kepentingan debitor atau kreditor lainnya;

c. Menghindari adanya kecurangan yang dilakukan oleh debitor sendiri seperti melarikan

harta kekayaan debitor untuk melepaskan tanggung jawab terhadap kreditor;

Membagikan harta debitor secara adil dan seimbang menurut besar atau kecilnya piutang

masing-masing kreditor.

5. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit

Pasal 1 Undang-undang Kepailitan Yang Lama menyatakan bahwa pihak-pihak yang

dapat mengajukan permohonan pailit adalah:

a. Satu atau lebih kreditur dalam hal debitor belum membayar lunas sedikitnya satu

utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

b. Debitur sendiri (permohonan secara sukarela).

c. Jaksa Penuntut Umum, jika disyaratkan oleh kepentingan umum.

d. Bank Indonesia, jika debitur adalah bank berdasarkan Undang-Undang tentang

Perbankan (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992) sebagaimana telah diubah oleh

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

e. Badan Pengawas Pasar Modal, disingkat BAPEPAM, jika debitur adalah suatu

perusahaan efek berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal.

Dalam Pasal 3 Undang-Undang Kepailitan Yang Lama memberikan persyaratan bahwa

seorang debitur yang telah menikah dapat mengajukan permohonan kepailitan hanya dengan
persetujuan suami atau isterinya jika ada suatu bentuk kekayaan bersama, hal ini juga diatur pada

Pasal 4 Undang-Undang Kepailitan Yang Baru. Terdapat perubahan atas pihak-pihak yang dapat

mengajukan permohonan pailit pada Undang-undang Kepailitan Yang Baru, di mana terdapat

satu hal baru (butir keenam) yang mengatur mengenai perusahaan asuransi, terdapat dalam Pasal

2 ayat (5), yaitu: “Dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, Dana

Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik,

permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.”Perubahan yang

terjadi pada Undang-Undang Kepailitan Yang Baru membatasi permohonan pailit yang diajukan

pada perusahaan asuransi, di mana hal ini tidak diatur pada Undang-Undang Kepailitan Yang

Lama.

Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:

a. Orang Perseorangan (Pasal 1 Undang-Undang Kepailitan Yang Lama),34 yang

dimaksud dengan orang perseorangan dapat laki-laki atau perempuan, baik yang

belum ataupun yang sudah menikah. Pasal 3 Undang-Undang Kepailitan Yang Lama

menentukan, bila permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor yang

sudah menikah, permohonannya hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau

istrinya kecuali tidak ada percampuran harta kekayaan (harta bersama).35

b. Badan Hukum (Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Kepailitan Yang Lama)6,Badan

hukum juga dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan. Pernyataan pailit tersebut

mengakibatkan pengurusan harta kekayaan badan hukum secara serta merta beralih

kepada kurator. Dengan sendirinya, setiap gugatan hukum yang bersumber pada hak

dan kewajiban harta kekayaan debitor pailit harus diajukan kepada kurator.

34
H.M.N.Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (buku 8), cet.4. Jakarta, Djambatan,
2003, hlm.34.
35
Rachmadi Usman., Op.Cit, hlm.18-19.
c. Harta Warisan (Pasal 197 Undang-Undang Kepailitan Yang Lama), Pasal 197

Undang-undang Kepailitan Yang Lama menyatakan bahwa harta kekayaan seseorang

yang telah meninggal harus dinyatakan dalam keadaan pailit apabila seorang kreditor

atau lebih memajukan permohonan untuk itu, dan secara singkat menunjukkan bahwa

yang meninggal berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, ataupun

bahwa pada saat orang tadi meninggal, harta peninggalannya tidak cukup untuk

membayar utang-utangnya. Dengan adanya pernyataan pailit tersebut, maka terjadi

pemisahan harta kekayaan pihak yang, meninggal dari kekayaan ahli warisnya.

Dalam hal pihak-pihak yang dapat dimohonkan pailit ini, tidak terdapat perubahan dalam

Undang-Undang Kepailitan yang baru.

6. Akibat Kepailitan Terhadap Perjanjian Timbal Balik

Menurut Subekti menerjemahkan istilah overeenkomst dari Bahasa Belanda ke dalam

Bahasa Indonesia, yang artinya “Perjanjian”. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi

perjanjian, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih.36 Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa

dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib

berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor).

Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri atas satu atau lebih orang, bahkan dengan

berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri atas satu atau lebih badan hukum.

Pasal 1314 KUH Perdata berbunyi:

1. Suatu perjanjian dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban.

36
Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Diterjemahkan Oleh R.
Subekti Dan R. Tjitrosudibio, Cet. 33, Jakarta, Pradnya Paramita, 2003.
2. Suatu perjanjian dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang

satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu

manfaat bagi dirinya sendiri.

3. Suatu perjanjian atas beban, adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing

pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

Dari rumusan Pasal 1314 KUH Perdata diatas, dapat diketahui bahwa suatu perjanjian

dapat bersifat sepihak dan perjanjian yang bersifat timbal balik. Perjanjian yang bersifat sepihak,

yaitu suatu perjanjian dimana hanya ada satu pihak yang mempunyai kewajiban atas prestasi

terhadap pihak lain. Contohnya perjanjian hibah. Adapun perjanjian yang bersifat timbal balik,

yaitu suatu perjanjian dimana kedua belah pihak saling berprestasi. Dalam perjanjian timbal

balik (bilateral), selalu ada hak dan kewajiban di satu pihak yang saling berhadapan dengan hak

dan kewajiban dipihak lain.37

Pasal 36 ayat (1) UU Kepailitan menentukan bahwa dalam hal pada saat putusan

pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian

dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada Kurator

untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka

waktu yang disepakati oleh Kurator dan pihak tersebut.

Dalam hal kesepakatan mengenai jangka waktu tersebut tidak tercapai, Hakim Pengawas

menetapkan jangka waktu tersebut (Pasal 36 ayat (3) UU Kepailitan). Apabila dalam jangka

waktu tersebut, Kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan

perjanjian tersebut maka perjanjian berakhir dan pihak dalam perjanjian tersebut dapat menuntut

ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditor konkuren. Apabila Kurator menyatakan

37
Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Cet III, Bandung, Alumni, 1992 , hlm.
239.
kesanggupannya atas pelaksanaan perjanjian tersebut, Kurator wajib memberi jaminan atas

kesanggupan untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Pelaksanaan perjanjian tersebut tidak

meliputi perjanjian yang prestasinya harus dilaksanakan sendiri oleh debitur misalnya debitur

adalah seorang penyanyi atau seorang pelukis, dimana debitur diwajibkan untuk melukis wajah

pihak tersebut, dalam hal tersebut tidak mungkin bagi Kurator untuk melaksanakan perjanjian.

C. Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Hukum

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum

dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat reprisif, baik

yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu

gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,

kepastian kemanfaatan dan kedamaian.38

Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD, perjanjian asuransi harus dibaut secara tertulis

dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya, pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 73 Tahun 1992 menentukan, polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apa pun,

berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata, kata-

kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai risiko yang

ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban tertanggung, atau mempersulit

tertanggung mengurus haknya.39

Berdasarkan ketentuan 2 (dua) Pasal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa polis

berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi

antara tertanggung dan penanggung dan sebagai alat perlindungan hukum bagi para pihak guna

38
www artikata.com (arti perlindungan Hukum) diakses pada hari Senin, Tanggal 08 Februari 2021.
39
Abdulkadir Muhammad, “Hukum Asuransi Indonesia”, 2018, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 59.
jika terjadi wanprestasi dari para pihak. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis

harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan

interpretasi, sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan

kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Di samping itu, polis juga memuat kesepakatan

mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khsusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan

kewajiban untuk mencapai tujuan asuransi.

Membuat perjanjian pertanggungan adalah tertanggung dan yang menandatanganinya

adalah penanggung, dalam kenyataan praktek yang terjadi dewasa ini, surat perjanjian

pertanggungan itu (polis) sudah menggunakan standar polis internasional guna memudahkan

pelaksanaan dari perjanjian pertanggungan tersebut.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk membatasi permasalahan

yang akan dibahas dalam skripsi agar tidak mengambang. Ruang lingkup dalam penelitian ini

adalah Bagaimana perlindungan hukum kepada para pemegang polis atas pailitnya perusahaan

asuransi.

B. Metode Pendekatan

Sesuai dengan jenis penelitian yang bersifat yuridis normatife maka pendekatan yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Kasus

Metode pendekatan kasus dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan analisis

yuridis mengenai Kepailitan dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi

Dalam Hal Perusahaan Asuransi Dinyatakan Pailit.

2. Pendekatan Perundang-undangan

Metode pendekatan perundang-undangan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

menganalisis permasalahan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2014 tentang Perasuransian).

C. Sumber Bahan Hukum 51


Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis

normatif maka sumber hukum yang digunakan adalah data sekunder yaitu dengan melakukan

penelitian pustaka kemudian mengkaji bahan-bahan hukum yang telah di peroleh. Bahan hukum

tersebut meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier yakni

sebagai berikut:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari Perundang-undangan, catatan-

catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan. Adapun yang menjadi

sumber bahan hukum primer yang akan dipergunakan dalam mengkaji setiap permasalahan

dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan

hukum primer dan dapat membantu dalam proses penelitian, yaitu berupa buku-buku

literatur yang terkait, laporan penelitian terkait, jurnal-jurnal hukum yang terkait, pendapat

para ahli, tulisan-tulisan hukum, sumber dari internet yang relevan.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, yakni kamus hukum serta hal-hal yang bisa memberikan petunjuk

yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti.


D. Metode Pengumpulan Data

Adapun penelitian ini metode analisis yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan

cara studi kepustakaan. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer peraturan perundang-

undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014

tentang Perasuransian.

Adapun bahan-bahan sekunder adalah bahan hukum yang tidak mengikat tetapi

menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran

para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan

memberikan petunjuk kemana peneliti akan mengarah, yang dimaksud dengan bahan sekunder

disini adalah doktrin-doktrin yang ada dakam buku, jurnal hukum dan internet.

Jenis penelitian hukum ini termasuk penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang

berdasarkan pada bahan kepustakaan yang ada. Penelitian ini dengan menganalisis ketentuan

perundang-undangan serta literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok pembahasan.

E. Metode Analisa Data

Analisa data yang digunakan yaitu analisa data yuridis deskriptif yaitu dengan melihat

kenyataan-kenyataan yang ada dan di kaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku saat ini dan telah ditur dengan baik dan sitematis sehingga akhirnya dapat memberikan

jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Tujuan analisis ini adalah untuk

mendapat pandangan-pandangan baru yang selanjutnya diharapkan mampu memberikan solusi


baru terhadap masalah yang mungkin timbul dalam Pemegang Polis Asuransi Dalam Hal

Perusahaan Asuransi Dinyatakan Pailit.

F. Kesulitan

Kesulitan yang dihadapi dalam penulisan skripsi ini adalah dalam melakukan pengumpulan

data, dimana melakukan pengumpulan data secara kepustakaan yang berkaitan dengan masalah

penelitian, serta mencari bahan bahan yang sesuai dengan penelitian ini sehingga memerlukan

tenaga dan proses yang cukup lama.

Anda mungkin juga menyukai