Dibuat Oleh:
Revi Alvian Jurusan Managemen Pararel (Semester 2)
1.3 Tujuan
Suatu perusahaan dikatakan pailit atau istilah populernya adalah “bangkrut” manakala
perusahaan (atau orang pribadi) tersebut tidak sanggup atau tidak mau membayar hutang-
hutangnya. Oleh karena itu, daripada pihak kreditur ramai- ramai mengoroyok debitur dan saling
berebutan harta debitur tersebut, hukum memandang perlu mengaturnya, sehingga hutang- hutang
debitur dapat dibayar secara tertib dan adil.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepailitan adalah suatu sitaan umum yang
dijatuhkan oleh pengadilan khusus, dengan permohonan khusus, atas seluruh aset debitur
(badan hukum atau orang pribadi) yang mempunyai lebih dari 1 (satu) hutang/ kreditur di mana
debitur dalam keadaan berhenti membayar hutang- hutangnya, sehingga debitur segera membayar
hutang- hutang tersebut.
Agar seorang debitur dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan
Niaga, maka berbagai persyaratan yuridis harus dipenuhi. Persyaratan- persyaratan tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Debitur tersebut haruslah mempunyai lebih dari 1 (satu) hutang
b. Minimal 1 (satu) hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
c. Permohonan pailit dimintakan oleh pihak yang diberikan kewenangan untuk itu, yaitu pihak-
pihak sebagai berikut:
1) Pihak debitur.
2) Pihak kreditur.
3) Pihak jaksa (untuk kepentingan umum).
4) Bank Indonesia, jika debiturnya adalah bank.
5) Bapepam, jika debiturnya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan penjaminan,
dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
6) Menteri Keuangan, jika debiturnya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana
Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Setelah permohonan pailit dikabulkan oleh hakim, maka segera di angkat pihak2 sebagai berikut:
a. Panitia kreditur jika diperlukan.
b. Seorang atau lebih kurator
c. Seorang hakim pengawas
Prosedur beracara untuk kepailitan adalah di pengadilan khusus, yaitu di Pengadilan Niaga
dengan tata cara dan prosedur yang khusus pula. Tata cara berperkara dengan prosedur khusus
tersebut pada prinsipnya menyimpang dari prosedur hukum acara yang umum. Akan tetapi, jika
tidak diatur secara khusus dalam hukum acara kepailitan tersebut, maka yang berlaku adalah
hukum acara perdata yang umum.
Adapun yang merupakan kekhususan dari hukum acara kepailitan dibandingkan
dengan hukum acara perdata yang umum adalah sebagai berikut:
a. Di tingkat pertama, hanya pengadilan khusus yang berwenang, yaitu Pengadilan Niaga.
b. Adanya hakim- hakim khusus di Pengadilan Niaga.
c. Jangka waktu berperkara yang singkat dan tegas.
d. Prosedur perkara dan pembuktiannya simpel.
e. Tidak mengenal upaya banding, tetapi langsung kasasi dan peninjauan kembali ke Mahkamah
Agung.
f. Adanya badan- badan khusus yang hanya berhak mengajukan permohonan pailituntuk perusahaan
tertentu. Misalnya: Bank Indonesia jika termohon pailit adalah Bank, atau Bapepam jika termohon
pailit adalah perusahaan efek.
g. Adanya lembaga hakim pengawas, panitia kreditur (optional) dan kurator.
h. Prinsip “presumsi mengetahui’ (presumption of knowledge) dan asas pembuktian terbalik terhadap
pengalihan debitur dalam hal- hal tertentu (dalam hal terjadinya actio pauliana)
i. Penangguhan hak eksekusi (stay) dari pemegang hak jaminan.
j. Prinsip verplichte procurer stelling (para pihak wajib diwakili oleh advokat).
Kepailitan membawa konsekuensi yuridis tertentu, baik terhadap kreditur maupun terhadap
debitur. Di antara konsekuensi- konsekuensi yuridis tersebut yang terpenting adalah sebagai
berikut:
a. Berlaku penangguhan eksekusi selama maksimum 90 (sembilan puluh) hari.
b. Boleh dilakukan kompensasi (setoff) antara hutang debitur dengan piutang debitur.
c. Kontrak timbal balik boleh dilanjutkan.
d. Berlaku actio pauliana.
e. Demi hukum berlaku sitaan umum atas seluruh harta debitur.
f. Kepailitan berlaku juga terhadap suami/istri.
g. Debitur atau direksi dari debitur kehilangan hak mengurus.
h. Perikatan setelah debitur pailit tidak dapat dibayar.
i. Gugatan hukum haruslah oleh atau terhadap kurator.
j. Semua perkara pengadilan ditangguhkan dan diambil alih oleh kurator.
k. Pelaksanaan putusan hakim dihentikan.
l. Semua penyitaan dibatalkan.
m. Pelelangan yang sedang berjalan dilanjutkan.
n. Baik nama atau pendaftaran jaminan hutang atas barang tidak bergerak dicegah.
o. Daluarsa dicegah.
p. Transaksi forward dihentikan.
q. Sewa- menyewa dihentikan.
r. Karyawan debitur dapat di-PHK.
s. Warisan dapat diterima atau ditolak oleh kurator.
t. Pembayaran hutang, di mana pembayaran tersebut dilakukan sebelum pailit oleh debitur dalam
hal- hal tertentu dapat dibatalkan.
u. Pembayaran hutang, di mana pembayaran tersebut dilakukan setelah pailit dapat dibatalkan.
v. Hak retensi tidak hilang.
w. Debitur pailit atau direksinya dapat disandera (gijzeling).
x. Debitur pailit demi hukum dicekal.
y. Harta pailit dapat disegel.
z. Surat- surat kepada debitur pailit dapat dibuka oleh kurator.
2.1.4 Tentang Kurator
Kurator adalah pihak yang memiliki peran sentral dalam suatu proses kepailitan. Setelah
ditunjuk oleh pengadilan, kuratorlah yang mengurus dan membereskan proses kepailitan sampai
akhir. Jadi, kurator hanya ada dalam proses kepailitan, sedangkan dalam proses penundaan
kewajiban pembayaran hutang semacam peran kurator dilaksanakan oleh pihak yang disebut
dengan “pengurus” Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)”. Kurator dapat
digolongkan sebagai berikut:
a. Balai Harta Peninggalan.
b. Kurator swasta, yang dapat berupa:
1) Lawser
2) Akuntan Publik
Apabila para pihak tidak menunjuk kurator, maka Balai Harta Peninggalan bertindak
menjadi kurator. Akan tetapi, jika kurator swasta yang dipilih, maka dia tidak boleh mempunyai
konflik kepentingan dengan kreditur maupu debitur.
Di samping kurator (kurator tetap), terdapat juga apa yang disebut dengan kurator semangat
(interim receiver). Kurator sementara ini dapat diangkat (tetapi tidak wajib) dan penunjukannya
dilakukan sebelum sebelum putusan pailit dijatuhkan, dengan tujuan agar harta perusahaan yang
akan pailit tersebut ada yang mengurusnya dan tidak disalahgunakan oleh pihak debitur. Setelah
pailit, tidak diperlukan lagi kurator sementara dan posisinya digantikan oleh kurator tetap.
Kurator mempunyai tugas utama untuk membereskan harta pailit sampai tuntas, mulai dari
menghitung kewajiban debitur pailit, membuat pengumuman dan pemberitahuan- pemberitahuan,
menjual aset, dan membagikannya kepada kreditur yang berhak.
Kurator dapat melakukan hampir segala hal yang menyangkut dengan pemberesan
perusahaan debitur, dengan atau tanpa persetujuan pihak tertentu. Memang dalam menjalankan
tugasnya, pihak kurator adakalanya wajib memperoleh izin dari pihak tertentu, bergantung jenis
tugas yang dilakukan oleh kurator. Izin atau persetujuan tersebut adalah berupa izin atau
persetujuan dari hakim pengawas atau dari majelis hakim ataupun kadang- kadang diperlukan
persetujuan dari panitia kreditur.
Di antara kewenangan ynag penting dari kurator dalam membereskan harta pailit adalah
sebagai berikut:
a. Mengalihkan harta pailit sebelum pemberesan.
b. Menjual barang- barang yang tidak diperlukan dalam melanjutkan usaha.
c. Menjual harta pailit dalam pemberesan.
d. Meminjam uang dari pihak ketiga.
e. Membebankan hak jaminan atas harta pailit.
f. Menghadap di muka pengadilan.
g. Melanjutkan usaha debitur sebelum insolvensi.
h. Melanjutkan uasaha debitur setelah insolvensi.
Dalam melakukan pemberesan, salah satu pedoman yang harus selalu dipenuhi oleh kurator
adalah prinsip menguangkan sedapat mungkin seluruh harta pailit atau yang dikenal dengan
sebutan Cash is the King. Karenaitu, menagih piutang dan menjual aset debitur adalah di antara
tugas- tugas kurator yang sangat penting. Kurator berwenang menjual aset debitur dalam hala- hal
sebagai berikut:
a. Menjual aset debitur yang hasilnya akan diserahkan kepada pihak yang berwenang.
b. Menjual aset untuk menutupi ongkos kepailitan.
c. Menjual aset, karena menahan aset tersebut dapat mengakibatkan kerugian
d. Menjual barang jaminan hutang dalam masa penangguhan eksekusi jaminan hutang atau setelah
masa penangguhan eksekusi jaminan hutang.
e. Menjual aset yang tidak diperlukan untuk kelangsungan usaha.
2.2Undang-undang kepailitan
2.2.1 Tujuan undang-undang kepailitan
Merupakan hal yang wajar apabila suatu hukum kepailitan dapat memenuhi tujuan-tujuan di
bawah ini:
Meningkatkan upaya pengembalian kekayaan
Semua kekayaan debitur harus ditampung dalam suatu kumpulan dana yang sama disebut sebagai
harta kepailitan yang di sediakan untuk pembayaran tuntutan kreditur kepailitan menyediakan
suatu forum untuk likuidasi secara kolektif atas aset debitur. Hal ini mengurangi biaya
administrasi dalam likuidasi dan pembagian kekayaan debitur. Ini memberikan suatu jalan cepat
untuk mencapai likuidasi dan juga pembagian.
Memberikan perlakuan baik yang seimbang dan yang dapat di perkirakan sebelumnya kepada
para kreditur
Pada dasarnya,para kreditur di bayar pari passu: mereka menerima suatu pembagian secara pro
rata parte dari kumpulan dana tersebut sesuai dengan besarnya tuntutan masing-masing. Prosedur
dan peraturan dasar dalam hubungan ini harus dapat memberikan suatu kepastian dan keterbukaan.
Kreditur harus mengetahui sebelumnya mengenai kedudukan hukumnya.
Memberikan kesempatan yang praktis untuk reorganisasi perusahaan yang sakit tetapi masih
potensial bila kepentingan para kreditur dan kebutuhan sosial dilayani dengan lebih baik dengan
mempertahankan debitur dalam kegiatan usahanya.
Dalam hukum kepailitan modern, perhatian yang besar di berikan kepada kepentingan sosial yang
dilayani oleh kesinambungan kegiatan usaha dan terdapatnya kelangsungan kedapatan kerja.
Di samping proses kepailitan atas suatu perusahaan atau atas pribadi, maka terdapat juga
prosedur lain yang disebut dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yang di atur
1 (satu) paket dengan ketentuan tentang kepailitan. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini
juga dapat dijatuhkan oleh pengadilan (Pengadilan Niaga), baik terhadap debitur pribadi maupun
terhadap debitur badan hukum.
Penundaan pembayaran (utang) atau surseance van betaling atau suspension of payment ini
di Indonesia di atur dalam peraturan kepailitan (S. 1905-217 jo. 1906-348), Bab II, Pasal 212
sampai dengan 279.
Dasar utama peraturan penundaan pembayaran ini terdapat dalam pasal 212 PK yang isi
pokoknya: Debitur yang menduga (mengetahui) bahwa dia tidak akan dapat melanjutkan
membayar utang- utangnya yang sudah bisa ditagih, dapat mengajukan permohonan penundaan
pembayaran hutang- hutangnya kepada Hakim. Bila permohonan debitur ini diizinkan, maka
selama waktu penundaan pembayaran itu dia tidak boleh dipaksa untuk membayar utang-
utangnya.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini dalam bahasa Inggris disebut
dengan suspension of payment, atau dalam bahasa Belanda disebut dengan surseance van betaling.
Yang dimaksud dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini adalah suatu
periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang- undang melalui putusan pengadilan niaga di
mana dalam periode waktu tersebut kepada kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk
memusyawarahkan cara- cara pembayaran hutangnya dengan memberikan rencana pembayaran
(composition plan) terhadap seluruh atau sebagian hutangnya itu, termasuk apabila perlu
merestukturisasi hutangnya tersebut. Dengan demikian, Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) merupakan semacam moratorium, dalam hal ini legal moratorium.
Orang yang diangkat untuk mengurus harta debitur Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) adalah pihak yang disebut denagn pengurus (administrator). Tugas pengurus dalam
proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mirip dengan tugas kurator (receiver)
dalam proses kepailitan. Bahkan, syarat- syarat untuk menjadi pengurus sama dengan syarat-
syarat untuk menjadi kurator.
2.3.3 Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)