Anda di halaman 1dari 9

A.

Kronologi Kasus
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong
tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja
yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut
pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja.
Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang
menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun,
bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah
termasuk tenaga kerja.
Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun menarik perhatian banyak
pihak. Permasalahan tenaga kerja yang menimbulkan konflik-konflik pada
buruh, seperti kasus konflik perburuhan, kekerasan, penipuan, pemecatan yang
semena-mena, upah yang tidak sesuai standar, semakin hari semakin kompleks.
Kasus tersebut penting mendapatkan perspektif perlindungan hak- hak asasi
tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan perlindungan bagi
hak-hak tenaga kerja.1
Timbulnya perbedaan pendapat atau pandangan maupun pengertian antar
pihak pekerja dan pengusaha terhadap hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan
kondisi kerja, akan menimbulkan Perselisihan Hubungan Industrial, bahkan
sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bahwa masalah
ketenagakerjaan tidak semata-mata bersifat perdata, tetapi juga mempunyai sifat
pidana, bahkan ada segi politik praktisnya. Hal ini dapat kita lihat dari peraturan-
peraturan ketenagakerjaan, dimana dibuat ancaman hukuman bagi yang
melanggar peraturan tersebut, dimana masalah ketenagakerjaan sangat sensitif
baik nasional bahkan internasional.

1
Aldiyansah, 2008, “Buruh dan Permasalahan yang Tidak Kunjung Habis”. Artikel Jawa.

1
Terjadi perselisihan antara manusia adalah hal yang lumrah karena telah
menjadi kodrat manusia itu sendiri.2 Oleh karena itu, yang penting dilakukan
adalah cara mencegah atau memperkecil perselisihan tersebut atau mendamaikan
kembali mereka yang berselisih.
Bila kita membedah UU tersebut, khususnya pada bab IX pasal 58 dan
59, perihal sistem kerja kontrak dinyatakan secara tegas, bahwa buruh Kontrak
— dalam istilah UU 13/2003 disebut sebagai PKWT (Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu) hanya dapat dilaksanakan dengan ketentuan: pekerjaan yang sementara
sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu paling lama
3 tahun, pekerjaan musiman; atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk
dan kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajakan. Intinya tidak boleh ada sistem kerja kontrak pada pekerjaan yang
bersifat tetap. Namun kenyataan faktual di lapangan berjalan penuh manipulasi.
Majikan dan kaki tangannya di pabrik yang penuh trik-trik culas, telah
mempraktekkan berbagai manipulasi sekian lama.
Dalam praktek buruh kontrak, apa yang dalam teks perundang-undang
hanya diperbolehkan untuk jenis pekerjaan produksi tertentu (lihat pasal 58-59),
namun dalam lapangan prakteknya pihak perusahaan sudah menginjak-injak
undang-undang yang berlaku tersebut. Sudah menjadi pengetahuan umum di
kalangan buruh, bahwa pekerjaan produksi utama kini sudah dikerjakan oleh
buruh kontrak. Bahkan di banyak pabrik mayoritas buruhnya adalah buruh
kontrak. Artinya, buruh kontrak telah menjadi fenomena massal yang
mengerjakan bagian-bagian produksi utama yang semestinya dikerjakan oleh
buruh tetap. Bila ada pemeriksaan dari Dinas Tenaga Kerja Pemerintah
setempat, mereka disembunyikan atau dipaksa diam agar tidak ketahuan sebagai
buruh yang berstatus kontrak. Dengan suap dan manipulasi, masalah buruh
kontrak mereka sembunyikan di bawah karpet.3
Dalam berbagai keadaan, sistem buruh kontrak juga menjadi alat
pemecah belah di dalam kekuatan buruh. Meskipun sama-sama menjadi buruh,
antara buruh tetap dan buruh kontrak muncul perasaan seolah-olah memiliki

2
R.Joni Bambang S, 2013, Hukum Ketenagakerjaan, Bandung: Pustaka Setia, hal.289.
3
Widodo Suryandono dan Aloysius Uwiyono, 2014, Asas-Asas Hukum Perburuhan, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, hal.125.

2
status yang ‘lebih’ dan yang ‘kurang’ di antara mereka. Banyak buruh tetap yang
‘merasa aman’ kemudian bersikap pasif dalam perjuangan karena tak mau
kehilangan ‘status aman’-nya yang relatif tersebut. sedangkan di pihak buruh
kontrak merasa cemburu dengan beban pekerjaan yang sama, namun tidak
mendapatkan hak-hak sosial-ekonomi yang dijamin perusahaan. Politik pecah
belah sistem kapitalisme tidak hanya dalam hal pembagian kerja (devision of
labour) semata, namun sudah berkembang pembagian status seperti ‘buruh tetap’
dan ‘buruh kontrak’. Bila tidak kita sikapi dengan propaganda yang tepat, soal-
soal konkrit semacam ini akan menjadi pemecah-belah yang akan semakin
melemahkan kekuatan dan persatuan buruh.
Pelanggaran Kontrak di PT. Framas Indonesia
Setelah ribuan pekerja diberhentikan tanpa pesangon PT Panarub, lagi
lagi sebuah perusahaan subkontraktor Adidas lain yaitu, PT Framas, Bekasi
memPHK 300 pekerja tanpa mengikuti aturan hukum ketenagakerjaan yang
berlaku. PT Framas berdalih bahwa para pekerja telah melebihi durasi kontrak ,
PT Framas kemudian tidak memperpanjang kontrak kerja dan melanggar semua
hak para pekerja. PT Framas melakukan 3 bulan kontrak kerja dan terus
memperpanjang status mereka sebagai pekerja tidak tetap (pekerja kontrak) per
3 bulan, selama lebih dari 3 tahun. Sejak Desember 2012, kontrak mereka tidak
diperpanjang dan mereka semua kehilangan pekerjaan tanpa pesangon.
Untuk mengurangi akibat Pemutusan Hubungan Kerja secara besar-
besaran yang terjadi kepada para tenaga kerja, makapersaingan yang cukup ketat
antar perusahaan di Indonesia pada era globalisasi membuat suatu perusahaan
berfikir untuk meningkatkan kualitas produk yang diciptakan perusahaan dengan
tetap menggunakan dana yang sesuai dengan keadaan keuangan perusahaan.
Sehingga hal tersebut sering dijadikan pilihan oleh perusahaan untuk
menggunakan sistem alih daya tenaga kerja atau system outsourcing. Dengan
demikian perusahaan dapat menghemat pengeluaran perusahaan untuk
membiayai para pekerja dan tetap menjalankan tujuan perusahaan tersebut
dengan baik.
Menurut Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyatakan bahwa outsourcing atau alih daya adalah suatu perjanjian kerja yang

3
dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis, sehingga
pekerja atau tenaga kerja bukan karyawan atau tenaga kerja tetap perusahaan
tersebut melainkan tenaga kerja kontrak dengan jangka waktu tertentu.
pada kenyataannya, pekerja kontrak ini mengikuti kebutuhan perusahaan
yaitu apabila produksi suatu perusahaan meningkat, maka jumlah pekerja yang
dibutuhkan tentu bertambah.Namun begitupun sebaliknya, apabila produksi
suatu perusahaan menurun, maka harus dikurangi juga jumlah pekerja yang
ada.Sehingga sebenarnya pekerja kontrak lebih menguntungkan
perusahaan.Namun pekerja outsourcing ini juga memperoleh keuntungan karena
para pencari kerja lebih mudah untuk mendapat pekerjaan di masa persaingan
kerja yang cukup sulit ini melalui jasa perusahaan penampung tenaga kerja
outsourcing ini.
Perkembangan tenaga kerja outsourcing di dorong dengan adanya UU
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Di dalam Undang-undang
Ketenagakerjaan kebutuhan pekerja untuk menjalankan pekerjaannya di suplai
oleh perusahaan penyalur tenaga kerja. Para pekerja outsourcing disatu sisi
harus tunduk kepada aturan yang ada dalam perusahaan penyalur tenaga kerja,
disisi lain para pekerja juga harus tunduk kepada perusahaan dimana tempat
pekerja itu dipekerjakan.
Dalam pelaksanaan alih daya tenaga kerja tentunya terjadi suatu
perjanjian yang dibuat antara penyedia jasa dengan perusahaan lain, perjanjian
merupakan peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta
kekayaan.
Sekitar 300 pekerja menjadi korban dari kontrak kerja berkepanjangan
yang tidak sesuai ketentuan hukum tanpa jaminan kesejahteraan dan keamanan
kerja. Dan pada akhirnya, mereka dipecat secara tidak adil. Dari 300 pekerja,
karena PT Framas melakukan intimidasi dan tekanan, maka hanya 40 orang
pekerja memutuskan untuk memperjuangkan nasib mereka. Para pekerja ini,
sebagian besar adalah para pekerja yang tidak berserikat, sebagian lagi

4
merupakan anggota sebuah Serikat Pekerja di PT Framas namun menurut para
anggotanya tidak mau memperjuangkan nasib mereka
Bahwa pada tangal 18 maret 2013, pukul 12.00 WIB bertempat di depan
kantor Adidas Indonesia, jalan Jendral Sudirman, Jakarta Selatan. Telah terjadi
aksi oleh para pekerja PT. Framas dan di dampingi oleh TURC. Pihak
pengusaha secara terang-terang telah mengakui bahwa mereka memang
melanggar ketentuan hukum mengenai kontrak namun tidak ada upaya untuk
memperbaiki. Proses ini juga disertai desakan kepada brand, dalam aksi tersebut
para pekerja menyampaikan tuntutan antara lain:
1. Adidas menekan PT. Framas untuk menjamin hak-hak pekerja dan
menaati hukum ketenagakerjaan yang berlaku.
2. Memperkejakan kembali buruh kontrak yang dipecat sebagai pekerja
tetap.
3. Keselamatn dan kesehatan di tempat kerja harus dijamin.
4. Menghilangkan prektek union busting yang dilakukan oleh PT.
Framas.
Perselisihan perburuhan juga terjadi sebagai akibat wanprestasi yang
dilakukan pihak buruh atau oleh pihak pengusaha.4 Keinginan dari salah satu
pihak (umumnya pekerja) tidak selalu dapat dipenuhi oleh pihak lainnya
(pengusaha), demikian pula keinginan pengusaha selalu dilanggar atau tidak
selalu dipenuhi oleh pihak buruh atau pekerja.
Perselisihan Hubungan Industrial menurut Undang- Undang Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial No 2 Tahun 2004 Pasal 1 angka
1 yaitu: “Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau Serikat
Pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar Serikat Pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan”.
Sedangkan Perselisihan Hubungan Industrial berdasarkan Undang-Undang No 2
Tahun 2004 mempunyai beberapa jenis perselisihan, yaitu:
1. Perselisihan Hak
Yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran ketentuan peraturan

5
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No 2
Tahun 2004).
2. Perselisihan Kepentingan Yaitu perselisihan yang timbul dalam
hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pembuatan, dan/ atau perubahan syarat- syarat kerja yang diterapkan
dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama (Pasal 1 angka 3 Undang- Undang No 2 Tahun 2004).
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Yaitu perselisihan
yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak
(Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No 2 Tahun 2004).
4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Hanya Dalam Satu
Perusahaan Yaitu perselisihan antara Serikat Pekerja/serikat buruh
dengan Serikat Pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat-pekerjaan
(Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No 2 Tahun 2004).
B. Analisis Kasus
Setelah kami membaca kasus persengketaan yang terjadi di PT. Framas
Indonesia dengan karyawannya, kami akan mencoba untuk menganalisis kasus
tersebut. Diantaranya yang akan kami analisis adalah subjek yang bersengketa,
objek ataupun pokok perkara yang terjadi antara kedua belah pihak, aturan
hukum yang dilanggar, dan juga kami akan mencoba untuk menentukan
penyelesaian mana yang cocok untuk menyelesaikan kasus yang terjadi tersebut.
Hal ini memudahkanm kita dalam melakukan analisis terhadap kasus yang
terjadi ini.
Dalam kasus diatas yang menjadi subjek hukum adalah:
1. Pihak perusahaan PT. Framas
2. Karyawan yang di PHK

Sedangkan yang menjadi objek perkara dalam kasus tersebut adalah:

6
1. MemPHK 300 pekerja tanpa mengikuti aturan hukum
ketenagakerjaan yang berlaku.
2. PT. Framas kemudian tidak memperpanjang kontrak kerja
dan melanggar semua hak para pekerja.
3. Dipecat tanpa mendapat jaminan kesejahteraan dan keamanan
kerja.

Melihat kasus di atas, maka kami akan memberikan beberapa penjelasan


mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan PT. Framas dan
aturan-aturan yang dilanggarnya. Jika melihat ke atutran yang ada yang mana
dalam undang-undang yang berlaku di Negara kita tindakan PHK jika tidak
dapat dihindari lagi maka sebelum membuat putusan PHK pihak perusahaan
harus melakukan musyawarah dengan serikat pekerja ataupun pekerja itu
sendiri. Hal ini diatur dalam pasal 151 ayat (2) yaitu “Dalam hal segala upaya
telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka
maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan
serikat pekerja/serikat pekerja/serikat buruh”. Dari pasal ini kita dapat menilai
bahwa apa yang telah dilakukan oleh PT. Framas telah bertentangan dengan
undang-undang yang ada di negara kita. Dan tindakan ini menunjukan bahwa
yang dilakukan oleh pihak perusahaan sangat tidak menghargai yang namanya
serikat pekerja dan juga undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah kita.

C. Saran
Dan jika kami melihat keadaan yang terjadi dalam kasus diatas, saya
menyarankan untuk menyelesaikan masalah masalah yang terjadi antara
perusahaan dengan pekerja sebaiknya diselesaikan dengan cara Mediasi, dalam
mediasi, bilamana para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang
kemudian akan di daftarkan di PHI.
Namun bila tidak ditemukan kata sepakat, maka mediator akan
mengeluarkan anjuran secara tertulis. Jika anjuran diterima, kemudian para
pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke PHI. Di sisi lain, apabila para pihak atau

7
salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan
tuntutan kepada puhak yang lain melalui PHI.
Saran-saran yang berkaitan dengan proses pemutusan hubungan kerja.
1. Untuk mengurangi masalah perselisihan yang terjadi antara pekerja
dan perusahaan, apabila pemutusan hubungan kerja di lakukan oleh
perusahaan karena alasan apapun, sebaiknya perusahaan lebih
bersifat terbuka terhadap kariawannya. Artinya perusahaan harus
dapat membina hubungan kerja yang harmonis, serasi dan terbuka
agar terciptanya suasana kerja yang baik, sehingga apabila PHK
dilakukan dalam bentuk apapun karyawan akan menerima dengan
baik.
2. Sebaiknya PHK yang dilakukan berdasarkan dengan ketentuan dan
peraturan Undang-undang yang berlaku, dimana hak dan kewajiban
masing-masing pihak tertera di dalamnya, sehingga tidak ada pihak
yang merasa dirugikan.
3. Sebaiknya perusahaan memberi tunjangan atau bahkan pelatihan
untuk menciptakan lapangan kerja sendiri yang akan di PHK,
sehingga pekerja yang akan di PHK mempunyai pegangan setelah
mereka resmi di PHK dari perusahaan dan mengurangi
penganngguran.

8
D. Kesimpulan
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15 – 65 tahun)
yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sebelum tahun 2000,
Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas
(lihat hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990). Namun sejak Sensus
Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, tenaga kerja adalah
penduduk yang berusia 15-65 tahun.
Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun menarik perhatian banyak
pihak. Permasalahan tenaga kerja yang menimbulkan konflik-konflik pada
buruh, seperti kasus konflik perburuhan, kekerasan, penipuan, pemecatan yang
semena-mena, upah yang tidak sesuai standar, semakin hari semakin kompleks.
Kasus tersebut penting mendapatkan perspektif perlindungan hak- hak asasi
tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan perlindungan bagi
hak-hak tenaga kerja. Timbulnya perbedaan pendapat atau pandangan maupun
pengertian antar pihak pekerja dan pengusaha terhadap hubungan kerja, syarat-
syarat kerja dan kondisi kerja, akan menimbulkan Perselisihan Hubungan
Industrial, bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Oleh karena itu perlu dilakukannya sebuah langkah-langkah serius baik
dari sisi pemerintah maupun tenaga kerja itu sendiri. Pihak pemerintah berfungsi
sebagai pengawas dan regulator sekaligus fasilitator kedua pihak perusahaan dan
pekerja untuk tidak saling merugikan.

Anda mungkin juga menyukai