Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KELOMPOK

AUDITTING II
PEMERIKSAAN PERSEDIAAN (INVENTORIES)

OLEH KELOMPOK 5:

LIA AMALIA RAMADHANI AHIRI (B1C1 17 067)

NASRUL TEKKO TETE MTA (B1C1 18 085)

ANDI MUH FADLI ARFIANSYAH (B1C1 18 093)

MAHARANI SAIBA (B1C1 18 095)

FIRDA LATIFAH (B1C1 18 104)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Pemeriksaan

Pemeriksaan Persediaan”.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas dari pada mata kuliah

Auditting II. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai

“Pemeriksaan Persediaan” bagi pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu dosen pada mata kuliah Auditting II yang

telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan

bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian

pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah

yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun kami perlukan demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUN

A. Latar Belakang.................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................... 3
C. Tujuan................................................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Persediaan........................................................................................................ 4
B. Tujuan Pemeriksaan (Audit Objictives) Persediaan.......................................................... 6
C. Standar Audit Pemeriksaan Persediaan............................................................................. 10
D. Prosedur Pemeriksaan Persediaan..................................................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 27
B. Saran................................................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persediaan merupakan bagian yang sangat besar dari keseluruhan aktiva lancar yang

dimiliki perusahaan yang bisa mempengaruhi neraca atau laporanrugi laba baik diperusahaan

dagang maupun diperusahaan manufaktur. Elemen asset ini juga sangat peka dalam

mempengaruhi pendapatan perusahaan sehingga perlu tekhnik pencataan dan penilaian yang

tepat untuk menjaga keberadaan asset ini sangat diperlukan suatu pemeriksaan yang intensif

untuk menjamin keberadaan persediaan secara fisik dan pecatatan serta penilaiannya benar-

benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku yang diterapkan secara

konsisten. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak akan informasi akuntansi

mengenai persediaan dibutuhkan pengujian kesesuaian antara praktek akuntansi persediaan

barang dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Proses pengujian tersebut dikenal dengan

istilah Auditing yang dilakukan oleh akuntan publik sebagai pihak yang indipenden dari

penyelenggaraan kegiatan, pemilikan dan hubungan baik lainnya dengan organisasi perusahaan

yang dapat mempengaruhi indipenden tersebut.

Akun persediaan merupakan akun yang kompleks dan memerlukan pengendalian yang

kuat karena persediaan adalah bagian yang utama dalam neraca dan sering kali merupakan

perkiraan yang terbesar yang melibatkan modal kerja. Selain itu persediaan juga sering tersebar

di beberapa lokasi yang menyulitkan perhitungan fisik. Untuk penilaian juga sulit karena

keusangan dan perlunya mengalokasikan biaya manufaktur ke dalam persediaan. Audit

Persediaan adalah merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya cukup

material dan rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu, biasanya

1
akun persediaan menjadi salah satu perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas laporan

keuangan perusahaan.

Semakin berkembangnya suatu perusahaan menuntut pula perkembangan di bidang

pemeriksaan. Pemeriksaan yang di lakukan tidak hanya pemeriksaan keuangan saja tetapi juga

pemeriksaan yang menekankan penilaian sistematis dan objektif serta berorientasi pada tujuan

untuk memperoleh keyakinan tentang keaktifan dan memberikan pendapat atas kewajaran

laporan keuangan yang di periksa. Pada sebuah perusahaan dagang salah satu informasi yangb

disajikan dalam laporan keuangan adalah nilai persediaan barang dagangan yaitu persediaan

barang yang di miliki dengan tujuan utama untuk di jual dalam rangka kegiatan normal

perusahaan.

Secara intern, kesalahan penyajian nilai persediaan barang dagang dapat menimbulkan

kesalahan pengambilan keputusan produksi. Kegiatan pemasaran dan bahan pembelanjaan

perusahaan. Bagi pihak ekstern, kesalahan tersebut dapat memberikan informasi yang

menyesatkan mengenai profitabilitas dan bahkan kemampuan perusahaan untuk dapat

menyelesaikan kewajiban-kewajiban keuangan.

Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak akan informasi akuntansi

mengenai persediaan barang dagang dibutuhkan pengujian kesusaian antara praktek akuntansi

persediaan barang dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Proses pengujian tersebut di

kenal dengan istilah Auditing yang di lakukan oleh akuntan publik sebagai pihak yang

indipenden dari penyelenggaraan kegiatan, pemilikan dan hubungan baik lainnya dengan

organisasi perusahaan yang dapat mempengaruhi indipenden tersebut.

2
Pemaparan singkat di atas melatarbelakangi tim penyusun untuk menyusun makalah

berjudul “Pemeriksaan Persediaan (Inventories)”. Judul tersebut diambil dari judul pada bab 12

(duabelas) materi mata kuliah Auditing.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada

makalah antara lain :

1. Apa pengertian persediaan?

2. Apa saja tujuan dari pemeriksaan persediaan?

3. Apa saja standar audit pemeriksaan persediaan?

4. Bagaimana prosedur pemeriksaan persediaan?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:

1. Apa pengertian persediaan

2. Apa saja tujuan dari pemeriksaan persediaan

3. Apa saja standar audit pemeriksaan persediaan

4. Bagaimana prosedur pemeriksaan persediaan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Persediaan

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK: No. 14, hal 14,1 s/d 14.2 dan 14.9-IAI,

2002), persediaan adalah aset:

a. yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.

b. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau

c. dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses atau

pemberian jasa.

Persediaan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

 biasanya merupakan aset lancar (current assets) karena masa perputarannya biasanya

kurang atau sama dengan satu tahun.

 merupakan jumlah yang besar, terutama dalam perusahaan dagang dan industri.

 mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan posisi keuangan (neraca) dan

perhitungan laba rugi, karena kesalahan dalam menentukan persediaan pada akhir periode

akan mengakibatkan kesalahan dalam jumlah aset lancar dan total aset, beban pokok

penjualan, laba kotor dan laba bersih, taksiran pajak penghasilan, pembagian dividen dan

laba rugi ditahan, kesalahan tersebut akan terbawa ke laporan keuangan periode

berikutnya.

Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai persediaan adalah:

 Bahan baku (raw materials).

 Barang dalam proses (work in process).

 Barang jadi (finished goods).


4
 Suku cadang (spare parts).

 Bahan pembantu: olie, bensin, solar.

 Barang dalam perjalanan (goods in transit), yaitu barang yang sudah dikirim oleh

Supplier tetapi belum sampai di gudang perusahaan.

 Barang konsinyasi: consignment out (barang perusahaan yang dititip jual pada

perusahaan lain). Sedangkan consignment in (barang perusahaan lain yang dititip jual di

perusahaan) tidak boleh dilaporkan/dicatat sebagai persediaan perusahaan.

Menurut SAK ETAP (IAI, 2009: 56-57):

Entitas harus menentukan biaya persediaan dengan menggunakan rumus biaya masuk-

pertama keluar-pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang. Rumus biaya yang sama harus

digunakan untuk seluruh persediaan dengan sifat dan pemakaian yang serupa. Untuk persediaan

dengan sifat atau pemakaan yang berbeda, penggunaan rumus biaya yang berbeda dapat

dibenarkan. Metode masuk terakhir keluar pertama (MTKP) tidak diperkenankan oleh SAK

ETAP.

Entitas harus mengukur biaya persediaan untuk jenis persediaan yang normalnya tidak

dapat dipertukarkan, dan barang atau jasa yang dihasikan dan dipisahkan untuk proyek tertentu

dengan menggunakan identifikasi khusus atas biayanya secara individual.

Entitas harus menguji pada setiap tanggal pelaporan apakah persediaan menurun nilainya

yaitu nilai tercatatnya tidak dapat dipulihkan secara penuh (misalnya karena kerusakan,

keusangan atau penurunan harga jual). Jika suatu jenis (atau kelompok jenis) dari persediaan

menyelesaikan dan menjual, serta mengakui kerugian penurunan nilai. Paragraf tersebut juga

mengatur pemulihan penurunan nilai sebelumnya dalam beberapa kondisi.

5
B. Tujuan Pemeriksaan (Audit Objectives) Persediaan

1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas persediaan.

Jika akuntan publik dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas perolehan,

penyimpanan dan pengeluaran persediaan berjalan efektif, maka luasnya pemeriksaan dalam

melakukan substantive test atas persediaan dapat dipersempit.

Beberapa ciri internal control yang baik atas persediaan adalah:

a. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties) antara bagian

pembelian, penerimaan barang, gudang, akuntansi, dan keuangan.

b. Digunakannya formulir-tormulir yang bernomor urut tercetak (prenumbered), seperti:

permintaan pembelian (purchase requisition), order pembelian (purchase order), surat slan

(delivery order), laporan penerimaan barang (receiving report), order penjualan (sales

order), faktur penjualan (sales invoice).

c. Untuk pembelian dalam jumlah besar diakukan melalui tender.

d. Adanya sistem otorisasi, baik untuk pembelian, penjualan, penerimaan kas/bank, maupun

pengeluaran kas/bank.

e. Digunakannya anggaran (budget) untuk pembelian, produksi, penjualan, dan penerimaan

serta pengeluaran kas.

f. Pemesanan barang dilakukan dengan memperhitungkan economic order quantity.

g. Digunakannya perpetual inventory system dan stock card, terutama di perusahaan yang

nilai persediaan per jenisnya cukup material.

2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di laporan posisi keuangan (neraca)

betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal laporan posisi keuangn (neraca).

6
Dahulu di Amerika pemah terjadi "Robinson Case”, yaitu adanya perusahaan yang

melaporkan saldo persediaannya sangat besar, padahal sebenarnya jumlah tersebut banyak

yang fiktif. Sejak kasus itu akuntan publik diharuskan untuk melakukan pengamatan terhadap

persedaan perusahaan per tanggal laporan posisi keuangan (neraca), untuk meyakinkan

keberadaan persediaan tersebut, Dalam hal ini saldo peorsediaan termasuk barang dalam

perjalanan dan barang konsinyasi (hanya consignment out).

3. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan sesuai dengan Standar Akuntansi

Keuangan.

Pada umumnya persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan (acquisition cost),

dalam hal ini bisa dipilih metode first in first out (FIFO), last in first out (LIFO), atau

AVERAGE COST (moving average atau weighted average).

Untuk barang-barang yang harga jualnya sudah pasti (logam mulia) atau cepat rusak

(hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan) bisa di nilai berdasarkan harga jual. Untuk

barang-barang yang usang, rusak atau bergerak lambat bisa diadakan penyisihan (allowance)

sehingga sesuai dengan metode lower of cost or market (mana yang lebih rendah antara harga

perolehan dan harga pasar). Dalam keadaan inflasi, penggunaan FIFO akan mengakibatkan

beban pokok penjualan rendah dan laba kotor menjadi tinggi; penggunaan LIFO akan

menghasilkan laba kotor yang rendah; penggunaan AVERAGE COST akan menghasilkan

laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih besar dari penggunaan LIFO.

Dari segi undang-undang pajak tidak diperkenankan menggunakan LIFO karena

berarti pajak yang terutang akan lebih kecil dibandingkan penggunaan FIFO dan AVERAGE

COST.

7
4. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan standar akuntansi

keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).

Ada dua sistem pencatatan persediaan yang biasa digunakan, yaitu perpetual system

dan physical (periodical) system. Dalam perpetual system, setiap ada pembelian, perkiraan

persediaan akan didebit, setiap ada penjualan, perkiraan persediaan akan dikredit. Jika

digunakan physical system, perkiraan persediaan tidak pernah didebit waktu pembela dan

tidak pernah dikredit waktu ada penjualan. Karena itu jika perusahaan ingin mengetahui

berapa saldo persediaan pada akhir periode, harus dilakukan stock opname (perhitungan fisik

persediaan).

Jika perusahaan ingin memperkirakan berapa saldo persediaan pada akhir bulan atau

tanggal tertentu bisa digunakan Retail Inventory Method atau Gross Profit Method. Namun

demikian pada akhir tahun tetap terus dilakukan stock opname, agar bisa diketahui berapa

saldo persediaan yang betul-betul dimiliki perusahaan.

Perpetual system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaannya tidak

banyak tetapi nilai persediaan per unitnya besar, misalnya dealer mobil dan toko emas.

Phisycal system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaan per unitnya kecil,

misalnya toko bahan bangunan.

5. Untuk mengetahui apakah terhadap barang-barang yang rusak, bergerak lambat dan

ketinggalan mode sudah dibuatkan allowance yang cukup.

Barang-barang tersebut di atas tidak mungkin lagi dijual dengan harga normal, supaya

bisa terjual harus dijual dengan harga obral yang umumnya lebih rendah dari harga

perolehannya.

8
Karena itu harus dibuatkan allowance dalam jumlah yang cukup, dalam arti tidak

terlalu kecil (karena akan mengakibatkan laba terlalu besar) dan tidak terlalu besar (akan

mengakibatkan laba terlalu kecif).

6. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.

Salah satu bentuk barang jaminan dari kredit yang diperoleh dari bank adalah

persediaan. Jika ada persediaan yang dijadikan jaminan, hal ini harus diungkapkan (didisclose)

dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial statements).

7. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan (insurance

coverage) yang cukup.

Persediaan harus diasuransikan, sehingga seandainya terjadi kebakaran, bisa diperoleh

ganti rugi dari perusahaan asuransi dan perusahaan bisa terhindar dari kerugian karena

kobakaran tersebut. Nilai pertanggungan asuransi harus cukup, dalam arti tidak terlalu besar

dan tidak terlalu kecil. Yang harus diwaspadai adalah, jika perusahaan mengasuransikan

persediaan dengan insurance coverage yang terlalu besar, terutama dalam keadaan bisnis yang

lesu, mungkin perusahaan bermaksud membakar persediaannya agar mendapat keuntungan

dari ganti rugi perusahaan asuransi.

8. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan yang mempunyai

pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan.

Jika hal tersebut ditemukan, harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Misalnya: pada tanggal 24 November 2010, perusahaan menandatangani kontrak penjualan

dengan salah satu pelanggannya untuk menjual 10.000 unit barang X dengan harga jual Rp.

100.000,- per unit, penyerahan barang akan dilakukan pada tanggal 13 Februari 2011,

Termyata di bulan Februari 2011 harga pasar barang X tersebut meningkat mau tidak mau

9
harus tetap menjual barang fersebut ke pelanggannya sebanyak 10.000 unit dengan harga

sesuai kontrak, yaitu Rp. 100.000,- per unit. Dalam hal ini perusahaan rugi sebesar 10.000 X

(Rp.130.000, - Rp 100.000) = Rp.300.000.000,-

9. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan

standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).

Dalam hal ini harus diketahui sistem pencatatan persediaan yang digunakan

perusahaan (perpetual atau physical system) dan metode penilaian persediaan yang digunakan

perusahaan (apakah berdasarkan harga perolehan, dengan FIFO atau LIFO atau Average cost

method), apakah sudah diterapkan lower of cost or market atas persediaan tersebut.

Menurut SAK ETAP (IAI, 2009: 124):

Entitas harus menilai pada setiap tanggal pelaporan apakah persediaan turun nilainya.

Entitas harus membuat penilaian dengan membandingkan jumlah tercatat setiap jenis persediaan

(atau kelompok persediaan yang sama) dengan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan

dan menjual. Jika suatu jenis persediaan (atau kelompok jenis persediaan) turun nilainya, maka

entitas harus mengakui kerugian dalam laporan laba rugi atas perbedaan antara jumlah tercatat

dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual.

Jika tidak praktis untuk menentukan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan

menjual setiap jenis persediaan, maka entitas diperkenankan mengelompokkan jenis persediaan

dalam lini produk yang sama tujuan dan pemakaiannya serta diproduksi dan dipasarkan dalam

area geografis yang sama untuk tujuan menguji penurunan nilai.

C. Standar Audit Pemeriksaan Persediaan

Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing. “Prosedur” berkaitan dengan

tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan “standar” berkenaan dengan kriteria atau ukuran

10
mutu kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui

penggunaan prosedur tersebut.

Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia

terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

a. Standar umum

Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan

pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Dalam semua hal yang berhubungan dengan

perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Dalam

pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran

profesionalnya dengan cermat dan seksama.

b. Standar Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus

disupervisi sebagaimana mestinya. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus

diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang

akan dilakukan. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk

menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

c. Standar Pelaporan

Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor harus

menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan

laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut

dalam periode sebelumnya. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus

11
dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. Laporan auditor harus

memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu

asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan

tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan

dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai

sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggungjawab yang dipikul

oleh auditor (IAI, 2001:150.1 & 150.2).

d. Standar Pekerjaan Lapangan dalam Mengaudit Persediaan

1. Perencanaan dan Supervisi (SA Seksi 311)

Menurut SA Seksi 311, pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika

digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Perencanaan audit meliputi

pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan.

Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan antara lain:

a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi empat usaha

entitas tersebut.

b. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.

c. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang

signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi

akuntansi pokok perusahaan.

d. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.

e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.

f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian.

g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit,

12
seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar

pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

h. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan. Supervisi mencakup pengarahan

usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut

tercapai.

e. Sediaan (SA Seksi 331)

Jika kuantitas sediaan hanya ditentukan melalui perhitungan fisik, dan semua

penghitungan dilakukan pada tanggal neraca atau pada suatu tanggal dalam periode yang

tepat, baik sebelum maupun sesudah tanggal neraca, maka perlu bagi auditor untuk hadir pada

saat penghitungan fisik sediaan dan melalui pengamatan, pengujian dan permintaan

keterangan memadai, untuk meyakinkan dirinya tentang efektivitas metode penghitungan

fisik sediaan dan mengukur keandalan yang dapat diletakkan atas representasi klien tentang

kuantitas dan kondisi fisik sediaan.

D. Prosedur Pemeriksaan Persedian

Prosedur pemeriksaan yang dibahas di sini harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan

yang diaudit.

Prosedur pemeriksaan mencakup pembelian, penyimpanan, pemakaian, dan penjualan

persediaan, karena berkaitan dengan siklus pembelian, utang dan pengeluaran kas serta siklus

penjualan, piutang dan penerimaan kas.

Prosedur pemeriksaan dibagi atas:

1. Prosedur compliance test

a. Pelajari dan evaluasi internal control atas persediaan

 Auditor biasanya menggunakan internal control questionnaires.

13
 Lakukan tes transaksi (complain test) atas pembelian dengan menggunakan purchase

order sebagai sample.

b. Tarik kesimpulan mengenai internal control atas persediaan, jika dari tes transaksi auditor

tidak menemukan kesalahan, maka bisa disimpulkan bahwa internal control atas persediaan

berjalan efektif. Prosedur pemeriksaan Subtantive atas persediaan

a) Lakukan observasi atas perhitungan fisik (stock opname) yang dilakukan perusahaan

(klien).

 Pengaturan team/petugas stock opname

 Tanggal pelaksanaan stock opname

 Lokasi dan denah gudang

 Pembatasan seminimal mungkin keluar masuknya barang waktu stock opname

 Prosedur cut-off

 Mencatat nomor dan tanggal terakhir dari receiving.

 Penggunaan bin-tag untuk mencatat hasil perhitungan, yang sebelumnya

ditempelkan disetiap jenis barang.

b) Minta Final Inventory List ( Inventory Complain), lakukan prosedur pemeriksaan berikut:

 Check mathematical accuracy (penjumlahan dan perkalian)

 Cocokan “quantity per book” dengan stock card

 Cocokan “quantity per count”dengan count sheet auditor

 Cocokan “total value” dengan buku besar persediaan.

c) Kirimkan konfirmasi untuk persediaan consignment out

d) Periksa unit price dari bahan baku, barang dalam proses, barang jadi, dan bahan

pembantu.
14
e) Rekonsiliasi jika stock opname dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal

laporan posisi keuangan (neraca).

f) Periksa cukup tidaknya barang-barang yang bergerak lambat, barang-barang yang rusak,

dan barang-barang yang ketinggalan mode.

g) Periksa kejadian sesudah tanggal laporan posisi keuangan (neraca).

h) Periksa cut-off penjualan dan cut-off pembelian.

i) Periksa sales atau purchase commitment per tanggal laporan keuangan posisi (neraca)

j) Seandainya barang dalam perjalanan (good in transit) lakukan hal berikut:

 Minta rincian good in transit per tanggal neraca.

 Periksa mathematical accuracy.

 Periksa subsequent clearance.

k) Periksa jawaban konfirmasi dari bank, perjanjian kredit dan notulen rapat.

l) Lakukan analytical prosedur untuk persediaan.Buat kesimpulan dari hasil pemeriksaan

persediaan

m) Periksa penyajian perseediaan di laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang

berlaku di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).

Penjelasan Prosedur Audit

1. Lakukan observasi atas stock opname yang dilakukan klien.

Stock opname dilakukan terutama untuk persediaan yang berada di gudang perusahaan,

Untuk barang consignment out dan barang-barang yang tersimpan di public warehouse jika

jumlahnya material harus dilakukan stock opname, jika tidak material, cukup dikirim

konfirmasi. Stock opname bisa dilakukan pada akhir tahun atau beberapa waktu sebelum/

sesudah akhir tahun.

15
Untuk perusahaan yang internal controhya lemah, stock opname sebaiknya dilakukan

pada tanggal neraca. Untuk perusahaan yang internal controlnya baik, stock opname bisa

dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca. Namun demikian, sebaiknya

tidak terlalu jauh dari tanggal neraca, untuk memudahkan auditor pada waktu melakukan trace

backward/trace forward (rekonsiliasi saldo persediaan pertanggal stock opname dengan

pertanggal neraca).

Ada beberapa hal yang harus dilakukan auditor sebelum pelaksanaan stock opname:

1. Dapatkan dan pelajari Petunjuk Pelaksanaan Stock Opname (Phisycal Inventory

Instruction) yang dibuat oleh perusahaan, di mana biasanya telah mencakup:

 Pengaturan team/petugas stock opname.

 Tanggal pelaksanaan stock opname.

 Lokasi dan denah gudang.

 Pembatasan semininal mungkin ke luar masuknya barang pada waktu pelak¬sanaan

stock opname.

 Prosedur cut-off, yaitu mencatat nomor dan tanggal terakhir dari receiving report dan

issuing report/shipping report.

 Penggunaan bin-tag untuk mencatat hasil perhitungan, yang sebelumnya ditempelkan

di setiap jenis barang. Bin-tag tersebut mencantumkan: nama dan jenis barang, nomor

kode barang, satuan dan jumlah unit, dan diberi nomor urut tercetak (prenumbered).

Jika auditor menggangap physical inventory instruction tersebut mengandung

kelemahan atau kekurangan, ia harus menyarankan ke klien untuk melengkapinya.

Lakukan peninjauan gudang sebelum stock opname dilakukan, untuk mendapal

gambaran mengenai lokasi gudang, dan apakah barang-barang di gudang telah


16
disusun rapih menurut jenis dan kelompoknya. Jika ditemukan barang-barang masih

tercampur antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya, auditor bisa meminta

klien untuk merapihkan dulu penyusunan barang-barang tersebut dan kemungkinan

menunda pelaksanaan stock opname, agar bisa diperoleh hasil perhitungan yang

akurat.

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Persediaan merupakan bagian dari asset perusahaan yang nilainya cukup material dan

rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalagunaan. Sebab itu, akun persediaan menjadi salah

satu perhatian auditor dalam pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan.

Persediaan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi perusahaan manufaktur

ataupun perusahaandagang,karena sudah menjadi kegiatan utama dari perusahaan.

B. Saran

Karena persediaan memiliki nilai yang sangat material dan rawan, hendaknya di lakukan

pengendalian yang intensif. Selain untuk meminimalisir kerentanan terhadap pencurian,

persedian juga sangat rentan terhadap usang.

Dengan adanya pengendalian yang baik, kerentanan-kerentanan tersebut tentunya bisa di

minimalisir.

27
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno, 2018, Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik,
Edisi Ke-5, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2009, Standar Akuntansi Keuangan, Per 1 Juli 2009, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik, Per 1 Maret
2011. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Mulyadi. 2017. Auditing. Edisi Ke-6. Salemba Empat, Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai