Anda di halaman 1dari 14

Strategic Cost Management (SCM)

Akuntansi manajemen adalah profesi akuntansi dan keuangan yang mengembangkan dan
menggunakan informasi manajemen biaya untuk membantu mengimplementasikan strategi
organisasi. Informasi manajemen biaya mencakup informasi keuangan mengenai biaya dan
pendapatan, dan informasi non keuangan mengenai retensi pelanggan, produktivitas, kualitas,
dan faktor-faktor penentu utama kesuksesan lainnya bagi organisasi. Manajemen biaya adalah
pengembangan dan penggunaan dari informasi manajemen biaya. Informasi manajemen biaya
dikembangkan dan digunakan di dalam rantai nilai informasi organisasi dengan 5 tahapan, yaitu
peristiwa bisnis, data, informasi, pengetahuan, dan keputusan. Fungsi manajemen biaya dan
pelaporan keuangan itu berbeda karena informasi manajemen biaya berfokus pada kegunaan dan
ketepatan waktu, sedangkan laporan keuangan berfokus pada keakuratan dan kepatuhan pada
persyaratan pelaporan.
Jurnal Archie Lockami III (2003)
A. Pengertian Manajemen Biaya Strategi
Manajemen Biaya Strategi adalah penggunaan data biaya untuk mengembangkan dan
mengidentifiasi strategi yang unggul yang akan menghasilkan keunggulan bersaing yang
berkelanjutan. Menurut Bansen G. Mowen pengambilan keputusan yang mempengaruhi posisi
bersaing jangka panjang perusahaan secara eksplisit harus mempertimbangkan elemen stratejik
dari keputusan, elemen strategik yang paling penting bagi perusahaan adalah pertumbuhan dan
kelangsungan perusahaan. Pengambilan keputusan startegik juga melibatkan pemilihan diantara
alternate dan startegi dengan sasaran pemilihan startegi, atau sttrategi-strategi yang meberikan
keyakinan yang memadai bagi perushaan mengenai pertumbuhan dan kelangsungan jangka
panjang. Kunci untuk mencapai sasaran ini adalah untuk memenangkan keunggulan pesaing.
B. Competitive advantage ( keunggulan bersaing )
Keunggulan bersaing adalah menciptakan nilai pelanggan yang lebih baik dengan biaya yang
sama atau lebih rendah dibandingkan pesaing atau menciptakan nilai yang setara dengan biaya
yang lebih rendah dibandingkan pesaing. Kesuksesan perusahaan dapat dicapai dengan cara
mengimplementasikan sebuah strategi. Menemukan suatu strategi dimulai dari menentukan
tujuan dan arah bisnis jangka panjang dan oleh karena itu termasuk menentukan misi perusahaan.
Ada dua strategi umum yang mampu memberikan keunggulan bersaing yang berkesinambungan:

 Strategi biaya rendah, Tujuan dari strategi biaya rendah adalah untuk memberikan nilai
yang sama atau lebih baik kepada pelanggan dengan biaya yang lebih rendah
dibandingkan pesaing
 strategi diferensiasi.
Strategi diferensiasi disisi lain berusaha keras untuk meningkatkan nilai pelanggan
dengan meningkatkan yang diterima pelanggan.
Keunggulan bersaing diciptakan dengan memberikan sesuatu kepada pelanggan yang tidak
diberikan oleh para pesaing. Karenanya, karakteristik produk harus diciptakan yang membuat
produk tersebutg berbeda dari pesainggnya.
Peran sistem manajemen biaya dalam membantu mencapai tujuan yaitu meningkatkan nilai
pelanggan dengan  meminimalisasi pengorbanan pelanggan., menciptakan nilai pelanggan yang
lebih baik dengan biaya yang sama atau lebih rendah daripada pesaing.
Dalam mengembangkan posisi yang kompetitif yang berkesinambungan, setiap perusahaan
secara sengaja atau sebagai akibat tekanan pasar akan mencapai satu dari dua strategi kompetitif,
yaitu kepemimpinan biaya atau diferensiasi.

1. Kepemimpinan biaya (cost leadership), adalah strategi mengungguli competitor dengan


menghasilkan produk atau jasa dengan biaya yang paling rendah.
2. Strategi diferensiasi (differentiation) adalah strategi mengembangkan dan
mempertahankan nilai unik produk atau jasa menurut persepsi konsumen. 
3. Isu strategis lainnya, adalah dengan cara mengadopsi dan mengimplementasikan salah
satu dari strategi yang ada pada strategi kepemimpinan biaya atau diferensiasi

