Anda di halaman 1dari 17

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH : AKUNTANSI MANAJEMEN


DOSEN : Dr. Hj. Ellen Rusliati, SE., MSIE
NAMA : Sulthan Mulki Sumarna
NPM : 238110009

1. Jelaskan pengertian manajemen biaya dan perbedaannya dengan akuntansi keuangan.


Jelaskan pula faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan manajemen biaya. Sertakan
contohnya pada instansi Bapak/Ibu!

Manajemen biaya merupakan sistem yang disusun untuk memberikan informasi yang
lengkap, yang kemudian digunakan manajemen untuk menjalankan kegiatan operasional.
Kegiatan yang dimaksud, antara lain mengidentifikasi berbagai macam peluang,
perencanaan strategi, penyempurnaan proses produksi, serta membuat keputusan terkait
pengadaan dan pemanfaatan sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Dalam lingkup yang lebih sempit, manajemen biaya dapat diartikan sebagai sebuah proses
menemukan dan melaksanakan suatu proyek atau pekerjaan dengan cara yang benar. Proses
yang dimaksud, mencakup perencanaan, anggaran, estimasi, pendanaan, pengelolaan,
pengendalian, dan perbandingan antar biaya. Ini dilakukan, agar pekerjaan dapat selesai
dalam waktu serta anggaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Secara umum, ada tiga konsep dasar manajemen biaya yang digunakan, yakni konsep nilai
tambah, akuntansi aktivitas, dan target biaya.

1. Konsep Nilai Tambah


Konsep manajemen biaya yang pertama adalah nilai tambah, di mana semua kegiatan yang
dilakukan harus mempunyai nilai tambah. Pencapaian nilai tambah ini, harus dilakukan
dengan cara yang efisien.
Manajemen perusahaan juga harus mampu mengurangi atau menghapus kegiatan yang tidak
mempunyai nilai tambah. Tujuannya, agar bisa membuat dan memastikan anggaran
keuangan pada setiap kegiatan perusahaan.
2. Konsep Akuntansi Aktivitas
Konsep manajemen biaya berikutnya, adalah akuntansi aktivitas. Dalam konsep ini,
manajemen perusahaan bertugas mengumpulkan, memantau dan memastikan biaya yang
dikeluarkan sudah sesuai dengan kegiatan yang dijalankan.
Metode ini juga dikenal dengan istilah activity based costing (ABC), yakni suatu cara untuk
menilai biaya, performa, sumber biaya dan objek biaya.
3. Konsep Biaya Target
Konsep manajemen biaya yang terakhir, adalah biaya target, yakni segala aktivitas yang
dilakukan harus berpatokan pada harga yang sesuai dengan pangsa pasar atau laba yang
ingin dicapai perusahaan.
Penerapan biaya target secara maksimal dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan selama
daur hidup pada produk tertentu.

Fungsi dan Manfaat Manajemen Biaya


Secara umum, terdapat empat tujuan perlunya dilakukan manajemen biaya dalam sebuah
bisnis. Keempat tujuan tersebut, antara lain:
• Mengidentifikasi biaya kegiatan suatu perusahaan.
• Mendapatkan informasi tingkat efisiensi, efektivitas, dan nilai finansial pada
kegiatan bisnis.
• Membantu menyempurnakan performa perusahaan di masa depan.
• Meraih ketiga tujuan tersebut secara bersamaan dalam suatu lingkungan
perubahan teknologi.
Berdasarkan keempat fungsi tersebut, terdapat tujuh manfaat yang bisa didapatkan
perusahaan jika menjalankan manajemen biaya dengan baik. Tujuh manfaat yang dimaksud,
antara lain:
• Sebagai wujud perencanaan dan pengendalian bisnis.
• Sebagai usaha meningkatkan monitoring biaya perusahaan.
• Memaksimalkan performa daur hidup suatu produk hasil produksi.
• Sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
• Sebagai wujud manajemen investasi yang efisien.
• Sebagai alat ukur performa.
• Mendukung otomasi kegiatan dan filosofi produksi.

Alur Manajemen Biaya


Dalam konsep manajemen biaya, setidaknya ada empat alur yang harus dilakukan oleh
manajemen sebuah perusahaan. Keempat alur tersebut, adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan Sumber Daya


Perencanaan sumber daya merupakan proses untuk memastikan kebutuhan sumber daya di
masa yang akan datang sebuah perusahaan atau ruang lingkup operasional.
Ini termasuk evaluasi dan perencanaan penggunaan sumber daya manusia (SDM),
keuangan, dan informasi lain yang mungkin diperlukan dalam operasional bisnis.
2. Perkiraan Biaya
Perkiraan biaya merupakan proses prediktif, yang digunakan untuk mengukur, dan
menghitung biaya, serta menentukan harga dari sumber daya yang dibutuhkan untuk
menjalankan operasional perusahaan.
Proses estimasi biaya ini, diterapkan terus selama operasional perusahaan berjalan. Dalam
lingkup yang lebih kecil, yakni proyek, proses estimasi biaya dilakukan selama siklus
berjalan proyek.
3. Penganggaran Biaya
Penganggaran merupakan salah satu alur manajemen biaya yang penting. Ini karena
penganggaran merupakan proses yang dibutuhkan dalam proses penggabungan perkiraan
biaya untuk menetapkan dasar biaya. Manfaatnya adalah, untuk menentukan cost baseline
terhadap kinerja proyek yang terpantau dan terkendali.
4. Kontrol Biaya
Kontrol biaya dapat diartikan sebagai proses pemantauan biaya, termasuk juga kinerja setiap
pembiayaan. Dalam alur ini, manajemen harus memastikan bahwa setiap perubahan biaya
yang terjadi sudah tepat, serta termasuk dalam baseline biaya yang berubah.

Hal ini juga akan mampu menunjukkan informasi kepada para stakeholders, bahwa
perubahan atau perluasan kegiatan operasional menyebabkan perubahan biaya pula.

Perbedaan manajemen biaya dengan Akuntansi keuangan


• manajemen biaya berkaitan dengan pengambilan keputusan, perumusan strategi,
perencanaan dan pengendalian anggaran, sedangkan akuntansi keuangan berkaitan dengan
analisis dan evaluasi biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi inefisiensi dan
meningkatkan produktivitas perusahaan secara keseluruhan.
• Output dari manajemen biaya adalah untuk pengambilan keputusan di tingkat atas
sedangkan banyak internal dan eksternal organisasi menggunakan informasi akuntansi
biaya.
• Akuntansi keuangan melihat ke belakang dan mengevaluasi data masa lalu, sedangkan
manajemen biaya melihat ke depan dan melibatkan perencanaan dan prediksi untuk masa
depan.

Contoh pada perusahaan bank bjb cabang subang saat ini sangat aktif untuk efisiensi
pengeluaran seperti perampingan satpam setiap kcp dan pengurangan pengeluaran tidak
penting sehingga manajemen biaya lebih terkendali.

2. Jelaskan perbedaan manajemen biaya tradisional dan kontemporer! Jelaskan keunggulan


manajemen biaya kontemporer! Bagaimana penerapannya di instansi Bapak/Ibu?

Sistem Manajemen Biaya Tradisional


Sistem manajemen biaya tradisional terdisi dari subsistem akuntansi biaya tradisional
dan subsistem pengendalian operasional tradisional Sistem akuntansi biaya tradisional
mengasumsikan bahwa semua biaya diklasifikasikan menjadi tetap dan variabel berkaitan
dengan perubahan unit atau volume produk yang dihasilkan. Oleh karena itu pendorong/
penggerak dalam bentuk unit produk atau lainnya seperti jam tenaga kerja langsung atau
jam mesin adalah satu-satunya pendorong/ penggerak yang penting. Sistem biaya yang
menggunakan pendorong/ penggerak berdasarkan unit atau volume dalam membebankan
biaya pada obyek biaya disebut sistem biaya tradisional. Oleh karena unit produk/ volume
produksi bukan satu-satunya pendorong/ penggerak yang menjelaskan penyebab maka
kegiatan pembebanan biaya produk diklasifikasikan sebagai alokasi. Dan karena banyak
alokasi yang harus dilakukan maka sistem tradsional ini sering disebut sistem padat alokasi.
Tujuan perhitungan harga pokok dari sistem akuntansi biaya tradisional adalah untuk
maksud pelaporan eksternal dan tujuan ini dipenuhi dengan pembebanan biaya produksi
pada persediaan dan harga pokok penjualan.
Sistem pengendalian operasi tradisional membebankan biaya pada unit organisasi dan
membuat manajer unit bertanggung jawab atas pengendalian biaya yang dibebankan
kepadanya. Kinerja diukur dengan membandingkan hasil aktual dengan standard atau
anggaran hasil dan lebih menekankan pada ukuran keuangan daripada ukuran non
keuangan.. Manajer diberi penghargaan berdasarkan kemampuannya mengendalikan biaya.
Jadi sistm tradisional menelusuri biaya pada individu yang bertanggung jawab atas
timbulnya biaya. Dan digunakan untuk memotivasi individu untuk mengndalikan biaya.
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kinerja organisasi secara keseluruhan dicapai dengan
memaksimalkan kinerja subunit organisasi individu dengan mengacu pada pusat
pertanggungjawaban.

Sistem Manajemen Biaya Kontemporer


Tujuan keseluruhan dari sistem manajemen biaya kontemporer adalah untuk
meningkatkan mutu, isi, relevansi dan ketepatan waktu informasi biaya. Tujuan manajerial
akan lebih banyak dapat dipenuhi dengan penggunaan sistem manajemen biaya
kontemporer.
Sistem akuntansi biaya kontemporer menenkankan pada penelusuran dibanding
alokasi. Pernanan pendoron/ penggerak diperluas dengan mengidentifikasi pendorong/
penggerak yang tidak berhubungan dengan volume produk yang diproduksi. Penggunaan
pendorong/ pengerak unit dan non unit meningkatkan keakuratan pembebanan biaya, mutu
dan relevansi informasi secara keseluruhan.. Sistem akuntansi yang menggunakan
pendorong/ penggerak unit dan non unit untuk membebankan biaya ke obyek biaya disebut
sistem biaya berdasarkan kegiatan. Contoh misalnya kegiatan memindahkanbarang bahan
baku dan barang setengah jadi dari suatu lokasi ke lkasi lain dalam satu pabrik merupakan
ukuran yang lebih baik untuk mengukur kegiatan memindahkan barang daripada
menggunakan ukuran unit yang diproduksi.
Perhitungan harga pokok produk pada sistem manajemen biaya kontemporer
cenderung fleksibel untuk berbagai tujuan manajerial termasuk untuk kepentingan
pelaporan eksternal. Perhitungan harga pokok produk lebih menekankan pada perencanaan,
pengendalian dan pengambilan keputusan yang lebih baik.
Pengendalian biaya kontemporer sangat berbeda dengan sistem tradisional.. Pada
sistem tradisional tekanannya adalah pada manajemen biaya, sementara pada sistem
kontemporer tekanannya adalah manajemen kegiatan dan manajemen kegiatan bukan lah
biaya. Inti jantung sistem pengendalian operasional kontemporer adalah manajemen
berdasarkan kegiatan. Manajemen berdasarkan kegiatan memfokuskan pada manajemen
kegiatan dengan tujuan meningkatkan nilai yang diterima oleh pelanggan dan laba yang
diterima dengan menyediakan seperangkat nilai tersebut. Manajemen berdasarkan kegiatan
mencakup analisis pendorong, analisis kegiatan dan evaluasi kinerja. Pendekatan
manajemen berdasarkan kegiatan memfokuskan pada pertangungjawaban kegiatan
dibanding biaya, menekankan maksimisasi kinerja sistem dibandingkan kinerja individu.
Kegiatan yang melintasi fungsi, lini departemen berfokus pada sistem dan membutuhkan
pendekatan global untuk pengendaliannya. Sistem pengendalian kontemporer
berpandangan bahwa memaksimumkan efisiensi subunit individu tidak selalu berarti
mengarah pada efisiensi maksimum sistem secara keseluruhan. Dengan demikian pada
sistem kontemporer baik ukuran kinerja keuangan dan non keuangan adalah sama
pentingnya.

Pilihan Sistem Manajemen Biaya


Untuk memutuskan apakah menerapkan sistem manajemen biaya kontemporer atau
tradisional, manajer harus menilai trade off anatara pengukuran biaya dan biaya kesalahan.
Biaya pengukuran adalah biaya yang berhubungan dengan kegiatan pengukuran yang
diperlukan oleh sistem manajemen biaya. Biaya kesalahan adalah biaya yang berhubungan
dengan pengambilan keutusan yang buruk yang didasarkan pada informasi biaya yang tidak
akurat karena sistem informasi biaya yang buruk.

3. Jelaskan perbedaan manajemen biaya dan manajemen biaya strategik dan perannya dalam
menciptakan keunggulan kompetitif suatu organisasi. Sertakan dengan contohnya!

