Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

Pekerja, Perjanjian Kerja dan Perlindungan Data Pekerja


Dosen Pengampu : WIDIO RAHARDJO, S.H., M.Kn.

Disusun Oleh
Andre Simanullang
NIM : 042011535027
Subjek dan Objek Perjanjian Kerja

Dalam hukum perdata, subjek hukum yaitu orang yang cakap dalam melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan
akibat hukum. Subjek hukum terbagi atas dua, yaituorang dan badan hukum. Apabila dilihat dari sisi perjanjian kerja,
maka subjek perjanjiankerja ada dua, yaitu antara pekerja dan pemberi kerja. Dijelaskan oleh Iman Soepomo,
perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh,mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima
upah pada pihak lainnya,majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.
Sedangkan, objek perjanjian kerja yaitu isi dari perjanjian kerja yang disepakatiantara pihak pekerja dan pihak pemberi
kerja. Agar perjanjian kerja bisa dinyatakan sah dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,
haruslahmemenuhi ketentuan-ketentuan yang ada pada pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian Kerja

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003) ditentukan ada


beberapa jenis perjanjian kerja dan juga untuk outsourcing, perjanjian kerja
karyawan outsourcing ini menggunakan sistem kontrak yang menurut Undang-
undang Ketenagakerjaan Pasal 56 dibagi menjadi 2, yaitu Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu atau PKWT dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu atau PKWTT.
Jenis Pekerja dan Outsourcing

Secara umum diatur oleh undang undang dalam beberapa klasifikasi,


yaitu berdasarkan penduduk, kualitas, dan Angkatan kerja.
Sedangkan untuk jenis jenis outsourcing dibagi berdasarkan Pasal 65
ayat (2) Undang-undang No 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan).
Perlindungan Data Pekerja

Sebelum perusahaan mengakses data pribadi pegawainya, tentu harus


memperhatikan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
 (UU IT) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016).
-Berita Kasus-

WARTA KOTA, GAMBIR -- Tidak hanya mengadukan nasib kepada bagian Pengaduan Bidang Ketenagakerjaan DKI Jakarta di Balaikota, Gambir,
Jakarta Pusat pada Senin (19/2/2018), Ahmad Rizal (24) pramusaji Dunia Fantasi Ancol yang dipecat sepihak oleh PT Media Prima Human Resource
Solution, perusahaan outsourching rekanan PT Pembangunan Jaya Ancol melanjutkan peristiwa yang dialaminya melalui proses hukum.
Kuasa Hukum Ahmad Rizal, Mangapul Silalahi menjelaskan PT Pembangunan Jaya Ancol seharusnya selektif dalam menunjuk dan mempercayakan
rekruitmen pekerja pada perusahaan rekanannya.
Selain melakukan PHK sepihak, PT Pembangunan Jaya Ancol, sejak awal warga Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara itu diterima bekerja tidak
diberikan surat perjanjian kerja yang memuat hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja.
"Terkait persoalan ketenagakerjaan tersebut, Ahmad Rizal telah menunjuk saya, Mangapul Silalahi, selaku kuasa hukumnya guna memperjuangkan hak-
hak normatifnya yang diatur dan dilindungi oleh undang-undang. Saya akan telusuri lebih jauh lagi. Bisa jadi, masih banyak Ahmad Rizal-Ahmad Rizal
lainnya yang bekerja di Dufan dan Ancol sekitarnya, yang juga mengalami nasib dan perlakuan yang sama," tutupnya.
Seperti diketahui sebelumnya, 'Maju Kotanya, Bahagia Warganya', slogan yang semula mewarnai masa kampanye Gubernur dan Wakil Gubernur DKI
Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam memimpin Ibukota Jakarta, sepertinya hanya menjadi sebuah kalimat indah tanpa makna untuk warga
Jakarta. Bahkan, kini sudah banyak kalangan yang memplesetkan menjadi 'Maju Kotanya, Blangsak Warganya'.
Kenyataan pahit itu seperti yang dialami Ahmad Rizal (24) Warga Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Maksud hati
ingin mengadukan nasib lantaran dipecat sepihak oleh PT. Media Prima (MP), perusahaan outsourcing yang bekerja sama
dengan PT Pembangunan Jaya Ancol, pemuda itu justru tidak dapat bertemu Anies-Sandi.
Balaikota katanya sekarang berbeda ketika Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok maupun Djarot memimpin. Pramusaji di Dunia
fantasi (Dufan) Ancol itu kebingungan ketika menyambangi Balaikota dan ingin bertemu dengan Anies-Sandi.
"Sekarang di Balaikota sudah beda, sudah tidak ada lagi warga yang diterima, suasananya sepi, apa karena warga Jakarta sudah
tidak punya harapan banyak terhadap pemimpinya (gubernur) atau memang itu keinginan gubernur yang ‘alergi’ bertemu
rakyatnya," ungkap Rizal.
Terkait hal tersebut, dirinya kemudian mengadukan nasib ke bagian Pengaduan Bidang Ketenagakerjaan DKI Jakarta di
Balaikota, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (19/2/2018). Tidak cukup puas, dirinya mengaku akan melanjutkan peristiwa yang
dialaminya melalui proses hukum.
Analisis Berita

Dalam berita diatas maka didapat poin bahwa kasus yang menimpa Ahmad Rizal, di
mana PT Media Prima Human Resource Solution sebagai penyedia tenaga kerja kepada
PT Pembangunan Jalan Ancol telah melakukan pelanggaran UU No 13 tentang
Ketenagakerjaan berupa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak kepada
Ahmad Rizal sejak Februari 2018, selain itu sejak awal diterima bekerja, pelapor tidak
diberikan surat perjanjian yang memuat hak hak dan juga kewajiban pekerja.

Sumber :
https://wartakota.tribunnews.com/2018/02/19/kasus-rizal-pt-pembangunan-jaya-ancol-langga
r-hak-pekerja
.
Ulasan lengkap : Batasan Akses Data Pribadi Pegawai oleh Perusahaan (hukumonline.com)
Pelanggaran kontrak di PT Framas

Setelah ribuan pekerja diberhentikan tanpa pesangon oleh PT Panarub, lagi lagi sebuah perusahaan subkontraktor
Adidas lain yaitu, PT Framas, Bekasi memPHK 300 pekerja tanpa mengikuti aturan hukum ketenagakerjaan yang
berlaku. PT Framas berdalih bahwa para pekerja telah melebihi durasi kontrak , PT Framas kemudian tidak
memperpanjang kontrak kerja dan melanggar semua hak para pekerja. PT Framas melakukan 3 bulan kontrak kerja
dan terus memperpanjang status mereka sebagai pekerja tidak tetap (pekerja kontrak) per 3 bulan, selama lebih dari
3 tahun. Sejak Desember 2012, kontrak mereka tidak diperpanjang dan mereka semua kehilangan pekerjaan tanpa
pesangon.

Sekitar 300 pekerja menjadi korban dari kontrak kerja berkepanjangan yang tidak sesuai ketentuan hukum tanpa
jaminan kesejahteraan dan keamanan kerja. Dan pada akhirnya, mereka dipecat secara tidak adil. Dari 300 pekerja,
karena PT Framas melakukan intimidasi dan tekanan, maka hanya 40 orang pekerja memutuskan untuk
memperjuangkan nasib mereka. Para pekerja ini, sebagian besar adalah para pekerja yang tidak berserikat, sebagian
lagi merupakan anggota sebuah Serikat Pekerja di PT Framas namun menurut para anggotanya tidak mau
memperjuangkan nasib mereka.
Analisis Kasus
Dalam berita diatas maka didapat analisis bahwa kasus yang dilakukan PT Framas dengan
memPHK 300 karyawannya secara sepihak tergolong pelanggaran pada UU No 13 tentang
Ketenagakerjaan berupa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak kepada 300
karyawannya semenjak Desember 2012, selain itu sejak awal diterima bekerja, PT Framas tidak
memiliki perjanjian yang sah dan tertulis antara perusahaannya dengan para karyawannya.
Akibatnya para karyawan tidak memiliki perlindungan hukum untuk menjamin kesejahteraan dan
keamannnya dan pada akhirnya para karyawan diberhentikan secara tidak adil. Selain itu,
dilaporkan bahwa PT Framas telah melakukan intimidasi dan tekanan kepada para karyawannya
sehingga terhitung hanya 40 orang yang memutuskan untuk terus memperjuangkan nasib mereka.
Namun, dalam kasus ini para karyawannya juga patut disalahkan karena tidak memiliki dan
meminta kontrak hubungan kerja yang jelas dan tertulis untuk menghindar hal – hal yang
menyebabkan pelanggaran ketenagakerjaan.
Tiga Bulan Tak Digaji, Karyawan di Bekasi Adukan Perusahaan
 
 
Salah seorang karyawan, Christoper Marsudi melaporkan perusahaannya, PT Astra Daido Steel
Indonesia lantaran tidak lagi membayarkan gaji terhitung sejak Maret 2019. Alih-alih mnedapat hak
keuangannya, perusahaan justru memutus hubungan kerja secara sepihak. Pada hari Rabu, 21 Agustus
2019, kasus tersebut diadukan ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi untuk
ditindaklanjuti.marshudi berharap apabila ditemukan ada dugaan pelanggaran agar melakukan
pencabutan izin usaha kepada perusahaan tempat ia bekerja tersebut.
Marsudi diangkat menjadi karyawan tetap pada September 2002, kemudian per 1 Maret 2019, ia
diangkat menjadi Deputy Head Sales are Corporate dengan perincian gaji sebesar Rp 11.225.000.
namun sayangnya gaji tersebut tidak pernah didapat Marsudi hingga kini.
Kemudian pada tangal 13 Juli 2019 lalu, pertemuan akhirnya dilakukan oleh karyawan dan
perusahaan. Bukannya membahas tentang hak dan kewajiban yang diterima karyawan, perusahaan
malah menerbitkan surat peringatan kedua. Punccaknya pada pertemuan selanjutnya, perusahaan lantas
menerbutkan surat pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Analisis kasus
 
1. Seorang karyawan yang berusaha menuntut haknya malah dikenakan pemutusan hubungan kerja oleh
perusahaan.
2. Dengan perusahaan tidak membayar gaji Marsudi sebagai salah satu karyawan, berarti perusahaan
jelas telah melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 1 ayat 30.
Tentang pemberian upah karyawan.
3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial disebutkan bahwa perselisihan wajib diselesaikan melalui peundingan secara musyawarah
dan mufakat. Dalam kasus ini diduga perusahaan tidak melakukannya. Karena dalam pertemuan yang
dilakukan karyawan dan perusahaan, perusahaan malah memberikan surat peringatan kedua bahkan
menerbitkan surat pemutusan hubungan kerja.

Anda mungkin juga menyukai