Anda di halaman 1dari 11

RINGKASAN MATA KULIAH

PERUSAHAAN DALAM KESULITAN KEUANGAN


MATA KULIAH AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN
KODE KELAS EKA 437
KELAS B3

Dosen Pengampu:

I Gusti Ayu Eka Damayanthi, S.E., M.Si., CRA., CRP

Oleh Kelompok 09:

Ade Ermalini 22; (2107531156)

Ni Putu Diah Pranaya Kusuma Putri 23; (2107531201)

I Gusti Ayu Aristya Widya Putri 24; (2107531211)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2023
PEMBAHASAN

1.1 Rangkaian Tindakan Non Yudisial, Yudisial, Penundaan Pembayaran, Akuntansi


Permulaan Baru, dan Rencana Reorganisasi Berikut Ilustrasinya
Tindakan Non Yudisial
Perjanjian formal antar perusahaan dan kreditor merupakan tindakan yang
mengikatsecara hukum, tetapi tidak berada di bawah pengadilan. tindakan nonyudisial
yang utama adalah restrukturisasi utang. Perjanjian antara perusahaan debitor dengan satu
atau lebih kreditor merupakan hal yang umum bagi perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan untuk sementara waktu. Akuntansi debitor untuk restrukturisasi utang
bermasalah diatur dalam PSAK 54 tentang "Akuntansi untuk Utang Bermasalah".
Akuntansi bagi kreditor untuk penurunan nilai utang wesel dan pinjaman juga disajikan
dalam PSAK 54. Beberapa debitor dalam kesulitan keuangan dapat mengalihkan aset,
seperti piutang atau instrument keuangan lainnya, dalam upaya untuk memperoleh uang
tunai. PSAK 54 menetapkan bahwa pengalihan aset keuangan dianggap sebagai penjualan
hanya jika pihak yang melakukan pengalihan telah menyerahkan kendali atas aset yang
dialihkan tersebut.
Tindakan Yudisial
Kepailitan merupakan tindakan yudisial yang dilakukan oleh pengadilan niaga dan
hakim pengadilan niaga dengan menggunakan pedoman dalam Undang-undang
Kepailitan No.37/2004 yang menyediakan kerangka yang diperlukan untuk pengajuan
kepailitan. Pihak debitor dapat mengajukan sebuah petisi sukarela untuk mendapat
perlindungan yudisial dalam bentuk urutan pembebasan dari inisiasi atau kelanjutan klaim
hukum yang diajukan kreditor kepada debitor, selain itu pihak kreditor mengajukan
sebuah petisi pemaksaan atas debitor. UU Kepailitan memberikan dua alternatif utama
berdasarkan perlindungan pengadilan niaga.Dua alternatif ini sering dikenal penundaan
pembayaran, dimana pihak debitor memperoleh perlindungan yudisial selama periode
rehabilitas.Alternative kedua adalah pernyataan kebangkrutan dan likuidasi, sering kali
dilakukan oleh seorang trustee yang ditunjuk pengadilan.
Penundaan Pembayaran
Penundaan pembayaran memungkinkan untuk perlindungan legal dari tindakan
kreditor selama periode waktu yang diperlukan untuk mereorganisasi perusahaan debitor
dan mengembalikan operasi perusahaan ke tingkat menguntungkan.Perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan mengajukan petisi kepada pengadilan niaga untuk
memperoleh perlindungan dari kreditornya. Perusahaan terus beroperasi dan
mempersiapkan rencana reorganisasi yang berfungsi sebagai pedoman operasi selama
masa masa reorganisasi.
Akuntansi Permulaan Baru (Fresh Start Accounting)
Pandangan dasar reorganisasi adalah permulaan baru bagi perusahaan. Pelaporan
permulaan baru harus digunakan per tanggal konfirmasi rencana reorganisasi jika dua
kondisi berikut ini terjadi. 1) Nilai reorganisasi aset dari entitas yang akan muncul sesaat
sebelum tanggal konfirmasi lebih kecil daripada total seluruh kewajiban dan klaim
pascapetisi. 2) Pemegang saham dengan hak suara yang ada saat sebelum konfirmasi
menerima kurang dari 50% saham dengan hak suara dari entitas yang akan muncul.
Akuntansi permulaan baru menghasilkan entitas pelaporan yang baru. Perusahaan
diwajibkan untuk menghitung nilai reorganisasi aset-aset yang merupakan nilai wajar
