Anda di halaman 1dari 12

AKUNTANSI PAJAK PIUTANG

Disusun oleh :
Agnes D. Butar-Butar 1921096
Agung Kenedy 1921087
Abetnego Manalu 19210988

Kelas : PA 503
Dosen Pengampu :

Dr. Hj. Mutiara Maimunah, S.E., M.Si.,Ak.,C.A.,BKP.,CPA.,ACPA

FAKULTAS BISNIS DAN AKUNTANSI


UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS PALEMBANG
TAHUN 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah akuntansi dan


pajak melalui media massa seperti buku,koran,televisi,radio maupun melalui orang-
orang di sekitar kita.Biasanya akutansi dan pajak digunakan dalam berbagai bidang
mulai dari kegiatan usaha,pemerintah,maupun pendidikan.Yaitu dengan melakukan
pencatatan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan keuangan.
Akuntansi perpajakan merupakan suatu seni dalam mencatat, menggolongkan,
mengikhtisarkan serta menafsirkan transaksi-transaksi financial yang dilakukan oleh
perusahaan dan bertujuan untuk menentukan jumlah penghasilan kena pajak
(penghasilan yang di gunakan sebagai dasar penetapan beban dan pajak penghasilan
yang terutang) yang diperoleh atau diterima dalam satu tahun pajak untuk dipakai
sebagai dasar penetapan beban/pajak penghasilan yang terutang oleh perusahaan
sebagai wajib pajak.
Salah satu akun yang sering dicatat dalam akuntansi,ialah piutang.Ketika
perusahaan memperoleh piutang dari customer , maka piutang tersebut dapat ditagih
sehingga memperoleh pendapatan.Dan pendapatan itulah yang akan dikenakan
perhitungan pajak.
Piutang ialah hak perusahaan kepada pihak lain yang akan diterima dalam
bentuk kas. Piutang usaha terjadi karena penjualan barang atau penyerahan jasa secara
kredit. Piutang yang dapat ditagih dalam 1 tahun dapat digolongkan ke dalam aset
lancar, sedangkan piutang yang tidak dapat ditagih dalam 1 periode dapat
digolongkan pada asset lain-lain. Dalam SAK- ETAP yang di atur dalam IAI
(2009:52).
piutang dagang adalaha perkiraan aktiva lancar yang terbesar selain persediaan.
Secara bersama-sama dengan persediaan jenis aktiva ini mencakup hampir 80% dari
aktiva lancar dan lebih dari 30% total aktiva untuk semua industri manufaktur.
Manajemen dan kebijakan kredit yaitu dasar untuk pengambilan keputusan pemberian
kredit. Keputusan itu melibatkan standar kredit, syarat-syarat kredit, dan penentuan
siapa yang akan menerima kredit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi piutang
Definisi Piutang Menurut Kieaso dan Weygandt mendefinisikan pengertian
piutang sebagai berikut “Receivables are claims held against customers and others for
money, goods, or services.” (Kumpulan Ilmu, 2012) Dalam pendapat yang lain,
piutang juga didefinisikan dengan pengertian ”Piutang meliputi semua klaim dalam
bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi
lainnya” (Warren Reeve dan Fess, 2005 : 404). Seomarso berpendapat, bahwa Piutang
merupakan kebiasaan bagi perusahaan untuk memberikan kelonggaran-kelonggaran
kepada para pelanggan pada waktu melakukan penjualan. Kelonggaran-kelonggaran
yang diberikan biasanya dalam bentuk mempernolehkan para pelanggan tersebut
membayar kemudian atas penjualan barang atau jasa yang dilakukan (Soemarso,
2004 : 338). Sedangkan menurut buku Akuntansi Perpajakan Sukrisno Agoes dan
Estralita Trisnawati, Piutang adalah hak perusahaan kepada pihak lain yang akan
diterima dalam bentuk kas.

B. Piutang usaha
Piutang usaha terjadi karena penjualan barang atau penyerahan jasa secara
kredit. Dalam usaha pelayanan jasa, piutang dicatat pada saat pelayanan jasa
dilaksanakan. Adakalanya bentuk piutang usaha dinyatakan dalam bentuk surat
dagang komersial yaitu wesel tagih. Piutang yang dapat ditagih dalam 1 tahun dapat
digolongkan ke dalam aset lancar, sedangkan piutang yang tidak dapat ditagih dalam
1 periode dapat digolongkan pada asset lain-lain.
WP yang merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut PPN
atas penyerahan barang dan jasa kena pajak yang dikakukannya.
Dalam akuntansi komersial, Wild dan Kwok (2011: 154-161) sering terjadi pemberian
potongan perniagaan ( trade discount -> potongan yang diberikan pada saat terjadi
transaksi penjualan dengan mengurangi harga jual yang berlaku) dan potongan tunai
( cash discount - > potongan yang diberikan kepada pelanggan dengan tujuan agar
pelanggan segera melakukan pembayaran tagihan). Selain itu, sering terjadi retur
penjualan. Praktik akuntanasi komersial membukukan potongan tersebut dengan
ketentuan perpajakan. Namun, pembukuan penyisihan (allowance) untuk potongan
tunai dan retur penjualan tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan karena
ketentuan perpajakan lebih menekankan pada keadaan senyatanya dan bukan bersifat
antisipatif dengan penyisihan tersebut.
Dalam praktik akuntansi komersial, pembentukan penyisihan (cadangan)
berguna untuk mengantisipasi kemungkinan kerugian dari piutang tak tertagih
merupakan hal yang lazim. Menurut weygent. Kimmel dan kieso (2011: 353-355)
pembentukan estimasi penyisihan piutang tak tertagih di dasarkan pada: (1) persentase
penjualan -> income statement approach; atau (2) presentase piutang usaha ->
balance sheet approach. Selain itu perusahaan dapat membuat analisa umur piutang
( againg schedule of account receivable) yang menerapkan persentase yang berbeda
untuk berbagai kategori umur piutang.

Adapun syarat-syarat penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat


ditagih menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1) huruf (h) adalah
sebagai berikut piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat
1. Telahdibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
DirektoratJenderal Pajak; dan
1. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau
khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan
untuk jumlah utang tertentu;

2. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan


piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan

Ketentuan perpajakan lebih melihat realitas dan memberlakukan metode


pengahapusan langsung (direct wriyyen-of method). Akan tetapi, pembentukan
cadangan/ pemupukan dana cadangan untuk jenis usaha tertentu seperti:

 Usaha bank dan badan usaha lain yang meyalurkan kredit, sewa guna usaha
dengan hak opsi,perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang

 Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jamina Sosial (BPJS)

 Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan;

 Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.Cadangan biaya penanaman


kembali untuk usaha kehutanan; dan

 Cadanagn biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industry untuk
usaha pengolahan limbah industry.
Contoh:
a. PT Abadi menjual barang dagang secara kredit kepada PT Zap sebesar
Rp.5.500.000 (sudah termasuk PPN 10%) pada tanggal 10 Febuari 2012. PT Abadi telah
dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 15 maret 2006. System pencatatan persediaan yang
digunakan oleh PT Abadi adalah system perpetual, di mana Harga Pokok Penjualan (HPP)
adalah sebesar Rp.3.500.000

b. Pada tanggal 14 febuari 2012, PT Zap mengembalikan barang yang telah dibeli pada
tanggal 10 febuari 2012 dari PT Abadi senilai Rp. 2.000.000. harga pokok barang tersebut
sebesar Rp. 500.000. PT Abadi mencatat transaksi retur penjualan sebagai berikut :
C. Pada tanggal 26 febuari PT Abadi menghapus piutang usaha terhadap salah satu
debiturnya, karena PT Bola telah mengalami pailit. Adapun syarat-syarat penghapusan
piutang yang tidak dapat ditagih telah memenuhi ketentuan perpajakan. Piutang yang
dihapuskan tersebut sebesar Rp. 1.000.000
C. PIUTANG DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
Piutang dalam hubungan istimewa merupakan saldo tagihan dari transaksi yang
dilakukandengan pihak dimana perusahaan mempunyai hubungan istimewa.
Piutang dalam hubungan istimewa dapat timbul karena terjadinya transaksi seperti.
1. Pengeluaran atau pembebanan yang dilakukan oleh WP kepada pihak lain dalam
hubungan istimewa untuk biaya suatu usaha, seperti sewa kantor, asuransi, listrik,
dan lain-lain; penjualan harta tetap seperti mesin di mana pengeluaran atau
pembebanan tersebut akan ditagih lagi kepada pihak tersebut
2. Peminjaman dana
3. Transaksi penyerahan barang atau penyerahan jas Menurut UU PPh Nomor 36 tahun 2008
pasal 18 ayat 4, (4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan
ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah
25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan
penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua
Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang
disebut terakhir;
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di
bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus dan/atau ke samping satu derajat.

D. NILAI PIUTANG DALAM NERACA

Saldo piutang neto pada neraca menurut akuntansi komersial adalah saldo piutang
di kurangi penyisihan piutang tak tertagih. Metode penghapusan piutang yang di
perkenankan dalam perpajakan di luar 6 usaha yang di atur dalam PMK-81/PMK.03/2009,
metode langsung sedangkan dalam akuntansi diperbolehkan memilih metode langsung
atau metode pencadangan.

1. Usaha bank dan badan usaha lain yang meyalurkan kredit, sewa guna usaha
dengan hak opsi,perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang.

2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jamina Sosial (BPJS).
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan.

4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.

5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan

6. cadanagn biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industry


untuk usaha pengolahan limbah industry.

E. PIUTANG DI LUAR USAHA

Timbul karena pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dan pegawai, klaim
asuransi, retitusi pajak, royalty, dll. Apabila dapat ditagih pada waktu singkat dapat di
golongkan sebagai asset lancar. Apabila penagihannya di lakukan lebih dari 1 tahun,
maka di golongkan sebagi aset lain – lain.

F. PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK

Dasar Hukum Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 565/KMK.04/2000 Keputusan


Menteri Keuangan Nomor : 539/KMK.03/2002 Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
68/PMK. 03/2012 Daluwarsa Penagihan Berdasarkan rumusan Pasal 22 ayat (1) diatur
bahwa hak Direktorat Jenderal Pajak mempunyai hak untuk melakukan penagihan pajak
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta
Putusan Peninjauan Kembali. Adapun yang menjadi tujuan dari pengaturan hak
Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun adalah untuk memberikan
kepastian hukum kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi, sehingga UU KUP mengatur
mengenai daluwarsa penagihan pajak. Dalam hal Utang Pajak telah memasuki tanggal
daluwarsa penagihan, hak negara untuk melakukan penagihan utang pajak termasuk
bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak tidak lagi dapat dilakukan.
Pengertian Penghapusan Piutang Pajak Keputusan Menteri Keuangan Nomor
539/KMK.03/2002 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menter Keuangan No.
68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya
Piutang Pajak mengatur tentang Piutang Pajak yang dapat dihapuskan. Dirjen Pajak
memberikan kebijaksanaan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang masih memiliki
kewajiban pajak yang masih terhutang namun dapat dihapuskan sebagaimana dalam
ketentuan tersebut.
1. Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam:

a. Surat Tagihan Pajak (STP);

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);

d. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT);

e. Surat Ketetapan Pajak (SKP);

f. Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT);

g. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,


serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
harus dibayar bertambah.

2. Piutang pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
Wajib Pajak orang pribadi adalah piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin
ditagih lagi, disebabkan karena :

a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai
harta warisan atau kekayaan;

b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;

c. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;

d. Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan
penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di
bidang perpajakan; atau

e. Hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena
kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau
berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

3. Piutang pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
Wajib Pajak badan adalah piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih
lagi, disebabkan karena :
a. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan
b. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;

c. Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan
penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan; atau

d. Hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena
kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau
berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Syarat-syarat
Penghapusan Piutang Pajak Penghapusan piutang pajak dapat dilakukan dalam
hal hak menagih Direktorat Jenderal Pajak telah melampaui jangka waktu dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Untuk memastikan keadaan
Wajib Pajak atau piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi,
Direktorat Jenderal Pajak wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian
administrasi dan hasilnya dilaporkan dalam Laporan Hasil Penelitian.

Laporan hasil penelitian tersebut harus menggambarkan keadaan Wajib Pajak atau
Piutang Pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya Piutang
Pajak yang tidak dapat ditagih lagi sehingga diusulkan untuk dihapus. Piutang
Pajak hanya dapat diusulkan untuk dihapuskan setelah adanya Laporan Hasil
Penelitian dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak setiap akhir tahun takwim
menyusun Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak berdasarkan Laporan Hasil
Penelitian. Usulan Penghapusan Piutang Pajak setiap awal tahun berikutnya
disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya.
Selanjutnya, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan
Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak yang telah diteliti kepada Direktur
Jenderal Pajak. Penelitian Setempat dan Penelitian Administrasi Dalam Pasal 2
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 625/PJ./2001 tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang
Pajak dijelaskan yang dimaksud dengan penelitian setempat dan penelitian
administrasi.
Penelitian setempat dilakukan oleh Juru Sita Pajak Negara terhadap
piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi karena :
 Wajib Pajak yang meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan
dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan, yang
dibuktikan dengan Surat Keterangan kematian dan surat keterangan yang
menyatakan bahwa Wajib Pajak yang meninggal dunia tersebut tidak
meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris dari pejabat yang
berwenang;
 Wajib Pajak yang tidak mempunyai harta kekayaan lagi, dibuktikan dengan
surat keterangan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa
Wajib Pajak memang benar-benar sudah tidak mempunyai harta kekayaan
lagi; Berdasarkan surat perintah penelitian setempat yang diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Selanjutnya, penelitian administrasi adalah
penelitian terhadap piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena Wajib
Pajak yang hak penagihannya telah daluwarsa berdasarkan Pasal 22 UU
KUP dan hasilnya dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Administrasi

Anda mungkin juga menyukai