Anda di halaman 1dari 19

TEST TRANSAKSI

(TEST OF RECORDED
TRANSACTION)

Pembahasan :
• Sifat Bukti Audit (Audit Evidence)
• Compliance Test and Substantive Test
• Cara Pemilihan Sampel
Standar pekerjaan lapangan ketiga IAPI
(2011:326.1) berbunyi:

“Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh


melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan
dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan”.

Untuk membuktikan efektif tidaknya pengendalian intern disuatu


perusahaan, akuntan publik harus melakukan compliance test atau
test of recorded transaction.
Untuk membuktikan kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan
posisi keuangan dan laba rugi komparatif, akuntan publik harus
melakukan substantive test dan analytical review.
SIFAT BUKTI AUDIT (AUDIT EVIDENCE)

Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data


akuntansi dan semua informasi penguat yang tersedia bagi
auditor.
Bukti audit penguat meliputi baik informasi tertulis maupun
elektronik, seperti cek; catatan electronic fund system; faktur;
surat kontrak; notulen rapat; konfirmasi dan representasi
tertulis dari pihak yang mengetahui; informasi yang diperoleh
auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi
dan pemeriksaan phisik; serta informasi lain yang
dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang
memungkinkannya menarik kesimpulan berdasarkan alasan
yang kuat.
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit harus sah dan relevan.
Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan
pemerolehan bukti tersebut. Bukti ekstern yang diperoleh dari pihak
independen di luar perusahaan dianggap lebih kuat, dalam arti dapat
lebih diandalkan/dipercaya keabsahannya daripada bukti yang diperoleh
dari dalam perusahaan itu sendiri (bukti intern).

Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang


diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui
inspeksi phisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi, lebih bersifat
menyimpulkan (persuasive evidence) daripada bukti yang bersifat
meyakinkan (convincing evidence)
Menurut Konrath (2002: 114 & 115)
ada enam tipe bukti audit, yaitu:

1. Physical evidence

2. Evidence obtain through confirmation

3. Documentary evidence

4. Mathematical evidence

5. Analytical evidence

6. Hearsay evidence
1. Physical evidence
Terdiri dari segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, di
observasi atau di inspeksi, dan terutama berguna untuk
mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan. Contohnya
adalah bukti-bukti phisik yang diperoleh dari kas opname,
observasi dari perhitungan phisik persediaan, pemeriksaan
phisik surat berharga dan inventarisasi aset tetap.

2. Confirmation Evidence
Adalah bukti yang diperoleh mengenai eksistensi, kepemilikan
atau penilaian, langsung dari pihak ketiga diluar klien.
Contohnya adalah jawaban konfirmasi piutang, utang, barang
konsinyasi, surat berharga yang disimpan biro administrasi
efek dan konfirmasi dari penasihat hukum klien.
3. Documentary Evidence
Terdiri dari catatan-catatan akuntansi dan
seluruh dokumen pendukung transaksi.
Contohnya adalah faktur pembelian, copy faktur
penjualan, journal voucher, general ledger, dan
sub ledger. Bukti ini berkaitan dengan asersi
manajemen mengenai completeness dan
eksistensi dan berkaitan dengan audit trail
yang memungkinkan auditor untuk mentrasir
dan melakukan vouching atas transaksi-
transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen
ke buku besar dan sebaliknya.
4. Mathematical Evidence
Merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan
rekonsiliasi yang dilakukan auditor. Misalnya
footing, cross footing dan extension dari rincian
persediaan, perhitungan dan alokasi beban
penyusutan, perhitungan beban bunga, laba rugi
penarikan aset tetap, PPh dan accruals. Untuk
rekonsiliasi misalnya pemeriksaan rekonsiliasi
bank, rekonsiliasi saldo piutang usaha dan hutang
menurut buku besar dan sub buku besar,
rekonsiliasi inter company accounts dan lain-lain.
5. Analytical Evidence, bukti yang diperoleh melalui
penelaahan analitis terhadap informasi keuangan
klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada
waktu membuat perencanaan audit, sebelum
melakukan substantive test dan pada akhir
pekerjaan lapangan (audit field work).

6. Hearsay (oral) Evidence, merupakan bukti dalam bentuk


jawaban lisan dari klien atas pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan auditor. Misalnya pertanyaan-pertanyaan
auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya
contingent liabilities, persediaan yang bergerak lambat
atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal laporan
posisi keuangan dan lain-lain.

Pada Exhibit 6-1, diperlihatkan urutan reliabilitas dari keenam tipe bukti
audit.
COMPLIANCE TEST AND SUBSTANTIVE TEST

Compliance Test (Test Ketaatan) atau test of recorded


transactions adalah test terhadap bukti-bukti pembukuan yang
mendukung transaksi yang dicatat perusahaan untuk
mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah
diproses dan dicatat sesuai dengan sistim dan prosedur yang
ditetapkan manajemen. Jika terjadi penyimpangan dalam
pemprosesan dan pencatatan transaksi, walaupun jumlah
(rupiah) nya tidak material, auditor harus memperhitungkan
pengaruh dari penyimpangan tersebut terhadap efektifitas
pengendalian intern.
Dalam melaksanakan compliance test, auditor
harus memperhatikan hal-hal berikut:

a. kelengkapan bukti pendukung (supporting


documents)
b. kebenaran perhitungan mathematis (footing, cross
footing, extension)
c. otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang
d. kebenaran nomor perkiraan yang didebit/dikredit
e. kebenaran posting ke buku besar dan sub buku
besar
Contoh kertas kerja untuk test transaksi pengeluaran kas
bisa dilihat di Exhibit 5-2
Substantive test adalah test terhadap kewajaran saldo-saldo
perkiraan laporan keuangan (Laporan Posisi Keuangan dan
Laporan Laba Rugi Komparatif).

Prosedur pemeriksaan yang dilakukan dalam


substantive test antara lain:

• inventarisasi aktiva tetap


• observasi atas stock opname
• konfirmasi piutang, utang dan bank
• subsequent collection dan subsequent payment
• kas opname
• pemeriksaan rekonsiliasi bank dan lain-lain
CARA PEMILIHAN SAMPLE

Cara pemilihan sample tidak boleh seenaknya,


karena sample tersebut haruslah mewakili
universe secara tepat, karena jika sample
yang dipilih tidak tepat, akan sangat
mempengaruhi kesimpulan yang ditarik.
Sample harus dipilih dengan cara tertentu yang
bisa dipertanggungjawabkan, sehingga
sample tersebut betul-betul representative.
Menurut PSA No.26:
“Sampling audit adalah penerapan prosedur audit
terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok
transaksi yang kurang dari seratus persen dengan tujuan
untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau
kelompok transaksi tersebut.”

“Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit : nonstatistik


dan statistik. Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor
menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian sample, serta dalam
menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari sample dengan
bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun
kelompok transaksi yang berkaitan”.
“Kedua pendekatan sampling audit diatas, jika diterapkan dengan
semestinya, dapat menghasilkan bukti audit yang cukup”.
Metode sampling apapun yang digunakan, auditor dianjurkan
untuk terlebih dahulu menyusun “sampling plan”. Beberapa
cara pemilihan sampling yang sering digunakan adalah:

a. Random/Judgement Sampling
Pemilihan sample dilakukan secara random dengan menggunakan
judgement si akuntan publik.
Salah satu cara, misalnya: dalam melakukan test transaksi atas
pengeluaran kas auditor menentukan bahwa semua pengeluaran
kas yang lebih besar atau sama dengan Rp.5.000.000,- harus di
vouching, ditambah dua setiap bulan yang berjumlah dibawah Rp.
5.000.000,-.
Cara lainnya auditor bisa menggunakan random sampling table
dalam memilih sample. Pemilihan sample bisa juga dilakukan
dengan menggunakan computer.
b. Block Sampling
Dalam hal ini auditor memilih transaksi dibulan-bulan tertentu
sebagai sample, misalnya bulan Januari, Juni dan Desember.
Keberhasilan kedua cara di atas walaupun paling mudah, tetapi
sangat tergantung pada judgement si auditor, semakin banyak
pengalaman auditor, semakin baik hasilnya, dalam arti sample yang
dipilih betul-betul representative. Tetapi jika auditor kurang
pengalaman, sample yang dipilih akan kurang representative.

c. Statistical Sampling
Pemilihan sample dilakukan secara ilmiah, sehingga walaupun lebih
sulit namun sample yang terpilih betul-betul representative. Karena
memakan waktu yang lebih banyak, statistical sampling lebih banyak
digunakan dalam audit di perusahaan yang sangat besar dan
mempunyai internal control yang cukup baik.
Reliabilitas dari Bukti Audit

RELIABILITAS TERTINGGI RELIABILITAS TERENDAH


Physical Evidence

Confirmation
Evidence

Mathematical
Evidence

Analytical
Evidence

Internal Documents
Under Conditions of
Strong Internal Control

Internal Documents
Under Conditions of
Weak Internal Control

Hearsay
Sumber: Konrath, (2002: 126) Evidence

Anda mungkin juga menyukai