Anda di halaman 1dari 13

Tugas Kelompok 04

(Minggu 10 / Sesi 14)

Disusun Oleh Kelompok 2:

Abdillah Solihin Muhammad Zaid - 2301929581

Chindy Era Chysara - 2301927701

Inastu Larasati - 2301938232

Novita Erma Putri Lestari - 2301944613

Rayina Triningsih D - 2301929184

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia bisnis memiliki sifat yang sangat dinamis. Dinamika yang terjadi seputar
industri bisnis tidak terlepas dari masalah-masalah yang diikuti solusi yang
melingkupinya. Hal ini juga berlaku terhadap perjanjian-perjanjian yang mengikat
perusahaan termasuk resiko pelunasan utang perusahaan yang tidak dapat dibayarkan.
Peraturan mengenai perusahaan – perusahaan yang tidak mampu melakukan
kewajiban pelunasan utang yang telah jatuh tempo diselenggarakan dalam hukum
kepailitan.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pailit diartikan sebagai keadaan yang merugi,
bangkrut. Di Indonesia sendiri, beberapa definisi tentang kepailitan telah diterangkan
di dalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang
ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G Tumbunan dalam tulisannya yang
berjudul Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh
Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita umum yang
mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan
kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur
dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”

Hukum kepailitan juga diatur dalam 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Menurut UUK tersebut, kepailitan
dalah sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang Pengurusan dan
Pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.. Jika terdapat penagihan pembayaran
utang dan telah jatuh tempo maka dapat disebut pailit dilanjutkan pengadilan akan
menunjuk seorang kurator untuk mengelola harta pailit. Selain itu yang dapat
dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyataka tidak dapat
membayar utang-utangnya.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Permohonan pailit dapat diajukan baik oleh debitur sendiri maupun oleh satu atau
lebih krediturnya. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat
fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan pailit dalam
pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi (pasal 8 ayat 4 UUK 2004).

Kepailitan pada dasarnya terjadi kerana diikuti pesatnya perkembangan perekonomian


dan perdagangan di mana timbul berbagai macam permasalahan utang piutang yang
timbul di dalam masyarakat. Perkembangan perekonomian global membawa pengaruh
terhadap perkembangan hukum terutama hukum dagang yang merupakan roda
penggerak perekonomian. Erman Radjagukguk menyebutkan bahwa globalisasi
hukum akan menyebabkan transformasi regulasi pada negara-negara berkembang.
Peraturan – peraturan tersebut meliputi investasi, perdagangan, jasa-jasa dan bidang
perekonomian lainnya yang mendekati negara-negara maju tidak terkecuali pada
industri dirgantara.

Salah satu perusahaan kebanggaan Indonesia, PT Sariwangi Agricultural Estate


Agency pun terkena kasus pailit pada Oktober 2018 lalu. Seperti diketahui,
Sariwangi merupakan salah satu produk teh ternama asal Indonesia yang didirikan
Johan Alexander Supit pada tahun 1962. Produk teh ini kemudian menjadi minuman
favorit masyarakat Indonesia karena teknik penyeduhannya yang terbilang praktis
karena menggunakan metode 'celup'. Di Indonesia sendiri, kepopuleran teh celup
tidak dapat dilepaskan dari merek teh celup Sariwangi. Produk teh celup merek
Indonesia ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1973. Perusahaan berkembang
cukup pesat, bahkan pada 1985 Sariwangi mulai mengekspor produknya ke berbagai
negara termasuk Amerika Serikat, Australia, Inggris, Timur Tengah dan Rusia. Pada
1989 Unilever sempat bekerja sama dengan perusahaan untuk meminta memproduksi
teh dan bertindak sebagai distributor. Sariwangi semakin melebarkan sayap, bahkan
pada tahun 2002 Sariwangi mampu memproduksi hingga 5 ribu ton teh. Namun kisah
itu berakhir hingga Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan kedua perusahaan itu
pailit. Perusahaan pengolahan dianggap telah melanggar perjanjian perdamaian soal
utang piutang dengan PT Bank ICBC Indonesia.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini adalah :
a. Apakah yang menyebabkan PT. Sariwangi AEA mengalam kepailitan?
b. Bagaimana proses terjadinya kepailitan pada PT. Sariwangi AEA?
c. Bagaimana dampak kepailitan PT Sariwangi AEA sebagai anak perusahaan
Unilever?
d. Bagaimana tanggung jawab PT Sariwangi AEA sesuai Undang-Undang yang
berlaku?

