Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pailit diartikan sebagai keadaan yang merugi,
bangkrut. Di Indonesia sendiri, beberapa definisi tentang kepailitan telah diterangkan
di dalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang
ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G Tumbunan dalam tulisannya yang
berjudul Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh
Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita umum yang
mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan
kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur
dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”
Hukum kepailitan juga diatur dalam 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Menurut UUK tersebut, kepailitan
dalah sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang Pengurusan dan
Pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.. Jika terdapat penagihan pembayaran
utang dan telah jatuh tempo maka dapat disebut pailit dilanjutkan pengadilan akan
menunjuk seorang kurator untuk mengelola harta pailit. Selain itu yang dapat
dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyataka tidak dapat
membayar utang-utangnya.
Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan dua
perusahaan tersebut melakukan ingkar janji atau wanprestasi terhadap perjanjian perdamaian
atau homologasi dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terdahulu.
Menurut Hakim Ketua Abdul Kohar dalam pertimbangannya, wanprestasi karena kedua
perseroan lalai melakukan pembayaran cicilan utang bunga. Sampai dengan jatuh waktu pada
20 Maret 2017, Sariwangi A.E.A dan juga Indorub, tidak bisa membuktikan telah
menunaikan kewajibannya kepada PT Bank ICBC Indonesia (ICBC) selaku pemohon.
Sariwangi A.E.A tidak menjalankan kewajiban membayar utang bunga senilai $416 ribu dan
Indorub senilai $42 ribu kepada ICBC.
Namun, pihak Indorub mengaku menolak dan akan segera melayangkan kasasi. Sebabnya,
anak usaha Sariwangi ini mengaku melakukan pembayaran utang bunga. Dana yang telah
dibayarkan tidak sedikit. Anak usaha Sariwangi ini mengklaim telah mencicil utang Rp500
juta sejak Desember 2017 sampai dengan Agustus 2018, sehingga total mencapai Rp4,5
miliar.
Iim Zovito Simanungkalit, kuasa hukum Indorub mempertanyakan ihwal pembayaran yang
sudah dilakukan kliennya tapi tidak dianggap dalam proses keputusan di pengadilan. “Kami
putuskan melanjutkan proses hukum supaya bisa mendapat kejelasan bagaimana kedudukan
debitur yang masih dalam keadaan membayar kewajiban utang dengan jumlah yang
signifikan. Itu menunjukkan kami tidak wanprestasi atau ingkar janji,” jelas Iim dari Kantor
Hukum Iim Zovito & Rekan kepada Tirto.
“Permasalahan wanprestasi bukan hanya tentang nominal akumulasi pembayaran, tapi waktu
pembayaran juga penting. Kalau waktu pembayarannya tidak memenuhi, maka itu disebut
wanprestasi juga,” jelas Swandy Halim kepada Tirto.
Sengketa Utang
Sengketa utang-piutang Sariwangi dan Indorub dimulai ketika proses PKPU keduanya
berakhir damai pada 9 Oktober 2015. Sariwangi memiliki tagihan senilai Rp1,05 triliun,
sedangkan Indorub punya tagihan sebesar Rp35,71 miliar. Mengutip salinan putusan
pengadilan, restrukturisasi utang pokok Sariwangi dan Indorub baru akan dibayar setelah
waktu tenggang atau grace period selama enam tahun pasca-homologasi. Sedangkan utang
bunga harus langsung dibayar per bulan, selama delapan tahun pascahomologasi.
Rinciannya, utang bunga denominasi dolar AS sebesar 2 persen dan utang bunga mata uang
rupiah sebesar 4,75 persen selama dua tahun pertama. Untuk tahun ketiga dan keempat,
dikenakan utang bunga sebesar 3 persen untuk dolar AS dan sebesar 5,5 persen untuk mata
uang rupiah.
Beban bunga sebesar 4 persen dan 6,5 persen masing-masing dibebankan untuk utang valas
dan rupiah di tahun kelima dan keenam. Sedangkan tahun ketujuh dan kedelapan, Sariwangi
dan Indorub dibebankan membayar utang bunga sebesar masing-masing 5 persen dan 7,5
persen untuk denominasi dolar AS dan mata uang garuda.
Namun, Sariwangi maupun Indorub tidak pernah melakukan pembayaran utang bunga
bahkan sampai dengan tahun berikutnya yaitu 9 Oktober 2017. Pembayaran baru dilakukan
pada Desember 2017 sebesar Rp500 juta dan berlangsung secara berkala sampai dengan
Agustus 2018. Ini pun hanya datang dari pihak Indorub, tanpa ada kepatuhan dari Sariwangi.
Pada perjanjian utang berdasarkan cross default yaitu perjanjian tanggung-menanggung alias
tanggung renteng, maka jika Sariwangi tidak membayar utang bunga, Indorub terkena getah
untuk membayar. Sehingga, ketika Sariwangi tidak bayar dan melakukan wanprestasi, maka
Indorub juga dinyatakan demikian.
Catatan ICBC, hingga 24 Oktober 2017, setelah ditambahkan bunga total nilai tagihan
Sariwangi senilai Rp288,932 miliar dan Indorub sebesar Rp33,827 miliar. Rincian kewajiban
senilai Rp1,05 triliun untuk tagihan Sariwangi berasal dari 5 kreditur separatis (kreditur yang
memegang jaminan) senilai Rp719,03 miliar, 59 kreditur konkuren (kreditur yang tak
memegang jaminan) Rp334,18 miliar, dan kreditur preferen (kreditur yang haknya jadi
prioritas) senilai Rp1,21 miliar.
Untuk Indorub, kewajiban utang senilai Rp35,71 miliar dengan rincian 5 kreditur separatis
senilai Rp31,50 miliar, 19 konkuren senilai Rp3,28 miliar, dan preferen sebesar Rp922,81
juta.
Andrew T. Supit, yang dalam dokumen putusan pengesahan perjanjian perdamaian (PDF)
yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 22
September 2015, disebut bertindak sebagai Presiden Direktur Sariwangi AEA, mengaku
sudah tidak menjadi bagian dari manajemen lagi sejak 30 Oktober 2015.
Kuasa hukum Sariwangi ketika proses PKPU yaitu Aji Wijaya dari Kantor Hukum Aji Wijaya
& Co, menyatakan belum menerima kuasa atau belum ditunjuk untuk menangani perkara
gugatan pembatalan perdamaian alias homologasi ini
Nama Sariwangi memang terkenal sebagai produsen teh celup di Indonesia dan merupakan
pemain besar. Perusahaan yang pada awalnya berkecimpung di bidang perdagangan teh dan
berkembang menjadi produsen teh ini didirikan oleh Johan Alexander Supit pada 1962.
Perseroan juga sukses memperkenalkan format teh celup dengan merek "SariWangi" pada
1973.
Medio 1989, Unilever Indonesia kemudian mengakuisisi merek dagang teh Sari Wangi.
Pasca-akuisisi merek oleh Unilever, pihak PT Sariwangi AEA meminta izin untuk tetap
menggunakan nama Sariwangi sebagai nama perusahaan kepada pihak Unilever. Namun,
entitas merek dagang teh Sari Wangi dengan PT Sariwangi sebagai perusahaan perkebunan
teh sudah terpisah sama sekali.
Awalnya, Sariwangi AEA masih memproduksi teh untuk Unilever Indonesia dan juga
perusahaan lainnya. Namun saat ini, Sariwangi AEA sudah tidak lagi memproduksi
kebutuhan teh untuk Unilever Indonesia. “Unilever sudah memproduksi teh sendiri. Kami
memenuhi kebutuhan teh dari pasar lelang di Indonesia,” imbuh Sancoyo.
Dunia usaha terhentak saat majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memvonis pailit
alias bangkrut PT Sariwangi Agricultural Estate Agency. Sariwangi mengikuti 'jejak'
perusahaan besar lainnya dalam bisnis jamu yakni PT Nyonya Meneer yang juga divonis
pailit PN Semarang pada Agustus 2017 akibat memiliki kredit macet Rp 89 miliar.
Vonis pailit perusahaan yang pertama kali memperkenalkan merk teh celup SariWangi pada
1973 itu tak lain karena PT Sariwangi AEA tak mampu membayar utang senilai Rp 288,9
miliar kepada Bank Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) Indonesia.
"Putusan sesuai dengan permohonan kami. Karena dari perjanjian perdamaian mereka
janjinya kan mau bayar bunga dan juga (utang) pokok, tapi kenyataanya mereka, Sariwangi,
tidak pernah bayar," kata kuasa hukum ICBC Swandy Halim pada kumparan.
Nahasnya, sejumlah investasi PT Sariwangi AEA pada 2013 hingga 2014 itu tidak
memberikan imbal hasil yang baik, atau bisa dikatakan investasi yang mereka lakukan justru
buntung. Akibatnya perusahaan yang berdiri sejak 1962 itu tak mampu membayar kredit yang
mereka pinjam untuk investasi.
Sementara untuk bunganya akan dibayarkan selama delapan tahun dengan rincian 4,75 persen
akan dibayarkan pada tahun pertama dan kedua. Sebesar 5,5 persen akan dibayar pada tahun
ketiga dan keempat. Dan 6,5 persen akan dibayar pada tahun kelima dan keenam. Sedangkan
pada tahun ketujuh dan kedelapan Sariwangi harus membayar bunga sebesar 7,5 persen.
Akibat tak kunjung membayar utangnya sesuai perjanjian, Bank ICBC kembali menggugat
PT Sariwangi AEA ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada pertengahan 2018. Dalam
gugatannya, Bank ICBC meminta pembatalan perjanjian damai (homologasi) antara pihak
bank asal China itu dengan PT Sariwangi AEA.
Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan gugatan Bank ICBC dan menyatakan PT
Sariwangi AEA pailit. Tak hanya PT Sariwangi AEA, majelis hakim juga memutus pailit PT
Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung juga karena tak mampu membayar utang Rp
33,82 miliar kepada Bank ICBC.
"(Pihak) Sariwangi tidak pernah datang dalam persidangan. Sampai saat ini pembicaraan
dengan Sariwangi belum ada, karena mereka enggak pernah hadir," ucapnya.
Setelah dinyatakan pailit, lanjut Swandy, aset kedua perusahaan itu akan dilelang dan
dibagikan kepada para kreditur.
Setelah dinyatakan pailit, apakah konsumen tidak bisa lagi menikmati teh celup
SariWangi?
Konsumen tetap bisa menikmati teh celup SariWangi. Teh celup SariWangi tetap beredar di
pasaran dan tidak ada hubungannya dengan putusan pailit tersebut.
Hal itu karena merk teh celup SariWangi telah diakuisisi oleh Unilever pada 1989. Tak hanya
itu, sejumlah aset PT Sariwangi AEA berupa mesin-mesin juga sudah dibeli Unilever. Head
Unilever memang sempat bekerja sama dengan PT Sariwangi AEA untuk memasok dan
memproduksi teh SariWangi. Namun kerja sama tersebut, kata Maria, sudah tidak berlanjut.
Maria juga menegaskan PT Sariwangi AEA bukan anak perusahaan Unilever.
"PT Sariwangi Agricultural Estate Agency pernah menjadi rekanan usaha Unilever untuk
memproduksi merek teh celup SariWangi, namun saat ini Unilever sudah tidak memiliki kerja
sama apa pun dengan PT Sariwangi Agricultural Estate Agency," kata Maria yang tak
menyebut sejak kapan kerja sama itu berakhir.
https://lifestyle.okezone.com/read/2018/10/17/298/1965289/sariwangi-dinyatakan-pailit-
inilah-asal-usul-teh-celup diakses pada 9 Februari 2020.
https://finance.detik.com/industri/d-4262118/sejarah-sariwangi-dibuat-sejak-1973-hingga-
pailit-di-2018 diakses pada 9 Februari 2020.
https://kumparan.com/kumparannews/memahami-vonis-pailit-perusahaan-teh-sariwangi-
1539841313160351880 . Diakses 16 Februari 2020.
https://finance.detik.com/industri/d-4262474/kenapa-sariwangi-bisa-pailit . Diakses 16
Februari 2020.