Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM KORPORASI

“PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERLINDUNGAN DATA PEKERJA”

“Diajukan Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Koporasi”


Dosen : Widio Rahardjo, S.H.,M.Kn.

Disusun oleh
Alita Dian Kartika Sari
042011535046

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga PSDKU Banyuwangi

Jl. Ikan Wijinongko No. 18a, Sobo, Kec. Banyuwangi, Kab. Banyuwangi 68418
2020
PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERLINDUNGAN DATA PEKERJA

A. Pengertian Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama dan setelah selesai masa hubungan kerja, baik pada pekerjaan yang
menghasilkan barang maupun pekerjaan berupa. Dari aspek hukum ketenagakerjaan
merupakan bidang hukum privat yang memiliki aspek publik, karena meskipun hubungan
kerja dibuat berdasarkan kebebasan para pihak, namun terdapat sejumlah ketentuan yang
WAJIB tunduk pada ketentuan pemerintah dalam artian hukum publik.

B. Peristilahan dalam Subjek dan Objek Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan dibagi kedalam beberapa bagian-bagian subjek dan objek


sebagaimana yang telah digambarkan dalam Struktur Ketengakerjaan. Bagian bagian tersebut
tentu memiliki pengertiannya masing-masing, entah itu pengertian secara umum, menurut
para pakar ataupun menurut perundangan. Ketenagakerjaan sendiri diatur dalam UU No. 13
Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 1 yang berbunyi:

"Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja."

Dikatakan bahwa ketenagakerjaan merupakan segala hal yang berhubungan dengan


tenaga kerja. Maka tenaga kerja disini merupakan objek dari ketenagakerjaan Sedangkan
orang yang disebut sebagai tenaga kerja yaitu penduduk usia kerja merupakan subjek
ketenagakerjaan.

Ketenagakerjaan sebagai induk permasalahan menampilkan salah satu objek


ketenagakerjaan yaitu tenaga kerja. Namun apakah hanya tenaga kerja yang merupakan objek
dari ketenagakerjaan, tentu saja tidak. Terdapat bagian-bagian lain yang merupakan
penjelasan dari peristilahan yang ada di dalam Struktur Ketenagakerjaan, dengan tidak
melupakan bahwa penduduk merupakan subjek ketenagakerjaan tersebut.

C. Bentuk Nyata dari Subjek dan Objek Ketenagakerjaan

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sub pembahasan sebelumnya bahwa objek dari
ketenagakerjaan adalah tenaga kerja dan tenaga kerja sendiri telah dikelompokkan menjadi
dua yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Maka dalam sub pembahasan ini saya
akan membahas mengenai Bentuk Nyata dari Subjek dan Objek Ketenagakerjaan. Yaitu:

1. Angkatan kerja yang terdiri dari pekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak
bekerja dan penganggur
 Pekerja. Memiliki bentuk nyata salah satunya seperti buruh karyawan Buruh adalah
manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan
berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya kepada pemberi kerja
atau pengusaha Bentuk nyata lainnya seperti Tenaga Kerja Indonesia yaitu warga
negara yang bekerja di luar negeri dan Tenaga Kerja Boringan
 Penganggur. Bentuk nyata dan pengangguran friksional seperti buruh pithrik lastik
yang berhenti bekerja karena ingin pindah bekerja di pabrik tekstil Bentuk nyata dan
pengangguran musiman seperti petani yang menunggu hasil tani, dan nelayan yang
belum bisa mencari ikan ke laut dikarenakan cuaca buruk.

2. Bukan angkatan kerja yang terdiri dari sekolah, pengurus rumah tangga dan penerima
pendapatan.
 Sekolah Memiliki bentuk nyata seperti siswa/siswi yaitu peserta didik pada jenjang
pendidikan menengah pertama dan menengah atas Mahasiswa itu peserta didik pada
jenjang pendidikan tinggi. Taruna yaitu pelajar sekolah calon perwira. Pelajar yaitu
peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat dasar maupun tingkat
menengah. Murid yaitu peserta didik tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
Dan santri yaitu peserta didik suatu pesantren atau sekolah sekolah salafiyah
 Pengurus rumah tangga. Memiliki bentuk nyata salah satunya seperti Ibu Rumah
Tangga atau yang biasa disingkat IRT. yaitu seorang wanita menikah yang
kegiatannya hanya menjalankan atau mengelola rumah keluarganya, bertanggung
jawab untuk mendidik anak-anaknya, memasak dan menghidangkan makanan,
membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari, membersihkan dan
memelibaru rumah, menyiapkan dan menjahit pakaian untuk keluarga, dan lain
sebagainya.
 Penerima pendapatan. Memiliki bentuk nyata seperti VeteranRepublik Indonesia yaitu
warga negara Indonesia yang bergabung dalam kesatuan bersenjata resmi yang diakun
oleh pemerintahan yang berperan secara aktif dalam pertempuran membela dan
mempertahankan kedaulatan NKRI. Bentuk nyata lainnya yaitu seperti pensiunan
Pegawai Negeri Sipil.

Tenaga kerja sebagai objek ketenagakerjaan dan penduduk sebagai subjek


ketenagakerjaan tentu memiliki pengelompokkan/pengklasifikasiannya masing masing.
Dalam memberikan kajian mengenai Subjek dan Ketenagakerjaan ini, saya selaku penulis
memberikan struktur, pembahasan peristilahan berikut dengan bentuk nyata nya.
Penmbahasan dari peristilahan tersebut telah menjelaskan bahwa bagian bagian dari tenaga
kerja tidak lain merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.

Bentuk nyata dari Subjek dan Objek Ketenagakerjaan juga telah memberikan cukup
pencerahan kepada kita bahwa apa yang kita temukan di lapangan baik sebagai penuntut ilmu
maupun pelaku ekonomi merupakan bagian dari ketenagakerjaan.

D. Pengertian Outsourcing

Bila merujuk pada Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang


ketenagakerjaan, Outsourcing (Alih Daya) dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja
seperti yang diatur pada pasal 64, 65 dan 66. Dalam dunia Psikologi Industri,
karyawan outsourcing adalah karyawan kontrak yang dipasok dari sebuah perusahaan
penyedia jasa tenaga alih daya.

Pada dasarnya, outsourcing adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan ketika mereka
menyerahkan beberapa aktivitas mereka kepada pihak luar (outside provider). Pengalihan ini,
beserta hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pihak, biasanya terekam
dalam sebuah kontrak kerjasama. Baik untuk menyelesaikan masalah yang ada di perusahaan,
maupun mendukung tujuan dan sasaran kegiatan bisnis, perusahaan kerap beralih
ke outsourcing. Dalam artian ini, pihak outside provider maupun perusahaan memiliki
kedudukan yang setara—bukan sebagai atasan dan bawahan.

E. Jenis – jenis Tenaga Kerja

Adapun, jenis-jenis tenaga kerja di Indonesia terbagi menjadi 4, baik dilihat dari sisi kualitas,
sifat, hubungan dengan produk, maupun jenis pekerjaan. Berikut adalah pembahasan secara
detail dari jenis-jenis tenaga kerja yang berlaku di Indonesia yaitu

1. Tenaga Kerja Berdasarkan Kualitas

Jika melihat dari sisi kualitas maka tenaga kerja dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :

1) Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang membutuhkan pendidikan terlebih
dahulu sebelum dapat melakukan pekerjaannya. Contohnya, guru, dokter, pengaca,
polisi, dan lain sebagainya.
2) Tenaga Kerja Terlatih adalah tenaga kerja yang tidak memerlukan pendidikan dan
hanya membutuhkan pelatihan terlebih dahulu sebelum dapat bekerja. Contohnya,
tukang pahat, tukang jahit, supir, dan montir.
3) Tenaga Kerja Tidak terdidik adalah tenaga kerja yang tidak memerlukan pendidikan
maupun pelatihan terlebih dahulu, pekerjaan dapat dilakukan bagi yang memiliki
kemauan. Contohnya, tukang sapu, tukang sampah, tukang parker, kuli panggul, dan
kuli bangunan.

2. Tenaga Kerja Berdasarkan Sifat

Jika melihat dari sifatnya maka tenaga kerja dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu
:

1) Tenaga Kerja Rohani adalah tenaga kerja yang cenderung lebih memanfaatkan
kemampuan otaknya dalam bekerja. Tenaga kerja ini biasanya adalah orang yang
bekerja di tempat yang relative bersih dan nyaman seperti perkantoran. Contohnya,
manajer perusahaan, direktur, maupun pejabat negara.
2) Tenaga Kerja Jasmani adalah tenaga kerja yang dituntut untuk menggunakan
tenaganya dalam melakukan suatu pekerjaaa. Contohnya, buruh suatu pabrik maupun
buruh tani.

3. Tenaga Kerja Berdasarkan Hubungan dengan Produk


Berdasarkan hubungan dengan produk, maka jenis tenaga kerja ini dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :

1) Tenaga Kerja Langsung adalah mereka yang bekerja dan turun langsung dalam proses
pembuatan atau produksi suatu produk. Biasanya, dalam sebuah perusahaan yang
besar, jumlah tenaga kerja langsung yang dibutuhkan terbilang sangat banyak guna
mempercepat proses produksi. Contohnya, para pekerja seperti tukang jahit di
perusahaan tekstil.
2) Tenaga Kerja Tak Langsung yaitu orang yang cenderung memiliki tugas lebih ringan
(secara fisik) karena tugasnya bukanlah membuat tetapi merencanakan dan
mengawasi produksi. Mereka yang tergolong tenaga kerja tak langsung biasanya
memiliki pendidikan yang tinggi. Contohnya, manager, supervisor, maupun direktur.

4. Tenaga Kerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Berdasarkan pada jenis pekerjaan yang dilakukan, maka tenaga kerja dapat dibedakan
menjadi tiga macam yaitu :

1) Tenaga Kerja Lapangan adalah tenaga kerja yang bekerjanya terjun langsung ke
lapangan bahkan terkadang berhubungan langsung dengan pelanggan. Contohnya,
marketing lapangan.
2) Tenaga Kerja Pabrik yaitu tenaga kerja yang bekerja di pabrik, biasanya di bagian
produksi.
3) Tenaga Kerja kantor adalah tenaga kerja yang bekerjanya di kantor, seperti tenaga
administrasi dan keuangan. Mereka biasanya adalah orang-orang yang terpilih dengan
kemampuan atau keahlian khusus.
F. Jenis-Jenis Pekerjaan Outsourcing

Awalnya, perusahaan outsourcing menyediakan jenis pekerjaan yang tidak


berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan dan tidak memedulikan jenjang karier.
Beberapa pekerjaan ini, antara lain operator telepon atau call center, petugas satpam dan
tenaga pembersih atau cleaning service.

Namun saat ini, penggunaan outsourcing semakin meluas ke berbagai lini kegiatan
perusahaan. Tidak jarang perusahaan beralih ke perusahaan alih daya untuk membantunya
dalam bidang desain, marketing dan finansial.

Dalam undang-undang, hal ini sebetulnya diatur. Pasal 65 ayat (2) Undang-undang No 13
Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menyebutkan beberapa poin
jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh pekerja outsourcing, yaitu:

 Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;


 Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
 Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
 Tidak menghambat proses produksi secara langsung
Intinya, karyawan outsourcing hanya bisa direkrut untuk mengerjakan pekerjaan di luar
pekerjaan inti perusahaan pengguna jasa.

