Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian Skala Pengukuran Variabel


kala pengukuran variabel adalah cara atau metode yang digunakan dalam mengukur atau
menilai suatu variabel dalam penelitian. Skala pengukuran variabel dapat membantu
peneliti untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dipercaya, serta memudahkan
dalam menganalisis data yang telah dikumpulkan. Ada beberapa jenis skala pengukuran
variabel, yaitu skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio. Setiap jenis
skala memiliki karakteristik dan kegunaan yang berbeda, tergantung pada jenis variabel
yang akan diukur. Oleh karena itu, sebelum memilih skala pengukuran variabel, peneliti
perlu memahami karakteristik dari variabel yang akan diukur dan tujuan dari penelitian
yang dilakukan.
B. Macam-macam Skala Pengukuran
Ada empat jenis skala pengukuran yang biasa digunakan dalam penelitian, yaitu
sebagai berikut:
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah skala pengukuran yang digunakan untuk membedakan objek
atau variabel penelitian menjadi kelompok-kelompok yang berbeda. Skala nominal
hanya memungkinkan pengelompokan data berdasarkan karakteristik tertentu, seperti
jenis kelamin, status perkawinan, atau agama.
2. Skala Ordinal
Skala ordinal adalah skala pengukuran yang digunakan untuk mengurutkan variabel
penelitian berdasarkan tingkatannya. Skala ini dapat digunakan untuk menilai kualitas
produk atau pelayanan, tingkat pendidikan, atau tingkat kepuasan pelanggan.
3. Skala Interval
Skala interval adalah skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel
penelitian dengan rentang tertentu. Skala ini memiliki titik nol yang arbitrari, seperti
suhu dalam satuan Celsius atau Fahrenheit. Nilai 0 pada skala interval tidak
menunjukkan tidak adanya variabel, melainkan merupakan titik acuan.
4. Skala Rasio
Skala rasio adalah skala pengukuran yang memiliki titik nol yang mutlak. Skala ini
digunakan untuk mengukur variabel yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti berat
badan, tinggi badan, atau umur. Skala rasio memiliki sifat-sifat yang sama dengan
skala interval, namun memiliki titik nol yang benar-benar menunjukkan tidak adanya
variabel.
 Jenis-jenis Variabel Penelitian
Untuk mengetahui jenis-jenis variabel yang dipergunakan dalam penelitian, maka
peneliti dapat mengetahuinya dengan menghubungkan antara satu variabel dengan
variabel lainnya. Ditinjau dari keberadaan, keterkaitan dan struktur pengaruhnya di
dalam hipotesis penelitian, variabel dapat dibedakan sebagai berikut:

1) variabel independen dan dependen


Variabel Independen (independent variable) atau juga disebut variabel bebas,
treatment variable, manipulated variable, antecedent variable, dan predictor variable
merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab berubah atau
timbulnya variabel dependen (terikat). Sedangkan variabel dependen (dependent
variable) itu sendiri adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari
variabel independen.
Pola hubungan dari variabel Independen dan Dependen dapat berbentuk
macamam-macam. Kalau hubungan itu hanya antara satu variabel dengan satu
variabel saja, maka disebut hubungan bivariat (bivariate relationship). Jika
hubungan itu antara satu atau lebih variabel dengan yang lainnya juga satu atau
lebih variabel, maka hubungan atau kaitan itu disebut hubungan variabel berganda
(multivariate relationship). Dengan demikian, apabila peneliti telah mengetahui
mana di antara variabel itu yang menjadi sebab, dan manakah yang menjadi akibat
(dependent atau independent),maka hubungan itu disebut hubungan asimetris
(asymetric relationship).
Syarat untuk dapat dikatakan bahwa hubungannya itu adalah asymetris, jika dapat
dipastikan bahwa:
a. Ada perbedaan waktu atau saat mengenai terjadinya perubahan antara variabel
bebas dan variabel terikat. Variabel bebas terjadi terlebih dahulu, kemudian
variabel terikat mengikutinya.
b. Di antara dua variabel itu menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh
adalah variabel yang nilai skalanya tidak mungkin berubah dari semula sampai
kapanpun, artinya sudah tetap tidak berubah (fixity) atau permanen, sedangkan
yang terikat itu skalanya dapat berubah atau dapat diubah (alterability).
Contoh rumusan masalah yang menggambarkan pola hubungan asymetris
(variabel dependen dan independen) adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara kegiatan pameran (sales promotion) terhadap
peningkatan penjualan perusahaan?
2. Apakah upah atau gaji yang tinggi memiliki hubungan dengan produktifitas
kerja karyawan?
3. Apakah teknologi informasi, saling ketergantungan, karakteristik sistem
akuntansi manajemen berpengaruh terhadap kinerja manajerial perusahaan?
4. Apakah terdapat hubungan antara ukuran dan pertumbuhan perusahaan terhadap
return saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta?
2) variable intervening/mediating
Variabel intervening atau sering disebut juga sebagai variabel moderating adalah
variabel yang berada di tengah antara variabel independen dan variabel dependen.
Berbeda dengan variabel dependen dan independen, variabel intervening sulit untuk
dilihat, diukur, atau dimanipulasi. Dalam suatu analisis biasanya variabel ini
dipengaruhi oleh variabel independen secara langsung, dan kemudian variabel sela
akan mempengaruhi variabel dependen.
Untuk dapat mengetahui keberadaan dari variabel sela, maka peneliti harus
banyak membaca teori-teori yang yang berkaitan dengan variabel dependen
(terikat). Karena bisa saja terjadi suatu tindakan tidak akan berpengaruh secara
langsung tanpa ada pengaruh dari variabel sebelumnya.
Sebagai contoh, gaji dan kemampuan (variabel independen) merupakan
komponen yang berpengaruh terhadap prestasi kerja (variabel dependen). Namun,
pada kenyatannya ada seorang karyawan yang memiliki gaji yang tinggi, dan
kemampuan yang cukup ternyata prestasi kerjanya rendah juga. Ternyata, setelah
diamati karyawan tersebut mengalami stress pada saat bekerja. Dalam hal ini stress
merupakan variabel sela atau antara.
Contoh permasalahan penelitian; seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan
terhadap kepuasan karyawan dikaitkan dengan gaji?
3) variabel luar biasa
Kedudukan variabel luar biasa (extraneous variables) atau juga disebut variabel
pembaur (confounding variables) adalah suatu variabel yang tidak tercakup dalam
hipotesis penelitian, akan tetapi muncul dalam penelitian dan berpengaruh terhadap
variabel terikat dan pengaruh tersebut mencampuri atau berbaur dengan variabel
bebas. Variabel ini sering kali mengaburkan hubungan antara variabel independen
dan variabel dependen. Oleh karena itu variabel ini biasa disebut sebagai variabel
yang mendahului dua variabel yang berhubungan. Tetapi, variabel luar biasa justru
mempengaruhi pada dua variabel yang berhubungan sebelumnya. Sehingga
hubungan dua variabel sebelumnya tentu akan lenyap.
Sebagai contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan strategi
pemotongan harga akan dapat meningkatkan jumlah penjualan. Bila kita amati,
sepintas memang ada hubungan yang kuat antara strategi pemotongan harga dengan
tingkat penjualan. Namun, apabila kita mengajukan suatu pertanyaan apakah
hubungan itu bukan merupakan suatu kebetulan saja? Bagaimana dengan pengaruh
variabel lain? bisa saja faktor pemotongan harga dan tingkat penjualan itu
dipengaruhi oleh kemampuan daya beli konsumen (variabel luar biasa).
4) variabel moderating.
Variabel moderating merupakan variabel baru yang dikonstruksi sendiri oleh
peneliti dengan cara mengambil satu variabel dan mengalikannya dengan variabel
lin untuk mengetahui dampak keduanya (seperti, umur X sikap kualitas hidup).
Variabel ini biasanya terdapat dalam penelitian eksperimen. Lain halnya dengan
extraneous variables, variabel moderator justru akan semakin memperkuat
kedudukan variabel independen. Dalam hal ini, hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen tidak akan lenyap. Variabel moderator dapat
ditempatkan sebagai variabel independen sehingga variabel independen tadi dapat
menjadi variabel dependen. Jadi, kemampuan daya beli konsumen merupakan
variabel independen terhadap harga dan tingkat penjualan (variabel dependen).
Agar peneliti dapat memimiliki pemahaman yang jelas terhadap masalah yang
akan diteliti, maka kejelasan hubungan antar variabel menjadi sangat penting.
Karena suatu penelitian berawal dari adanya masalah dan dipotesis yang masing-
masing di dalamnya terdapat variabel.
Contoh permasalahan penelitian; Seberapa besar pengaruh besarnya gaji terhadap
produktivitas karyawan? Apakah motivasi kerja dapat memperkuat pengaruh
tesebut?
C. Definisi Operasional Variabel
1. Pengertian Definisi Operasional menurut para Ahli
1) Sugiyono
Definisi operasional variabel adalah seperangkat petunjuk yang lengkap tentang apa
yang harus diamati dan mengukur suatu variabel atau konsep untuk menguji
kesempurnaan. Definisi operasional variabel ditemukan item-item yang dituangkan
dalam instrumen penelitian (dalam Sugiarto, 2016:38).
2) Sutama
Definisi operasional yaitu pemberian atau penetapan makna bagi suatu variabel
dengan spesifikasi kegiatan atau pelaksanaan atau operasi yang dibutuhkan untuk
mengukur, mengkategorisasi, atau memanipulasi variabel. Definisi operasional
mengatakan pada pembaca laporan penelitian apa yang diperlukan untuk menjawab
pertanyaan atau pengujian hipotesis (2016:52).
3) Nurcahyo & Khasanah
Definisi operasional variabel penelitian yaitu sebuah definisi berdasarkan pada
karakteristik yang dapat diobservasi dari apapun yang didefinisikan atau mengubah
konsep dengan kata-kata yang menguraikan perilaku yang dapat diamati dan dapat
diuji serta ditentukan kebenarannya oleh seseorang (2016:5).
2. Tujuan Definisi Operasional
1) Menetapkan aturan dan prosedur yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur
variabel
2) Memberikan arti yang tidak ambigu dan konsisten untuk istilah/variabel yang jika
tidak dilengkapi dengan definisi operasional, maka dapat ditafsirkan dengan cara
yang berbeda
3) Membuat pengumpulan data serta analisis lebih fokus dan efisien
4) Memandu jenis data informasi apa yang dicari oleh peneliti.
3. Tipe Definisi Operasional
1) Definisi Operasional Tipe A (Pola I)
Tipe A disusun berdasarkan pada operasi yang harus dilakukan, sehingga
menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata atau dapat
terjadi. Penggunaan prosedur yang dilakukan oleh peneliti dapat membuat gejala
tersebut bisa terealisasikan.
2) Definisi Operasional Tipe B (Pola II)
Tipe B disusun berdasarkan pada bagaimana suatu objek didefinisikan kemudian
dapat dioperasionalisasikan dengan baik, yaitu berupa apa yang dilakukannya atau
yang menyusun karakteristik dinamisnya.
3) Definisi Operasional Tipe C (Pola III)
Tipe C dapat disusun berdasarkan pada penampakan atau gambaran visual suatu
objek atau gejala tersebut seperti apa, yaitu apa saja yang menyusun karakteristik
karakteristik statisnya.
4. Cara Membuat Definisi Operasional
Berikut merupakan tahap-tahap dalam membuat definisi operasional yang bisa
diandalkan (Variabel Terikat, Variabel Luar, dan Variabel Bebas):
1) Pastikan Apa Saja Variabel yang Diteliti
Peneliti akan menentukan kegunaan dari setiap variabel dan
klasifikasinya, dapat merupakan variabel luar, variabel terikat maupun variabel
bebas.
2) Temukan Arti Konseptual yang Akurat Mengenai Setiap Variabel
Hal ini dapat dicari pada penelitian terdahulu, buku maupun kamus. Atau
bisa memformulasikannya secara mandiri namun harus berlandaskan sumber-
sumber terkait dan pengalaman yang ada di kepustakaan.
3) Kenali Apa yang Bisa Dilaksanakan Ketika Peneliti sedang Mengukur Variabel
Perlu diketahui dalam melaksanakan pengukuran terdapat berbagai macam
metode yang bisa dilakukan. Dapat dengan observasi, komparasi, bertanya, dan
sebagainya.
4) Tentukan Metode yang Paling Baik Dilaksanakan Ketika Mendeskripsikan atau
Menggambarkan Variabel
Dalam penentuan metodenya harus jelas sumbernya dan detail.
5) Catatlah Dalam Rupa Tabel, Bisa Juga Menggunakan Narasi
Penggunaan tabel umumnya dilakukan pada laporan skripsi, sementara
narasi digunakan pada publikasi ilmiah.

D. Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian


1. Validitas Instrumen Penelitian
Menurut Rahyuda (2004:65), suatu instrumen dikatakan memiliki validitas apabila
instrumen tersebut mampu menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mengukur apa
yang ingin diukur. Jika seorang peneliti ingin mengukur tentang kemiskinan, peneliti
harus menguji validitas alat ukurnya apakah memang benar alat ukur yang digunakan
mampu mengukur kemiskinan. Validitas ada berbagai macam, yaitu sebagai berikut:
1) Validitas Konstruk

Menurut Rahyuda (2004:66) validitas konstruk adalah kerangka dari suatu konsep.
Misalnya, seorang peneliti ingin mengukur konsep “religiusitas”. Pertama- tama yang
harus dilakukan oleh peneliti ialah mencari apa saja yang merupakan kerangka dari
konsep tersebut. Untuk mencari kerangka konsep tersebut dapat ditempuh berbagai cara
seperti berikut:

a) Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang ada pada
literatur.
b) Bila dalam literatur tidak diperoleh definisi konsep yang ingin diukur, peneliti
harus mendefinisikan sendiri konsep tersebut.
c) Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau
orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden.

2) Validitas Isi
Menurut Rahyuda (2004:67), validitas isi alat pengukur ditentukan oleh sejauh mana
isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek
kerangka konsep.

3) Validitas Prediktif

Validitas prediktif adalah kesahihan yang didasarkan pada hubungan yang teratur
antara tingkah laku apa yang diramalkan oleh sebuah tes dan tingkah laku sebenarnya
yang ditampilkan oleh individu atau kelompok. Alat pengukur yang dibuat oleh
peneliti sering kali dimaksudkan untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada masa
yang akan datang.

4) Validitas Eksternal

Validitas eksternal adalah validitas yang diperoleh dengan cara mengolerasikan alat
pengukur baru dengan tolak ukur eksternal (berupa alat ukur yang sudah valid).

5) Validitas Budaya

Suatu alat pengukur yang sudah valid untuk penelitian di suatu negara belum tentu
akan valid bila digunakan di negara lain yang budayanya berbeda.

6) Validitas Rupa

Validitas rupa adalah jenis validitas yang berbeda dengan validitas lainnya.
Validitas rupa tidak menunjukkan apakah alat pengukur mengukur apa yang ingin
diukur, tetapi hanya menunjukkan bahwa dari segi “rupa” suatu alat ukur tampaknya
mengukur apa yang ingin diukur. Validitas rupa amat penting dalam pengukuran
kemampuan individu seperti pengertian kecerdasan, bakat, dan keterampilan. Hal ini
disebabkan oleh dalam pengukuran aspek kemampuan seperti itu faktor rupa alat ukur
akan menentukan sejauh mana minat orang di dalam menjawab soal-soal dan
pertanyaan dalam alat ukur.

7) Validitas Berdasarkan Kriteria


Validitas berdasarkan kriteria terpenuhi jika pengukuran membedakan individu
menurut suatu kriteria yang diharapkan prediksi. Hal tersebut bisa dilakukan dengan
menghasilkan validitas konkuren atau validitas prediktif.

2. Reliabilitas Instrumen

Menurut Mudrajad Kuncoro (2009:175), reliabilitas menunjukkan konsistensi dan


stabilitas dari suatu skor (skala pengukuran). Reliabilitas berbeda dengan validitas,
karena yang pertama memusatkan perhatian pada masalah konsistensi, sedangkan
yang kedua lebih memperhatikan masalah ketepatan. Dengan demikia, reliabilitas
mencakup dua hal utama, yaitu:

a) Stabilitas Ukuran

Stabilitas ukuran menunjukkan kemampuan sebuah ukuran untuk tetap stabil


atau tidak rentan terhadap perubahan situasi apapun. Kestabilan ukuran dapat
membuktikan kebaikan sebuah ukuran dalam mengukur sebuah konsep. Terdapat dua
jenis uji stabilitas, yaitu:

1) Test-Retest Reliability

Koefisien reliabilitas yang diperoleh dari pengulangan pengukuran


konsep yang sama dalam dua kali kesempatan, yaitu kuesioner yang berisi
item-item untuk mengukur konsep yang diberikan kepada responden pada
saat ini akan diberikan kembali pada responden yang sama dalam waktu
yang berbeda (misalnya dua minggu enam bulan). Kemudian korelasi antar
skor yang diperoleh dari responden yang sama dengan dua waktu berbeda
inilah yang disebut dengan koefisien test-retest reability sehingga semakin
stabil sebuah ukuran untuk waktu yang berbeda.

2) Reliabilitas Bentuk Pararel

Unit stabilitas terjadi ketika respons dari dua pengukuran yang


sebanding dalam menyusun konstruk yang sama memiliki korelasi yang
tinggi. Kedua bentuk pengukur memiliki item yang serupa dan format
respons yang sama dengan sedikit perubahan dalam penyusunan kalimat
dan urutan pertanyaan. Yang ingin diketahui di sini adalah kesalahan
validitas yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam menyusun kalimat
dan urutan pertanyaan.

b) Konsistensi Internal Ukuran

Konsistensi internal ukuran merupakan indikasi homogenitas item-item yang ada


dalam ukuran yang menyusun konstruk. Dengan kata lain, item-item yang ada harus
“sama” dan harus mampu mengukur konsep yang sama secara independen, sedemikian
rupa sehingga responden seragam dalam mengartikan setiap item. Hal ini dapat dilihat
dengan mengamati apakah item dan subset item dalam instrumen pengukuran
memiliki korelasi yang tinggi. Konsistensi ukuran dapat diamati melalui reliabilitas
konsistensi antar item dan split-half reliability.
https://rzabdulaziz.files.wordpress.com/2020/03/bahan-bacaan-pertemuan-5-variabel-dan-skala-
pengukuran.pdf

https://osf.io/8326r/download

Anda mungkin juga menyukai