Anda di halaman 1dari 12

PEMERIKSAAN PIUTANG USAHA DAN PIUTANG LAINNYA

Figure 1

DISUSUN OLEH :

HAFFIZH BAYU BAGASKARA 201211013

KHAIRUL HADI 201211049

REALITA KINARI 201211031

ROLI ALFONSU 201211050

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Piutang usaha adalah piutang yang berasal dari penjualan barang dagangan atau jasa
secara kredit. Piutang lain-lain adalah piutang yang timbul dari transaksi diluar kegiatan usaha
normal perusahaan. Perkiraan piutang pemegang saham dan piutang perusahaan afiliasi harus
dilaporkan tersendiri (tidak digabung dengan dengan perkiraan piutang) karena sifatnya yang
berbeda. Piutang dinyatakan sejumlah tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak
dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan
penyisihan untuk piutang yang tidak dapat ditagih. Disamping itu piutang juga mempunyai
tujuan dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan secara tersendiri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari piutang ?

2. Bagaimana prosedur pemeriksaan piutang ?

3. Apa saja standar audit pemeriksaan piutang ?

4. Seberapa besar tingkat risiko pada saat pemeriksaan Piutang ?

5. Apa saja tujuan dari pemeriksaan piutang ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang ada dalam rumusan
masalah di atas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari Piutang

Piutang dihasilkan melalui berbagai macam transaksi, dua hal yang paling umum yaitu
penjualan barang dagang atau jasa dengan kredit dan meminjamkan uang. Pada tingkat pribadi
kita mengenal kredit, karena kredit adalah siap tersedia dimana kita tidak harus membayar
secara tunai.

Kieso, Weygandt. (2011,347) menyatakan bahwa :

“Receivable are also financial assets-they are also a financial instrument. Receivable (often
referred to as loans and receivables) are claims held against customers, and others for money,
goods, or services.”

Penjelasan di atas, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

“Piutang juga aset keuangan yang merupakan instrumen keuangan. Piutang (sering disebut
sebagai pinjaman dan piutang) adalah klaim terhadap pelanggan, dan lain-lain untuk uang,
barang, atau jasa.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (2009;01.23) menyatakan bahwa :

“Aset lancar mencakup aset (seperti piutang) yang dijual, dikonsumsi atau direalisasikan
sebagai bagian siklus operasi normal meskipun aset tersebut tidak diharapkan untuk
direalisasikan dalam jangka waktu 12 buan setelah periode pelaporan.”

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 43

menyebutkan bahwa :

“Piutang adalah jenis pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang atau
tagihan jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha.”

Menurut Smith (2005:286), piutang dapat difenisikan dalam arti luas sebagai hak atau
klaim terhadap pihak lain atas uang, barang, dan jasa. Namun, untuk tujuan akuntansi, istilah ini
umumnya diterapkan sebagai klaim yang diharapkan dapat diselesaikan melalui penerimaan
kas. Dengan adanya hak klaim ini, perusahaan dapat menuntut pembayaran dalam bentuk uang
atau penyerahan aktiva atau jasa lain kepada pihak siapa dia berhutang.

Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 9
mendefinisikan piutang sebagai berikut :
“Piutang usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa
dalam rangkakegiatan usaha normal perusahaan.”

SIFAT DAN CONTOH PIUTANG

Penggolongan piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yaitu menurut


sumber terjadinya, ialah piutang usaha dan piutang lain-lain. Sedangkan pengklasifikasian bisa
dengan beberapa cara : piutang terdiri dari piutang usaha (trade receivable) dan piutang non
usaha (non-trade receivable).

Piutang usaha adalah piutang yang berasal dari penjualan barang dagangan atau jasa
secara kredit.

Piutang lain-lain adalah piutang yang timbul dari transaksi diluar kegiatan usaha normal
perusahaan. Piutang usaha dan piutang lain-lain yang diharapkan bisa ditagih dalam waktu satu
tahun atau kurang diklasifikasikan sebagai piutang lancar.

Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai piutang antara lain :

 Piutang usaha
 Wesel tagih
 Piutang pegawai
 Piutang bunga
 Uang muka
 Uang jaminan ( refundable deposit )
 Piutang lain-lain
 Allowancce for bad debts (penyisihan piutang tak tertagih)

Perkiraan piutang pemegang saham dan piutang perusahaan afiliasi harus dilaporkan
tersendiri (tidak digabung dengan perkiraan piutang ) karena sifatnya yang berbeda.

Piutang dinyatakan sebesar jumlah tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak
dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan
untuk piutang yang tidak dapat ditagih.

2.2 Prosedur Pemeriksaan Piutang Usaha

Sukrisno Agoes (2004:176) menyarankan prosedur audit piutang usaha sebagai berikut:
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan
penerimaan.

2. Buat Top Schedule dan Supporting Schedule piutang pertanggal neraca.

3. Minta aging shedule dari piutang usaha pertanggal neraca yang antara lain menunjukkan
nama pelanggan (customer), saldo piutang, umur piutang dan kalau bisa subsequent
collections-nya.

4. Periksa mathematical accuracy-nya dan check individual balance ke subledger lalu totalnya
ke general ledger.

5. Test check umur piutang dari beberapa customer ke subledger piutang dan sales invoice.

6. Kirimkan konfirmasi piutang:

a) Tentukan dan tuliskan dasar pemilihan pelanggan yang akan dikirim surat konfirmasi.

b) Tentukan apakah akan digunakan konfirmasi positif atau konfirmasi negatif.

c) Cantumkan nomor konfirmasi baik di schedule piutang maupun di surat konfirmasi.

d) Jawaban konfirmasi yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk dicari
perbedaannya.

e) Buat ikhtisar (summary) dari hasil konfirmasi

7. Periksa subsequent collections dengan memeriksa buku kas dan bukti penerimaan kas untuk
periode sesudah tanggal neraca sampai mendekati tanggal penyelesaian pemeriksaan lapangan
(audit field work). Perhatikan bahwa yang dicatat sebagai subsequent collectionshanyalah yang
berhubungan dengan penjualan dari periode yang sedang diperiksa.

8. Periksa apakah ada wesel tagih (notes receivable) yang didiskontokan untuk mengetahui
kemungkinan adanya contingent liability.

9. Periksa dasar penentuan allowance for bad debts dan periksa apakah jumlah yang disediakan
oleh klien sudah cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan terlalu kecil.

10.Test sales cut-of dengan jalan memeriksa sales invoice, credit note dan lain-lain, lebih kurang
2 (dua) minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca. Periksa apakah barang-barang yang dijual
melalui invoice sebelum tanggal neraca, sudah dikirim per tanggal neraca. Kalau belum cari
tahu alasannya. Periksa apakah ada faktur penjualan dari tahun yang diperiksa, yang dibatalkan
dalam periode berikutnya.
11. Periksa notulen rapat, surat-surat perjanjian, jawaban konfirmasi bank, dan correspondence
file untuk mengetahi apakah ada piutang yang dijadikan sebagai jaminan.

12. Periksa apakah penyajian piutang di neraca dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia/SAK

13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa.

2.3 Standar Audit Pemeriksaan Piutang

SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus
melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang dagang
berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan
konfirmasi dinilai tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan dan
resiko pengendalian rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis atau pengujian
substantif detail cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan
prosedur konfirmasi, auditor perlu mengambil keputusan mengenai jenis konfirmasi yang
digunakan, penentuan kapan dilakukan konfirmasi dan besarnya sampel yang dipilih.

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 330 (PSA No. 07) mengatur
mengenai Proses Konfirmasi dalam pelaksanaan audit.Paragraf 4 mendefinisikan konfirmasi
sebagai proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai
jawaban atas suatu permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap
asersi laporan keuangan. SA Seksi 326 mendefinisikan asersi sebagai pernyataan yang dibuat
oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak
ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam laporan
keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mengenai asersi
laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Pada dasarnya, bukti audit yang berasal dari
pihak ketiga dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti yang berasal dari
dalam perusahaan yang sedang diaudit. SA Seksi 326 (PSA No.07) tentang Bukti Audit
menyatakan bahwa, pada umumnya, dianggap bahwa “Bukti audit yang diperoleh dari sumber
independen di luar entitas memberikan keyakinan yang lebih besar atas keandalan untuk
tujuan audit independen dibandingkan dengan bukti audit yang disediakan hanya dari dalam
entitas tersebut.”

Dalam paragraf 7 SA Seksi 330 dijelaskan bahwa semakin besar gabungan tingkat risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang ditetapkan, semakin besar keyakinan yang diperlukan
auditor dari pengujian substantif yang bersangkutan dengan asersi laporan keuangan. Sebagai
konsekuensinya, dengan kenaikan gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian,
auditor mendesain pengujian substantif untuk memperoleh lebih banyak bukti atau bukti yang
berbeda mengenai asersi laporan keuangan. Dalam keadaan ini, auditor kemungkinan
menggunakan prosedur konfirmasi, bukan pengujian terhadap dokumen dari dalam entitas
tersebut, atau menggunakan prosedur konfirmasi bersamaan dengan pengujian terhadap
dokumen atau pihak dari dalam entitas itu sendiri.

Jadi, dalam pelaksanaan audit, jika gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko
pengendalian besar/tinggi, auditor harus mempertimbangkan untuk melaksanakan prosedur
tambahan seperti misalnya melakukan pengujian terhadap dokumen internal perusahaan, di
samping prosedur konfirmasi.

Dalam paragraf 19, SA Seksi 330 dijelaskan bahwa karena terdapat risiko bahwa
penerima bentuk permintaan konfirmasi positif yang berisi informasi yang dikonfirmasi di
dalamnya kemungkinan hanya menandatangani dan mengembalikan konfirmasi tersebut tanpa
melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut, formulir yang berisi ruangan yang kosong
yang harus diisi oleh responden (penerima konfirmasi) dapat digunakan untuk mengurangi
risiko tersebut. Namun, konfirmasi yang berisi ruangan kosong tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya jumlah jawaban konfirmasi yang diterima oleh auditor karena diperlukan usaha
tambahan dari pihak responden dalam memberikan jawaban konfirmasi yang sesuai;
konsekuensinya, auditor kemungkinan harus melaksanakan lebih banyak prosedur alternatif.

Menurut PSAK 55 (2015) Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan
nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentutakan dan tidak memepunyai kuotasi
di pasar aktif.

Menurut Martani, et al (2012:193) piutang merupakan klaim suatu perusahaan pada


pihak lain. Hampir semua entitas memiliki piutang kepada pihak lain baik yang terkait dengan
transaksi penjualan/pendapatan maupun merupakan piutang yang berasal dari transaksi
lainnya. Kategori piutang dipengaruhi jenis usaha entitas, untuk perusahaan dagang dan
manufaktur jenis piutang yang muncul adalah piutang dagang dan piutang lainnya.Entitas
menyebutkan piutang terkait dengan pendapatan sebagai piutangusaha.
2.4 Risiko Pemeriksaan Piutang

1. Risiko Bawaan

Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu
salah saji materiall, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang saling berkaitan.

2. Risiko Pengendalian

Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam
suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern
entitas.

3. Risiko Deteksi

Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang
terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan
penerapannya oleh auditor.

Pada pengujian substantif atas piutang usaha, pengujian detail saldo kategori konfirmasi
piutang merupakan prosedur yang penting. Prosedur ini sangat perlu dilakukan karena
merupakan prosedur auditing yang diterima umum, kecuali apabila piutang tidak material, tidak
efektif, resiko bawaan, maupun resiko pengendaliannya rendah, yang dimana jika risiko
pengendalian ditaksir terlalu rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor
dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak efektif.
Bila auditor tidak melakukan konfirmasi, ia harus mencantumkam dalam kertas kerja mengenai
alasannya dan bagaimana akuntan mengatasinya atau tindakan alternatif yang dilakukan.

SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus
melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang dagang
berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan
konfirmasi dinilai tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan dan
resiko pengendalian rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis atau pengujian
substantif detail cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan
prosedur konfirmasi, auditor perlu mengambil keputusan mengenai jenis konfirmasi yang
digunakan, penentuan kapan dilakukan konfirmasi dan besarnya sampel yang dipilih.

Model Perhitungan Risiko Audit

Model Risiko Audit (audit risk) yang paling lumrah digunakan (dan diajarkan) adalah:
AR = IR x CR x DR

Dimana:

AR = Audit Risk

IR = Inherent Risk

CR = Control Risk

DR = Detection Risk

Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:

 Pertama, Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka
persentase Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).
 Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan
factor eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas.Sedangkan CR
diukur dengan menilai desain dan implementasi sistim pengendalian internal yang
dimiliki oleh audite seperti yang sudah saya jelaskan di atas.
 Ketiga, menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas, menjadi:

DR = AR/(IR x CR)

Besaran DR inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang
prosedur audit, substantive test dan rencana audit secara keseluruhan.

2.5 Tujuan Pemeriksaan Piutang Usaha

Menurut Sukrisno Agoes (2004:173) tujuan pemeriksaan perkiraan piutang usaha yaitu:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang baik atas
piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas.

Jika akuntan publik (auditor) dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas piutang dan
transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas berjalan efektif naka luasnya pemeriksaan dan
melakukan substantive test bisa dipersempit.
Beberapa ciri internal control yang baik atas atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan
penerimaan kas adalah:

a. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara yang melakukan penjualan,
mengirimkan barang, melakukan penagihan, memberikan otorisasi atas penjualan
kredit, membuat faktur penjualan dan melakukan pencatatan.
b. Digunakannya formulir formulir yang bernomor urut tercetak (prenumbered), misalnya
sales order (pesanan penjualan), sales invoice (faktur penjalan), delivery order (surat
pengiriman barang), credit memo, official receopt (kuitansi).
c. Digunakannya price list (daftar harga jual) dan setiap penyimpangan dari price list atau
setiap discount yang diberikan kepada pelanggan harus disetujui oleh pejabat
perusahaan yang berwenang.
d. Diadakannya sub buju besar piutang atau kartu piutang (accounts receivable subledger
card) untuk masing-masing pelanggan yang selalu diupdate (dimutakhirkan).
e. Setiap akhir bulan dibuat aging schedule piutang (analisis umur piutang)
f. Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan dibandingkan
(direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar.
g. Setiap akhir bulan dikirim montly statement of account kepada masing-masing
pelanggan.
h. Uang kas, check atau giro yang diterima dari pelanggan harus disetor dalam jumlah
sutuhnya(intact) paling lambat keesokan harinya.
i. Mutasi kredit diperkirakan piutang (buku besar dan sub buku besar) yang berasal dari
retur penjualan dan penghapusan piutang harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan
yang berwenang.
j. Setiap pinjaman yang diberikan kepada pegawai, direksi, pemegang saham dan
perusahaan afiliasi harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang,
didukung bukti bukti yang lengkap dan dijelaskan apakah dikenakan bunga atau tidak.

2. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut penjualan, piutang dan penerimaan
kas.

a) Semua sudah dicatat secara akurat (complete neesda accuracy)


b) Semuanya merupakan transaksi yang benar-benar terjadi, tidak ada yang fiktif
(accurance/existence),
c) Semua sudah dicatat pada periode yang tepat (cut-off)

3. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (keotentikan) dari pada piutang.
Validity maksudnya apakah piutang itu sah, masih berlaku, dalam arti diakui oleh yang
mempunyai utang.

Authenticity maksudnya apakah piutang itu didukung oleh bukti-bukti yang otentik
seperti sales order, delivery order yang sudah ditandatangani oleh pelanggan sebagai bukti
bahwa pelanggan telah menerima barang yang dipesan, dan faktur penjualan.

4. Untuk memeriksa collectubility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya


perkiraan allowance for bad debts(penyisihan piutang tak tertagih).

Collectibility maksudnya adalah kemungkinan tertagihnya piutang. Piutang harus


disajikan di laporan posisi keuangan (neraca) sebesar jumlah yang diperkirakan bisa di tagih.

5. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena
pendiskontoan wesel tagih (notes receivable)

Jika perusahaan mempunyai wesel tagih yang didiskontokan ke bank sebelum tanggal
jatuh temponya, maka pada tanggal laporan posisi keuangan (neraca) harus diungkapkan
adanya contingent liability yang berasal dari pendiskontoan wesel tagih tersebut.

6. Untuk mengetahui apakah piutang yang tercantum dalam mata uang asing sudah dikonversi
ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs rupiah BI pada tanggal neraca.

7. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan/ SAK ETAP
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tujuan Audit Piutang untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal
control) yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas . Untuk
memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (ke otentikan) dari pada piutang. Untuk
memeriksa collectibility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya perkiraan
allowance for bad debts (penyisihan piutang tak tertagih). Untuk mengetahui apakah ada
kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes
receivable). Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan.

3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan kelompok penyusun memberikan saran bahwa perlu adanya


riset atau pembahasan lebih lanjut terkait praktek terbaik mutakhir pada pemeriksaan piutang
usaha dan piutang lainnya yang saat ini digunakan oleh auditor terutama auditor KAP Big Four.

Anda mungkin juga menyukai