Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENGAUDITAN II

TENTANG
AUDIT PIUTANG USAHA DAN PIUTANG LAINNYA

OLEH
KELOMPOK IV

1. KESYA M. HENUK (1810020010)


2. MANDRA (1810020027)
3. MARGARETA YOLANDA MOO (1810020020)
4. MARIA C. ASTARY (1810020022)
5. LUSIA GAE DAA (1810020045)
6. KRISDAYANTI NDOLU (1810020029)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan ke hadapan hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Audit
Piutang Usaha dan Piutang Lainnya” ini dalam bentuk isinya yang sederhana.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengauditan II. Selain itu,
penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, sehingga penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca. Dan
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Piutang usaha adalah piutang yang berasal dari penjualan barang dagangan atau jasa
secara kredit. Piutang lain-lain adalah piutang yang timbul dari transaksi diluar kegiatan usaha
normal perusahaan. Perkiraan piutang pemegang saham dan piutang perusahaan afiliasi harus
dilaporkan tersendiri (tidak digabung dengan dengan perkiraan piutang) karena sifatnya yang
berbeda. Piutang dinyatakan sejumlah tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat
ditagih.  Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk
piutang yang tidak dapat ditagih. Disamping itu piutang juga mempunyai tujuan dan prosedur
pemeriksaan yang dilakukan secara tersendiri.
Oleh karena itu, penulis menulis makalah yang berjudul “Pemeriksaan Piutang“. Semoga
makalah ini berguna bagi para pembaca dan terutama bagi penulis.   

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari piutang ?


2.      Bagaimana prosedur pemeriksaan piutang ?
3.      Apa saja standar audit pemeriksaan piutang ?
4.      Seberapa besar tingkat risiko pada saat pemeriksaan Piutang ?
5.      Apa saja tujuan dari pemeriksaan piutang ?
6.      Bagaimanakah contoh ICQ dari pemeriksaan piutang ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang ada dalam rumusan
masalah di atas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Piutang
Piutang dihasilkan melalui berbagai macam transaksi, dua hal yang paling umum yaitu
penjualan barang dagang atau jasa dengan kredit dan meminjamkan uang. Pada tingkat pribadi
kita mengenal kredit, karena kredit adalah siap tersedia dimana kita tidak harus membayar secara
tunai.

Kieso, Weygandt. (2011,347) menyatakan bahwa :

“Receivable are also financial assets-they are also a financial instrument. Receivable
(often referred to as loans and receivables) are claims held against customers, and others for
money, goods, or services.”

Penjelasan di atas, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

“Piutang juga aset keuangan yang merupakan instrumen keuangan. Piutang (sering disebut
sebagai pinjaman dan piutang) adalah klaim terhadap pelanggan, dan lain-lain untuk uang,
barang, atau jasa.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (2009;01.23) menyatakan


bahwa :

“Aset lancar mencakup aset (seperti piutang) yang dijual, dikonsumsi atau direalisasikan
sebagai bagian siklus operasi normal meskipun aset tersebut tidak diharapkan untuk
direalisasikan dalam jangka waktu 12 buan setelah periode pelaporan.”

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 43

menyebutkan bahwa :

“Piutang adalah jenis pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang
atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha.”

Menurut Smith (2005:286), piutang dapat difenisikan dalam arti luas sebagai hak atau
klaim terhadap pihak lain atas uang, barang, dan jasa. Namun, untuk tujuan akuntansi, istilah ini
umumnya diterapkan sebagai klaim yang diharapkan dapat diselesaikan melalui penerimaan kas.
Dengan adanya hak klaim ini, perusahaan dapat menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau
penyerahan aktiva atau jasa lain kepada pihak siapa dia berhutang.

Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)


No. 9 mendefinisikan piutang sebagai berikut :

“Piutang usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan
jasa dalam rangkakegiatan usaha normal perusahaan.”

KlasifikasiPiutang

Penggolongan piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yaitu menurut


sumber terjadinya, ialah piutang usaha dan piutang lain-lain. Sedangkan pengklasifikasian busa
dengan beberapa cara : (1) piutang terdiri dari piutang usaha (trade receivable) dan piutang non
usaha (non-trade receivable).

Piutang terdiri dari piutang yang bersifat lancar atau jangka pendek, dan piutang tidak
lancar atau jangka panjang.

Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2008) piutang dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

1. Piutang usaha (accountsreceivable)


Transaksi yang paling banyak memungkinkan menciptakan piutang adalah penjualan barang
secara kredit. Piutang usaha ini normalnya akan ditagih dalam periode waktu yang relatif
pendek, seperti 30-60 hari yang dikelompokkan sebagai aset lancar.

2. Wesel tagih (notesreceivable)


Wesel tagih adalah tagihan yang didukung dengan janji tertulis debitur untuk membayar pada
tanggal tertentu. Wesel tagih diperkirakan akan ditagih dalam jangka waktu setahun. Wesel bisa
digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan.

3. Piutang lain-lain (otherreceivables)


Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Apabila tertagihnya dalam
waktu satu tahun maka diklasifikasikan sebagai asset tidak lancar di bawah akun investasi.
Piutang ini meliputi bunga, piutang pajak, piutang pejabat atau piutang karyawan.

2.2 Prosedur Pemeriksaan Piutang Usaha


Sukrisno Agoes (2004:176) menyarankan prosedur audit piutang usaha sebagai berikut:
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan
penerimaan.
2. Buat Top Schedule dan Supporting Schedule piutang pertanggal neraca.
3. Minta aging shedule dari piutang usaha pertanggal neraca yang antara lain menunjukkan nama
pelanggan (customer), saldo piutang, umur piutang dan kalau bisa subsequent collections-nya.
4. Periksa mathematical accuracy-nya dan check individual balance ke subledger lalu totalnya ke
general ledger.
5. Test check umur piutang dari beberapa customer ke subledger piutang dan sales invoice.
6. Kirimkan konfirmasi piutang:
a) Tentukan dan tuliskan dasar pemilihan pelanggan yang akan dikirim surat konfirmasi.
b) Tentukan apakah akan digunakan konfirmasi positif atau konfirmasi negatif.
c) Cantumkan nomor konfirmasi baik di schedule piutang maupun di surat konfirmasi.
d) Jawaban konfirmasi yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk dicari perbedaannya.
e) Buat ikhtisar (summary) dari hasil konfirmasi
7. Periksa subsequent collections dengan memeriksa buku kas dan bukti penerimaan kas untuk
periode sesudah tanggal neraca sampai mendekati tanggal penyelesaian pemeriksaan lapangan
(audit field work). Perhatikan bahwa yang dicatat sebagai subsequent collectionshanyalah yang
berhubungan dengan penjualan dari periode yang sedang diperiksa.
8. Periksa apakah ada wesel tagih (notes receivable) yang didiskontokan untuk mengetahui
kemungkinan adanya contingent liability.
9. Periksa dasar penentuan allowance for bad debts dan periksa apakah jumlah yang disediakan oleh
klien sudah cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan terlalu kecil.
10.Test sales cut-of dengan jalan memeriksa sales invoice, credit note dan lain-lain, lebih kurang 2
(dua) minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca. Periksa apakah barang-barang yang dijual
melalui invoice sebelum tanggal neraca, sudah dikirim per tanggal neraca. Kalau belum cari tahu
alasannya. Periksa apakah ada faktur penjualan dari tahun yang diperiksa, yang dibatalkan dalam
periode berikutnya.
11. Periksa notulen rapat, surat-surat perjanjian, jawaban konfirmasi bank, dan correspondence file
untuk mengetahi apakah ada piutang yang dijadikan sebagai jaminan.
12. Periksa apakah penyajian piutang di neraca dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia/SAK
13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa.
2.3 Standar Audit Pemeriksaan Piutang
SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus
melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang dagang berjumlah
tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan konfirmasi dinilai
tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian
rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis atau pengujian substantif detail
cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi,
auditor perlu mengambil keputusan mengenai jenis konfirmasi yang digunakan, penentuan kapan
dilakukan konfirmasi dan besarnya sampel yang dipilih.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 330 (PSA No. 07) mengatur
mengenai Proses Konfirmasi dalam pelaksanaan audit.
Paragraf 4 mendefinisikan konfirmasi sebagai proses pemerolehan dan penilaian suatu
komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan informasi tentang
unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. SA Seksi 326 mendefinisikan
asersi sebagai pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk
digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi merupakan
pernyataan dalam laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mengenai asersi
laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Pada dasarnya, bukti audit yang berasal dari
pihak ketiga dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti yang berasal dari
dalam perusahaan yang sedang diaudit. SA Seksi 326 (PSA No.07) tentang Bukti Audit
menyatakan bahwa, pada umumnya, dianggap bahwa “Bukti audit yang diperoleh dari sumber
independen di luar entitas memberikan keyakinan yang lebih besar atas keandalan untuk tujuan
audit independen dibandingkan dengan bukti audit yang disediakan hanya dari dalam entitas
tersebut.”
Dalam paragraf 7 SA Seksi 330 dijelaskan bahwa semakin besar gabungan tingkat risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang ditetapkan, semakin besar keyakinan yang diperlukan
auditor dari pengujian substantif yang bersangkutan dengan asersi laporan keuangan. Sebagai
konsekuensinya, dengan kenaikan gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian,
auditor mendesain pengujian substantif untuk memperoleh lebih banyak bukti atau bukti yang
berbeda mengenai asersi laporan keuangan. Dalam keadaan ini, auditor kemungkinan
menggunakan prosedur konfirmasi, bukan pengujian terhadap dokumen dari dalam entitas
tersebut, atau menggunakan prosedur konfirmasi bersamaan dengan pengujian terhadap
dokumen atau pihak dari dalam entitas itu sendiri.
Jadi, dalam pelaksanaan audit, jika gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko
pengendalian besar/tinggi, auditor harus mempertimbangkan untuk melaksanakan prosedur
tambahan seperti misalnya melakukan pengujian terhadap dokumen internal perusahaan, di
samping prosedur konfirmasi.
Dalam paragraf 19, SA Seksi 330 dijelaskan bahwa karena terdapat risiko bahwa
penerima bentuk permintaan konfirmasi positif yang berisi informasi yang dikonfirmasi di
dalamnya kemungkinan hanya menandatangani dan mengembalikan konfirmasi tersebut tanpa
melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut, formulir yang berisi ruangan yang kosong
yang harus diisi oleh responden (penerima konfirmasi) dapat digunakan untuk mengurangi risiko
tersebut. Namun, konfirmasi yang berisi ruangan kosong tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya jumlah jawaban konfirmasi yang diterima oleh auditor karena diperlukan usaha
tambahan dari pihak responden dalam memberikan jawaban konfirmasi yang sesuai;
konsekuensinya, auditor kemungkinan harus melaksanakan lebih banyak prosedur alternatif.
Menurut PSAK 55 (2015) Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan
nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentutakan dan tidak memepunyai kuotasi di
pasar aktif.
Menurut Martani, et al (2012:193) piutang merupakan klaim suatu perusahaan pada pihak
lain. Hampir semua entitas memiliki piutang kepada pihak lain baik yang terkait dengan
transaksi penjualan/pendapatan maupun merupakan piutang yang berasal dari transaksi lainnya.
Kategori piutang dipengaruhi jenis usaha entitas, untuk perusahaan dagang dan manufaktur jenis
piutang yang muncul adalah piutang dagang dan piutang lainnya.Entitas menyebutkan piutang
terkait dengan pendapatan sebagai piutangusaha.
2.4 Risiko Pemeriksaan Piutang
1.      Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap
suatu salah saji materiall, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang saling
berkaitan.
2.      Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi
dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern
entitas.
3.      Risiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan
penerapannya oleh auditor.
Pada pengujian substantif atas piutang usaha, pengujian detail saldo kategori konfirmasi
piutang merupakan prosedur yang penting. Prosedur ini sangat perlu dilakukan karena
merupakan prosedur auditing yang diterima umum, kecuali apabila piutang tidak material, tidak
efektif, resiko bawaan, maupun resiko pengendaliannya rendah, yang dimana jika risiko
pengendalian ditaksir terlalu rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor
dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak efektif.
Bila auditor tidak melakukan konfirmasi, ia harus mencantumkam dalam kertas kerja mengenai
alasannya dan bagaimana akuntan mengatasinya atau tindakan alternatif yang dilakukan.
SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus
melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang dagang berjumlah
tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan konfirmasi dinilai
tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian
rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis atau pengujian substantif detail
cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi,
auditor perlu mengambil keputusan mengenai jenis konfirmasi yang digunakan, penentuan kapan
dilakukan konfirmasi dan besarnya sampel yang dipilih.
Model Perhitungan Risiko Audit
Model Risiko Audit (audit risk) yang paling lumrah digunakan (dan diajarkan) adalah:
AR = IR x CR x DR

Dimana:
AR = Audit Risk
IR = Inherent Risk
CR = Control Risk
DR = Detection Risk

Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:
Pertama, Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka persentase
Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).
Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan factor
eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas.Sedangkan CR diukur dengan
menilai desain dan implementasi sistim pengendalian internal yang dimiliki oleh audite seperti
yang sudah saya jelaskan di atas.
Ketiga, menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas, menjadi:
DR = AR/(IR x CR)
Besaran DR inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang
prosedur audit, substantive test dan rencana audit secara keseluruhan.
2.5 Tujuan Pemeriksaan Piutang Usaha
Menurut Sukrisno Agoes (2004:173) tujuan pemeriksaan perkiraan piutang usaha yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang baik atas
piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas.
Jika akuntan publik (auditor) dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas
piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas berjalan efektif naka luasnya
pemeriksaan dan melakukan substantive test bisa dipersempit.
Beberapa ciri internal control yang baik atas atas piutang dan transaksi penjualan,
piutang dan penerimaan kas adalah:
a.       Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara yang melakukan penjualan, mengirimkan
barang, melakukan penagihan, memberikan otorisasi atas penjualan kredit, membuat faktur
penjualan dan melakukan pencatatan.
b.      Digunakannya formulir formulir yang bernomor urut tercetak (prenumbered), misalnya sales
order (pesanan penjualan), sales invoice (faktur penjalan), delivery order (surat pengiriman
barang), credit memo, official receopt (kuitansi).
c.       Digunakannya price list (daftar harga jual) dan setiap penyimpangan dari price list atau setiap
discount yang diberikan kepada pelanggan harus disetujui oleh pejabat perusahaan yang
berwenang.
d.      Diadakannya sub buju besar piutang atau kartu piutang (accounts receivable subledger card)
untuk masing-masing pelanggan yang selalu diupdate (dimutakhirkan).
e.       Setiap akhkr bulan dibuat aging schedule piutang (analisis umur piutang)
f.       Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan dibandingkan
(direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar.
g.      Setiap akhir bulan dikirim montly statement of account kepada masing-masing pelanggan.
h.      Uang kas, check atau giro yang diterima dari pelanggan harus disetor dalam jumlah
sutuhnya(intact) paling lambat keesokan harinya.
i.        Mutasi kredit diperkirakan piutang (buku besar dan sub buku besar) yang berasal dari retur
penjualan dan penghapusan piutang harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
j.        Setiap pinjaman yang diberikan kepada pegawai, direksi, pemegang saham dan perusahaan
afiliasi harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang, didukung bukti bukti yang
lengkap dan dijelaskan apakah dikenakan bunga atau tidak.
2. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut penjualan, piutang dan penerimaan
kas.
a.       Semua sudah dicatat secara akurat (complete neesda accuracy)
b.      Semuanya merupakan transaksi yang benar-benar terjadi, tidak ada yang fiktif
(accurance/existence),
c.       Semua sudah dicatat pada periode yang tepat (cut-off)
3. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (keotentikan) dari pada piutang.
Validity maksudnya apakah piutang itu sah, masih berlaku, dalam arti diakui oleh yang
mempunyai utang.
Authenticity maksudnya apakah piutang itu didukung oleh bukti-bukti yang otentik
seperti sales order, delivery order yang sudah ditandatangani oleh pelanggan sebagai bukti
bahwa pelanggan telah menerima barang yang dipesan, dan faktur penjualan.
4. Untuk memeriksa collectubility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya
perkiraan allowance for bad debts(penyisihan piutang tak tertagih).
Collectibility maksudnya adalah kemungkinan tertagihnya piutang. Piutang harus
disajikan di laporan posisi keuangan (neraca) sebesar jumlah yang diperkirakan bisa di tagih.
5. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul
karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable)
Jika perusahaan mempunyai wesel tagih yang didiskontokan ke bank sebelum tanggal
jatuh temponya, maka pada tanggal laporan posisi keuangan (neraca) harus diungkapkan adanya
contingent liability yang berasal dari pendiskontoan wesel tagih tersebut.
6. Untuk mengetahui apakah piutang yang tercantum dalam mata uang asing sudah
dikonversi ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs rupiah BI pada tanggal neraca.
7. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan standar akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan/ SAK ETAP.

2.6 Internal Control Quastioners ( ICQ ) Pemeriksaan Piutang


            A. Penjualan
No. KLIEN Y= T= TR= Tidak
Ya Tidak Relevan

Otorisasi atas transaksi dan kegiatan

1. Apakah setiap transaksi penjualan telah    


diotorisasi pejabat yang berwenang ?
2. Apakah dalam pemberian kredit telah diotorisasi    
oleh pejabat yang berwenang ?
3. Apakah perusahaan menggunakan daftar harga    
(price list)      tertulis yang    telah ditetapkan oleh
pihak yang berwenang ?
4. Apakah penyimpangan dari daftar harga harus    
disetujui oleh staf yang berwenang ?
5. Apakah retur penjualan harus mendapatkan    
persetujuan  dari yang berwenang ?
Pemisahan Fungsi dan Tugas

6. Apakah terdapat pemisahan fungsi yang jelas    


antara fungsi pemberian kredit dengan fungsi
akuntansi ?
7. Apakah terdapat pemisahan fungsi yang jelas    
antara fungsi pemberian kredit dengan fungsi
penagihan piutang ?
8. Apakah fungsi penjualan terpisah dari bagian    
akuntansi ?
Dokumentasi dan pencatatan

9. Apakah admin sales membuat laporan hasil    


penjualan dan melaporkannya kepada manager
penjualan ?
10. Apakah perusahaan memperhatikan saldo hutang    
pelanggan dalam memberikan kredit ?
11. Apakah   perusahaan   membuat    target penjualan    
secara tertulis ?
12. Apakah perusahaan telah menetapkan jangka    
waktu            kredit   untuk   setiap pelanggan ?
13. Apakah nota kredit yang belum digunakan    
terkontrol dengan baik ?
14 Apakah penjualan kepada karyawan prosedurnya    
berbeda dengan penjualan kredit kepada coustomer
?
15. Apakah pengunaan formulir atas setiap transaksi    
penjualan terkontrol dengan pemberian nomor urut
terlebih dahulu (pre numbered) ?
16. Apakah untuk setiap penjualan diminta surat    
pesanan (sales order) dari pembeli?
17. Apakah setiap pengiriman barang didasarkan pada    
deliver Order (DO) ?
18. Apakah bagian penjualan setelah menerima    
pesanan dari pelanggan terlebih dahulu mengecek
stock dan
harga ?
19. Apakah bagian penjualan membuat form nota    
pesanan sesuai dengan pesanan dari pelanggan ?
20. Apakah bagian penjualan meminta persetujuan    
kepada bagian collection untuk setiap nota pesanan
( NP ) ?
Pengendalian atas penggunaan aktiva (pengamanan harta perusahaan)

21. Apakah bagian penjualan mengevaluasi penjualan    


dengan target yang dicapai ?
22. Apakah bagian penjualan melakukan credit    
analyst sebelum memberikan kredit
Pemeriksaan secara periodik oleh pihak yang independen

23. Apakah pemeriksaan dilakukan oleh pihak diluar    


dari fungsi penjualan ?

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tujuan Audit Piutang untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian
intern (internal control) yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang
dan penerimaan kas . Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (ke
otentikan) dari pada piutang. Untuk memeriksa collectibility (kemungkinan
tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts
(penyisihan piutang tak tertagih). Untuk mengetahui apakah ada kewajiban
bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih
(notes receivable). Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di  Indonesia/Standar Akuntansi
Keuangan.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan kelompok penyusun memberikan saran bahwa
perlu adanya riset atau pembahasan lebih lanjut terkait praktek terbaik mutakhir
pada pemeriksaan piutang usaha dan piutang lainnya yang saat ini digunakan oleh
auditor terutama auditor KAP Big Four.

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno, 2012, Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh
Akuntan Publik, Edisi ke-4, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan Per Efektif 1
Januari 2015. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia.
Jakarta
Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik,
Per 1 Maret 2011. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Sumber Referensi: Mulyadi. 2014. Auditing Edisi 6, Buku 2. Jakarta:
Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai