Anda di halaman 1dari 25

AUDITING II

PEMERIKSAAN PIUTANG USAHA DAN PIUTANG LAINNYA

OLEH :

KELOMPOK 4
KELAS B

1. LA ODE HASAN B1C117061


2. MELY ISTA SYARI B1C117072
3. NURUL AFIFAH B1C117094
4. RISNA SARI B1C117108

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat

rahmat, taufik, dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak

lupa shalawat serta salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah

membawa kami dari zaman gelap gulita menuju ke zaman yang terang benerang.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing II yang membahas

tentang Pemeriksaan Piutang.

Dimana dalam makalah ini diharapkan lebih membuka wawasan berpikir

dibidang terkait.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh

karena itu, Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita

semua dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Kendari, September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Piutang ............................................................................................... 2

2.2 Prosedur Pemeriksaan Piutang ...................................................................... 4

2.3 Standar Audit Pemeriksaan Piutang ............................................................. 5

2.4 Tingkat Risiko Pemeriksaan Piutang............................................................. 8

2.5 Tujuan Pemeriksaan Piutang ......................................................................... 9

2.6 Internal Control Questionnaires .................................................................... 11

2.7 Kertas Kerja Pemeriksaan Piutang ............................................................... 16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 21

3.2 Saran ................................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Piutang usaha adalah piutang yang berasal dari penjualan barang dagangan
atau jasa secara kredit. Piutang lain-lain adalah piutang yang timbul dari transaksi
diluar kegiatan usaha normal perusahaan. Perkiraan piutang pemegang saham dan
piutang perusahaan afiliasi harus dilaporkan tersendiri (tidak digabung dengan dengan
perkiraan piutang) karena sifatnya yang berbeda. Piutang dinyatakan sejumlah tagihan
dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang
harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang tidak
dapat ditagih. Disamping itu piutang juga mempunyai tujuan dan prosedur
pemeriksaan yang dilakukan secara tersendiri.

Oleh karena itu, penulis menulis makalah yang berjudul “Pemeriksaan


Piutang“. Semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dan terutama bagi
penulis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari piutang ?


2. Bagaimana prosedur pemeriksaan piutang ?
3. Apa saja standar audit pemeriksaan piutang ?
4. Seberapa besar tingkat risiko pada saat pemeriksaan Piutang ?
5. Apa saja tujuan dari pemeriksaan piutang ?
6. Bagaimanakah contoh ICQ dari pemeriksaan piutang ?
7. Bagaimana kertas kerja pemeriksaan piutang ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang ada
dalam rumusan masalah di atas.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari Piutang

Piutang dihasilkan melalui berbagai macam transaksi, dua hal yang paling
umum yaitu penjualan barang dagang atau jasa dengan kredit dan meminjamkan uang.
Pada tingkat pribadi kita mengenal kredit, karena kredit adalah siap tersedia dimana
kita tidak harus membayar secara tunai.

Kieso, Weygandt. (2011,347) menyatakan bahwa :

“Receivable are also financial assets-they are also a financial instrument.


Receivable (often referred to as loans and receivables) are claims held against
customers, and others for money, goods, or services.”

Penjelasan di atas, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai


berikut :

“Piutang juga aset keuangan yang merupakan instrumen keuangan. Piutang (sering
disebut sebagai pinjaman dan piutang) adalah klaim terhadap pelanggan, dan lain-lain
untuk uang, barang, atau jasa.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (2009;01.23)


menyatakan bahwa :

“Aset lancar mencakup aset (seperti piutang) yang dijual, dikonsumsi atau
direalisasikan sebagai bagian siklus operasi normal meskipun aset tersebut tidak
diharapkan untuk direalisasikan dalam jangka waktu 12 buan setelah periode
pelaporan.”

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 43

menyebutkan bahwa :

“Piutang adalah jenis pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau


pengalihan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari
transaksi usaha.”

2
Menurut Smith (2005:286), piutang dapat difenisikan dalam arti luas sebagai
hak atau klaim terhadap pihak lain atas uang, barang, dan jasa. Namun, untuk tujuan
akuntansi, istilah ini umumnya diterapkan sebagai klaim yang diharapkan dapat
diselesaikan melalui penerimaan kas. Dengan adanya hak klaim ini, perusahaan dapat
menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau penyerahan aktiva atau jasa lain
kepada pihak siapa dia berhutang.

Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi


Keuangan (PSAK) No. 9 mendefinisikan piutang sebagai berikut :

“Piutang usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan produk atau
penyerahan jasa dalam rangkakegiatan usaha normal perusahaan.”

KlasifikasiPiutang

Penggolongan piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yaitu


menurut sumber terjadinya, ialah piutang usaha dan piutang lain-lain. Sedangkan
pengklasifikasian busa dengan beberapa cara : (1) piutang terdiri dari piutang usaha
(trade receivable) dan piutang non usaha (non-trade receivable).

Piutang terdiri dari piutang yang bersifat lancar atau jangka pendek, dan
piutang tidak lancar atau jangka panjang.

Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2008) piutang dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:

1. Piutang usaha (accountsreceivable)

Transaksi yang paling banyak memungkinkan menciptakan piutang adalah


penjualan barang secara kredit. Piutang usaha ini normalnya akan ditagih
dalam periode waktu yang relatif pendek, seperti 30-60 hari yang
dikelompokkan sebagai aset lancar.

2. Wesel tagih (notesreceivable)


Wesel tagih adalah tagihan yang didukung dengan janji tertulis debitur untuk
membayar pada tanggal tertentu. Wesel tagih diperkirakan akan ditagih dalam
jangka waktu setahun. Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan piutang
usaha pelanggan.

3
3. Piutang lain-lain (otherreceivables)

Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Apabila


tertagihnya dalam waktu satu tahun maka diklasifikasikan sebagai asset tidak
lancar di bawah akun investasi. Piutang ini meliputi bunga, piutang pajak,
piutang pejabat atau piutang karyawan.

2.2 Prosedur Pemeriksaan Piutang Usaha

Sukrisno Agoes (2004:176) menyarankan prosedur audit piutang usaha


sebagai berikut:

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas piutang dan transaksi penjualan, piutang
dan penerimaan.

2. Buat Top Schedule dan Supporting Schedule piutang pertanggal neraca.

3. Minta aging shedule dari piutang usaha pertanggal neraca yang antara lain
menunjukkan nama pelanggan (customer), saldo piutang, umur piutang dan kalau
bisa subsequent collections-nya.

4. Periksa mathematical accuracy-nya dan check individual balance ke subledger lalu


totalnya ke general ledger.

5. Test check umur piutang dari beberapa customer ke subledger piutang dan sales
invoice.

6. Kirimkan konfirmasi piutang:

a) Tentukan dan tuliskan dasar pemilihan pelanggan yang akan dikirim surat
konfirmasi.

b) Tentukan apakah akan digunakan konfirmasi positif atau konfirmasi negatif.

c) Cantumkan nomor konfirmasi baik di schedule piutang maupun di surat


konfirmasi.

d) Jawaban konfirmasi yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk


dicari perbedaannya.

4
e) Buat ikhtisar (summary) dari hasil konfirmasi

7. Periksa subsequent collections dengan memeriksa buku kas dan bukti penerimaan
kas untuk periode sesudah tanggal neraca sampai mendekati tanggal penyelesaian
pemeriksaan lapangan (audit field work). Perhatikan bahwa yang dicatat sebagai
subsequent collectionshanyalah yang berhubungan dengan penjualan dari periode
yang sedang diperiksa.

8. Periksa apakah ada wesel tagih (notes receivable) yang didiskontokan untuk
mengetahui kemungkinan adanya contingent liability.

9. Periksa dasar penentuan allowance for bad debts dan periksa apakah jumlah yang
disediakan oleh klien sudah cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan terlalu kecil.

10.Test sales cut-of dengan jalan memeriksa sales invoice, credit note dan lain-lain,
lebih kurang 2 (dua) minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca. Periksa apakah
barang-barang yang dijual melalui invoice sebelum tanggal neraca, sudah dikirim
per tanggal neraca. Kalau belum cari tahu alasannya. Periksa apakah ada faktur
penjualan dari tahun yang diperiksa, yang dibatalkan dalam periode berikutnya.

11. Periksa notulen rapat, surat-surat perjanjian, jawaban konfirmasi bank, dan
correspondence file untuk mengetahi apakah ada piutang yang dijadikan sebagai
jaminan.

12. Periksa apakah penyajian piutang di neraca dilakukan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK

13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa.

2.3 Standar Audit Pemeriksaan Piutang

SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus

melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang dagang

berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan

konfirmasi dinilai tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan

dan resiko pengendalian rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis

atau pengujian substantif detail cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima.
5
Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi, auditor perlu mengambil keputusan

mengenai jenis konfirmasi yang digunakan, penentuan kapan dilakukan konfirmasi dan

besarnya sampel yang dipilih.

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 330 (PSA No. 07)

mengatur mengenai Proses Konfirmasi dalam pelaksanaan audit.

Paragraf 4 mendefinisikan konfirmasi sebagai proses pemerolehan dan penilaian

suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan

informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. SA

Seksi 326 mendefinisikan asersi sebagai pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang

secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk

laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam laporan keuangan oleh

manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mengenai

asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Pada dasarnya, bukti audit yang

berasal dari pihak ketiga dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti

yang berasal dari dalam perusahaan yang sedang diaudit. SA Seksi 326 (PSA No.07)

tentang Bukti Audit menyatakan bahwa, pada umumnya, dianggap bahwa “Bukti audit

yang diperoleh dari sumber independen di luar entitas memberikan keyakinan yang

lebih besar atas keandalan untuk tujuan audit independen dibandingkan dengan bukti

audit yang disediakan hanya dari dalam entitas tersebut.”

Dalam paragraf 7 SA Seksi 330 dijelaskan bahwa semakin besar gabungan

tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang ditetapkan, semakin besar

keyakinan yang diperlukan auditor dari pengujian substantif yang bersangkutan dengan

asersi laporan keuangan. Sebagai konsekuensinya, dengan kenaikan gabungan tingkat

risiko bawaan dan risiko pengendalian, auditor mendesain pengujian substantif untuk

6
memperoleh lebih banyak bukti atau bukti yang berbeda mengenai asersi laporan

keuangan. Dalam keadaan ini, auditor kemungkinan menggunakan prosedur

konfirmasi, bukan pengujian terhadap dokumen dari dalam entitas tersebut, atau

menggunakan prosedur konfirmasi bersamaan dengan pengujian terhadap dokumen

atau pihak dari dalam entitas itu sendiri.

Jadi, dalam pelaksanaan audit, jika gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko

pengendalian besar/tinggi, auditor harus mempertimbangkan untuk melaksanakan

prosedur tambahan seperti misalnya melakukan pengujian terhadap dokumen internal

perusahaan, di samping prosedur konfirmasi.

Dalam paragraf 19, SA Seksi 330 dijelaskan bahwa karena terdapat risiko

bahwa penerima bentuk permintaan konfirmasi positif yang berisi informasi yang

dikonfirmasi di dalamnya kemungkinan hanya menandatangani dan mengembalikan

konfirmasi tersebut tanpa melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut, formulir

yang berisi ruangan yang kosong yang harus diisi oleh responden (penerima

konfirmasi) dapat digunakan untuk mengurangi risiko tersebut. Namun, konfirmasi

yang berisi ruangan kosong tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah

jawaban konfirmasi yang diterima oleh auditor karena diperlukan usaha tambahan dari

pihak responden dalam memberikan jawaban konfirmasi yang sesuai; konsekuensinya,

auditor kemungkinan harus melaksanakan lebih banyak prosedur alternatif.

Menurut PSAK 55 (2015) Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset

keuangan nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentutakan dan tidak

memepunyai kuotasi di pasar aktif.

Menurut Martani, et al (2012:193) piutang merupakan klaim suatu perusahaan

pada pihak lain. Hampir semua entitas memiliki piutang kepada pihak lain baik yang

terkait dengan transaksi penjualan/pendapatan maupun merupakan piutang yang berasal

7
dari transaksi lainnya. Kategori piutang dipengaruhi jenis usaha entitas, untuk

perusahaan dagang dan manufaktur jenis piutang yang muncul adalah piutang dagang

dan piutang lainnya.Entitas menyebutkan piutang terkait dengan pendapatan sebagai

piutangusaha.

2.4 Risiko Pemeriksaan Piutang

1. Risiko Bawaan

Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji materiall, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian
yang saling berkaitan.

2. Risiko Pengendalian

Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat
terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian intern entitas.

3. Risiko Deteksi

Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas
prosedur audit dan penerapannya oleh auditor.

Pada pengujian substantif atas piutang usaha, pengujian detail saldo kategori
konfirmasi piutang merupakan prosedur yang penting. Prosedur ini sangat perlu
dilakukan karena merupakan prosedur auditing yang diterima umum, kecuali apabila
piutang tidak material, tidak efektif, resiko bawaan, maupun resiko pengendaliannya
rendah, yang dimana jika risiko pengendalian ditaksir terlalu rendah, risiko deteksi
dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor dapat melaksanakan pengujian substantif
yang tidak memadai sehingga auditnya tidak efektif. Bila auditor tidak melakukan
konfirmasi, ia harus mencantumkam dalam kertas kerja mengenai alasannya dan
bagaimana akuntan mengatasinya atau tindakan alternatif yang dilakukan.

SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus
melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang dagang
berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan
konfirmasi dinilai tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan
dan resiko pengendalian rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis

8
atau pengujian substantif detail cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima.
Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi, auditor perlu mengambil keputusan
mengenai jenis konfirmasi yang digunakan, penentuan kapan dilakukan konfirmasi dan
besarnya sampel yang dipilih.

Model Perhitungan Risiko Audit


Model Risiko Audit (audit risk) yang paling lumrah digunakan (dan diajarkan) adalah:
AR = IR x CR x DR

Dimana:
AR = Audit Risk
IR = Inherent Risk
CR = Control Risk
DR = Detection Risk

Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:
Pertama, Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka
persentase Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).
Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan
factor eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas.Sedangkan CR
diukur dengan menilai desain dan implementasi sistim pengendalian internal yang
dimiliki oleh audite seperti yang sudah saya jelaskan di atas.
Ketiga, menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas, menjadi:
DR = AR/(IR x CR)
Besaran DR inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam merancang prosedur audit, substantive test dan rencana audit secara
keseluruhan.

2.5 Tujuan Pemeriksaan Piutang Usaha

Menurut Sukrisno Agoes (2004:173) tujuan pemeriksaan perkiraan piutang


usaha yaitu:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control)


yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas.

Jika akuntan publik (auditor) dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control
atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas berjalan efektif
naka luasnya pemeriksaan dan melakukan substantive test bisa dipersempit.

Beberapa ciri internal control yang baik atas atas piutang dan transaksi
penjualan, piutang dan penerimaan kas adalah:

9
a. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara yang melakukan penjualan,
mengirimkan barang, melakukan penagihan, memberikan otorisasi atas penjualan
kredit, membuat faktur penjualan dan melakukan pencatatan.

b. Digunakannya formulir formulir yang bernomor urut tercetak (prenumbered),


misalnya sales order (pesanan penjualan), sales invoice (faktur penjalan), delivery
order (surat pengiriman barang), credit memo, official receopt (kuitansi).

c. Digunakannya price list (daftar harga jual) dan setiap penyimpangan dari price list
atau setiap discount yang diberikan kepada pelanggan harus disetujui oleh pejabat
perusahaan yang berwenang.

d. Diadakannya sub buju besar piutang atau kartu piutang (accounts receivable
subledger card) untuk masing-masing pelanggan yang selalu diupdate
(dimutakhirkan).

e. Setiap akhkr bulan dibuat aging schedule piutang (analisis umur piutang)

f. Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan


dibandingkan (direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar.
g. Setiap akhir bulan dikirim montly statement of account kepada masing-masing
pelanggan.
h. Uang kas, check atau giro yang diterima dari pelanggan harus disetor dalam
jumlah sutuhnya(intact) paling lambat keesokan harinya.

i. Mutasi kredit diperkirakan piutang (buku besar dan sub buku besar) yang berasal
dari retur penjualan dan penghapusan piutang harus diotorisasi oleh pejabat
perusahaan yang berwenang.

j. Setiap pinjaman yang diberikan kepada pegawai, direksi, pemegang saham dan
perusahaan afiliasi harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang,
didukung bukti bukti yang lengkap dan dijelaskan apakah dikenakan bunga atau
tidak.

2. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut penjualan, piutang dan


penerimaan kas.

a. Semua sudah dicatat secara akurat (complete neesda accuracy)


b. Semuanya merupakan transaksi yang benar-benar terjadi, tidak ada yang fiktif
(accurance/existence),
c. Semua sudah dicatat pada periode yang tepat (cut-off)

3. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (keotentikan) dari


pada piutang.
10
Validity maksudnya apakah piutang itu sah, masih berlaku, dalam arti
diakui oleh yang mempunyai utang.

Authenticity maksudnya apakah piutang itu didukung oleh bukti-bukti yang


otentik seperti sales order, delivery order yang sudah ditandatangani oleh
pelanggan sebagai bukti bahwa pelanggan telah menerima barang yang dipesan,
dan faktur penjualan.

4. Untuk memeriksa collectubility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan


cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts(penyisihan piutang tak
tertagih).

Collectibility maksudnya adalah kemungkinan tertagihnya piutang. Piutang


harus disajikan di laporan posisi keuangan (neraca) sebesar jumlah yang
diperkirakan bisa di tagih.

5. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang


timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable)

Jika perusahaan mempunyai wesel tagih yang didiskontokan ke bank


sebelum tanggal jatuh temponya, maka pada tanggal laporan posisi keuangan
(neraca) harus diungkapkan adanya contingent liability yang berasal dari
pendiskontoan wesel tagih tersebut.

6. Untuk mengetahui apakah piutang yang tercantum dalam mata uang asing
sudah dikonversi ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs rupiah BI pada
tanggal neraca.

7. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan standar


akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan/
SAK ETAP

2.6 Internal Control Quastioners ( ICQ ) Pemeriksaan Piutang

A. Penjualan

No. KLIEN Y= T= TR= Tidak


Relevan
Ya Tidak
Otorisasi atas transaksi dan kegiatan

1. Apakah setiap transaksi penjualan telah diotorisasi


pejabat yang berwenang ? 

11
Apakah dalam pemberian kredit telah diotorisasi
2. oleh pejabat yang berwenang ? 
Apakah perusahaan menggunakan daftar harga
3. (price list) tertulis yang telah ditetapkan oleh
pihak yang berwenang ? 
Apakah penyimpangan dari daftar harga harus
4. disetujui oleh staf yang berwenang ? 
Apakah retur penjualan harus mendapatkan
5. persetujuan dari yang berwenang ? 

Pemisahan Fungsi dan Tugas

Apakah terdapat pemisahan fungsi yang jelas


6. antara fungsi pemberian kredit dengan fungsi 
akuntansi ?
Apakah terdapat pemisahan fungsi yang jelas
7. antara fungsi pemberian kredit dengan fungsi
penagihan piutang ? 

Apakah fungsi penjualan terpisah dari bagian


8. akuntansi ? 

Dokumentasi dan pencatatan

Apakah admin sales membuat laporan hasil


9. penjualan dan melaporkannya kepada manager 
penjualan ?
Apakah perusahaan memperhatikan saldo
10. hutang pelanggan dalam memberikan kredit ? 

Apakah perusahaan membuat target penjualan


11. secara tertulis ? 
Apakah perusahaan telah menetapkan jangka
12. waktukredit untuk setiap pelanggan ? 

Apakah nota kredit yang belum digunakan


13. terkontrol dengan baik ? 

Apakah penjualan kepada karyawan prosedurnya


14 berbeda dengan penjualan kredit kepada coustomer
? 

Apakah pengunaan formulir atas setiap transaksi


15. penjualan terkontrol dengan pemberian nomor urut 
terlebih dahulu (pre numbered) ?

12
Apakah untuk setiap penjualan diminta surat
16. pesanan (sales order) dari pembeli? 
Apakah setiap pengiriman barang didasarkan pada
17. deliver Order (DO) ? 
Apakah bagian penjualan setelah menerima pesanan
18. dari pelanggan terlebih dahulu mengecek stock dan
harga ? 

Apakah bagian penjualan membuat form nota


19. pesanan sesuai dengan pesanan dari pelanggan ? 

Apakah bagian penjualan meminta persetujuan


20. kepada bagian collection untuk setiap nota pesanan 
( NP ) ?
Pengendalian atas penggunaan aktiva (pengamanan harta perusahaan)

Apakah bagian penjualan mengevaluasi


21. penjualan dengan target yang dicapai ? 

Apakah bagian penjualan melakukan credit


22. analyst sebelum memberikan kredit 

Pemeriksaan secara periodik oleh pihak yang independen

Apakah pemeriksaan dilakukan oleh pihak diluar


23. dari fungsi penjualan ? 

B. Piutang

Y= T= TR = Tidak
No. KLIEN Relevan
Ya Tidak
Otorisasi atas transaksi dan kegiatan

Apakah dalam pemberian kredit telah


1. diotorisasikan oleh pejabat yang berwenang ? 

Pemisahan fungsi dan tugas

Apakah fungsi pencatatan piutang usaha


2. dipisakan dari fungsi penjualan ? 
Dokumentasi dan pencatatan

13
Apakah bagian penagihan melakukan
pengecekan kembali atas faktur penjualan, surat 
3.
jalan, PO, terhadap Invoice Total Report yang
diberikan oleh bagian invoice?

Apakah setelah menerima faktur penjualan


4. bagian penagihan mengelompokkan faktur 
penjualan tersebut per wilayah ?

Apakah faktur penjualan dalam kota yang


5. ditagih oleh collector, di tulis dalam form 
Laporan Penagihan Collector ?

Apakah pengiriman faktur penjualan luar kota


6. dikirimkan melalui jasa pengiriman? 

Apakah bagian finance membuat rekapan


7. pemasukan uang semua rekening berdasarkan
masing – masing buku Posisi Rekening ? 

Apakah untuk setiap faktur penjualan yang


8. dikirimkan kepada pelanggan dibuatkan tanda
terima (Invoice Receip Form)oleh bagian 
penagihhan ?

Apakah terdapat batasan kredit maksimal yang


9. diberikan kepada tiap pelanggan ? 

Pengendalian atas penggunaan aktiva (pengamanan harta perusahaan)

Apakah terdapat kebijakan manajemen untuk


10. piutang usaha yang tidak tertagih ? 
Apakah bagian keuangan menghitung
11. kecocokan uang tunai dengan buku tanda terima
yang diberikan oleh bagian penagihan ? 

Apakah bagian keuangan memeriksa


kesesuaian jatuh tempo cek / giro dengan buku
12. tanda terima yang diberikan oleh bagian 
penagihan ?

Apakah jatuh tempo yang diberikan oleh


13. perusahaan selalu dipatuhi oleh pelanggan ? 

14
Apakah cek / giro yang belum jatuh tempo
14. disimpan dalam folder giro yang belum jatuh 
tempo ?
Apakah cek / giro yang sudah jatuh tempo dan
15. belum disetoran, dimasukkan ke dalam amplop 
sesuai bank masing – masing ?
Apakah staff collecting melengkapi form
16. Laporan Penagihan Collector sesuai dengan 
penerimaan dari pelanggan ?

Apakah bagian penagihan mengirimkan surat


17. pernyataan piutang kepada pelanggan setiap 
akhir bulan ?
Apakah terdapat kebijakan manajemen untuk
18. piutang usaha yang tidak tertagih? 
Apakah terdapat cadangan atau penyisihan
19. untuk piutang usaha yang tidak tertagih ? 

Apakah bagian penagihan langsung


menyerahkan hasil tagihannya kepada kasir
20. pada hari yang sama dengan penagihan atau 
paling lambat keesokan harinya ?
Apakah bagian keuangan pada saat ingin
melakukan penyetoran terlebih dahulu meng-
21. cross check slip setoran dan uang serta 
mencatat di buku serah terima bank?
Pemeriksaan secara periodik oleh pihak yang independen

Apakah terdapat pengawasan yang mencukupi


22. untuk transaksi yang berkaitan dengan piutang
usaha ? 

Apakah berkala ?
23. 
Apakah pemeriksaan dilakukan oleh pihak di
24. luar dari fungsi piutang ? 

15
Lampiran III :

Data Aging Schedule Piutang

Data Aging Schedule


PT. XYZ Periode
Januari s/d Februari
Tahun 2018
Hari setelah Lewat jatuh tempo

No Nama Sald Belum 0-30 hari 31-60 hari 61-90 hari 91-180 181- >365 Jumlah
o Jatuh hari 365
Tempo hari
1 PT. A 117.299.429 117.299.429 117.299.429

2 PT. B 813.797.325 236.174.500 97.094.681 423.143.944 57.384.200 813.797.325

3 PT. C 2.461.742.025 254.784.225 2.206.957.800 2.461.742.025

4 PT. D 6.064.753.375 1.434.708.250 4.332.680.062 276.488.313 20.876.750 6.064.753.375

5 PT. E 4.452.864.898 2.854.233.898 1.598.631.000 4.452.864.898

Total 13.910.457.052 4.779.900.873 6.802.585.312 699.632.257 78.260.950 0 0 117.299.429 13.910.457.052

Sumber : PT. XYZ

2.7 Kertas Kerja Pemeriksaan Piutang

16
17
18
19
20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tujuan Audit Piutang untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern


(internal control) yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan
penerimaan kas . Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (ke
otentikan) dari pada piutang. Untuk memeriksa collectibility (kemungkinan
tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts
(penyisihan piutang tak tertagih). Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat
(contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes
receivable). Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan.

3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan kelompok penyusun memberikan saran bahwa perlu


adanya riset atau pembahasan lebih lanjut terkait praktek terbaik mutakhir pada
pemeriksaan piutang usaha dan piutang lainnya yang saat ini digunakan oleh auditor
terutama auditor KAP Big Four.

21
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno, 2012, Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh


Akuntan Publik, Edisi ke-4, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan Per Efektif 1 Januari
2015. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik, Per 1
Maret 2011. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Sumber Referensi: Mulyadi. 2014. Auditing Edisi 6, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat

22

Anda mungkin juga menyukai