Manajemen biaya adalah proses perencanaan dan pengendalian biaya dalam suatu usaha
secara efektif. Proses tersebut melibatkan berbagai kegiatan seperti perkiraan,
penganggaran, dan pengontrolan pengeluaran. Dengan mempraktikkan sistem manajemen
biaya, anggaran usaha lebih dapat terkendali. Sedangkan Manajemen Strategis. Informasi
manajemen biaya dibutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan strategis yang tepat
berkaitan dengan pemilihan produk, metode produksi teknik, dan saluran pemasaran
penilaian profitabilitas pelanggan dan masalah-masalah jangka panjang lainnya.

Manajemen strategis yang efektif sangatlah penting bagi kesuksesan sebuah perusahaan atau
organisasi. Tekanan yang makin bertambah dengan adanya resesi ekonomi, kompetisi
global, inovasi teknologi, dan perubahan-perubahan dalam proses bisnis telah menyebabkan
manajemen biaya menjadi lebih penting dan dinamis daripada waktu-waktu sebelumnya.
Pemikiran yang strategis ini antara lain adalah dapat mengantisipasi perubahan-perubahan;
produk, jasa, dan proses produksi dirancang untuk mengakomodasi perubahan-perubahan
yang diperkirakan atas permintaan pelanggan. Fleksibilitas merupakan hal yang penting.
Penekanan pada fungsi manajemen strategis juga membutuhkan daya pikir yang kreatif dan
terintegrasi, yaitu kemampuan menemukan dan memecahkan masalah dari sudut pandng
yang bersifat lintas fungsi.

4. Jelaskan perbedaan antara functional-based, activity-based, dan strategic-based control


systems! Sertakan dengan gambarnya! Jelaskan sistem pengendalian mana yang lebih tepat
diterapkan pada instansi Bapak/Ibu sertakan argumentasinya!

JActivity Based Management (ABM)


Permintaan informasi akuntansi manajemen yang lebih akurat dan relevan telah mengarah
pada perkembangan manajemen berdasarkan aktivitas. Manajemen berdasarka aktivitas
(activity-based management) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi di seluruh sistem
yang memfokuskan perhatian manajemen pada berbagai aktivitas yang bertujuan
meningkatkan nilai bagi pelanggan dan laba yang dihasilkan. Manajemen berdasarkan
aktivitas menekankan pada perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity-based costing-
ABC) dan analisis nilai proses. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas dapat meningkatkan
keakuratan pengalokasian biaya, yaitu pertama-tama dengan menelusuri biaya berbagai
aktivitas, kemudian produk atau pelanggan yang menggunakan berbagai aktivitas tersebut.
Analisis nilai proses menekankan pada analisis aktivitas, yaitu mencoba untuk menetapkan
mengapa aktivitas dilakukan dan seberapa baik aktivitas dilakukan. Hal itu bertujuan
menemukan cara melakukan aktivitas yang diperlukan secara lebih efisien dan menghapus
aktivitas yang tidak memberikan nilai bagi pelanggan. (Mowen, 2009, hal. 13)
Manajemen berdasarkan aktivitas (activity-based managemet-ABM) adalah pendekatan
untuk keseluruhan sistem yang terintegrasi dan berfokus pada perhatian manajemen atas
berbagai aktivitas dengan tujuan meningkatkan nilai bagi pelanggan dan laba yang dicapai
dengan mewujudkan nilai ini. ABC adalah sumber utama informasi manajemen berdasarkan
aktivitas. Jadi, model manajemen berdasarkan aktivitas memiliki dua dimensi: dimensi
biaya dan dimensi proses. Dimensi biaya memberikan informasi biaya mengenai berbagai
sumber daya, aktivitas, dan objek biaya yang menjadi perhatian, seperti produk, pelanggan,
pemasok, dan saluran distribusi. Tujuan dimensi biaya adalah memperbaiki akurasi
pembebanan biaya. Seperti yang disarankan model tersebut, biaya berbagai sumber daya
ditelusuri ke berbagai aktivitas, kemudian biaya berbagai aktivitas tersebut dibebankan pada
objek biaya. Dimensi perhitungan biaya berdasarkan aktivitas ini berguna untuk perhitungan
harga pokok produksi, manajemen biaya strategis, dan analisis taktis. Dimensi kedua,
dimensi proses, memberikan informasi mengenai aktivitas apa saja yang dilakukan,
mengapa harus dilakukan, dan seberapa baik aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan. Tujuan
dimensi ini adalah mengurangi biaya. Dimensi inilah yang memberi kemampuan untuk
melakukan dan mengukur perbaikan berkelanjutan.
Mengimplementasikan ABM
Manajemen berdasarkan aktivitas (ABM) adalah sistem yang lebih komprehensif daripada
sistem ABC. ABM menambahkan pandangan proses pada pandangan biaya dalan ABC.
ABM melibatkan ABC dan menggunakannya sebagai sumber informasi utama. ABM dapat
dipandang sebagai sistem informasi yang bertujuan memperbaiki pengambilan keputusan
dengan menginformasikan biaya yang akurat dan mengurangi biaya dengan mendorong
serta mendukung berbagai usaha perbaikan berkelanjutan. Tujuan pertama adalah domain
dari ABC, sedangkan tujuan kedua merupakan bagian dari analisis nilai proses. Tujuan
kedua membutuhkan data yang lebih terperinci dari tujuan ABC dalam memperbaiki
keakuratan pembebanan biaya. Jika sebuah perusahaan ingin menggunakan ABC dan
analisis nilai proses (process value analysis-PVA), maka pendekatan untuk
implementasinya haruslah dibentuk secara hati-hati. Contohnya, jika ABC menciptakan
berbagai kelompok biaya agregat berdasarkan teknik homogenitas atau perkiraan, banyak
informasi aktivitas detail yang mungkin tidak dibutuhkan. Akan tetapi, untuk PVA, berbagai
perincian ini hrus dapat. Jadi, jelas bahwa cara implementasi ABM adalah pembagian
utama. (Mowen, 2009, hal. 224-226)
Penyebab Kegagalan Implementasi ABM
Sebagai sistem, ABM bisa saja gagal karena berbagai alasan. Salah satu alasannya adalah
kurangnya dukungan dari manajemen tingkat atas. Dukungan ini tidak hanya harus
didapatkan sebelum melakukan proyek implementasi, tetapi juga harus dipertahankan.
Hilangnya dukungan bisa terjadi jika implementasi membutuhkan waktu yang terlalu lama
atau hasil yang diharapkan tidak tampak nyata. Hasil yang didapat mungkin tidak seperti
yang diharapkan karena para manajer operasional dan penjualan tidak ahli menggunakan
informasi aktivitas yang baru. Jadi, kegiatan pelatihan dan pendidikan harus banyak
dilakukan. Keuntungan dari data yang baru perlu dikomunikasikan secara hati-hati dan para
manajer harus diajarkan cara menggunkan berbagai data ini dalam rangka peningkatan
efisiensi serta produktivitas. Penolakan untuk berubah bisa terjadi; para manajer yang
menerima informasi baru dengan sikap skeptis merupakan hal biasa.
Kegagalan dalam megintegrasikan sistem baru tersebut adalah alasan utama lain dari
kegagalan sistem ABM. Probabilitas dari keberhasilan meningkat jika sistem ABM tidak
bersaing dengan berbagai program perbaikan lain atau sistem akuntansi resmi lainnya.
Mengkomunikasikan konsep bahwa ABM melengkapi dan meningkatkan berbagai program
perbaikan lainnya merupakan hal penting. Selain itu, mengintegrasikan ABM ke poin
dimana hasil perhitungan biaya aktivitas tidak bersaing langsung dengan angka akuntansi
tradisional juga merupakan hal penting. Para manajer cenderung terus menggunakan angka
akuntansi tradisional bersama dengan data baru tersebut. (Mowen, 2009, hal. 228-229)
Manajemen berdasarkan aktivitas (ABM) adalah penggunaan informasi yang diperoleh dari
ABC untuk membuat perbaikan dalam suatu perusahaan. Lebih dari membuat keputusan
yang lebih baik sebagaimana didiskusikan dalam bagian sebelumnya, informasi ABC dapat
membantu manajemen memposisikan perusahaan guna mengambil keuntungan yang lebih
baik atas kekuatan perusahaan.
Dalam satu fasilitas tunggal, informasi ABC dapat menunjukkan inefisiensi dari produksi
pesanan khusus untuk produk khusus pada peralatan yang didesain untuk produksi dalam
jangka panjang. Manajer mungkin telah mengetahui sebelumnya bahwa tidak terlalu efisien
untuk memproduksi satu batch yang terdiri atas dua unit dalam pabrik yang didesain untuk
batch-batch besar. Tetapi ABC dapat menunjukkan seberapa mahal hal tersebut, dan
hasilnya sering kali mengejutkan.
Area kedua untuk perbaikan dalam suatu perusahaan yang melibatkan apa yang
diungkapkan oleh ABC mengenai proses yang digunakan untuk memproduksi barang dan
jasa. Penerapan ABC memerlukan informasi yang tidak dibutuhkan maupun disediakan oleh
akuntansi tradisional. Pertama-tama, adalah perlu untuk mengukur setiap tempat
penampungan iaya aktivitas, yaitu total biaya untuk setiap aktivitas signifikan yang
dilakukan. Kedua pemicu aktivitas terbaik harus dipilih untuk mengalokasikan setiap tempat
penampungan biaya aktivitas. Terakhir, tarif pemicu untuk setiap aktivitas harus dihitung
dengan cara membagi total biaya dari setiap penampungan biaya dengan total pemicu
aktivitasnya.
Secara umum, ada 4 cara dimana aktivitas dapat dikelola guna mencapai perbaikan dalam
suatu proses :
1. Pengurangan aktivitas, mengurangi waktu atau usaha yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas tersebut.
2. Penghilangan aktivitas, menghilangkan aktivtas tersebut secara keseluruhan.
3. Pemilihan aktivitas, memilih alternatif biaya yang berbiaya rendah dari sekelompok
alternatif desain.
4. Pembagian aktivitas, membuat perubahan yang mengizinkan penggunaan aktvitas
dengan produk lain untuk mencapai skala ekonomis. (Carter, 2004, hal. 515-516)
Functional Based Management (FBM)
Sistem akuntansi manajemen berdasarkan fungsi atau FBM telah dikenal dari tahun 1900-
an da masih secara luas digunakan baik dalam sektor manufaktur maupun jasa. Tinjauan
biaya FBM dalam sistem akuntansi FBM, biaya-biaya sumber daya dibebankan ke unit-unit
fungsional da kemudian ke produk. Dalam pembebaban biaya, digunakan penelusuran
langsung dan penelusuran penggerak, akan tetapi dalam sistem FBM penelusuran penggerak
hanya menggunakan penggerak produksi (tingkat unit), pengukuran konsumsi sangat
berkorelasi dengan keluaran produksi. Jadi, produk unit atau penggerak yang saling
berkorelasi dengan unit yang di produksi, seperti jam kerja dari tenaga kerja langsung,
material langsung dan jam kerja mesin adalah hanya penggerak yang di asumsikan penting.
Karena sistem FBM hanya menggunakan penggerak yang berhubungan dengan sistem
produksi untuk membebani biaya, pendekatan pembebanan biaya ini dianggap sebagai
pembebanan biaya berdasarkan produksi atau fungsional (Functional Based Costing-FBC).
Produksi atau penggerak tingkat unit dimana FBC sering tergantung padanya adalah bukan
satu-satunya penggerak yang menjelaskan hubungan sebab akibat. Penggerak selain dari
penggerak produksi yang menggambarkan hubungan sebab akibat dianggap sebagai
penggerak tingkat non-unit.
Tujuan pembiayaan produk dari pembiayaan berdasarkan fungsional dapat dipenuhi dengan
pembebanan biaya produksi untuk persediaan dan harga produksi untuk persediaan dan
harga pokok penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan eksternal.
Dalam sistem biaya tradisional, pemicu biaya yang digunakan hanya didasarkan atas dasar
unit saja atau disebut unit-level activity drivers. Pemicu aktivitas dasar unit merupakan
faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya ketika jumlah unit yang dihasilkan
berubah. Penggunaan pemicu biaya ini dalam membebankan biaya overhead terhadap
produk memberikan arti bahwa terjadinya biaya overhead mempunyai korelasi yang sangat
erat dengan jumlah unit yang diproduksi.
Kesimpulannya yaitu bahwa sistem FBM merupakan sistem yang dianggap dan dinilai lebih
baik daripada sistem tradisional yang dahulu digunakan. Perkembangan teknologi dan
pengetahuan menyebabkan semakin akuratnya sistem yang dimodifikasi oleh praktisi dan
akademisi. (Martusa, 2011, hal. 5)

strategic-based control systems adalah cara untuk mengelola pelaksanaan rencana strategis
Anda. Sebagai proses manajemen, proses ini unik karena dirancang untuk menangani hal-
hal yang tidak diketahui dan ambiguitas saat melacak implementasi strategi dan hasil
selanjutnya. Hal ini terutama berkaitan dengan menemukan dan membantu Anda
beradaptasi dengan faktor internal atau eksternal yang mempengaruhi strategi Anda, baik
faktor tersebut pada awalnya dimasukkan dalam perencanaan strategis Anda atau tidak.
5. Penerapan Just-In Time (JIT) dapat menyebabkan jumlah persediaan minimal, bahkan
mendekati nol, maka sering kali disebut dengan zero inventory. Jelaskan faktor-faktor yang
perlu diperhatikan untuk penerapan JIT pada perusahaan!

Just In Time atau sering disingkat dengan JIT adalah suatu sistem produksi yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tepat pada waktunya sesuai dengan jumlah yang
dikehendakinya.Tujuan sistem produksi Just In Time (JIT) adalah untuk menghindari
terjadinya kelebihan kuantitas/jumlah dalam produksi (overproduction), persediaan yang
berlebihan (excess Inventory) dan juga pemborosan dalam waktu penungguan (waiting).
Dengan adanya sistem JIT, kita telah dapat mengatasi 3 pemborosan (overproduction,
excess inventory dan waiting) diantara 7 pemborosan (7 Waste) yang harus dihindari dalam
sistem produksi Toyota.
Istilah “Just In Time” Jika diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia adalah Tepat
Waktu, Jadi Sistem Produksi Just In Time atau JIT ini dalam bahasa Indonesia sering disebut
dengan Sistem Produksi Tepat Waktu. Tepat Waktu disini berarti semua persedian bahan
baku yang akan diolah menjadi barang jadi harus tiba tepat waktunya dengan jumlah yang
tepat juga. Semua barang jadi juga harus siap diproduksi sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan oleh pelanggan pada waktu yang tepat pula. Dengan demikian Stock Level atau
tingkat persedian bahan baku, bahan pendukung, komponen, bahan semi jadi (WIP atau
Work In Progress) dan juga barang jadi akan dijaga pada tingkat atau jumlah yang paling
minimum. Hal ini dapat membantu perusahaan dalam mengoptimalkan Cash Flow dan
menghindari biaya-biaya yang akan terjadi akibat kelebihan bahan baku dan barang jadi.
Dalam menjalankan sistem produksi Just In Time atau sistem produksi JIT ini, diperlukan
ketelitian dalam merencanakan jadwal-jadwal produksi mulai jadwal pembelian bahan
produksi, jadwal penerimaan bahan produksi, jadwal jalannya produksi, jadwal kesiapan
produk hingga ke jadwal pengiriman barang jadi. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan
manufakturing modern saat ini menggunakan berbagai perangkat lunak (Software) yang
canggih dalam merencanakan jadwal produksi yang didalamnya juga termasuk
mengeluarkan pesanan pembelian (purchase order) dan pengendalian jumlah persedian
(Inventory). Software Produksi tersebut juga dapat melakukan penukaran informasi mulai
dari Pemasok (vendor) hingga ke Pelanggan (Customer) melalui Electronic Data
Interchange (EDI) untuk memastikan kebenaran sampai ke data-data yang paling rinci
(detail).
Kebenaran dan ketepatan waktu pengiriman bahan-bahan produksi sangat diperlukan dalam
Sistem Produksi Just In Time ini. Contoh pada sebuah perusahaan manufaktur Handphone,
perusahaan tersebut harus dapat menerima model LCD display yang benar dan dalam
jumlah yang dibutuhkan untuk satu hari produksi, pemasok LCD Display tersebut
diharapkan untuk dapat mengirimkannya dan tiba di gudang produksi dalam batas waktu
yang sangat singkat. Sistem permintaan bahan-bahan Produksi demikian biasanya disebut
dengan “Pull System” atau “Sistem Tarik”.

Terdapat empat aspek pokok dalam konsep Just In Time (JIT),


yaitu:
1) Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk
atau kepuasan konsumen harus dieliminasi. Komitmen ini diperlukan untuk memproduksi
produk bermutu dengan biaya rendah. Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan
biaya (pemakaian sumber-sumber ekonomi) yang tidak perlu misalnya, persediaan,
sehingga sedapat mungkin nol.
2) Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu menjadi lebih tinggi. Komitmen ini
diperlukan agar dapat mengerjakan sesuatu dengan benar sejak saat pertama (doing things
right the firts time) sehingga produk rusak dan cacat sedapat mungkin nol, tidak memerlukan
waktu dan biaya untuk pengerjaan kembali produk cacat, dan kepuasan pembeli dapat
meningkat.
3) Selalu diupayakan penyempurnaan berkesinambungan. Komitmen ini dalam rangka
peningkatan efisiensi dan efektivitas aktivitas sehingga dapat dihasilkan produk yang
bermutu tinggi dan berbiaya rendah.
4) Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan pemahaman terhadap
aktivitas. Komitmen ini untuk mengetahui aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai
tambah. Aktivitas bernilai tambah sedapat mungkin diefisienkan melalui penyederhanaan
aktivitas. Pengidentifikasian aktivitas tidak bernilai tambah diperlukan agar aktivitas ini
dapat dieliminasi.
Adapun menurut Marc J. Schniederjana terdapat delapan prinsip kunci dalam JIT, yaitu:
1) Memproduksi sesuai dengan pesanan
2) Menyatukan produksi
3) Mengeliminasi pemborosan
4) Memproduksi secara terus-menerus sampai dengan perbaikan 5) Menyempurnakan
kualitas produk
6) Perhatian terhadap orang
7) Mengeliminasi kemungkinan yang kan terjadi
8) Pemeliharaan jangka panjang.

Tujuan strategis just in time adalah meningkatkan laba dan


memperbaiki posisi persaingan perusahaan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara
mengeliminasi atau mengurangi sediaan, meningkatkan mutu, mengendalikan aktivitas
supaya biaya rendah (sehingga memungkinkan harga jual rendah dan laba meningkat), dan
memperbaiki kinerja pengiriman.5
Edwards dalam Browne menyebutkan beberapa sasaran yang akan dicapai implementasi
JIT, yaitu:
1) Zero defect
Berproduksi bebas cacat merupakan salah satu sasaran yang ingin dicapai dari implementasi
JIT. Sasaran bebas cacat merupakan kebalikan dari pendekatan manajemen mutu tradisional
dan juga pendekatan statistik. Secara statistik, lazim dijumpai suatu teladan untuk
menetapkan tingkat toleransi tertentu. Kegiatan produksi JIT diarahkan untuk mencapai
keluaran tanpa cacat, selesai tepat pada waktunya dan dengan jumlah tepat sesuai
permintaan.6
2) Zero inventories
Pada pendekatan tradisional, sediaan atas bahan, barang
sedang dalam proses pengerjaan, dan hasil selesai, selalu dipandang sebagai aset,
penyanggah terhadap tingkat permintaan yang melonjak. Jika permintaan meningkat
melebihi prediksi, dan tidak ada sediaan pengaman, maka perusahaan akan kehilangan
momentum untuk memenuhi lonjakan permintaan yang bersangkutan. Dengan demikian,
dalam pendekatan tradisional, sediaan selalu dipandang sebagai aset yang akan memberikan
nialai tamabah (added value). Pihak supervisor dan akuntan juga akan melihat persediaan
sebagai aset atau kekayaan yang harus ddicatat di dalam laporan posisi keuangan
perusahaan. Apabila nilai perusahaan akhir melebihi nilai persediaan awal sebagai akibat
kenaikan harga maka selisih dari nilai sediaan tersebut dipandang sebagai tambahan nilai.
Dalam pandangan JIT, semua itu dipandang sebagai pemborosan. Persediaan atas bahan
terjadi karena keburukan rencana pengadaan dan ketidaksesuaian antara pemasokan dan
rencana kebutuhan akan sediaan. Terbentuknya persediaan dalam proses pengerjaan
mengindikasikan adanya ketidakseimbangan beban pada setiap tahapan proses di lini rakitan
atau pengolahan. Sebagian departemen atau work station memliki kapasitas yang lebih besar
daripada kapasitas work station berikutnya. Akibatnya, sebagian dari barang dalam proses
pengerjaan akan menumpuk di depan departemen atau work station yang bersangkutan.
Dengan JIT, keseimbangan beban harus diciptakan, dan pasokan harus tepat jumlah, tepat
mutu, dan tepat pada waktunya. Akibatnya, persediaan sedang dalam proses pengerjaan
tidak akan terjadi. Produksi dilaksanakan sesuai dengan permintaan yang ada sehingga
volume produksi selalu sama dengan volume permintaan. Dengan demikian, tidak akan
terjadi persediaan atas barang jadi.
3) Zero setup time and lot size of one
Pada pendekatan economic order of quantity (EOQ),
tingkat ekonomis dicapai pada keseimbangan antara biaya pemesanan (setup cost) dan biaya
penyimpanan (holding cost). Jika ukuran lot besar maka biaya pemesanan akan turun tetapi
biaya penyimpanan naik. Sebaliknya, jika ukuran lot kecil maka biaya pemesanan akan naik
tetapi biaya penyimpanan akan turun. Model EOQ menyarankan untuk memelihara lot
pesanan yang menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Di dalam pendekatan JIT, setup time dan setup cost sama dengan atau mendekati nol.
Sejalan dengan pendekatan itu maka lot size disebut lot size of one. Komponen (bahan)
diserahkan satu demi satu sesuai dengan waktu dibutuhkan.
Komponen dan subkomponen yang diperlukan selalu harus tersedia dan diserahkan ke unit
perakitan sesuai waktu yang diperlukan dan jumlah yang dibutuhkan. Dengan demikian,
setup time dan juga setup cost adalah nol.7
4) Zero lead time
Apabila ukuran lot dalam pengadaan bahan atau komponen
kecil maka lead time dari pengadaan dapat ditekan menjadi kecil, mendekati atau sama
dengan nol. Dengan demikian ukuran lot bahan atau komponen yang kecil dan lead time
yang mendekati atau sama dengan nol, merupakan faktor yang sangat mendukung
terwujudnya sistem pemanufakturan yang luwes (flexible manufacturing system, FMS).
Pada pendekatan pengadaan bahan konvensional atau EOQ, manajemen selalu mengacu
kepada ukuran lot yang akan meminumkan biaya sediaan. Bukan pada komitmen pemasok
untuk menyampaikan komponen atau bahan yang dibutuhkan secara tepat waktu dan tepat
jumlah. Dalam JIT, ukuran lot dari produksi adalah kecil (lean production system) sehingga
lot dari komponen yang diperlukan juga kecil. Disamping itu, pemasok harus menyerahkan
komponen atau bahan yang dibutuhkan dengan tepat waktu. Sebagai akibatnya, lead time
menjadi minimal, mendekati atau sama dengan nol. Zero lead time tersebut adalah sasaran
dari JIT production system.
5) Zero parts handling
Parts handling, yaitu kegiatan memindahkan parts atau
komponen dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya. Sedangkan biaya
memindahkannya tergantung pada jarak pemindahan komponen yang bersangkutan. Untuk
menghilangkan biaya maka dalam JIT, tata letak proses (process layout) diubah menjadi tata
letak hibrida (hybride or group technology layout). Pada tata letak hibrida, semua alat atau
mesin yang diperlukan untuk menyelesaikan satu jenis produk disatukan dalam ruangan
yang sama sehingga jarak pemindahan komponen berdekatan. Oleh karena itu, waktu dan
biaya pemindahan komponen dari satu mesin atau alat minimal mendekati atau sama dengan
nol. Jika pabrik membuat beberapa jenis tipe produk maka dalam pabrik yang memakai tata
letak hibrida, akan melahirkan rancangan pabrik di dalam pabrik (plants within the plant).
Misalnya, pabrik mobil X memproduksi tipe produk sedan, station wagon, pick up, and
truck. Dalam pabrik mobil X seolah –olah akan dijumpai pabrik sedan, pabrik station
wagon, pabrik pick up, dan pabrik truck.
Hal itu semua dapat dicapai jika sejak awal perusahaan telah melakukan pendesainan yang
baik. Awal kegiatan produksi ialah membuat desain. Dari desain akan dihasilkan material
handling yang minimal atau bahkan tidak ada. Material handling tersebut tergolong
nonvalue added activity sehingga harus dihilangkan dalam proses produksi.8
6) Zero breakdown
JIT menerapkan konsep pemeliharaan pencegahan
(preventive maintenance) atas mesin dan peralatan produksi. Dengan cara itu, alat-alat dan
mesin akan selalu berada dalam keadan baik dan siap operasi. Cara tersebut akan melahirkan
zero break down atas alat-alat kerja.

6. Pada dasarnya biaya mutu dapat dikelompokkan menjadi prevention costs, appraisal costs,
internal failure costs, dan external failure costs. Bapak/Ibu diminta untuk menjelaskan
internal dan external failure costs yang mungkin terjadi pada instansinya, kemudian
menjelaskan upaya pencegahan (prevention) dan penilaian (appraisal) yang perlu
dilakukan!

• Biaya Pencegahan (Prevention Costs)


Adanya biaya ini digunakan untuk mencegah setiap kesalahan ataupun masalah yang terjadi
pada kualitas produk. Biaya ini termasuk biaya yang paling murah.
Contoh sederhana dari biaya pencegahan adalah pelatihan karyawan, riset pasar,
perencanaan kualitas, dan proses kontrol. Untuk itu, banyak perusahaan yang menganggap
biaya ini sebagai suatu investasi penting.
• Biaya Penilaian (Appraisal Cost)
Sama seperti point sebelumnya, biaya penilaian ini juga dikeluarkan agar kualitas barang
tidak mengalami suatu masalah. Untuk itu, biaya ini termasuk dalam inspeksi bahan baku
guna memeriksa ataupun menguji produk pada proses pembuatan barang jadi.
• Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Costs)
Umumnya, biaya kegagalan internal ini terjadi bila ada produksi yang cacat. Pada saat itu
terjadi, maka biaya ini akan dikeluarkan, karena produk tersebut sudah lagi tidak sesuai
dengan standar kualitas yang ada.
Contoh sederhananya seperti perbaikan pada produk yang rusak, biaya scrap, atau downtime
sebelum pembeli menerima pesanannya.
• Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Costs)
Setiap pebisnis tentu akan berpotensi mengalami kegagalan biaya eksternal, yang mana
biaya ini akan dikeluarkan saat pembeli menerima produk berkualitas buruk.
Untuk itu, biaya ini harus dikeluarkan sebagai upaya garansi, penggantian produk,
penyelidikan keluhan, atau biaya ini juga bisa digunakan sebagai bagian dari biaya
kehilangan pelanggan.
Contoh Biaya
Contoh Biaya Pencegahan
• Perencanaan Kualitas
Contoh biaya perencanaan kualitas adalah yang berhubungan dengan kegiatan perencanaan
kualitas secara menyeluruh, termasuk persiapan berbagai proses yang dibutuhkan untuk
menginformasikan kualitas secara menyeluruh pada pihak yang berkepentingan di
dalamnya.
• Tinjauan-Tinjauan Produk Baru
Seluruh dana yang berhubungan dengan rekayasa keandalan dan juga kegiatan lainnya yang
berhubungan dengan kualitas yang berkaitan dengan informasi desain baru.
• Pengendalian Proses
Berbagai dana inspeksi dan juga pengujian pada proses guna menentukan status dari suatu
proses, bukan status dari suatu produk.
• Audit Kualitas
Seluruh dana yang berkaitan dengan relevansi dari suatu pelaksanaan kegiatan dalam
rencana kualitas secara menyeluruh.
• Evaluasi Kualitas Pemasok
Seluruh biaya yang berhubungan dengan evaluasi pada supplier sebelum pemilihan supplier,
audit pada setiap kegiatan selama kontrak berlangsung, dan berbagai upaya yang berkaitan
dengan supplier
• Pelatihan
Seluruh dana yang berhubungan dengan penyiapan dan juga pelaksanaan berbagai program
pelatihan yang berkaitan dengan kualitas.
Contoh Biaya Penilaian
• Inspeksi dan Pengujian Kedatangan Material
Seluruh dana yang berkaitan dengan penentuan suatu kualitas materi yang sudah dibeli.
• Inspeksi dan Pengujian Produk dalam Proses
Biaya yang berhubungan dengan evaluasi produk dalam suatu proses terhadap persyaratan
kualitas yang sudah ditetapkan.
• Inspeksi dan Pengujian Produk Akhir
Berbagai danaa yang berhubungan dengan evaluasi produk akhir pada persyaratan kualitas
yang sebelumnya sudah ditetapkan.
• Audit Kualitas Produk
Biaya yang dikeluarkan untuk produk dalam suatu proses atau akhir produk
• Pemeliharaan Akurasi Peralatan Pengujian
Suatu biaya yang untuk melakukan kalibrasi guna mempertahankan akurasi instrumen alat
ukur perusahaan.
• Evaluasi Stok
Biaya yang dikeluarkan untuk menguji produk dalam penyimpanan untuk menilai
kualitasnya.
Beberapa Contoh Biaya Kegagalan Internal
• Scrap
Scrap adalah biaya yang dikeluarkan untuk material, tenaga kerja, atau overhead pada
produk cacar secara ekonomis dan sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
• Inspeksi Ulang dan Pengujian Ulang
Biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan juga pengujian ulang produk yang sudah
mengalami pengerjaan utang maupun perbaikan kembali.
• Downgrading
Downgrading adalah selisih harga jual dan juga harga beli yang dikurangi dengan alasan
kualitas.
• Avoidable Process Losses
Berbagai biaya kehilangan yang terjadi, walaupun produk tersebut tidaklah cacat.
Contoh Biaya Kegagalan Eksternal
• Jaminan (Warranty)
Suatu biaya yang harus dikeluarkan untuk mengganti atau memperbaiki produk yang masih
dalam jaminan garansi.
• Penyelesaian Keluhan
Berbagai dana yang dikeluarkan untuk menyelidiki dan juga untuk menyelesaikan keluhan
yang berkaitan dengan produk cacat.
• Produk Dikembalikan
Berbagai dana yang berhubungan dengan penerimaan dan juga penempatan pada produk
cacat yang dikembalikan oleh para pelanggan.
• Allowances
Berbagai dana yang berhubungan dengan konsep pelanggan karena produk yang
diterimanya berada dibawah standar kualitas.

7. Balanced scorecard mengukur kinerja dari 4 perspektif, yaitu learning & growth, internal
business process, customer, dan financial perspectives. Bapak/Ibu diminta melakukan
pengukuran kinerja pada instansinya menggunakan 4 perspektif tersebut!

1. Financial Perspective
Perspektif keuangan erat kaitannya dengan pemasukan dan pengeluaran perusahaan.
Dengan kata lain, perusahaan harus mampu mengelola keuangan dengan baik agar
keuangannya terus stabil. Misalnya, biaya operasional, biaya produksi, biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja, termasuk keuntungan dari aktivitas penjualan. Baik pemasukan maupun
pengeluaran, keduanya harus dicatat secara runtut dan jelas. Agar pihak keuangan dapat
mengamati laju pertumbuhan keuangan dari perusahaan yang bersangkutan. Ada tiga tolok
ukur dalam perspektif keuangan, yaitu:
- Pertumbuhan dari pertambahan yang didapatkan selama proses bisnis berlangsung.
- Penurunan aset ke arah yang optimal dan memaksimalkan strategi investasi.
- Penurunan biaya dan peningkatan produktivitas kerja
2. Customer Perspective
Perspektif Customer pelanggan berkaitan erat dengan cara perusahaan melayani pelanggan.
Dalam hal ini, setiap pelanggan harus diperlakukan secara layak. Dengan begitu, mereka
merasa puas atas pelayanan yang diberikan. Adanya pelayanan yang bagus tentu akan
meningkatkan loyalitas konsumen terhadap perusahaan. Sebaliknya, apabila pelayanannya
buruk, konsumen pasti mencari perusahaan lain yang memiliki sistem yang lebih bagus.
Tolak ukur yang ditetapkan perusahaan dalam perspektif pelanggan, antara lain:
- Seberapa besar omzet penjualan.
- Tingkat keuntungan yang didapatkan perusahaan.
- Berapa banyak pelanggan yang didapatkan.
- Persentase loyalitas pelanggan terhadap produk.
- Tingkat kepuasan pelanggan.
- Tingkat profitabilitas pelanggan.
- Kebutuhan pelanggan.
3. Internal Process Perspective
Perusahaan menilai seberapa besar ukuran dan sinergi dari setiap unit kerja. Untuk
mengukur poin ini, pemimpin perusahaan harus rutin mengamati bagaimana kondisi internal
dalam perusahaan. Apakah semuanya dijalankan sesuai dengan metode yang ditetapkan atau
malah melenceng dari peraturan. Kemampuan dan keahlian yang dimiliki setiap karyawan
akan menghasilkan proses bisnis internal yang bagus. Selain bertambahnya jumlah
konsumen, omzet dan keuntungan yang didapat perusahaan juga akan bertambah. Tiga hal
yang perlu diperhatikan dalam perspektif proses bisnis internal, antara lain:
- Proses inovasi berkaitan dengan ide-ide terhadap produksi barang.
- Proses operasi berkaitan dengan aktivitas dan rutinitas sehari-hari yang dilakukan bagian
internal.
- Proses pasca penjualan berkaitan dengan metode pemasaran yang tepat untuk
meningkatkan omzet penjualan.
4. Perspektif learning / growth
Dalam perspektif ini perusahaan dituntut untuk memperhatikan karyawannya.
Kesejahteraan karyawan akan berdampak pula pada kinerja mereka dalam bekerja. Adanya
fasilitas juga training yang disediakan perusahaan akan mampu meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan karyawan itu sendiri. Hal ini akan membuat mereka optimal dalam
melayani pelanggan anda. Selain keberadaan karyawan, perusahaan juga perlu
memerhatikan sistem dan prosedur kerja yang seperti apa yang perlu diterapkan dalam
internal perusahaan. Ada baiknya jika semua elemen terkontrol dan terkoordinasi dengan
baik sehingga timbul keselarasan selama bisnis berlangsung. Ada tiga hal yang dijadikan
tolok ukur dalam perspektif ini, antara lain:
- Kapabilitas atau kemampuan karyawan.
- Kemampuan mengelola sistem informasi.
- Motivasi, dorongan, dan garis tanggung jawab

Keberadaan balanced scorecard sangat penting bagi perusahaan. Adanya balanced scorecard
telah terbukti membuat perusahaan mampu menciptakan persaingan yang kompetitif.
Perusahaan juga tidak takut lagi jika berhadapan dengan kompetitor yang lebih besar.
Dengan balanced scorecard, perusahaan jadi lebih tahu letak kelemahannya. Dengan begitu,
proses pencarian solusi juga lebih cepat dan akurat.

8. Jelaskan bagaimana biaya lingkungan diukur, dilaporkan, dan dikurangi. Jelaskan pula
bagaimana biaya lingkungan dapat dibebankan pada produk dan proses! Sertakan
contohnya!

1. Pengukuran Biaya Lingkungan


Pengukurang biaya lingkungan melibatkan identifikasi, pengumpulan, dan analisis
biaya-biaya yang terkait dengan dampak lingkungan dari kegiatan organisasi. Ini
mencakup biaya-biaya yang timbul dari pengelolaan Limbah, penggunaan sumber daya
alam, emisi gas rumah kaca dan upaya-upaya lain untuk menjaga keberlanjutan
lingkungan.
- Biaya Langsung
Mengatur biaya langsung yang terkait dengan kegiatan lingkungan, seperti biaya
pengolahan limbah dan biaya energi terbarukan.
- Biaya Tidak Langsung
Mengidentifikasi biaya tidak langsung yang terkait dengan dampak lingkungan.
Misalnya, biaya reputasi atau biaya penalti lingkungan.
- Biaya Investasi
Menilai biaya investasi dalam kronologi dan proses yang ramah lingkungan
2. Laporan Biaya Lingkungan
Pelaporan biaya lingkungan menjadi semakin penting karena meningkatnya perhatian
terhadap berkelanjutan. Organisasi dapat melaporkan biaya lingkungan dalam laporan
berkelanjutan atau melibatkannya dalam laporan keuangan mereka. Standar laporan
seperti GRI (Global Reporting Initiative) menyediakan laporan tentang bagaimana
kinerja lingkungan.
3. Pengrangan Biaya Lingkungan
Organisasi dapat mengurangi biaya lingkungan dengan mengadopsi praktek-praktek
berkelanjutan, seperti efisiensi energi, pengelolaan limbah yang baik dan investasi
dalam teknologi ramah lingkungan. Ini bukan hanya berkontribusi pada berkelanjutan
lingkungan tetapi juga dapan menghasilkan efisiensi operasional dan mengurangi biaya
jangka Panjang.
4. Beban Biaya Lingkungan pada Produk dan Proses
- Metode perhitungan biaya untuk menentukan bagaimana lingkungan dibebankan
pada produk dan proses.
- Penggunaan teknologi ramah lingkungan mungkin menyebabkan biaya tambahan di
awal, tetapi ini dapat dibebankan ke produk dengan menghitung biaya tambahan per
unit.
Contoh:
Sebuah pabrik sepatu mengadopsi teknologi produksi yang lebih efisien secara
energi. Biaya investasi awal untuk teknologi ini adalah $100.000. Jika pabrik
tersebut menghasilkan 10.000 pasang sepatu setiap tahum, biaya tambahan per
pasang sepatu dapat dihitung sebagai $100.000/10.000 = $10. Oleh karena itu biaya
tambahan ini dapat dibebankan pada setiap pasang sepatu yang diproduksi.

Anda mungkin juga menyukai