entitas sebelum mempertimbangkan kewajiban dan mendekati jumlah yang akan dibayar
oleh seorang pembeli aset entitas yang berminat. Nilai ini dialokasikan untuk aset yang
menggunakan alokasi metode nilai dalam PSAK 22 tentang "Akuntansi Penggabungan
Usaha". Nilai reorganisasi yang melebihi jumlah yang dialokasikan dilaporkan sebagai
aset tidak berwujud yang disebut sebagai "nilai reorganisasi yang melebihi jumlah yang
dialokasikan pada aset yang dapat diidentifikasi", dicatat sesuai dengan PSAK 19 tentang
"Aset Tak Berwujud”.
Rencana Reorganisasi
Rencana reorganisasi umumnya terdiri dari sebuah dokumen terperinci dengan
pembahasan penuh mengenai tindakan-tindakan utama yang akan ditempuh selama
proses reorganisasi. Selaian tindakan utama, manajemen juga terus berproduksi dan
menjual produk, menagih piutang dan menjalankan operasi harian lainnya. Kebanyakan
rencana ini berisi pembahasan yang terperinci mengenai hal-hal berikut. 1) Penghapusan
operasi yang tidak menguntungkan, melalui penjualan atau likuidasi. 2) Restrukturisasi
utang dengan kreditor tertentu. 3) Revaluasi aset dan kewajiban. 4) Pengurangan atau
penghapusahn klaim pemegang saham terdahulu dan penerbitan saham baru kepada
kreditor atau pihak lainnya.
Ilustrasi Reorganisasi
Neraca PT Induk pada tanggal 31 Desember 20X6 disajikan dalam Figur 17-1.
Pada tanggal 2 Januari 20X7, manajemen PT Induk mengajukan petisi pada pengadilan
niaga dalam rangka penundaan pembayaran untuk memperoleh penangguhan
pembayaran utang dan waktu untuk merehabilitasi perusahaan serta mengembalikannya
pada operasi yang menguntungkan. Berikut adalah garis waktu yang menunjukkan
tanggal-tanggal yang relevan untuk contoh ini:
1.2 Undang-Undang Kepailitan dan Likuidasi
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), kepailitan adalah:
“...sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini”
Sedangkan likuidasi, menurut Black's Law Dictionary 6th Edition adalah:
“With respect to winding up of affairs of corporations, is the process of reducing assets
to cash, discharging liabilities and dividing surplus or loss. Occurs when a corporation
distributes its net assets to its shareholders and ceases its legal existence.”
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, likuidasi adalah:
“Pembubaran perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban
kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para pemegang saham”
Dalam peraturan perundang-undangan kita, istilah likuidasi digunakan, antara lain,
dalam: Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yaitu
dalam Bab XI tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya Status Badan Hukum
Perseroan (pasal 142 – pasal 152). Dalam UUPT likuidasi dilakukan sehubungan dengan
pembubaran perseroan yang terjadi karena sebab-sebab yang diatur dalam pasal 142 ayat
(1). Salah satu sebab terjadi pembubaran perseroan adalah karena harta pailit Perseroan
yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam
UU tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (pasal 142 ayat [1]
huruf e).
Selanjutnya, dalam pasal 143 ayat (1) diatur bahwa pembubaran Perseroan tidak
mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya
likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.Dalam
penjelasan pasal 143 ayat (1) ditegaskan antara lain bahwa pernyataan pailit tidak
mengubah status Perseroan yang telah dibubarkan dan karena itu Perseroan harus
dilikuidasi.
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha,
Pembubaran dan Likuidasi Bank (Perpres No. 25 Tahun 1999). Pasal 1 angka 4 Perpres
No. 25 Tahun 1999 menyebutkan bahwa likuidasi bank adalah:
“Tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin
usaha dan pembubaran badan hukum bank”.

