Anda di halaman 1dari 5

Achmad Dwi Putra Noviansyah (01)

4302190096
Alma Dewi Ananda (03)
4302190048
Bintang Jevera Ratanca (07)
4302190072
Pande Putu Devi Widya Savitri Oka (22)
4302190102
Sarah Azzura Meisya (25)
4302190109

1. Apakah akibat hukum yang terjadi pada debitor, harta debitor, dan kreditor, setelah
PKPU sama dengan akibat hukum karena adanya putusan pailit? Uraikan persamaan
dan perbedaannya!
Akibat hukum setelah PKPU adalah selama PKPU berlangsung, terhadap
debitor tidak dapat diajukan permohonan pailit. Debitor tetap dapat melakukan
tindakan pengurusan dan pengalihan atas kekayaannya, asalkan mendapat
persetujuan pengurus. Tindakan debitor atas kekayaannya tanpa persetujuan
pengurus adalah tidak mengikat kekayaannya. Debitor berhak membayar utangnya
kepada semua kreditor bersama sama menurut sumbangan piutang masing-masing.
Pada dasarnya kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, atau hak
agunan atas kebendaan lainnya, berdasarkan pasal 55 UUKPKPU, dapat
mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun, dalam hal
berlakunya PKPU, pasal 246 UUKPKPU menentukan bahwa hak kreditur tersebut
ditangguhkan selama berlangsungnya PKPU hingga PKPU berakhir. Semua sita
diletakkan gugur dan eksekusi yang telah dimulai dihentikan.
Akibat hukum putusan pengadilan terhadap debitor yang dinyatakan pailit
adalah berlaku sitaan umum terhadap harta debitur pailit, debitur kehilangan hak
untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta kekayaannya yang
termasuk dalam harta pailit. Sejak dinyatakan pailit, pengurusan dan penguasaan
harta kekayaan si pailit beralih ke tangan kurator atau Balai Harta Peninggalan.
Debitur pailit dapat disandera dan paksaan badan. Selama 90 hari sejak putusan
pailit dibacakan, selama berlangsungnya waktu penangguhan, segala tuntutan
hukum untuk memperoleh pelunasan piutang tidak dapat diajukan kreditor dalam
pengadilan. Dilarang mengeksekusi ataupun memohonkan sita atas benda yang
menjadi agunan. Apabila telah melewati masa penangguhan, kreditur separatis
diberikan hak untuk melakukan penjualan terhadap harta milik debitor dalam kurun
waktu selama 2 bulan. Setelah melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan
kreditur separatis wajib menyerahkan harta milik debitur tersebut kepada kurator
untuk ditetapkan sebagai boedel pailit dan dilakukan lelang eksekusi.
Persamaannya adalah akibat hukum dengan dilakukannya putusan Pailit
ataupun PKPU, yaitu dari sisi Debitor akan kehilangan hak kepengurusan dan
penguasaan atas harta bendanya. Sehingga setelah terjadi putusan Pailit ataupun
PKPU, debitur tidak dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta bendanya.
Perbedaannya adalah pada putusan pailit, dalam Pasal 24 ayat 1 UU
Kepailitan disebutkan ketika dilakukan putusan pailit, maka debitur telah kehilangan
hak sepenuhnya untuk mengurus dan menguasai harta bendanya. Disebutkan dalam
Pasal 11 ayat 1 UU Kepailitan, ketika telah dilakukan putusan pailit, maka terhadap
putusan tersebut dapat dilakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung. Kemudian disebutkan pula pada Pasal 14 UU Kepailitan, apabila
terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Sedangkan
pada PKPU, dalam Pasal 240 ayat 1 UU Kepailitan disebutkan ketika dilakukan
putusan PKPU, maka debitur telah kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai
harta bendanya, kecuali dengan persetujuan pengurus. Disebutkan dalam Pasal 235
ayat 1 UU Kepailitan, dalam PKPU ketika telah dilakukan putusan PKPU, maka
terhadap putusan tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun.

2. Mengapa sebuah perusahaan mau menanamkan modalnya di perusahaan pasangan


usaha? Apakah divestasi merupakan hal yang wajib dilakukan dalam pembiayaan modal
ventura?
Modal ventura ini membantu perusahaan kecil atau perintis untuk memulai
langkah awalnya. Adanya modal ventura memungkinkan dan mempermudah
pendirian suatu perusahaan baru. Selain itu juga dapat membantu
pembiayaan perusahaan yang sedang mengalami kesulitan dana dalam
pengembangan usahanya, terutama pada tahap-tahap awal. Dengan pembiayaan ini,
perusahan akan mendapat kepercayaan dari bank untuk memberikan modal usaha
sehingga dapat meningkatkan kegiatan usaha hingg kemampuan untuk
mendapatkan keuntungan juga meningkat.
Divestasi merupakan tahapan akhir dari pembiayaan modal ventura, dimana
perusahaan modal ventura menarik kembali penyertaan sahamnya pada PPU.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
18/Pmk.010/2012 Tentang Perusahaan Modal Ventura. Divestasi wajib dilakukan
dalam pembiayaan modal ventura karena setelah jangka waktu 10 tahun masa
penyertaan selesai, maka perusahaan modal ventura harus melakukan divestasi
terhadap penyertaan tersebut sehingga tidak menjadi pengendali pada perusahaan
pasangan usaha. Selain itu, divestasi juga dapat dilakukan dengan 3 cara berikut
a.penawaran umum melalui pasar modal (initial public offering);
b.menjual kembali kepada PPU (buy back); atau
c.menjual kepada perusahaan lain/investor baru.

3. Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya gagal bayar perusahaan asuransi kepada
nasabah?
a. Imbal Hasil Terlalu Tinggi
Tidak dipungkiri jika besaran imbal hasil atau bunga menjadi salah satu faktor
yang dipertimbangkan saat memilih produk keuangan, baik tabungan, deposito,
investasi, maupun asuransi saving plan. Sebagian besar dari kita mungkin mudah
tergiur akan hal ini, apalagi jika ditambah dengan waktu perlindungan asuransi yang
cukup panjang misalnya sesuai dengan jatuh tempo produk asuransi. Tapi, perlu
diwaspadai jika menemukan perusahaan asuransi seperti ini. Mengingat kebijakan
inilah yang digadang menjadi salah satu penyebab asuransi gagal bayar. Contoh
kasus gagal bayar Kresna Life menjanjikan return sekitar 9% untuk dua produknya,
yaitu Kresna Link Investa (K-LITA) dan Protecto Investa Kresna (PIK). Sementara,
Asuransi Jiwasraya menjamin imbal hasil antara 9%-13% melalui produk JS Saving
Plan. Kehadiran produk tersebut sejatinya ditujukan untuk menarik masyarakat
membeli produk asuransi. Namun, produk tersebut justru disalahgunakan. Sebab,
dibumbui dengan janji imbal hasil pasti dengan return tinggi. Untuk memenuhi
janjinya itu, banyak perusahaan asuransi yang kemudian menempatkan dana
nasabahnya di instrumen saham yang sejatinya berisiko tinggi dan fluktuatif karena
tidak memiliki garansi atas imbal hasilnya.

b. Fraud di Laporan Keuangan


Penyebab lainnya pada kasus asuransi gagal bayar karena ditemukannya
Fraud pada laporan keuangan serta tingkat bunga yang tinggi menyebabkan
keuangan perusahaan semakin berat. Artinya perusahaan harus membayar kembali
dana nasabah sekaligus bunganya yang tidak sedikit saat jatuh tempo. Sementara,
keuntungan atas pemanfaatan dana nasabah tidaklah sesuai dengan yang
dicantumkan dalam laporan keuangan resmi perusahaan.

c. Serampangan dalam Berinvestasi


Dana yang dimiliki perusahaan asuransi atas penjualan produknya tentu akan
dikelola dengan baik agar menghasilkan keuntungan yang dapat meningkatkan
kekuatan perusahaan secara finansial. Tak hanya itu, keuntungan tersebut juga
dipergunakan untuk memberikan imbal hasil kepada para nasabah. Sayangnya,
pengelolaan dana asuransi yang kurang menerapkan asas prudent bisa
menyebabkan asuransi gagal bayar. Misalnya terlalu serampangan dalam
berinvestasi dan kurang memperhatikan manajemen risiko banyak menginvestasikan
dana nasabah pada saham tidak likuid yang konsisten naik. Akibatnya, risiko gagal
dan derita kerugian senantiasa membayangi perusahaan asuransi ini. Benar saja,
saham yang diborong terpuruk di pasar keuangan, sehingga berdampak pada tingkat
keuntungan yang diperoleh pun tidak maksimal, bahkan mengalami kerugian.

d. Lemahnya di Pengawasan
Kasus gagal bayar perusahaan asuransi yang terjadi dalam beberapa tahun
terakhir disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari regulator. Hal ini menyebabkan
kesenjangan antara ketatnya aturan dengan lemahnya pengawasan di lapangan oleh
Otoritas Jasa Keuangan. Industri dengan peraturan yang ketat dan sudah berjalan
baik yang sering menjadi contoh adalah sektor perbankan, terutama setelah krisis
1998 dan 2008. Sayangnya, tidak demikian dengan yang terjadi dalam Industri
Keuangan Non Bank (IKNB) karena masih ada jarak antara peraturan dengan
pengawasan. Secara berkala, triwulan dan tahunan ada bermacam-macam laporan
dari manajemen risiko, laporan keuangan namun sangat lemah berkaitan dengan
kajian pengawasan. Dalam kasus gagal bayar, sebenarnya laporan dikirimkan kepada
OJK, tetapi langkah yang dilakukan oleh OJK seperti penghentian produk atau
kegiatan usaha tidak pernah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai