“AUDITING PIUTANG”
JAKARTA
2020
1
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat, taufik, dan hidayahnya sehingga saya dapat menyusun makalah yang
berjudul “AUDITING PIUTANG” ini. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan
kepada junjungan baginda Nabi Muhamad SAW yang telah membawa kita kejalan yang
lurus seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi Tugas Auditing II dalam
presentasi makalah, dan dimana diharapkan bisa mengambil pelajaran dan manfaat dari
makalah serta bisa mengembangkan kompetensi dalam pengetahuan dan pembelajaran
tentang Auditing yaitu Auditing Kecurangan.
Selanjutnya saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
oleh karena itu saya mengharapkan sumbangsinya berupa saran dan kritikan yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah cakrawala berpikir bagi saya
dan khususnya bagi para pembaca.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB 2
PEMBAHASAN
5
2. Wesel tagih (notesreceivable)
Wesel tagih adalah tagihan yang didukung dengan janji tertulis debitur untuk
membayar pada tanggal tertentu. Wesel tagih diperkirakan akan ditagih dalam jangka
waktu setahun. Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan.
3. Piutang lain-lain (otherreceivables)
Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Apabila
tertagihnya dalam waktu satu tahun maka diklasifikasikan sebagai asset tidak lancar
di bawah akun investasi. Piutang ini meliputi bunga, piutang pajak, piutang pejabat
atau piutang karyawan.
6
7. Periksa subsequent collections dengan memeriksa buku kas dan bukti penerimaan
kas untuk periode sesudah tanggal neraca sampai mendekati tanggal penyelesaian
pemeriksaan lapangan (audit field work). Perhatikan bahwa yang dicatat sebagai
subsequent collectionshanyalah yang berhubungan dengan penjualan dari periode
yang sedang diperiksa.
8. Periksa apakah ada wesel tagih (notes receivable) yang didiskontokan untuk
mengetahui kemungkinan adanya contingent liability.
9. Periksa dasar penentuan allowance for bad debts dan periksa apakah jumlah yang
disediakan oleh klien sudah cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan terlalu kecil.
10. Test sales cut-of dengan jalan memeriksa sales invoice, credit note dan lain-lain,
lebih kurang 2 (dua) minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca. Periksa apakah
barang-barang yang dijual melalui invoice sebelum tanggal neraca, sudah dikirim per
tanggal neraca. Kalau belum cari tahu alasannya. Periksa apakah ada faktur penjualan
dari tahun yang diperiksa, yang dibatalkan dalam periode berikutnya.
11. Periksa notulen rapat, surat-surat perjanjian, jawaban konfirmasi bank, dan
correspondence file untuk mengetahi apakah ada piutang yang dijadikan sebagai
jaminan.
12. Periksa apakah penyajian piutang di neraca dilakukan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK
13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa.
7
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 330 (PSA No. 07) mengatur
mengenai Proses Konfirmasi dalam pelaksanaan audit.
Paragraf 4 mendefinisikan konfirmasi sebagai proses pemerolehan dan penilaian
suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan
informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. SA
Seksi 326 mendefinisikan asersi sebagai pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang
secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk
laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam laporan keuangan oleh
manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mengenai asersi
laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Pada dasarnya, bukti audit yang berasal
dari pihak ketiga dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti yang
berasal dari dalam perusahaan yang sedang diaudit. SA Seksi 326 (PSA No.07) tentang
Bukti Audit menyatakan bahwa, pada umumnya, dianggap bahwa “Bukti audit yang
diperoleh dari sumber independen di luar entitas memberikan keyakinan yang lebih besar
atas keandalan untuk tujuan audit independen dibandingkan dengan bukti audit yang
disediakan hanya dari dalam entitas tersebut.”
