Anda di halaman 1dari 7

TUGAS HUKUM KORPORASI

Dosen Pengampu : Widio Rahardjo, S.H.,M.Kn

Disusun Oleh :
Nama : Andre Simanullang
Nim : 042011535027
Penyebab Perusahaan Pailit
Ada beberapa faktor penyebab perusahaan pailit, diantaranya adalah sebagai berikut:
•Tidak mampu menangkap kebutuhan konsumen, sehingga perusahaan dapat memberikan layanan atau
produk yang diterima pasar
•Terlalu fokus pada pengembangan produk, sehingga perusahaan dapat melupakan kebutuhan konsumen.
Perusahaan yang terlalu fokus pada pengembangan produk akan kehilangan kepekaan terhadap apa yang
terjadi di dalam perusahaan, situasi di luar, dan lain sebagainya.
•Mengalami ketakutan yang berlebihan, seperti takut bangkrut, takut rugi, takut tidak dapat melayani
konsumen, takut pada ketidakmampuan mengatasi masalah, dan lainnya. sebenarnya ketakutan tersebut
wajar. Namun, apabila ketakutan tersebut telah melebihi batas normal, maka kondisi tersebut harus
diwaspadai karena akan menghambat kinerja perusahaan dan membawa kehancuran.
•Berhenti untuk melakukan inovasi dalam berbisnis. Inovasi penting untuk dilakukan oleh setiap pengusaha
atau pebisnis. Karena tanpa melakukan inovasi, produk-produk yang dijual lama kelamaan akan
membosankan bagi masyarakat yang menjadi target pasar.
•Kurang mengamati pergerakan kompetitor atau pesaing, sehingga akan menyebabkan sebuah perusahaan
kalah bersaing dan tertinggal jauh di belakang. Sebuah perusahaan harus selalu memperhatikan langkah-
langkah yang dilakukan oleh kompetitor.
•Menetapkan harga yang terlalu mahal. Memang ada beberapa orang percaya bahwa harga mahal akan
membuat produk sebuah perusahaan tampak lebih bagus dan lebih mewah dari aslinya. Namun, bagaimana
jadinya jika ada perusahaan baru yang mengeluarkan produk mirip dengan barang perusahaan Anda dan
menjualnya jauh lebih murah. Maka kemungkinan perusahaan Anda akan ditinggal konsumen.
•Penyebab lainnya seperti terlilit utang, ekspansi yang berlebihan, penipuan yang dilakukan CEO, kesalahan
manajemen perusahaan, pengeluaran tidak terkendali, dan masih banyak lagi.
IMPLIKASI HUKUM KEPAILITAN

Dengan dijatuhkannya putusan pernyataan pailit baik itu yang diajukan oleh debitor, kreditor atau
pihak lain yang berwenang sesuai ketentuan dalam UU No. 37/2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU PKPU”), maka sejak tanggal dibacakannya putusan
pailit, Debitor kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk
dalam harta pailit. Pengurusan harta kekayaan debitor pailit beralih kepada kurator yang diawasi
oleh hakim pengawas. Sehingga segala tindakan yang mempengaruhi harta pailit baik itu
merugikan atau menguntungkan harus dilakukan atas persetujuan kurator. Hal ini tentunya
dilakukan tidak lain untuk kepentingan kreditor agar dapat terpenuhi haknya. Namun, menurut
pasal 22 UU PKPU terdapat harta-harta yang dikecualikan sehingga tidak masuk ke dalam harta
pailit, berikut adalah harta yang tetap dapat dikuasai debitor:
•Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur
dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan
untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
•Segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu
jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang
ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
Uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah
menurut undang-undang
PROSES LIKUIDASI
Likuidasi adalah pembubaran perusahaan oleh likuidator dan sekaligus pemberesan
dengan cara melakukan penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang,
dan penyelesaian sisa harta atau utang di antara para pemilik. Pengertian lain adalah
kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera
harus dibayar dengan harta lancarnya. Likuidasi diukur dengan rasio aktiva lancar dibagi
dengan kewajiban lancar. Perusahaan yang memiliki likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio
lancar sebesar 100%. Ukuran likuidasi perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat
likuidasi perusahaan ditunjukkan dengan rasio kas (kas terhadap kewajiban lancar). Contoh:
Membayar listrik, telepon, air PDAM, gaji karyawan, dsb.
Dalam hal syarat pembubaran perusahaan telah terpenuhi, maka proses likuidasi
diawali dengan ditunjuknya seorang atau lebih likuidator. Jika tidak ditentukan likuidator
dalam proses likuidasi tersebut maka direksi bertindak sebagai likuidator. Dalam praktiknya
likuidator yang ditunjuk bisa orang profesional yang ahli di bidangnya (dalam arti seseorang di
luar struktur manajemen perusahaan), tetapi banyak juga likuidator yang ditunjuk adalah
direksi dari perusahaan tersebut. Dalam melakukan tugasnya likuidator diberikan kewenangan
luas termasuk membentuk tim likuidator dan menunjuk konsultan-konsultan lainnya guna
membantu proses likuidasi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa likuidasi dilakukan
dalam rangka pembubaran badan hukum. Sedangkan kepailitan, tidak dilakukan dalam rangka
pembubaran badan hukum, dan tidak berakibat pada bubarnya badan hukum yang dipailitkan
tersebut.
KEPAILITAN INDIVIDU

Keberadaan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang adalah untuk memberikan perlindungan dan perlakuan yang adil dan berimbang
kepada para pemangku kepentingan (stake holders) yaitu kreditor, debitor dan masyarakat.
Pemberian perlindungan tidak hanya diberikan kepada kreditor berupa hak untuk mendapatkan
pelunasan atas utang-utang debitor dari penjualan harta debitor, akan tetapi juga bagi debitor yang
beritikad baik juga diberikan perlindungan yang seimbang dalam penyelesaian khususnya debitor
individu dalam penyelesaian perkara kepailitan di Indonesia. Artikel ini akan membahas mengenai
perlindungan hukum terhadap debitor dalam UUK & PKPU, dan bentuk perlindungan hukum
terhadap debitor pailit khususnya debitor individu yang beritikad baik dalam penyelesaian sengketa
perkara kepailitan di Indonesia. Simpulan yang didapat beberapa permasalahan dalam UUK & PKPU
menyebabkan debitor dalam hal ini debitor individu tidak mendapatkan perlindungan yang
seimbang.
Dalam hal setelah berakhirnya kepailitan debitor masih memiliki sisa utang, maka kreditor
masih memiliki hak tagih atas sisa utang yang belum terbayar lunas, hal ini memiliki perbedaan
tanggung jawab atas sisa utang tersebut antara debitor individu dan korporasi. Bentuk perlindungan
hukum terhadap debitor pailit individu dalam penyelesaian perkara kepailitan antara lain adanya
penataan dan penyempurnaan aturan dalam UUK & PKPU dengan mensyaratkan bahwa debitor
yang dapat dipailitkan adalah debitor yang berada dalam keadaan tidak mampu (insolvensi), oleh
karena itu diperlukan adanya insolvensi test. Selain itu perlunya dibedakan antara pengaturan
tentang orang, badan hukum dan bukan badan hukum dalam hukum kepailitan
Analisis Kasus
Gara-Gara Utang, Perusahaan Ini Digugat Pailit
•Pembahasan Masalah
Sidang kasus gugatan permohonan kepailitan terhadap termohon PT United Coal Indonesia
(UCI) digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Gambir, Jakarta Pusat, Senin
(13/10/2014). Selaku pemohon, CV Satria Duta Perdana dan CV Exsiss Jaya mengajukan
permohonan kepailitan kepada PT United Coal Indonesia yang bergerak sebagai perusahaan
pertambangan batubara di Samarinda, Kalimantan Timur. Sidang yang dipimpin hakim Titik
Tejaningsih itu turut dihadiri oleh pihak kuasa hukum pemohon dan termohon pailit. Kuasa hukum
pemohon, Bagus Wicaksono, mengatakan, permohonan kepailitan yang diajukan kepada PT UCI
teregister dengan nomor perkara Nomor 32/Pdt. Sus/ Pailit/2014/PN. Niaga. Jkt merupakan sebuah
bentuk upaya proses hukum akibat tidak dibayarnya utang para kreditur PT UCI dan utang tersebut
telah jatuh tempo serta dapat ditagih.
"Permohonan kepailitan tersebut diajukan karena adanya hak-hak kreditur lain yang
diajukan, yaitu untuk membantu lima karyawan PT UCI cabang site Palaran yang upahnya tidak
dibayar selama tiga bulan berturut-turut sejak bulan Juni, Juli dan Agustus oleh PT UCI danhutang
tersebut sudah jatuh tempo," paparnya. Seperti diketahui, proses hukum pengajuan kepailitan
dalam Undang-undang Kepailitan diperuntukkan untuk memaksa pengusaha nakal yang tidak
mempunyai itikad baik dalam membayar utang yang telah jatuh tempo dan utang itu berasal dari
kegiatan bisnis. Untuk itu, CV Satria Duta Perdana dan CV Exsiss Jaya mengajukan permohonan
perkara kepailitan yang ditujukan ke PT UCI.
Adapun dasar diajukannya permohonan perkara kepailitan lantaran PT UCI mengalami
kegagalan dalam melunasi pembayaran tagihan yang timbul atas pembelian alat-alat kebutuhan
operasional PT UCI yang dilakukan berdasarkan pemesanan (purchase order) yang jatuh tempo
pembayaran dengan jumlah nilai total tagihan yang sampai saat ini mencapai Rp116.137.500
dan Rp103.817.700. Sehingga, jumlah total tagihan sebesar Rp219.955.200. "Walaupun jumlah
utang yang ditagih tidak besar, namun dilihat dari syarat Undang-undang kepailitan yaitu
jumlah kreditur minimal dua kreditur. Utang yang telah jatuh tempo dapat ditagih. Hal tersebut
sudah memenuhi unsur dalam UU Kepailitan pada perkara ini," paparnya. "Maka demi hukum
secara yudiris dan faktual, permohonan kepailitan ini seharusnya bisa dikabulkan oleh Majelis
Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat," timpalnya lagi.

•Kesimpulan

Hasil dari persidangan permohonan kepailitan yang diajukan tim kuasa hukum CV Satria Duta
Perdana dan CV Exsiss Jaya kepada Majelis Hakim, ternyata ditangguhkan menjadi Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). "Upaya permohonan pailit kita ditangguhan menjadi
PKPU. Mereka (pihak termohon) mengajukan PKPU. Sidang akan dilanjutkan Selasa, 14
Oktober besok tentang jawaban kita terkait PKPU dari pihak termohon. Namun kita terus
upayakan pengajuan pailit," tutupnya.
•Daftar Pustaka
•https://nasional.okezone.com/read/2014/10/13/337/1051700/gara-gara-utang-perusahaan-ini-di
gugat-pailit

Anda mungkin juga menyukai