G. Perjanjian kerja

Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja Dalam Undang-Undang No 13/2003 tentang


Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja
antara pengusaha dan pekerja. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua
pihak. Secara hukum, perusahaan tidak boleh mempekerjakan karyawan tanpa perjanjian
kerja. Karena itu, Anda harus memastikan legalitas hubungan kerja di perusahaan Anda
melalui ikatan perjanjian kerja. Ada empat hal penting yang perlu Anda perhatikan dalam
membuat perjanjian kerja:

1. Syarat Perjanjian Kerja

Ini hal terpenting karena terkait dengan syarat-syarat sahnya perjanjian kerja menurut
hukum. Sesuai pasal 52 UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja harus dibuat atas dasar:

a. Kesepakatan kedua belah pihak


b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Artinya, pengusaha dan pekerja sepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan dan
mengingkatkan diri mereka. Kedua pihak haruslah cakap membuat perjanjian, waras (tidak
ada gangguan jiwa), dan cukup umur atau minimal 18 tahun. Perjanjian kerja juga harus
memiliki obyek, yakni pekerjaan yang diperjanjikan, yang memenuhi ketentuan sebagai
pekerjaan yang halal, tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan
kesusilaan.
Jika bertentangan atau tidak memenuhi syarat (a) dan (b), maka perjanjian dapat
dibatalkan, sedangkan melanggar syarat (c) dan (d) maka perjanjian batal demi hukum.

2. Isi Perjanjian Kerja

Sebuah perjanjian kerja mengandung tiga unsur, yakni syarat-syarat pekerjaan, hak
pekerja dan pengusaha, serta kewajiban pekerja dan pengusaha. Pasal 54 UU
Ketenagakerjaan mengatur perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya
memuat:

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha


b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
c. Jabatan atau jenis pekerjaan
d. Tempat pekerjaan
e. Besarnya upah dan cara pembayarannya
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja

Ketentuan (e) dan (f) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian
kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, besarnya upah
wajib mengikuti aturan upah minimum (UMP/UMK/UMR) dan disesuaikan dengan struktur
dan skala upah perusahaan.

3. Jenis Kontrak Kerja

 Menurut Bentuknya

Berbentuk Lisan/ Tidak tertulis

 Meskipun kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis, namun kontrak kerja jenis ini
tetap bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja
tersebut.
 Tentu saja kontrak kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada
beberapa isi kontrak kerja yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena
tidak pernah dituangkan secara tertulis sehingga merugikan pekerja.

 Menurut waktu berakhirnya

Anda perlu memastikan bentuk perjanjian kerja sebelum dibuat, apakah untuk waktu
tertentu atau waktu tidak tertentu. Pasal 56-60 UU Ketenagakerjaan menjelaskan aturan
mengenai keduanya.

A. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

PKWT didasarkan pada jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu, dan hanya untuk
jenis pekerjaan yang akan selesai pada waktu tertentu. Jenis pekerjaan PKWT meliputi:

Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya. Pekerjaan yang diperkirakan
penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.

1) Pekerjaan yang bersifat musiman.


2) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
3) kegiatan baru,
4) atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

PKWT harus dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin. Jika tidak
dibuat secara tertulis, statusnya berubah dan dinyatakan sebagai PKWTT. PKWT dibuat
maksimal untuk jangka 2 tahun, dan dapat diperpanjang satu kali paling lama 1 tahun. PKWT
juga dapat diperbarui satu kali paling lama untuk 2 tahun. Tidak ada masa percobaan dalam
PKWT.

B. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Jika PKWT dibuat untuk karyawan kontrak, PKWTT diperuntukkan bagi karyawan tetap
dan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap dan terus-menerus. PKWTT dapat dibuat secara
tertulis maupun lisan. Jika perjanjiannya tak tertulis, perusahaan wajib membuat surat
pengangkatan pekerja yang minimal berisi: nama dan alamat pekerja/buruh; tanggal mulai
bekerja; jenis pekerjaan; dan besarnya upah. Dalam PKWTT, diperbolehkan masa percobaan
paling lama 3 bulan, namun perusahaan dilarang membayar gaji masa percobaan di bawah
upah minimum.

4. Berakhirnya perjanjian kerja

Perjanjian kerja berakhir apabila:

 Pekerja meninggal dunia.


 Berakhirnya jangka waktu perjanjian.
 Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap.
 Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.

Dalam PKWT, jika salah satu pihak mengakhiri perjanjian sebelum habis jangka waktu
perjanjian, dan bukan karena sebab di atas, maka ia wajib membayar ganti rugi kepada pihak
lainnya senilai upah pekerja sampai masa perjanjian yang tersisa.

H. Akibat hukumnya Perjanjian kerja

Pada dasarnya, perjanjian kerja tidak harus dilakukan secara tertulis. Berdasarkan
Pasal 50 jo. Pasal 51 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”), hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dan pekerja/buruh, yang mana perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Akan
tetapi, terdapat pengecualian dalam hal perjanjian kerja untuk waktu tertentu (“PKWT”).
Dalam Pasal 57 UU Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa PKWT harus dibuat secara tertulis
serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. PKWT yang dibuat tidak tertulis
dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (“PKWTT”).

Selain itu, dalam hal perusahaan tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis (PKWTT) dengan
pekerjanya, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang
bersangkutan (Pasal 63 UU Ketenagakerjaan).

Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan:

a. Nama dan alamat pekerja/buruh;


b. Tanggal mulai bekerja;
c. Jenis pekerjaan; dan
d. Besarnya upah.

Jadi, dalam hal perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, memang tidak harus dilakukan
dengan perjanjian kerja tertulis, akan tetapi perusahaan wajib membuat surat pengangkatan
bagi pekerjanya.

I. Akses Data Pribadi


Perlu diketahui bahwa definisi data pribadi dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi
Dalam Sistem Elektronik (“Permenkominfo 20/2016”) adalah data perseorangan tertentu
yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

Perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik mencakup perlindungan terhadap


perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan,
pengumuman, pengiriman, penyebarluasan, dan pemusnahan data pribadi yang dilaksakanan
berdasarkan asas perlindungan data pribadi yang baik.

J. Batasan Akses Data Pribadi Pegawai oleh Perusahaan

Sebelum perusahaan mengakses data pribadi pegawainya, tentu harus memperhatikan


ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana telah diubah
oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“ UU 19/2016”) sebagai
berikut:

Pasal 30 UU ITE

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

Menurut Teguh Arifiyadi yang merupakan Ketua Umum Indonesia Cyber Law
Community (ICLC), dalam mengakses terhadap data pegawai harus meperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

 Kepemilikan Komputer atau sistem elektroniknya


 Kepemilikan Emailnya milik siap
 Isi e-mailnya
 Ada atau tidaknya izin saat akses

Jika tidak ada data yang terkait dengan kepentingan perusahaan maka ranahnya tetap
masuk area privacy, dan perusahaan dilarang mengakses hal tersebut. Oleh karena itu harus
diperhatikan hal-hal yang disebutkan oleh Teguh di atas. Hal itu penting sebagai batasan
untuk mengakses suatu data yang dikuasai pegawai oleh suatu perusahaan. Diharapakan agar
perusahaan tidak memenuhi unsur-unsur di Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE di atas,
karena jika memenuhi unsur tersebut sanksinya diatur di Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2)
UU ITE, yaitu:

Pasal 46 UU ITE
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
600 juta.

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
700 juta.

K. Kasus Berita

Serikat Karyawan Gugat BCA Terkait Perjanjian Kerja Bersama

JAKARTA, KOMPAS.com - Serikat Pekerja BCA (SP BCA) Bersatu menggugat manajemen
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) terkait dengan perubahan isi perjanjian kerja bersama
(PKB).

SP BCA Bersatu merupakan salah satu serikat pekerja dari tujuh serikat pekerja yang ada di
BCA. Menurut Kuasa Hukum PS BCA Bersatu, Saepul Tavip, gugatan tersebut dibawa ke
pengadilan, karena pihak manajemen tidak pernah mau berunding mengenai perjanjian kerja
bersama.

"Kami menaungi 2.350 pekerja (BCA) yg punya hak berunding. Tapi kenyataannya
manajemen tak mau karena sudah berunding SP NIBA (Niaga Bank dan Asuransi) bahkan
kapan dan tempatnya kita gak tau," ujar Saepul Tavip sebelum sidang perdana di Pengadilan
Hubungan Industrial, Jakarta, Senin (24/3/2014).