1.3 Kelompok Kreditor Baik yang Dijamin, dengan Prioritas, dan Kreditor Umum yang
Tidak Dijamin, serta Statement of Affairs
Kreditor yang Dijamin
Memiliki kepentingan pengamanan, terhadap aset khusus yang sering disebut
sebagai "jaminan atau agunan" (collateral). Kreditor yang memiliki kepentingan hukum
terhadap suatu aset khusus memiliki prioritas paling tinggi terhadap aset tersebut. Kreditor
dengan Prioritas merupakan kredit yang tidak terjamin, yaitu mereka yang tidak memiliki
klaim jaminan terhadap aset tertentu, yang memiliki prioritas lebih tinggi daripada
kreditor yang tidak dijamin lainnya. Kreditur dengan prioritas dibayar terlebih dahulu dari
uang yang tersisa bagi kreditor yang tidak dijamin. Dalam bisnis, kewajiban berikut ini
dianggap sebagai prioritas.
Biaya pengurusan kepailitan, termasuk biaya akuntansi dan legal untuk para ahli
yang ditunjuk oleh pengadilan niaga. Kewajiban yang timbul karena aktivitas bisnis
normal selama proses kepailitan. Upah, gaji, dan komisi, termasuk tunjangan dan uang
kesehatan, yang diperoleh karyawan dalam waktu 180 hari semenjak tanggal petisi
diajukan, dibatasi sebesar Rp. 10.000.000 per orang. Kontribusi pada program manfaat
karyawan untuk 180 hari terakhir yang tersisa setelah penghapusan kompensasi dalam
poin c), namun dibatasi dengan batasan tersisa sebesar Rp. 10.000.000 per orang.
Deposit atau simpanan dari pelanggan yang telah melakukan pembayaran sebagian
untuk pembelian atau sewa guna usaha barang atau jasa yang tidak terkirim. Prioritas
diberikan pertama sebesar Rp. 1.800.000 per orang; sisa deposit yang masih ada
ditambahkan pada klaim yang tidak dijamin. Klaim pajak unit pemerintah yang tidak
dijamin, seperti pajak penghasilan, pajak bangunan, pajak pungutan. Keenam kelompok
kreditur ini dibayarkan dari aset yang tersedia bagi kreditor yang tidak dijamin. Sisa uang
yang masih tersedia dibagikan kepada kreditur umum yang tidak dijamin.
Kreditor Umum yang Tidak Dijamin
Prioritas terendah diberikan pada klaim oleh kreditur umum yang tidak dijamin.
Kreditor ini hanya dibayar setelah kreditor yang dijamin dan kreditor yang tidak dijamin
tapi dengan prioritas telah dibayarkan sebesar ketentuan batasan hukum. Kreditor umum
yang tidak dijamin menerima jumlah yang lebih kecil dari nilai penuh klaim yang
diajukan. Jumlah yang dibayarkan dinyatakan dalam persentase tertentu dari total klaim.
Pembayaran kepada kreditur umum yang tidak dijamin disebut "dividen".
Preferensi pembayaran yaitu pembayaran yang dibuat oleh debitor kepada kreditor
dengan mengabaikan kreditur lainnya dalam waktu 90 hari sebelum petisi kepailitan
diajukan. umumnya dapat dipulihkan dari kreditor tertentu dan kembali pada kas yang
tersedia bagi seluruh kreditor.
Statement of Affairs
Accounting statement of affairs merupakan laporan akuntansi dasar yang dimulai
pada proses likuidasi untuk menyajikan perkiraan jumlah yang dapat direalisasi dari
penjualan awal aset, urutan klaim kreditur dan perkiraan jumlah kreditur tidak dijamin
yang akan menerima sebagai hasil likuidasi. Statement of Affairs bukanlah laporan yang
dibuat secara berkesinambungan, namun merupakan laporan perencanaan yang penting
untuk mengantisipasi likuidasi perusahaan. Statement of Affairs menyajikan nilai buku
akun-akun neraca perusahaan debitor, estimasi nilai pasar wajar aset, urutan klaim dan
estimasi kekurangan untuk kreditor umum yang tidak dijamin.
Statement of Affairs merupakan instrument perencanaan yang disusun hanya pada
awal proses kepailitan. Laporan ini memberikan informasi kepada para kreditor dan
pengadilan niaga mengenai perkiraan jumlah dana yang tersedia untuk masing-masing
kelompok kreditor. Sekali kepailitan terjadi, maka pihak debitor mencatat transaksi
tersebut pada catatan akuntansi pada saat terjadinya.

1.4 Pertimbangan Tambahan terkait Akuntansi dan Pelaporan Trustee


Pertimbangan Tambahan
Sekarang disajikan praktik akuntansi dan pelaporan untuk trustee yang bertindak
sebagai fidusia untuk komite kreditor atau pengadilan niaga. Laporan trustee berbeda dari
laporan keuangan tradisional karena hak legal dan tanggung jawab trustee berbeda dari
hak legal dan tanggung jawab manajemen perusahaan debitur. Juga ditunjukan penyajian
singkat mengenai provisi kepailitan yang berlaku untuk perseorangan. Wilayah kepailitan
individu senantiasa mengalami perubahan, dan penyajian ini hanyalah sebagai pedoman
umum.
Akuntansi dan Pelaporan Trustee
Pengadilan niaga menunjuk pihak trustee untuk mengelola perusahaan berdasarkan
penundaan pembayaran bila terjadi kesalahan, ketidak jujuran, ketidak kompetenan
manajemen dan secara umum terjadi kesalahan manajemen. Dalam UU Kepailitan dan
Likuidasi, pihak trustee umumnya memiliki tanggung jawab untuk melikuidasi dengan
segera perusahaan yang pailit dan membayar kreditor sesuai dengan status legal bagian
mereka yang dijamin atau tidak dijamin. Dalam beberapa kasus berdasarkan UU
Kepailitan dan Likuidasi. pihak pengadilan menunjuk seorang trustee untuk menjalankan
perusahaan dalam periode yang singkat dalam upaya untuk memperoleh harga yang lebih
baik untuk perusahaan secara keseluruhan, daripada menjual secara terpisah-pisah.
Pihak trustee memeriksa bukti-bukti klaim kreditor terhadap perusahaan debitur
yang pailit, yaitu aset bersih debitur. Kadang kala, pihak trustee menerima hak atas
seluruh aset, yaitu dalam posisi sebagai pihak penerima (receivership), sehingga
bertanggung jawab atas manajemen nyata debitur dan harus mengarahkan rencana
reorganisasi atau likuidasi. Pihak trustee yang mengambil alih hak atas aset debitur dalam
proses likuidasi harus membuat laporan keuangan berkala yang diperuntukan bagi
pengadilan niaga, yang melaporkan kemajuan proses likuidasi dan hubungan fidusia.
Ketika pihak trustee menerima aset, pihak trustee umumnya membuat catatan akuntansi
untuk mencatat sebagai pihak penerima. Catatan akuntansi trustee berisi kewajiban
trustee yang tercipta karena mengakui kepemilikan debitur atas aset yang diterima oleh
trustee, Akun yang baru ini dikredit sebesar nilai buku aset yang diterima dan umumnya
dinamakan sebagai Perusahaan Debitor - Dalam Posisi Pihak Penerima. Pihak trustee
tidak mengalihkan kewajiban debitor karena masih tetap menjadi tanggung jawab
perusahaan debitor secara hukum.