C. Customer Value ( nilai pelanggan )


Customer value adalah perbedaan antara apa yang diterima pelanggan (realisasi
pelanggan) dan apa yang pelanggan berikan (pengorbanan pelanggan), dimana apa yang
pelanggan terima lebih daripada sekedar tingkatan dasar kinerja yang diberikan produk.
D. Perkembangan Sistem Akuntansi Manajemen
Sistem akuntansi manajemen berevolusi selama akhir abad kesembilan belas dan
awal abad kedua puluh untuk mendukung tumbuhnya kegiatan industri di Eropa dan Amerika
Serikat. Sebagian besar fitur yang terlihat pada hari ini adalah biaya tradisional dan akuntansi
manajerial yang dimana didirikan tahun 1930-an. Sementara lingkungan bisnis telah mengalami
perubahan dramatis sejak 1970-an, sangat sedikit perubahan telah terjadi di dasar prinsip yang
digunakan dalam akuntansi pendukung sistem.
Sebagian besar perusahaan memiliki keuangan dan sistem akuntansi manajemen yang
terpisah . sistem Finansial akuntansi yang dirancang untuk menerjemahkan kegiatan perusahaan
ke dalam nilai dolar yang dilaporkan ke berbagai entitas eksternal.metode dan prosedur tersebut
harus sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Sistem ini bertindak
atas nama pemegang saham dan pihak terkait lainnya (Yaitu, pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya) untuk mencerminkan realitas saat ini dan masa depan bisnis dalam hal
keuangan. Melalui analisis laporan keuangan, stakeholders disediakan “informasi” untuk
membuat keputusan investasi jangka pendek dan jangka panjang. penilaian mengenai akuisisi
atau gabungan usaha, dll. Secara teori, biaya dan sistem akuntansi manajerial yang dirancang
untuk memberikan Informasi untuk pengambilan keputusan internal. Sistem ini harus
menyediakan perusahaan dengan pendapatan dan informasi biaya yang mencerminkan realitas
saat ini dan masa depan bisnis dalam kaitannya dengan tujuan, pelanggan, keuangan, dan sumber
daya.
E. Pendekatan Akuntansi Biaya
Pendekatan yang paling prevelent manajemen biaya yang diperiksa adalah akuntansi,
akuntansi berdasarkan aktivitas, dan kendala berbasis sistem akuntansi tradisional.
1. Tradisional (penyerapan penuh) akuntansi
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, bagi banyak perusahaan yang Sistem akuntansi
tradisional telah menjadi rintangan besar bagi kemajuan menuju organisasi kelas
dunia. Sementara perusahaan terlibat dalam kegiatan untuk mempromosikanpeningkatan daya
saing, sistem akuntansi tradisional memantau kemajuan berdasarkan  pada langkah-langkah
usang. Sebagai contoh, modal keputusan investasi hanya berdasarkan diskonto arus kas, nilai
bersihsekarang, periode pengembalian dan tingkat pengembalian internal mencegah  investasi
strategis jangka panjang yang meningkatkan sumber daya dan pelanggan- berorientasi bidang
kinerja. Arus lingkungan yang kompetitif mengharuskan keputusan investasi modal dilakukan
dalam konteks strategi perusahaan. Juga, investasi harus dilihat secara holistik.
Sistem akuntansi tradisional melihat setiap permintaan modal sebagai proyek yang berdiri
sendiritidak memiliki hubungan dengan masa kini atau usaha masa depan. Efisiensi tinggi tenaga
kerja dan mesin langkah-langkah pemanfaatan keunggulan dari sistem akuntansi tradisional. 
langkah-langkah Inimendorong organisasi manufaktur ke arah OPTIMAS lokal dengan
mendorong penggunaan yang tidak perlu sumber daya lokal. 
2. Akuntansi berbasis Kegiatan
Akuntansi berdasarkan aktivitas didefinisikan sebagai koleksi keuangan dan operasional
informasi kinerja tentang signifikan kegiatan usaha (Brimson dan Berliner, 1988). Metodologi
ini menggabungkan gagasan bahwa biaya yang dikeluarkan melalui kegiatan perusahaan. Oleh
karena itu, sistem akuntansi dirancang untuk menangkap dan melacak kinerja hanyauntuk
beberapa kegiatan penting yang merupakan massal dari total pekerjaan dalam suatu organisasi.
Akuntansi dengan aktifitas berbasis biaya alokasi untuk produk berdasarkankegiatan
biaya penggerak (Helberg et al., 1994).
Awalnya, akuntansi berbasis aktivitas adalah terutama digunakan untuk menetapkan
penjualan suatu produk harga berdasarkan biaya kegiatan yang relevan dan margin keuntungan
yang diinginkan. Hari ini, pendekatan ini juga digunakan untuk mengevaluasi sistem
manufakturcanggih (Park dan Kim, 1995), mendorong perbaikan operasional (Cooper dan
Slagmulder, 1999a), berfungsi sebagai keputusan sistem pendukung (Van damme dan Van der
zon, 1999), memfasilitasi penganggaran modal (Cook et al., 2000), dan mengukur nilai
pelanggan (Ness et al., 2001).Akuntansi berbasis aktivitas dirancang untuk Kegiatan atribut
biaya lebih tepatnya objek biaya (bagian, produk, lini produk, fungsi, departemen, tanaman,
divisi, dll). Berbeda dengan akuntansi tradisional yang biasanya menggunakan tenaga kerja
langsung sebagai satu-satunya pemicu biaya untuk overhead alokasi, aktivitas- berbasis biaya
dapat menggunakan beberapa driver biaya untuk mengalokasikan overhead. Berdasarkan
aktivitas akuntansi memiliki sejumlah pendukung (Kaplan, 1990; Cooper dan Kaplan, 1991;
Kaplan, 1992). Namun, beberapa akuntansi peneliti memperingatkan perusahaan
yangkekurangan yang berkaitan dengan ketergantungan pada objek biaya dan biaya penggerak
(Johnson, 1992; Darlington et al., 1992). Pemilihan objek biaya dan biaya penggerak sangat
penting untuk kinerja dari suatu kegiatan berbasissistem akuntansi. 
3. Akuntansi berbasis Kendala
Dalam menggunakan akuntansi berbasis kendala, biaya tetap tidak dialokasikan untuk
produk. Sementara sistem akuntansi biaya tradisional berfokus pada biaya produk, sistem
akuntansi berbasis kendala berfokus pada perusahaan profitabilitas melalui ukuran Throughput
(T), Persediaan (I) dan Beban Usaha (OE). 
Throughput adalah didefinisikan sebagai tingkat di mana sistem menghasilkan uang
melalui penjualan. Sebenarnya uang yang dihasilkan oleh sistem sama dengan penjualan
dikurangi bahan yang dibeli (yaitu biaya variabel sejati per unit) yang digunakan dalam item
tertentu dijual. Persediaan didefinisikan sebagai semua uang sistem berinvestasi di membeli hal
sistem bermaksud untuk menjual. Definisi ini mengabaikan nilai tambah sebagai bagian dari
penilaian persediaan (Persediaan dinilai pada biaya bahan baku saja). Peralatan dan fasilitas
investasi juga dianggap persediaan. Operasi Beban didefinisikan sebagai semua uang yang
sistem menghabiskan dalam mengubah persediaan menjadi Throughput. 
Goldratt (1990) menyatakan bahwa peningkatan Throughput adalah jalur utama untuk
keuntungan perbaikan, karena Throughput adalah inheren terbatas. Persediaan adalah berikutnya
dalam tingkat kepentingan, karena penurunan persediaan menerjemahkan ke dalam perbaikan
tujuan strategis (yaitu meningkat kualitas, pengiriman, lead time, mengurangi biaya, dll),
sehingga berdampak Masa Depan Throughput. Beban Usaha (yaitu biaya) berada di peringkat
ketiga peran pentingnya. Kendala- akuntansi berbasis menggunakan kendala harga untuk
membangun harga produk. Dalam kendala harga, harga minimum untuk produk ini didirikan
berdasarkan kapasitas kendala. Jika kendala adalah internal untuk operasi, harga produk
minimum ditetapkan yang memungkinkan untuk meningkatkan throughput (yaitu segmentasi
pasar). Jika kelebihan kapasitas ada, harga produk minimum ditetapkan berdasarkan biaya
variabel. Kuncinya adalah untuk segmen pasar sehingga harga dalam satu pasar tidak berdampak
pada harga di lain pasar. 

F. Pendekatan Hybrid untuk biaya manajemen


Dalam upaya untuk menggabungkan manfaat yang ditawarkan dengan biaya berbasis
aktivitas dan pendekatan berbasis kendala pengelolaan atas tradisional Pendekatan, beberapa
peneliti dan perusahaan menggabungkan beberapa metodologi menjadi sistem manajemen biaya
hybrid. Kee (1995) mengembangkan model yang menggambarkan bagaimana Teori Kendala
(TOC) mungkin terintegrasi dengan kegiatan berbasis biaya.  Model yang dihasilkan menangkap
interaksi antara biaya, sumber daya fisik, dan kapasitas kegiatan produksi. 
Model ini memungkinkan campuran produksi yang optimal untukditentukan dari evaluasi
simultan Data ABC dan atribut fisik proses produksi. Selain itu, memfasilitasi mengidentifikasi
aktivita s hambatan yang membatasi produksi perusahaan peluang dan dapat
menyebabkan kelebihan sumber daya dalam produksi perusahaan lain kegiatan. Analisis
sensitivitas dapat digunakan untuk memperkirakan keuntungan yang mungkin diperoleh dari
menghilangkan kendala dan mengidentifikasi set berikutnya kegiatan yang akan menjadi
bottleneck sebagai kendala sebelum lega.
Baxendale dan Gupta (1998) menganalisis integrasi berbasis kegiatan pengelolaan biaya
dan TOC dengan layar-pencetakan kustom bisnis. Fritzsch (1998) meneliti aktivitas- berbasis
biaya dan TOC sehubungan dengan mereka asumsi implisit mengenai waktu cakrawala. Penulis
menyimpulkan bahwa TOC muncul sebagai alat keputusan jangka pendek sementara
berdasarkan aktivitas penetapan biaya memiliki utama aplikasi dalam perencanaan strategis dan
pengendalian. Untuk mendamaikan dilema ini, Fritzsch menawarkan pendekatan
terpadu  menggabungkan unsur dari kedua metode. Akhirnya, Cooper dan Slagmulder (1999)
berpendapat bahwa sementara peta profitabilitas yang diciptakan oleh kegiatan- sistem biaya
berbasis kuat strategis alat, mereka didasarkan pada biaya tujuan  umum dirancang untuk
memusatkan perhatian manajerial, tidak langsung mendukung keputusan. Untuk membuat
keputusan, perusahaan harus mengkonversi penggunaan sumber daya biaya berdasarkan aktivitas
analisis menjadi informasi yang berkaitan dengan pasokan sumber daya. Para penulis
berpendapat bahwa konversi dari penggunaan sumber daya ke sumber daya Informasi pasokan
sangat penting ketika perubahan yang diusulkan dalam penggunaan sumber daya diprediksi oleh
sistem biaya berdasarkan aktivitas tidak dicerminkan oleh perubahan setara dalam pasokan
sumber daya. Ketika manajemen menerima bahwa batas kapasitas yang ada, mereka harus
sensitif terhadap kemacetan. Untuk mengakomodasi kemacetan, penulis menyimpulkan bahwa
yang terbaik solusinya adalah dengan menggunakan Teori Kendala untuk mengidentifikasi
campuran jangka pendek optimal produk yang dapat diproduksi.
G.  Strategi Manajemen Biaya
Karena percepatan daya saing global, mengurangi siklus hidup produk, cepat kemajuan
teknologi, dan antar- rantai pasokan organisasi, biaya manajemen telah menjadi kritis
kelangsungan hidup keterampilan bagi banyak perusahaan. Biaya Strategis manajemen adalah
penerapan biaya teknik manajemen untuk secara bersamaan meningkatkan posisi strategis
perusahaan dan mengurangi biaya (Cooper dan Slagmulder, 1998a). Selain itu, Grundy (1996)
menyatakan bahwa manajemen biaya strategis menawarkan lebih Proses koheren untuk
mengelola biaya untuk kedua keuntungan finansial dan kompetitif.
Grundy, telah  memberikan kontribusi yang signifikan terhadap manajemen yang lebih
efektif nilai pemegang saham, perubahan organisasi, dan untuk meminimalkan dampak
buruk politik organisasi. Karena tujuan biaya strategis manajemen adalah untuk mengurangi
biaya sementara bersamaan memperkuat strategis posisi perusahaan, tidak bisa, seperti
tradisional akuntansi manajemen, membatasi diri baik empat dinding pabrik atau batas-batas
perusahaan (Cooper dan Slagmulder, 1998). Dengan demikian, biaya harus dianalisis
sehubungan dengan baik internal maupun sumber daya eksternal dan pelanggan, bersama dengan
produk. Sebuah pendekatan holistik dan integratif biaya manajemen memberikan perusahaan
kemampuan untuk memeriksa pola biaya berdasarkan tujuan organisasi, organisasi kebutuhan
dan kemampuan, dan persyaratan pelanggan.
Ada dua persyaratan utama untuk mencapai tujuan biaya strategis manajemen: pertama,
pendekatan sistematis untuk menganalisis biaya dalam kaitannya dengan tujuan  organisasi,
kebutuhan dan kemampuan dalam konteks pelanggan persyaratan, dan kedua, biaya pendekatan
manajemen yang memfasilitasi holistik, integratif pemeriksaan biaya relatif terhadap dasar
organisasi tujuan dan sasaran. TOC menyediakan dasar untuk mengembangkan manajemen
biaya sistem yang bersifat global, integratif, dan strategis di alam.
Manajemen Biaya Strategik sangat penting untuk keberhasilan perusahaan atau
organisasi. Tekanan yang timbul dari adanya kompetisi global, inovasi teknologi dan perubahan-
perubahan dalam proses bisnis menyebabkan manajemen biaya menjadi lebih penting dan
dinamis dibanding sebelumnya., Para manajer harus berpikir secara kompetitif dan untuk dapat
melakukan hal tersebut mereka membutuhkan strategi.
Penekanan pada fungsi manajemen strategis membutuhkan daya pikir yang kreatif dan
terintegrasi. Pemikiran yang strategis ini antara lain adalah dapat mengantisipasi perubahan-
perubahan produk, jasa, dan proses produksi dirancang untuk mengakomodasi perubahan-
perubahan yang diperkirakan atas permintaan pelanggan.

THE VALUE CHAIN  CONCEPT 

Pengendalian harga secara efektif memerlukan fokus eksternal yang luas bagi
perusahaan.Porter (1985) menyebutnya sebagai value chain. Value Chain merupakan
serangkaianaktivitas yang menambah nilai perusahaan sejak dari proses pembelian bahan baku
hinggamenjadi bahan jadi yang dikonsumsi oleh konsumen. Value Chain perspective
membahaskeseluruhan aktivitas dari awal hingga akhir sehingga hubungan dan kerjasama antara
pihakperusahaan, pemasok dan konsumen terjalin. Sebaliknya manajemen akuntansi seringkali
menekankan fokusnya secara internal dalam perusahaan atau value added perspective, yang
dimulai dari pembayaran kepada pemasok(pembelian) hingga berakhir pada penjualan kepada
konsumen.
Value  added  perspective mempunyai 2 kelemahan yaitu saat dimulainya terlambat dan
berhentinya terlalu cepat. Cost  analysis pada saat pembelian menghilangkan kesempatanuntuk
memilih dan menjalin kerjasama yang lebih baik dengan pemasok. Berakhirnya costanalysis
pada saat penjualan juga menghilangkan kesempatan untuk menjalin hubungandengan
konsumen. Hubungan yang erat antara perusahaan dengan pemasok dan konsumensama-sama
pentingnya bagi perusahaan, utamanya dalam jangka panjang. Hubungan yang terjalin dengan
konsumen ini merupakan kunci utama yangmelatarbelakangi konsep life cycle costing. Life cycle
costing secara eksplisit berkaitan dengan apa yang konsumen korbankan dengan membeli produk
dengan total cost yang konsumen peroleh terhadap pemakaian (life cycle)produk itu. Forbis dan
Mehta (1981) menjelaskan bahwa life cycle costingperspective mampu menciptakan value chain
yang dapat meningkatkan keuntungan. Perhatian yang diberikan kepada konsumen pasca
pembelian secara efektif dapat meningkatkan marketsegmentation dan product positioning.

Informasi manajemen biaya yang disediakan untuk tiap-tiap fungsi dari keempat fungsi utama
manajemen, dengan salah satu fungsi yang terpenting yaitu fungsi manajemen strategis. Keempat
fungsi tersebut, yaitu :

1. Manajemen strategis: Informasi manajemen biaya dibutuhkan untuk membuat


keputusan-keputusan strategis untuk masalah jangka panjang lainnya.
2. Perencanaan dan pengambilan keputusan: Informasi manajemen biaya dibutuhkan
untuk mendukung keputusan-keputusan rutin.
3. Pengendalian manajemen dan operasional: Informasi manajemen biaya dibutuhkan
agar kegiatan operasional efektif dan efisien.
4. Penyusunan laporan keuangan: Informasi manajemen biaya dibutuhkan untuk
mendapatkan catatan akuntansi yang akurat dalam menyusun laporan keuangan.

Informasi manajemen biaya berguna bagi seluruh organisasi baik itu perusahaan bisnis,
pemerintahan, dan organisasi nirlaba. Pemakai informasi manajemen biaya adalah perusahaan di
semua jenis industry, baik yang besar maupun yang kecil. Tingkat ketergantungan manajemen
biaya bergantung pada bentuk strategi kompetitifnya. Ada 4 (emapat tahap pengembangan sisem
manajemen biaya menurut Robert Kaplan, yaitu sebagai berikut :
1. Sistem manajemen biaya adalah sistem pelaporan transaksi yang paling mendasar.
2. Pada pengembangan tahap kedua, sistem manajemen biaya berfokus pada pelaporan
keuangan untuk pihak eksternal.
3. Sistem manajemen biaya mulai menelusuri data operasional yang utama dan
mengembangkannya menjadi informasi biaya yang lebih akurat dan relevan untuk
mengambil keputusan.
4. Informasi manajemen biaya yang relevan secara strategis merupakan bagian integral dari
sistem.

TEKNIK-TEKNIK MANAJEMEN KONTEMPORER: RESPONS AKUNTAN


MANAJEMEN KEPADA LINGKUNGAN BISNIS KONTEMPORER.
Akuntan manajemen, yang dipandu oleh fokus strategis, telah merespons 6 perubahan
lingkungan bisnis kontemporer dengan 13 metode yang bermanfaat dalam mengimplementasikan
strategi di saat-saat dinamis. Metode-metode tersebut antara lain:

 Metode yang berfokus langsung pada implementasi strategi


1. Skor kartu berimbang (balanced scorecard-BSC) dan Peta Strategi (strategy map). BSC
dasar analisisnya lebih lengkap dibandingkan dengan analisis yang hanya menggunakan
data keuangan. Peta strategi merupakan metode yang didasarkan pada BSC yang
menghubungkan empat perspektif dalam diagram sebab akibat.
2. Rantai nilai (value chain), merupakan alat analisis yang digunakan organisasi untuk
mengidentifikasi langkah-langkah spesifik yang dibutuhkan untuk menyediakan barang
atau jasa bagi pelanggan
3. Perhitungan biaya dan manajemen berdasarkan aktivitas (activity based management-
ABM) menggunakan analisis aktivitas dan perhitungan biaya berdasarkan aktivitaS
4. Intelijen bisnis (business intelligence-BI) merupakan pendekatan untuk
mengimplementasikan strategi dimana akuntan manajemen menggunakan data untuk
memahami dan menganalisis kinerja bisnis.
5. Perhitungan biaya berdasarkan target (target costing) menentukan biaya yang diharapkan
untuk suatu produk berdasarkan harga yang kompetitif.
6. Perhitungan biaya selama siklus hidup produk (life cycle costing) merupakan metode
untuk mengidentifikasi dan memantau biaya produk selama siklus hidupnya. 

 Metode yeng membantu mencapai implementasi strategi melalui fokus pada perbaikan
berkelanjutan

1. Penentuan tolak ukur (benchmarking) proses dimana perusahaan mengidentifikasi dan


mempelajari faktor-faktor penentu kesuksesan dari perusahaan lain kemudian
mengimplementasikannya sebagai perbaikan dalam perusahaan agar sama rata atau
unggul.
2. Perbaikan proses bisnis (business process improvement-BPI) metode manajemen dimana
manajer dan pekerja berkomitmen terhadap program perbaikan berkelanjutan dalam hal
kualitas dan faktor-faktor penentu kesuksesan lainnya.
3. Manajemen kualitas total (total quality management-TQM) adalahteknik dimana pihak
manajemen mengembangkan kebijakan dan praktik untuk meyakinkan bahwa produk dan
jasa perusahaan melampaui harapan pelanggan.
4. Lean accounting menggunakan aliran nilai untuk mengukur manfaat keuangan dari
kemajuan perusahaan dalam mengimplementasikan teknologi produksi.
5. Teori kendala (theory of constraints-TOC) digunakan untuk membantu perusahaan secara
efektif memperbaiki tingkat kecepatan bahan baku diubah menjadi produk jadi.
6. Kesinambungan usaha perusahaan (enterprise sustainability) berarti keseimbangan antara
tujuan jangka pendek dengan jangka panjang perusahaan dalam tiga dimensi kinerja,
yaitu social, lingkungan, dan keuangan. 
7. Menejemen risiko perusahaan (enterprise risk management digunakan oleh perusahaan
untuk mengelola risiko yang berdampak terhadap perusahaan

JUST IN TIME MANUFAKTUR


Just in time manufacturing adalah sebuah konsep dalam proses kegiatan produksi. Dengan
konsep tersebut, perusahaan akan bisa menerapkan bagaimana proses produksi dapat berjalan
dengan efektif dan efisien. Mengapa demikian? Just in time manufacturing adalah metode untuk
memproduksi produk barang dan jasa tepat pada saatnya diperlukan. Proses produksi itu
ditentukan mengacu pada waktu dengan target menjaga kualitas dan efisiensi. Just in time
manufacturing bertujuan untuk mengurangi inventori yang berlebihan. Dengan begitu, biaya dan
waktu yang harus dikeluarkan untuk mengelola inventory dapat ditekan. Alhasil, perusahaan
dapat memaksimalkan angka penjualan menjadi lebih meningkat dibanding sebelumnya.

Ada tiga hal yang jadi kunci pelaksanaan just in time manufacturing, yaitu:


1. Produksi, dengan berfokus pada produksi barang yang dibutuhkan untuk memenuhi
jumlah permintaan.
2. Tenaga kerja, fleksibilitas tenaga kerja diperlukan dalam just in time manufacturing.
Setiap SDM disesuaikan saat terjadinya lonjakan atau pengurangan permintaan.
3. Otomasi, just in time manufacturing dapat dilengkapi dengan dukungan teknologi.
Nantinya teknologi ini dapat membantu efisiensi secara waktu dan pengelolaan
persediaan.
Menggunakan suatu metode tentu akan ada kelebihan dan kekurangan. Begitu juga dengan just
in time manufacturing yang digunakan oleh perusahaan dalam mengatur kegiatan produksi.
Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan yang didapatkan apabila memilih metode ini.

Kelebihan
1. Mengurangi Biaya
Metode just in time manufacturing akan membuat perusahaan mengurangi biaya. Salah
satunya adalah biaya pengelolaan persediaan. Mengapa demikian? Just in time
manufacturing menyesuaikan permintaan dengan kondisi persediaan. Just in time
manufacturing memungkinkan perusahaan untuk memproduksi barang sesuai permintaan
yang ada. Selain itu, just in time manufacturing juga mengurangi biaya produksi. Hal
tersebut bisa terjadi karena perusahaan memproduksi barang yang diminta. Oleh karena
itu, tidak akan terjadi penumpukan barang di gudang produksi.

2. Meningkatkan Efisiensi Waktu


Selain menghemat biaya, just in time manufacturing juga merupakan metode yang
meningkatkan efisiensi waktu. Posisi pabrik dan workstation yang efisien akan
meminimalisasi penggunaan waktu. Hal tersebut juga bisa terjadi karena besaran
permintaan yang disesuaikan saat produksi sehingga tidak ada waktu yang sia-sia.

3. Meningkatkan Perputaran Modal


Just in time manufacturing mendorong perputaran modal yang lebih tinggi. Hal tersebut
bisa terjadi karena perusahaan hanya menyediakan persediaan sesuai dengan kebutuhan
dan permintaan. Alhasil, modal yang dikeluarkan hanya mengendap sedikit di persediaan
atau inventory.

4. Mengurangi Limbah Produksi


Limbah produksi adalah salah satu masalah yang timbul dari proses produksi. Dengan
menggunakan just in time manufacturing limbah produksi dapat dikurangi. Perusahaan
akan mengawasi proses produksi dan memastikan semua produk akan menjadi produk
akhir untuk memenuhi permintaan. Artinya, produksi dapat dilakukan dengan efisien dan
limbah yang dapat diatur dan dikurangi.

5. Mengurangi Stok yang Menumpuk


Metode just in time manufacturing adalah cara yang tepat untuk mengurangi stok
menumpuk. Dalam penerapannya, metode ini hanya akan memproduksi barang sesuai
permintaan. Artinya, semua produk akan langsung diberikan kepada pelanggan untuk
memenuhi permintaan. Selain itu, dengan stok dalam gudang yang lebih sedikit, maka
kemungkinan barang menjadi cacat dan rusak menjadi minim untuk terjadi.

Kekurangan
1. Biaya Lain-lain yang Lebih Tinggi
Walaupun tujuan just in time manufacturing adalah untuk efisiensi biaya. namun, perlu
diperhatikan pembengkakan biaya di tempat lain. Seperti misalnya, terjadi peningkatan
biaya pengiriman barang untuk memenuhi permintaan dengan cepat.

2. Kendala pada Rantai Pasokan


Just in time manufacturing sangat bergantung dengan rantai pasokan. Jika terdapat
kesalahan, maka produksi akan gagal. Oleh karena itu, perusahaan harus bisa mengawasi
pihak yang terlibat seperti memastikan pemasok bahan baku produksi barang.

3. Rentan terhadap Perubahan


Just in time manufacturing adalah pendekatan yang sangat fleksibel. Mengapa demikian?
Karena just in time manufacturing sangat berfokus pada jumlah permintaan. Jika terjadi
peningkatan permintaan yang tidak wajar, maka kemungkinan akan terjadi perubahan
dari sistem produksi. Cara untuk meminimalisir hal tersebut adalah dengan memprediksi
perubahan jumlah permintaan setiap saat.
JUST IN TIME PURCHASING
1. Definisi Sistem Pembelian Just In Time (Just In Time Purchasing)
Konsep pembelian JIT (Just In Time Purchasing) yang mensyaratkan para pemasok untuk
mengirimkan suku cadang dan bahan baku tepat pada waktunya untuk produksi. Sistem
pembelian Just In Time (JIT) merupakan bagian yang sangat kritis dalam keseluruhan sistem
Just In Time (JIT) karena melibatkan pihak luar, yaitu pemasok.
Pembelian Just In Time (JIT) dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan
dengan aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut (Agustina, dkk., 2007) :
a) Mengurangi jumlah pemasok, sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber
yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pemasok.
b) Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak jangka
panjang dengan pemasok, menyangkut persyaratan pembelian, kualitas bahan dan harga
yang wajar.
c) Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan. Rencana
pembelian yang mapan oleh pembeli atau konsumen, dapat memberikan informasi bagi
pemasok mengenai persyaratan kualitas bahan dan saat penyerahan dengan tenggang
waktu tertentu sesuai rencana produksi.
d) Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai bagi
produk, seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan bahan dari
gudang ke pabrik.
e) Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas. Pemilihan pemasok yang
dapat menjamin ketepatan waktu, jumlah dan kualitas barang yang dibeli dapat
mengurangi waktu dan biaya pemeriksaan.

2. Tujuan Just In Time (JIT) Purchasing


Sistem pembelian Just In Time (JIT) dapat mengurangi waktu dan biaya yang behubungan
dengan aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut (Tjahjadi, 2001):
a) Mengurangi jumlah supplier, sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber
yang dicurahkan dalam negosiasi melalui dengan supplier.
b) Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak kerja jangka
panjang dengan supplier, menyangkut pembelian, kualitas bahan dan harga yang wajar.
c) Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan. Rencana
pembelin yang mapan oleh pembeli atau konsumen, dapat memberikan informasi bagi
supplier mengenai persyaratan kualitas bahan dan saat penyerahan dengan tenggang
waktu tertentu sesuai rencana produksi.
d) Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai bagi
produk, seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan bahan dari
gudang ke pabrik.
e) Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas, pemilihan supplier yang
dapat menjamin ketepatan waktu jumlah dan kualitas barang yang dibeli dapat
mengurangi waktu dan biaya pemeriksaan.

3. Prinsip-prinsip Just In Time (JIT) Purchasing


Dalam menerapkan metode Just In Time Purchasing, ada enam prinsip, yaitu
(Schniederjans, 1999:26; dalam Soewarno, 2005):
a) Mengurangi ukuran lot dan meningkatkan frekuensi pemesanan.
b) Mengurangi persediaan pengaman.
c) Mengurangi biaya pembelian.
d) Improve material handling.
e) Mengusahakan zero inventory.
f) Mengusahakan pemasok yang dapat diandalkan.

4. Karakteristik Just In Time (JIT) Purchasing


Gazperz (2001:49; dalam Kuszatmono, 2008) menjelaskan karakteristik Just In Time
Purchasing dalam tabel sebagai berikut:

No. Deskripsi Karakteristik Just In Time Purchasing


1. Kualitas  Spesifikasi minimum.
 Pemasok membantu untuk memenuhi kebutuhan
kualitas.
 Membina hubungan yang erat antara pembeli dan
pemasok melalui tim kerjasama pengendalian kualitas.
Pemasok didorong untuk menggunakan
pengendalian proses daripada mengandalkan
inspeksi.
2. Kuantitas  Tingkat kualitas yang stabil sesuai dengan yang
diinginkan.
 Penyerahan dalam ukuran lot kecil dengan frekuensi
lebih sering.
 Kontrak jangka panjang.
 Kuantitas penyerahan dapat bervariasi, tetapi tetap
untuk bentuk kontrak secara keseluruhan.
 Pemasok didorong untuk melakukan pengepakan
dalam kuantitas yang tepat.
 Pemasok didorong untuk mengurangi
ukuran lot produksi mereka.
3. Pengiriman  Pengiriman terjadwal dengan menggunakan tipe
transportasi yang telah dikontrak dalam jangka
panjang
4. Pemasok  Membina hubungan dengan lebih sedikit pemasok
(pemasok tunggal) dalam letak geografis yang dekat.
 Aktif dalam menggunakan analisis nilai untuk
meperoleh pemasok yang diinginkan, serta bertahan
pada harga yang kompetitif.
 Melakukan pengelompokkan pemasok.
 Menjalin hubungan bisnis berulang dengan pemasok
yang sama.
 Pemasok didorong untuk mengembangkan
Just In Time dalam aktivitas pembelian ke pemasok
mereka.
Sumber: Gaspersz (2001:49) dalam Kuszatmono (2008)

5. Just In Time Purchasing dan Hubungan Dengan Pemasok


Hayzer & Render (2006:261) berpendapat bahwa kemitraan Just In Time (JIT) ada ketika
pemasok dan pembeli bekerja sama dengan sebuah sasaran bertimbal balik untuk
menghilangkan pemborosan dan menekan biaya. Oleh karena itu, diperlukan pemasok yang
dapat diajak untuk bekerja sama dalam usaha menyediakan material dengan kualitas bagus,
dalam lot yang sedikit, dan tepat waktu. Karakteristik pemasok dan pembeli dalam Just In
Time (JIT) menurut Schneiderjans (1993:34; dalam Soewarno, 2005) antara lain :
a) Kontrak jangka panjang
Dalam sistem Just In Time (JIT), permintaan menentukan keputusan tentang pembelian
baik dalam hal jumlah maupun waktu. Perusahaan dalam hal ini sebagai pembeli, mencari
satu atau sedikit pemasok yang dapat mengirim bahan yang berkualitas dalam jumlah dan
waktu yang ditentukan. Perusahaan yang menerapkan Just In Time (JIT) Purchasing
akan berubah dari pembelian tradisional menuju pembelian dengan kontrak jangka
panjang. Kontrak jangka panjang dimaksudkan untuk memberi rasa aman bagi pemasok,
bahwa pemasok tidak akan diberhentikan begitu saja padahal mereka telah menyediakan
persediaan bahan untuk pembeli. Bagi perusahaan, kontrak jangka panjang ini dapat
menjadi sarana untuk mengontrol harga, kualitas, dan jangka waktu antara order barang
dengan diterimanya barang.
b) Peningkatan dalam kecermatan pemenuhan pesanan
Setiap pesanan harus dipenuhi secara tepat, baik kuantitas, kualitas maupun waktu
pengirimannya. Kesalahan dalam pemenuhan pesanan dapat mengakibatkan produksi
terhenti.
c) Peningkatan kualitas
Kualitas barang yang dikirimkan pemasok merupakan hal yang sangat penting dalam
perusahaan dengan sistem Just In Time (JIT). Tingginya kualitas ini akan membantu
perusahaan dengan sistem Just In Time (JIT) untuk mengeliminasi material yang masuk
ke perusahaan dan mengurangi kemungkinan pemborosan (waste).

d) Fleksibilitas dalam memesan


Dalam sistem Just In Time (JIT), produksi dan pembelian persediaan besarnya bervariasi
bergantung pada permintaan aktual. Hal ini dapat mengurangi pemborosan (waste) karena
dapat menghilangkan tumpukan persediaan yang disebabkan tidak sesuainya permintaan
yang ada dengan permintaan yang diramalkan.
e) Pemesanan berulang atau sering dalam lot yang kecil
Frekuensi permintaan dalam sistem Just In Time (JIT) lebih sering dibandingkan dengan
sistem non Just In Time (JIT). Bahkan pesanan dan pengiriman dapat dilakukan secara
harian tergantung dari kebutuhan produksi di area kerja perusahaan. Oleh karena itu
biasanya lokasi pemasok dengan perusahaan.
Kerjasama antara pemasok dan perusahaan dalam sistem Just In Time (JIT) adalah
kemitraan yang saling menguntungkan dalam jangka panjang. Dalam proses kerjasama
tersebut perusahaan dan pemasok saling berbagi desain, baik desain material maupun desain
barang jadi yang diproduksi perusahaan. Pemasok juga diharapkan bekerja sama dengan
perusahaan dengan membantu perusahaan menurunkan biaya material dan biaya pengiriman.

Anda mungkin juga menyukai