SP BCA Bersatu merasa perundingan yang hanya dilakukan dengan SP NIBa merupakan hal
yang tidak adil. Padahal menurut Tavip, SP BCA Bersatu sudah berusaha membuka dialog
dengan perusahaan, namun tiak ada tanggapan dari management.

"Kita merasa gak adil. Usulan perubahan tidak ditanggapi, ajakan berunding jg tidak
ditanggapi, maka apa boleh buat kita sampai ke pengadilan," katanya.

Namun demikian, Tavip mengatakan masih membuka peluang untuk berdamai jika ada
langkah yang signifikan dari manajemen. "Kalo ada perdamaian ya kita sih siap aja kalo itu
signifikan, kalo gak signifikan ya ngapain (Berdamai)," tandasnya.

Sebelumnya, SP BCA Bersatu telah melakukan permohonan uji materi terhadap pasal 120
Undang-undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pada tahun 2009. Isinya mengenai
jumlah anggota serikat pekerja yang bisa berunding dengan perusahaan yaitu 50 persen dari
total pekerja perusahaan.

Mahkamah Konstitusi kemudian mengabulkan permohonan tersebut dengan mengeluarkan


putusan Mahkamah Konstitusi No.115/PUU-VII/2009. Dalam putusannya, MK mengubah
jumlah minimal anggota serikat pekerja yang bisa berunding menjadi 10 persen. Atas
perubahan itulah PS BCA Bersatu menggugat PT Bank Central Asia Tbk
I. Analisis Berita
1. Serikat Pekerja BCA (SP BCA) menggugat manajemen PT Bank Central Asia
terkait dengan perubahan isi perjanjian kerja bersama (PKB)
2. Serikat Pekerja BCA bersatu merupakah salah satu serikat pekerja dari tujuh
serikat pekerja yang ada di BCA
3. Menurut Kuasa Hukum PS BCA bersatu gugatan tersebut dibawa ke pengadilan
karena pihak manajemen tidak pernah mau berunding mengenai perjanjian kerja
berasama.
4. Sebelum sidang pertama di Pengadilan Hubungan Industrial BCA menaungi
2.350 pekerja yang punya hak berunding tapi kenyataanya manajemeb tidak mau
karena sudah berunding SP NIBA (Niaga Bank dan Asuransi) perundingan
tersebut tidak adil karena hanya dilakukan dengan SP NIBA tersebut padahal SP
BCA Bersatu sudah membuka dialog dengan perusahaan namun tidak ada
tanggapan dari management.
II. Kesimpulan
Atas perubahan yang dilakukan oleh MK , PS BCA Bersatu menggugat PT Bank
Sentral Asia Tbk. SP BCA Bersatu melakukan permohonan uji materi pasal 120
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pada tahun 2009 isinya mengenai jumlah
anggora serikat pekerja yang bisa berunding dengan perusahaan yaitu 50 persen
dari total pekerja perusahaan, lalu Mahkamah konstitusi mengeluarkan putusan
Mahkamah Konstitusi yang berisi MK mengubah jumlah minimal anggota serikat
pekerja menjadi 10 persen.
Daftar Pustaka

https://www.dslalawfirm.com/pengertian-masalah-peraturan-ketenagakerjaan/

https://www.academia.edu/30795871/SUBJEK_DAN_OBJEK_KETENAGAKERJAAN_M
ANAJEMEN_SUMBER_DAYA_MANUSIA

https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/jenis-jenis-tenaga-kerja-5464/

https://www.jojonomic.com/blog/outsourcing/

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5d0b056a7eb05/batasan-akses-data-
pribadi-pegawai-oleh-perusahaan/

https://amp.kompas.com/money/read/2014/03/24/1344310/Serikat.Karyawan.Gugat.BCA.Ter
kait.Perjanjian.Kerja.Bersama

Anda mungkin juga menyukai