1.5 Ikhtisar Konsep dan Istilah Penting


PSAK 54 menunjukan standar akuntansi dan pengungkapan kreditor untuk piutang
yang diturunkan nilainya, termasuk yang berupa wesel tagih. Pinjaman dikatakan hendak
diturunkan nilainya jika terdapat kemungkinan bahwa pihak kreditor tidak akan mampu
memperoleh seluruh jumlah yang jatuh tempo berdasarkan perjanjian pinjaman.
Penentuan bahwa suatu pinjaman akan diturunkan nilainya dilakukan selama prosedur
normal kreditor untuk penelaahan pinjaman, atau dibuat berdasarkan nilai sekarang dari
ekspektasi arus kas masa depan, yang didiskontokan berdasarkan tingkat suku bunga
efektif pinjaman pada saat permulaan pinjaman
PSAK 54 mengatur mengenai akuntansi debitur untuk restrukturisasi utang
bermasalah dan standar untuk akuntansi kreditor terhadap restrukturisasi ini. Tidak semua
negosiasi ulang atas perjanjian utang dibahas dalam standar ini, restrukturisasi haruslah
merupakan konsesi yang diberikan oleh pihak kreditor kepada debitor yang mengalami
kesulitan keuangan. Negosiasi ulang antara debitor dan kreditor yang disebabkan oleh
lingkungan ekonomi umum yang kompetitif bukanlah restrukturisasi utang bermasalah
dan tidak dimasukan dalam standar ini. Bentuk restrukturisasi utang bermasalah yang
paling umum adalah modifikasi persyaratan utang untuk meringankan kebutuhan kas
jangka pendek pihak debitor. Berdasarkan PSAK 54, pihak debitor membandingkan nilai
tercatat utang dengan jumlah arus kas masa depan yang terkait dengan utang tersebut atau
dengan nilai wajar jumlah yang dipertukarkan dalam pelunasan utang tersebut.
Dalam restrukturisasi utang yang melibatkan modifikasi persyaratan, jumlah arus kas masa
depan merupakan total agregat seluruh pembayaran kas setelah terjadinya proses
restrukturisasi seperti yang ditentukan dalam perjanjian restrukturisasi. Setiap pembayaran
kas atau pengalihan aset atau ekuitas yang dilakukan segera mengurangi nilai buku utang
sebelum menghitung keuntungan atau kerugian. Aturan keputusan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. CV ≤ TFCF: Tidak ada keuntungan atau kerugian; terdapat beban bunga masa depan.
Jika nilai tercatat utang kurang dari atau sama dengan total arus kas masa depan, maka
tidak ada keuntungan atau kerugian yang diakui dan beban bunga efektif masa depan
pihak debitor atas utang tersebut merupakan selisih restrukturisasi antara nilai tercatat
dan arus kas masa depan.
2. CV > TFCF: Debitor untung; tidak ada beban bunga masa depan. Jika nilai tercatat
utang lebih besar dari pada total arus kas masa depan, maka pihak debitor mengakui
terjadinya keuntungan restrukturisasi sejumlah selisih restrukturisasi. Dalam kasus ini,
nilai buku kini utang lebih besar daripada jumah total kas yang akan dibayarkan –
jelasnya, nilai buku harus dikurangi. Sekali pun keuntungan telah diakui, maka tidak
ada beban bunga masa depan dari utang ini yang dilaporkan oleh pihak debitor.
Berdasarkan PSAK 54, akun kreditor untuk mencatat restrukturisasi utang
bermasalah sebagai penurunan. Perbedaan utama antara metode pengukuran debitor dan
kreditor adalah bahwa kreditor harus menentukan nilai sekarang estimasi total arus kas
masa depan untuk dibandingkan dengan nilai tercatat pinjaman.
PSAK 57,tentang “ Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi dan Aset
Kontijensi atas pengakuan kerugian kontijensi telah terpenuhi. Standar ini mengharuskan
kontijensi untuk diakui sebagai utang pada periode saat pertama kali terdapat
kemungkinan bahwa kewajiban telah terjadi dan jumlahnya dapat diestimasikan dengan
memadai. Pada waktu restrukturisasi utang, pihak debitor diwajibkan untuk membuat
pengungkapan catatan kaki tambahan dalam laporan keuangannya yang menjelaskan
karakteristik utama rencana restrukturisasi, agregat keuntungan dari proses restrukturisasi
utang dan pengaruh pajak penghasilan terkait, keuntungan atau kerugian bersih dari
pengalihan aset sesuai dengan rencana dan pengaruh perlembar saham untuk keuntungan
agregat dari restrukturisasi utang bersih setelah pengaruh pajak penghasilan terkai. Untuk
periode setelah restrukturisasi, pihak depitor harus mengungkapkan jumlah utang
kontijensi dan ketentuan yang menyebabkan perubahan kontijensi ini menjadi utang.
DAFTAR PUSTAKA

Baker, R. E., dkk. (2012). Akuntansi Keuangan Lanjutan Perspektif Indonesia, Buku 2. Jakarta:
Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai