Anda di halaman 1dari 6

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA


UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2021/2022

Mata Kuliah : Hukum Perusahaan dan Kepailitan


Dosen : Prof. Dr. Arrisman, SH., MH.
Hari/Tanggal : Kamis, 4 Agustus 2022
Waktu : 90 menit

Soal:

1. Andri, Budi dan Citra ingin mendirikan suatu perusahaan. Andri dan Budi bersedia
memasukkan berupa sebuah ruko dan sejumlah uang, sedangkan Citra akan
mempergunakan kecakapannya keahlianya karena pendidikan.

Pertanyaan :

a. Jelaskanlah argumentasi anda bentuk hukum perusahaan apakah yang anda


sarankan untuk mereka dirikan ?

b. Bagaimanakah mereka membagi keuntungan / kerugiannya ?

c. Bila Daniel ingin ikut dalam perusahaan yang anda sebutkan di atas dan Daniel
tidak mau ikut bertanggungjawab atas harta pribadi terhadap hutang-hutang
perusahaan, perusahaan bentuk hukum apa yang didirikan oleh Andri, Budi,
Citra, dan Daniel itu ?

2. Jelaskan tugas dan kewajiban seorang kurator dalam melaksanakan pekerjaannya!

3. Jelaskanlah perbedaan antara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU)


dengan kepailitan?
4. Jelaskanlah akibat hukum kepailitan perusahaan terhadap Direksi dan Komisaris
perusahaan?
5. Apakah yang dimaksud dengan Actio Pauliana dan jelaskanlah syarat agar dapat
dilakukan Actio Pauliana?
6. Jelaskan tahapan dan cara berakhirnya kepailitan yang anda ketahui!

----------- Selamat mengerjakan -------------


Nama : Tjut Natasya Nadya

NPM : 201020918054

Mata Kuliah : Hukum Perusahaan dan Kepailitan

Ujian Akhir Semester (UAS)

1. Andri, Budi dan Citra ingin mendirikan suatu perusahaan. Andri dan Budi
bersedia memasukkan berupa sebuah ruko dan sejumlah uang, sedangkan Citra
akan mempergunakan kecakapannya keahlianya karena pendidikan.
A. Argumentasi dalam bentuk hukum perusahaan yang disarankan:
Selain menjalankan prosedur pendirian PT, modal pendirian juga merupakan syarat
penting membentuk PT. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT), modal minimal pendirian PT dipersyaratkan
sebesar 50 (lima puluh) juta rupiah. Namun, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Peurbahan Modal Dasar Perseroan Terbatas, modal
dasar untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ditentukan berdasarkan
kesepakatan para pendiri PT yang dituangkan dalam Akta Pendirian PT atau dengan
kata lain tidak perlu setor modal sebesar yang disyaratkan UUPT.
Bentuk perusahaan yang didirikan sebaiknya Persekutuan Perdata yang dimana
perusahaan ini berdiri dari perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih untuk
mengikatkan diri dan memasukkan sesuatu untuk membagi keuntungan bersama.
B. Cara membagi keuntungan:
Persekutuan perdata merupakan bentuk umum dari persekutuan firma dan
perusahaan komanditer. Maka dari itu, dalam hal keuntungan dibagi sama rata
secara merata.
C. Bentuk perusahaan yang didirikan apabila Daniel tidak ingin ikut
bertanggungjawab atas harta pribadi terhadap hutang-hutang perusahaan:
Bentuk perusahaan Perseroan Komanditer atau CV, karena perusahaan ini
pendirinya dapat persero aktif dan persero pasif. Persero pasif merupakan pihak
atau orang yang hanya bertanggungjawab sebatas uang yang disetor kedalam
perusahaan tanpa melibatkan harta dan kekayaan pribadi.

1
2. Tugas dan kewajiban seorang kurator dalam melaksanakan pekerjaannya:
- Memberikan pengumuman kepailitan;
- Mengundang kreditur untuk menyelenggarakan rapat;
- Mengamankan asset kekayaan yang dimiliki oleh debitur pailit;
- Melakukan inventarisasi harta pailit.

3. Perbedaan antara penundaan kewajiban pembayaran hutang (PKPU) dengan


kepailitan:

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”), kepailitan adalah sita umum atas
semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Sedangkan, PKPU sendiri tidak
diberikan definisi oleh UU Kepailitan. Akan tetapi, dari rumusan pengaturan mengenai
PKPU dalam UU Kepailitan kita dapat melihat bahwa PKPU adalah sebuah cara yang
digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal debitur atau kreditur menilai debitur
tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-
utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai
rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada
kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak perlu dipailitkan.

Berdasarkan hal tersebut bahwa dalam kepailitan, harta debitur akan digunakan untuk
membayar semua utang-utangnya yang sudah dicocokkan, sedangkan dalam PKPU,
harta debitur akan dikelola sehingga menghasilkan dan dapat digunakan untuk
membayar utang-utang debitur.

Dalam hal upaya hukum, kepailitan terhadap putusan atas permohonan pernyataan
pailit, dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 11 ayat [1] UU Kepailitan).

