Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN

PEMBERHENTIAN HAK KERJA

(PHK)

Ditulis oleh :
ABDUL MAJID
NPM : 742012022019

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI
2022/2023
KATA PENGANTAR
Bahwasannya dalam kehidupan manusia pada masyarakat terdapat dua
faktor penting yang harus berjalan beriringan secara bersama-sama, kedua faktor
tersebut adalah hukum dan kekuasaan.
Hukum mempunyai sanksi yang tegas dan nyata, sehingga agar hukum
dapat dilaksanakan dalam pentaatan ketentuan-ketentuannya hukum memerlukan
kekuasaan sehingga hukum berbeda dengan kaidah sosial lainnya, akan tetapi agar
kekuasaan dalam pelaksanaannya tidak disalahgunakan maka diperlukan hukum.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hukum dengan kekuasaan tidak
dapat dipisahkan melainkan hanya dapat dibedakan saja dan oleh karenanya hukum
memerlukan kekuasaan dalam pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan agar tidak
disalahgunakan dalam pelaksanaannya harus ditentukan batas-batasnya oleh hukum
atau dalam ungkapan populer dapat dikatakan hukum tanpa kekuasaan adalah angan-
angan, sebaliknya kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenang-wenangan.

PADAMARA, 10 NOVEMBER 2023

penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
A. LATAR BELAKANG ..........................................................................
B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................
C. TUJUAN PENULISAN ........................................................................
D. MANFAAT PENULISAN ....................................................................
E. RUANG LINGKUP PENULISAN .......................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
A. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Ketenagakerjaan ....................
B. Tinjauan Umum Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja ...............
BAB III METODE PEMBAHASAN .................................................................
A. PHK PADA KONDISI NORMAL ........................................................
B. PHK PADA KONDISI TIDAK NORMAL ...........................................
BAB IV PENUTUP ...........................................................................................
A. KESIMPULAN ....................................................................................
B. SARAN ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam suatu perusahaan tenaga kerja memiliki peran yang penting
sebagai salah satu unsur penunjang dalam pembangunan.Peningkatan kualitas
manusia tidak mungkin tercapai tanpa adanya jaminan hidup yang pasti untuk
didapatkannya, dan peningkatan kualitas tenaga kerja serta perlindungan
terhadap tenaga kerja harus disesuaikan dengan harkat dan martabat manusia.
Dewasa ini masalah mengenai ketenagakerjaan sangat kompleks dan
beragam.Hal tersebut dikarenakan kenyataan bahwa hubungan kerja anatara
pengusaha/majikan dengan pekerja/buruh tidak selalu berjalan dengan
harmonis.Masalah mengenai ketenagakerjaan mengandung dimensi ekonomi,
sosial kesejahteraan, dan sosial politik.Salah satu masalah ketenagakerjaan
yang sering terjadi hingga saat ini adalah Pemutusan Hubungan kerja (PHK).
PHK pada dasarnya merupakan masalah yang kompleks, karena mempunyai
kaitan dengan pengangguran, kriminalitas, dan kesempatan kerja.Seiring
dengan laju perkembangan industri usaha serta meningkatnya jumlah
angkatan kerja yang bekerjadalam hubungan kerja, maka permasalahan PHK
merupakan topik permasalahan karena menyangkut masalah kehidupan
manusia.2 Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1
angka 25 menjelasakan bahwa “Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha”.
Peristiwa pemutusan hubungan kerja seringkali menimbulkan permasalahan
yang tidak mudah terselesaikan, baik mengenai pengakhiran hubungan itu
sendiri maupun akibat hukum dari pengakhiran hubungan kerja. Hubungan
antara pekerja dan pengusaha akan terganggu jika salah satu pihak
memaksakan kehendak pada pihak lainnya, sehingga pemenuhan kebutuhan

1
ataupun kepentingan salah satu pihak dirugikan. Dan ketentuan pemutusan
hubungan kerja secara khusus juga telah diatur dalam pasal 150-170 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pemutusan
hubungan kerja dengan berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam
perjanjian kerja serta alasan-alasan yang telah ditentukan di dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, tidak akan pernah
menyebabkan permasalahan perselisihan terhadap kedua belah pihak dalam
sistem kerja. Karena tenaga kerja telah mengetahui dan menyetujui dari awal
saat perjanjian kerja tersebut dibuat.Sehingga tenaga kerja telah menerima dan
mengantisipasi dirinya untuk menjalani pemutusan hubungan kerja tersebut.
Beda halnya pemutusan hubungan kerja yang dilaksanakan secara sepihak,
pasti akan menyebabkanperselisihan dan permasalahan hukum, karena dengan
dilakukannya pemutusan hubungan kerja sepihak tenaga kerjalah dapat yang
menanggung kerugian dengan hilangnya pekerjaan dan sumber penghasilan,
yang diakibatkan oleh kebijakan pengusaha yang semena-mena. PHK sepihak
adalah salah satu bentuk kebijakan perusahaan dalam melakukan pemutusan
hubungan kerja yang tidak didasari dengan isi perjanjian kerja serta alasan-
alasan pemutusan hubungan kerja yang telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan oleh sebab itu pemutusan
hubungan kerja sepihak tersebut dinilai banyak bertentangan dengan sistem
hukum di Indonesia.3 Perselisihan PHK dilatarbelakangi adanya tindakan
pengusaha yang melakukan PHK secara sepihak yang tidak sesuai dengan
prosedur PHK sebagaimana diatur dalam undang-undang. Selain itu
perselisihan PHK terjadi karena adanya perbedaan pendapat mengenai alasan
PHK yang berpengaruh terhadap hak-hak normatif pekerja.Tindakan
pengusaha melakukan PHK secara sepihak dapat terjadi dikarenakan 2 (dua)
alasan yaitu pertama, PHK yang didasarkan pada alasan yang terdapat pada
diri pekerja/buruh dan kedua, PHK yang didasarkan pada alasan yang terdapat
pada diri pengusaha. PHK yang dilakukan oleh pengusaha karena alasan pada

2
diri pekerja dikarenakan terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja yang
tidak dapat ditoleransi oleh pengusaha.Sedangkan PHK yang dilakukan
pengusaha karena alasan pada diri pengusaha disebabkan karena perusahaan
mengalamigangguan atau kesulitan sehingga perlu dilakukannya PHK.Pada
kenyataannya banyak terjadi kasus PHK yang dilakukan oleh pengusaha
secara sepihak kepada pekerja dikarenakan alasan yang terdapat pada diri
pengusaha. Aturan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak telah
diterangkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal
151 ayat (1,2,3), pasal 155 ayat (1) dan pasal 170 bahwa tidak ada yang
namanya PHK Sepihak.Menurut ketentuan pasal 151 ayat (1) yang
menerangkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh,
dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar tidak terjadi
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).Pasal 151 ayat (2) juga menguraikan
bahwa jika Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak bisa dihindarkan wajib
dilakukan perundingan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau
dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh.Selanjutnya, menurut pasal 151 ayat (3)
apabila dalam perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan,
pengusaha hanya dapat melakukan PHK setelah memperoleh penetapan dari
lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Adapun
lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang
dimaksud adalah Mediasi, Arbitrase, Konsiliasi dan Pengadilan Hubungan
Industrial.Hal-hal mengenai Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
telah diatur lebih jauh di dalam UU No. 2 Tahun 2004.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses penyelesaian perselisihan PHK sepihak pada masa
pandemi covid 19 menurut UU No.13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan?
2. Hak-hak apa sajakah yang dapat dituntut oleh pekerja terhadap

3
pengusaha yang melakukan PHK secara sepihak menurut UU No.13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini antara lain :
1. Untuk mengetahui proses penyelesaian perselisihan PHK sepihak pada
masa pandemi covid 19 menurut UU No.13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan
2. Untuk mengetahui hak-hak apa sajakah yang dapat dituntut oleh pekerja
terhadap pengusaha yang melakukan PHK secara sepihak menurut UU
No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat teoritis Secara teoritis mampu memberikan informasi dan
sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum
khususnya berkaitan dengan hukum perdata.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan dan sumbangan pemikiran terhadap
masyarakat mengenai bidang hukum ketenagakerjaan di Indonesia
khususnya tentang penyelesaian perselisihan dalam PHK.
b. Bagi aparat penegak hukum Secara praktis hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk para
aparat penegak hukum.
3. Manfaat Bagi Penulis
Penulisan ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
HKBP Nommensen.

4
E. RUANG LINGKUP PENULISAN
Ruang lingkup penulisan ialah di mana penulis menjelaskan luasnya cakupan
lingkup penelitian yang akan dilakukan. Ruang lingkup penelitian dibuat
untuk mengemukakan batas area penelitian dan umumnya digunakan untuk
mempersempit pembahasannya, dan dapat berupa batasan masalah ataupun
jumlah subjek yang diteliti, materi yang akan dibahas, maupun variabel yang
akan diteliti. Maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang bagaimana perlindungan hukumnya bagi
pekerja jika pengusaha tempat pekerja/buruh bekerja mengalami
pemutusan hubungan kerja secara sepihak sesuai dengan ketentuan
peraturan yang ada di dalam UUK.
2. Untuk mengetahui akibat hukum bagi pengusaha yang melakukan PHK
secara sepihak pada pekerja/buruh.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Ketenagakerjaan


1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
menyatakan ayat (2) “ Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat” dan ayat (3)
”Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain”. Sebelum membahas pengertian hukum
perburuhan menurut para ahli hukum, alangkah lebih baiknya kita melihat
pengertian ketenagakerjaan dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun
2003.Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan, “Ketenagakerjaan
adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama, dan sesudah masa kerja.” Definisi hukum perburuhan menurut
pendapat para ahli hukum dapat dirangkum sebagai berikut : Menurut
Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang
pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara
tenaga kerja dan tenaga kerja.
1) Menurut Imam Sopomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan,
baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian saat
seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
2) Menurut Daliyo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis maupun yang tidak tertulis yang
mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan dengan mendapat
upah sebagai balas jasa.

6
B. Tinjauan Umum Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja
1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja
Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Pasal 1
angka 25 pengertian pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya
hak dan kewajiban antara buruh/pekerja dan pengusaha.
2. Penyebab Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
a. PHK Oleh Pengusaha
Pengusaha berhak untuk melakukan PHK terhadap pekerja apabila
berbagai upaya pencegahan dan pembinaan telah dilakukan.Untuk
melakukan PHK juga harus melalui prosedur dan disertai alasan-alasan
yang kuat.

7
BAB III
METODE PEMBAHASAN

A. PHK PADA KONDISI NORMAL


Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan
sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan
melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada
organisasi maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang
tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut. Akan tetapi hal ini tidak
terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan kerja
seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Bilamana
seseorang mengalami
kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai
positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang
disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa
kehidupan yang tanpa peran. Kondisi yang demikian memungkinkan pula
munculnya perasaan sayang untuk melepaskan jabatan yang telah digelutinya
hampir lebih separuh hidupnya. Bilamana seseorang mengalami peran dan
perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan selama masa pengabdiannya,
maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan
yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki
masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan yang
dirasakannya selama ini. Meski demikian, apapun yang dirasakannya, orang
harus mempersiapkan diri untuk menghadapi masa pensiun yang pasti datang,
sejalan dengan bertambahnya umur dan kemunduran fisik yang dialami oleh
setiap orang. oesyirwan (Kumara, Utami, dan Rosyid, 2003) mengemukakan
bahwa secara teknis pensiun berarti berakhirnya suatu masa kerja, tetapi
secara psikologis dan sosiologis pensiun mempunyai makna dan dampak yang
tidak sama pada semua orang. Perubahan dari status aktif bekerja kepada

8
status pensiun adalah perubahan yang biasanya cukup drastis. Lebih lanjut
Kumara dkk. (2003) mengatakan bahwa individu yang menghadapi pensiun
dituntut untuk melakukan penyesuaian. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap pensiun, yaitu:
1. Pensiun secara sukarela dan terencana, atau pensiun secara terpaksa dan
tergesa-gesa. Orang yang pensiun secara sukarela dan terencana
mempunyai pandangan yang positif tentang pensiun. Orang yang harus
menjalani pensiun secara terpaksa, akan merasa berat untuk
menghayatinya.
2. Perbedaan individu yang didasari oleh faktor kepribadian, yaitu orang
yang berpandangan luas dan fleksibel dapat menerima status baru sebagai
pensiunan dan dapat beradaptasi dengan situasi yang baru.
3. Perencanaan dan persiapan individu sebelum pensiun datang. Dalam hal
ini seseorang telah mempersiapkan diri secara matang dengan berbagai
kegiatan sebelum masa pensiun tiba. Secara mental dan material orang
menjadi lebih siap.
4. Situasi lingkungan, pensiunan yang tinggal di lingkungan sesama
pensiunan memiliki semangat atau keyakinan diri yang lebih tinggi
daripada pensiunan yang tinggal di lingkungan heterogen.
B. PHK PADA KONDISI TIDAK NORMAL
Perkembangan suatu organisasi ditentukan oleh lingkungan dimana organisasi
beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive
(Robbins, 1984). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder)
maupun tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat memaksa organisasi
melakukan perubahanperubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja.
Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah
pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal
dari kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada
gilirannya mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas

9
pada kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam
proses produksi. Kondisi yang demikian akan mempersulit suatu organisasi
mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di
organisasi tersebut. Hal ini berdampak pada makin seringnya terjadi kasus
pemutusan hubungan kerja. Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah
pemutusan hubungankerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu:
1. Termination, yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau
berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak,
bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan dengan manajemen,
berakibat karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.
2. Dismissal, yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan
tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya: karyawan
melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-
obat psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan, merusak
perlengkapan kerja milik pabrik.
3. Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan
melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin
berteknologi baru, seperti penggunaan robot-robot industri dalam proses
produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu
atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini juga
berdampak pengurangan tenaga kerja.
4. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan
masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran,
sehingga perusahan tidak mampu untuk memberikan upah kepada
karyawannya.

10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal
nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia
industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah,
senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih
menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi
atau memindahkan pabriknya ke negara lain. Keadaan ini tentu saja
berdampak PHK pada karyawan di negara yang ditinggalkan. Efisiensi yang
diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas
penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga jika dilihat
secara struktur organisasi, tampak terjadi penggelembungan yang sangat
besar. Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi
merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besar-
besaran, sehingga PHK masih belum dapat dihindarkan. Ketika perekonomian
dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan oleh para
manajer terus digulirkan, maka PHK masih merupakan fenomena yang sangat
mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan
pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan
karyawan). Maka dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa
pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan dinamika dalam sebuah
organisasi perusahaan. Dan jika pandangan mengenai PHK itu negatif maka
itu kurang tepat karna PHK merupakan proses yang akan dialami semua
karyawan misalnya dengan pensiun atau kematian. Maka dari itu pemutusan
hubungan kerja dibagi kedalam dua bagian yaitu:
a. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara. PHK sementara dapat
disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaandengan
tujuan yang jelas.

11
b. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK Permanen. PHK permanen dapat
disebabkan 3 hal, yaitu:
1. Keinginan sendiri
2. Kontrak yang habis
3. Pensiun
Kemudian perusahaan setelah pemutusan hubungan kerja tidak
langsung lepastangan namun masih ada yang harus di berikan
perusahaan kepada karyawan yaitu berupauang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja. Diman pemberian uang pesangaon dan uang
penghargaan masa kerja disesuaikan dengan seberapa lama karyawan
itu bekerja untuk perusahaan. Selanjutnya hasil dari penelitian saya
pada dasarnya sesuai dengan yang ada dalam teori pemutusan
hubungan kerja.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini,
hendaknya dalam pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan undang
undang yang berlaku agar tidak ada perselisihan dan tidak ada pihak yang
merasa di rugikan.

12
DAFTAR PUSTAKA
Flippo, E.B., 1984. Personnel management. 5th edition. Sydney: McGraw-
Hill
International Book Company.
Jones, G. R. 1994. Organizational theory: Text and cases. New York: Addison
Wesley Publishing Company.
Kumara, A., Utami, M.S., Rosyid, H.F., 2003. Strategi mengoptimalkan diri
menjelang pensiun. Makalah Pembekalan Purna Tugas PNS Kabupaten
Purworejo, Juli 2003 (tidak diterbitkan).
Manulang, S. H. 1988. Pokok-pokok hukum ketenagakerjaan di Indonesia.
Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta. Robbins, 1984. Organizational Behavior: Concepts,
Controversies, and Application. New York: Prentice-Hall Company
International.
https://www.academia.edu/10163016/MAKALAH_PHK_TGS_SDM?show_a
pp_
store_popup=true
Sulfemi, W. B., & Desmiati, Z. (2018). Model Pembelajaran Missouri
Mathematics Project Berbantu Media Relief Experience dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. PENDAS MAHAKAM: Jurnal
Pendidikan Dasar, 3(3), 232-245.
Sulfemi, W. B. (2018). Diktat Tehnik Manajemen Pendidikan Non Formal.
Jurnal
Pendidikan Non Formal.
Sulfemi, Wahyu Bagja. (2018). Modul Manajemen Pendidikan Non Formal.
Bogor: STKIP Muhammadiyah Bog.

13

Anda mungkin juga menyukai