Dalam paragraf 7 SA Seksi 330 dijelaskan bahwa semakin besar gabungan tingkat
risiko bawaan dan risiko pengendalian yang ditetapkan, semakin besar keyakinan yang
diperlukan auditor dari pengujian substantif yang bersangkutan dengan asersi laporan
keuangan. Sebagai konsekuensinya, dengan kenaikan gabungan tingkat risiko bawaan
dan risiko pengendalian, auditor mendesain pengujian substantif untuk memperoleh
lebih banyak bukti atau bukti yang berbeda mengenai asersi laporan keuangan. Dalam
keadaan ini, auditor kemungkinan menggunakan prosedur konfirmasi, bukan pengujian
terhadap dokumen dari dalam entitas tersebut, atau menggunakan prosedur konfirmasi
bersamaan dengan pengujian terhadap dokumen atau pihak dari dalam entitas itu sendiri.
Jadi, dalam pelaksanaan audit, jika gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko
pengendalian besar/tinggi, auditor harus mempertimbangkan untuk melaksanakan
prosedur tambahan seperti misalnya melakukan pengujian terhadap dokumen internal
perusahaan, di samping prosedur konfirmasi.
8
Dalam paragraf 19, SA Seksi 330 dijelaskan bahwa karena terdapat risiko bahwa
penerima bentuk permintaan konfirmasi positif yang berisi informasi yang dikonfirmasi
di dalamnya kemungkinan hanya menandatangani dan mengembalikan konfirmasi
tersebut tanpa melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut, formulir yang berisi
ruangan yang kosong yang harus diisi oleh responden (penerima konfirmasi) dapat
digunakan untuk mengurangi risiko tersebut. Namun, konfirmasi yang berisi ruangan
kosong tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah jawaban konfirmasi yang
diterima oleh auditor karena diperlukan usaha tambahan dari pihak responden dalam
memberikan jawaban konfirmasi yang sesuai; konsekuensinya, auditor kemungkinan
harus melaksanakan lebih banyak prosedur alternatif.
Menurut PSAK 55 (2015) Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset
keuangan nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentutakan dan tidak
memepunyai kuotasi di pasar aktif.
Menurut Martani, et al (2012:193) piutang merupakan klaim suatu perusahaan pada
pihak lain. Hampir semua entitas memiliki piutang kepada pihak lain baik yang terkait
dengan transaksi penjualan/pendapatan maupun merupakan piutang yang berasal dari
transaksi lainnya. Kategori piutang dipengaruhi jenis usaha entitas, untuk perusahaan
dagang dan manufaktur jenis piutang yang muncul adalah piutang dagang dan piutang
lainnya.Entitas menyebutkan piutang terkait dengan pendapatan sebagai piutangusaha.
9
Pada pengujian substantif atas piutang usaha, pengujian detail saldo kategori
konfirmasi piutang merupakan prosedur yang penting. Prosedur ini sangat perlu
dilakukan karena merupakan prosedur auditing yang diterima umum, kecuali
apabila piutang tidak material, tidak efektif, resiko bawaan, maupun resiko
pengendaliannya rendah, yang dimana jika risiko pengendalian ditaksir terlalu
rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor dapat
melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak
efektif. Bila auditor tidak melakukan konfirmasi, ia harus mencantumkam dalam
kertas kerja mengenai alasannya dan bagaimana akuntan mengatasinya atau
tindakan alternatif yang dilakukan.
SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor
harus melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1)
piutang dagang berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara
keseluruhan 2) penggunaan konfirmasi dinilai tidak efektif 3) perencanaan
auditor berkaitan dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian rendah dan
bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis atau pengujian substantif detail
cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan prosedur
konfirmasi, auditor perlu mengambil keputusan mengenai jenis konfirmasi yang
digunakan, penentuan kapan dilakukan konfirmasi dan besarnya sampel yang
dipilih.
Model Perhitungan Risiko Audit
AR = IR X CR X DR
Dimana:
AR = Audit Risk
IR = Inherent Risk
CR = Control Risk
DR = Detection Risk
10
Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:
1. Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka persentase
Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).
2. Menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan factor
eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas.Sedangkan CR diukur
dengan menilai desain dan implementasi sistim pengendalian internal yang dimiliki
oleh audite seperti yang sudah saya jelaskan di atas.
3. Menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas, menjadi:
DR = AR/(IR x CR). Besaran DR inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam merancang prosedur audit, substantive test dan rencana audit
secara keseluruhan.
11
d. Diadakannya sub buju besar piutang atau kartu piutang (accounts receivable
subledger card) untuk masing-masing pelanggan yang selalu diupdate
(dimutakhirkan).
e. Setiap akhir bulan dibuat aging schedule piutang (analisis umur piutang)
f. Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan
dibandingkan (direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar.
g. Setiap akhir bulan dikirim montly statement of account kepada masing-masing
pelanggan.
h. Uang kas, check atau giro yang diterima dari pelanggan harus disetor dalam
jumlah sutuhnya(intact) paling lambat keesokan harinya.
i. Mutasi kredit diperkirakan piutang (buku besar dan sub buku besar) yang berasal
dari retur penjualan dan penghapusan piutang harus diotorisasi oleh pejabat
perusahaan yang berwenang.
j. Setiap pinjaman yang diberikan kepada pegawai, direksi, pemegang saham dan
perusahaan afiliasi harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang,
didukung bukti bukti yang lengkap dan dijelaskan apakah dikenakan bunga atau
tidak.
2. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut penjualan, piutang dan
penerimaan kas.
a. Semua sudah dicatat secara akurat (complete neesda accuracy)
b. Semuanya merupakan transaksi yang benar-benar terjadi, tidak ada yang fiktif
(accurance/existence),
c. Semua sudah dicatat pada periode yang tepat (cut-off)
3. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (keotentikan) dari
pada piutang.
Validity merupakan apakah piutang itu sah, masih berlaku, dalam arti diakui oleh
yang mempunyai utang.
Authenticity merupakan apakah piutang itu didukung oleh bukti-bukti yang
otentik seperti sales order, delivery order yang sudah ditandatangani oleh
pelanggan sebagai bukti bahwa pelanggan telah menerima barang yang dipesan,
dan faktur penjualan
12
4. Untuk memeriksa collectubility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup
tidaknya perkiraan allowance for bad debts (penyisihan piutang tak tertagih).
Collectibility merupakan adalah kemungkinan tertagihnya piutang. Piutang harus
disajikan di laporan posisi keuangan (neraca) sebesar jumlah yang diperkirakan bisa
di tagih.
5. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang
timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable)
Jika perusahaan mempunyai wesel tagih yang didiskontokan ke bank sebelum
tanggal jatuh temponya, maka pada tanggal laporan posisi keuangan (neraca) harus
diungkapkan adanya contingent liability yang berasal dari pendiskontoan wesel tagih
tersebut.
6. Untuk mengetahui apakah piutang yang tercantum dalam mata uang asing
sudah dikonversi ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs rupiah BI pada
tanggal neraca.
7. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan/
SAK ETAP
13
2.6 Contoh Kasus Audit
Setelah dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan adanya kesalahan
dalam penjumlahan dan pencatatan saldo piutang pada buku besar dan buku besar
pembantu piutang usaha. Namun pada neraca ditemukan ketidaksesuaian dengan
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Pada
neraca PT. Agus Suta Line tidak menunjukkan adanya cadangan kerugian piutang.
Pada neraca PT.Agus Suta Line, piutang usaha dicatat tanpa menghitung
taksiran kerugianpenurunan nilaipiutang sehingga piutang usaha yang disajikan
merupakan jumlah bruto piutang. Ada beberapa metode untuk menghitung taksiran
kerugian piutang. Namun metode yang paling baik digunakan adalah metode analisis
umur piutang, karena jumlah piutang yang dilaporkan dalam neraca akan lebih
mendekati kenyataan. Dalam penentuan cadangan kerugian piutang dengan
metode analisis umur piutang perlu dilakukan penentuan besarnya persentase
kerugian piutang untukmasing-masing kelompok umur.Dari perhitungan untuk
menentukan cadangan kerugian piutang dengan metode analisis umur piutang
yang dilakukan, hasil yang didapat yaitu sebesar Rp 262.585.078,- sehingga perlu
dilakukan penyesuaian sebagai berikut :
Kerugian Piutang Rp 262.585.078,-
Cadangan Kerugian Piutang Rp 262.585.078,-
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pembuatan kertas kerja pemeriksaan yang terdiri
dari Kertas Kerja Neraca (Working Balance Sheet), Kertas Kerja Laba Rugi (Working
Profit AndLoss), Skedul Utama (Top Schedule) Piutang, Skedul Pedukung (Supporting
Schedule) Piutang Usaha, Daftar Konfirmasi, Ikhtisar Hasil Konfirmasi Piutang
Usaha. Pada Kertas Kerja Neraca (Working Balance Sheet) saldo piutang
usaha tidak mengalami perubahan, namun penyesuaian yang terjadi yaitu terdapat
Cadangan Kerugian
Piutang sebesar Rp.262.585.078 di sebelah kredit pada bagian Aktiva dan pada
bagian Kewajiban & Ekuitas, Laba Tahun Berjalan dikurangi sebesar Rp.
262.585.078, sedangkan pada Kertas Kerja Laba Rugi (Working Profit And Loss)
dapat dilihat adanya penyesuaian dengan adanya Kerugian Piutang (Bad Debt
Expense) sebesa Rp.262.585.078,
sehingga mengurangi laba bersih (Earnings after Tax) dari Rp 1.856.743.146
menjadi Rp 1.594.158.068.
14
Pada skedul utama (top schedule) piutang, diperlukan adanya penyesuaian karena
adanya rekening Cadangan Kerugian Piutang sebesar Rp262.585.078 yang
mengurangi saldo Piutang per buku dari Rp7.398.539.150 menjadi
Rp.7.135.954.072, sedangkan pada skedul pendukung (supporting schedule)
piutang usaha, tidak ditemukan adanya kesalahan pencatatan atau
kesalahan perhitungan, sehingga tidak diperlukan adanya penyesuaian.Setelah itu
untuk meyakinkan saldo piutang debitur, maka dikirimkan konfirmasi piutang kepada
pelanggan yang masih memiliki saldo piutang per 31 Desember 2013 yang saldonya
di atas Rp. 300.000.000.
Dari sepuluh konfirmasi yang dikirimkan, sembilan pelanggan menyatakan bahwa
saldo piutang sesuai dengan perhitungan pelanggan dan satu pelanggan tidak
mengirim kembali konfirmasinya. Sebelum memulai pemeriksaan dilakukan juga
kuesioner kepada pihak terkait tentang struktur pengendalian intern atas piutang
dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas. Alat analisis yang digunakan
adalah Internal Control Questionnaries (ICQ).
Dari Internal Control Questionnaries (ICQ) dapat dibuat kesimpulan bahwa struktur
pengendalian intern atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan
kas sudah baik.Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis dapat memberikan
jawaban dari permasalahan yang dikemukakan sebelumnya yaitu bahwa audit
piutang usaha menunjukkan saldo piutang usaha yang tercantum dalam laporan
keuangan PT. Agus Suta Line per 31 Desember 2013 belum disajikan secara wajar
karena terdapat selisih antara saldoper buku dengan saldo per audit, saldo per buku
belum dikurangi dengan cadangan kerugian piutang.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tujuan Audit Piutang untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern
(internal control) yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan
penerimaan kas . Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (ke
otentikan) dari pada piutang. Untuk memeriksa collectibility (kemungkinan
tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts
(penyisihan piutang tak tertagih). Untuk mengetahui apakah ada kewajiban
bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes
receivable). Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan.
3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca
yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis
demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan–kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://mynewikshanhasantgm.blogspot.com/2019/10/makalah-auditing-ii-pemeriksaan-
piutang.html
https://docplayer.info/35235547-Audit-piutang-usaha-pada-pt-agus-suta-line-di-samarinda-
wijaya-rossa-prawinata.html
17