Selain itu berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Kepailitan (UU Kepailitan) terhadap


putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (Pasal 14 UU
Kepailitan). Sedangkan PKPU, berdasarkan Pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan terhadap
putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun. Dalam hal jangka waktu

2
penyelesaian, kepailitan setelah diputuskannya pailit oleh Pengadilan Niaga, tidak ada
batas waktu tertentu untuk penyelesaian seluruh proses kepailitan. Sedangkan PKPU,
berdasarkan Pasal 228 ayat (6) UU Kepailitan PKPU dan perpanjangannya tidak boleh
melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan.

4. Akibat hukum kepailitan perusahaan terhadap Direksi dan Komisaris


perusahaan:

Terkait terhadap Direksi, berdasarkan Pasal 104 UUPT Direksi tidak berwenang
mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga sebelum
memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi
karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara
tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari
harta pailit tersebut, Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga
bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota
Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan.

Terkait terhadap Komisaris, berdasarkan Pasal 115 UUPT Dalam hal terjadi kepailitan
karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan
terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak
cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap
anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan
anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi, Tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak
menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

5. Yang dimaksud Actio Pauliana dan syarat agar dilakukannya:


Actio paulina diatur di dalam KUH Perdata Pasal 1341, berbunyi, “Meskipun demikian,
tiap kreditor boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak

3
diwajibkan yang dilakukan oleh debitor, dengan nama apapun juga, yang merugikan
kreditor, asal dibuktikan, bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitor dan orang
yang dengannya atau untuknya debitor itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu
mengakibatkan kerugian bagi para kreditor. Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga
dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dari tindakan yang tidak
sah, harus dihormati.”
Ketentuan actio paulina dalam Pasal 1341 KUH Perdata merupakan pengecualian
terhadap Pasal 1340 KUH Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian hanya berlaku
dan mengikat para pihak yang membuatnya. Dengan mekanisme actio paulina, maka
pihak ketiga yang merasa dirugikan dapat menuntut pembatalan perjanjian.
Pada hakikatnya, actio paulina erat kaitannya dengan utang piutang. Merujuk pada
Pasal 1131 KUH Perdata, segala kebendaan debitor menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan. Hal ini berarti debitor bebas untuk menentukan bagaimana dia
memanfaatkan segala kebendaan yang dimilikinya, tetapi tidak boleh merugikan
kreditor. Actio paulina berperan dalam hal tindakan debitor merugikan kreditor.
Syarat dilakukannya diatur dalam Pasal 1341 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
- Kreditor yang mengajukan gugatan haruslah merupakan kreditor yang memiliki
kewenangan;
- Kreditor harus membuktikan bahwa debitor telah melakukan tindakan yang tidak
diwajibkan olehnya;
- Kreditor harus membuktikan bahwa tindakan debitor merugikan kreditor;
- Kreditor harus membuktikan bahwa, baik debitor maupun pihak dengan siapa
debitor melakukan perbuatan itu, mengetahui bahwa perbuatan hukum itu akan
membawa akibat yang merugikan kreditor;
- Terhadap perbuatan yang dilakukan dengan cuma-cuma oleh debitor, kreditor
cukup membuktikan bahwa debitor pada waktu melakukan perbuatan tersebut akan
merugikan kreditor, tanpa mempersoalkan apakah orang yang menerima
keuntungan juga mengetahuinya atau tidak.

4
6. Tahapan dan cara berakhirnya kepailitan:
- Akur atau perdamaian;
Pasal 144 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa debitur pailit
berhak untuk menawarkan perdamaian pada semua kreditur.
- Insolvensi;
Insolvensi terjadi bilamana dalam suatu kepailitan tidak ditawarkan perdamaian,
atau dapat pula ditawarkan perdamaian, namun tidak terjadi kesepakatan karena
tidak terpenuhinya perdamaian.
- Rehabilitasi;
- Pasal 215 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa, debitor pailit atau
para ahli waris berhak untuk mengajukan permohonan rehabilitasi kepada
pengadilan yang semula memeriksa kepailitan yang bersangkutan.
- Permohonan rehabilitasi akan diterima apabila pemohon dapat melampirkan bukti
yang menyatakan bahwa para kreditor yang diakui sudah menerima pembayaran
piutang seluruhnya. Terhadap putusan pengadilan ini tidak boleh diajukan kasasi.
- Putusan pailit dibatalkan oleh tingkat Pengadilan yang lebih tinggi;
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 196 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
bahwa Terhadap putusan pengadilan, kurator atau setiap kreditur dapat mengajukan
permohonan kasasi
- Pencabutan atas anjuran Hakim pengawas;
Hakim pengawas bertugas bersama-sama dengan kurator untuk melakukan
pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Dalam hal pencabutan pailit atas anjuran hakim pengawas, sebagaimana dimaksud
pada Pasal 66 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan bahwa pengadilan
wajib mendengar pendapat dari hakim pengawas, sebelum mengambil putusan
mengenai pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Anda mungkin juga menyukai