1.3 Tujuan Pembahasan


Pembahasan ini memiliki tujuan untuk :
a. Untuk memberikan wawasan terutama bidang hukum kepailitan. Diharapkan
dengan adanya penulisan ini, pembaca dapat senantiasa memahami proses
hukum terjadinya kepailitan di Indonesia secara teoritis maupun penerapannya
berdasarkan UUK 2004 dan UUPT 2007 pada kasus PT Sariwangi AEA dalam
kedudukannya sebagai suatu badan hukum berbentuk perseroan terbatas.
b. Untuk memahami dengan mendeskripsikan tanggung jawab hukum bagi
pengurus terhadap perseroan yang dipailitkan serta memaparkan dan
menganalisis kasus pailit yang terjadi pada PT Sariwangi AEA dan
penyelesaiannya.

A. Apakah yang menyebabkan PT. Sariwangi AEA mengalam kepailitan?

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Produsen teh PT Sariwangi Agricultural Estates Agency (Sariwangi A.E.A) dan anak
usahanya yaitu PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (Indorub), akhirnya
dinyatakan pailit oleh pengadilan setelah terjerat utang maha besar.

Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan dua
perusahaan tersebut melakukan ingkar janji atau wanprestasi terhadap perjanjian perdamaian
atau homologasi dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terdahulu.

Menurut Hakim Ketua Abdul Kohar dalam pertimbangannya, wanprestasi karena kedua
perseroan lalai melakukan pembayaran cicilan utang bunga. Sampai dengan jatuh waktu pada
20 Maret 2017, Sariwangi A.E.A dan juga Indorub, tidak bisa membuktikan telah
menunaikan kewajibannya kepada PT Bank ICBC Indonesia (ICBC) selaku pemohon.
Sariwangi A.E.A tidak menjalankan kewajiban membayar utang bunga senilai $416 ribu dan
Indorub senilai $42 ribu kepada ICBC.

Ketidakhadiran Sariwangi sepanjang proses persidangan turut menjadi pertimbangan majelis


hakim dalam memutuskan perkara. Sebab tanpa jawaban dari Sariwangi, maka permohonan
pembatalan perjanjian perdamaian yang dilakukan ICBC, benar adanya. Selama proses
persidangan berlangsung, hanya pihak Indorub yang hadir.

Namun, pihak Indorub mengaku menolak dan akan segera melayangkan kasasi. Sebabnya,
anak usaha Sariwangi ini mengaku melakukan pembayaran utang bunga. Dana yang telah
dibayarkan tidak sedikit. Anak usaha Sariwangi ini mengklaim telah mencicil utang Rp500
juta sejak Desember 2017 sampai dengan Agustus 2018, sehingga total mencapai Rp4,5
miliar.

Iim Zovito Simanungkalit, kuasa hukum Indorub mempertanyakan ihwal pembayaran yang
sudah dilakukan kliennya tapi tidak dianggap dalam proses keputusan di pengadilan. “Kami
putuskan melanjutkan proses hukum supaya bisa mendapat kejelasan bagaimana kedudukan
debitur yang masih dalam keadaan membayar kewajiban utang dengan jumlah yang
signifikan. Itu menunjukkan kami tidak wanprestasi atau ingkar janji,” jelas Iim dari Kantor
Hukum Iim Zovito & Rekan kepada Tirto.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Sementara itu, kuasa hukum pihak pemohon atau ICBC, mengaku putusan pailit tersebut
sudah sesuai ketentuan hukum. Tindakan ingkar janji yang dilakukan Sariwangi dan Indorub,
bukan sekadar lalai pada kewajiban pembayaran utang bunga melainkan juga tenggat waktu
pembayaran utang tersebut. Menurut Swandy Halim, Kuasa Hukum ICBC, meski ada
pembayaran yang dilakukan Indorub tapi anak usaha Sariwangi itu tidak memenuhi tenggat
waktu yang ditentukan saat membayar utang.

“Permasalahan wanprestasi bukan hanya tentang nominal akumulasi pembayaran, tapi waktu
pembayaran juga penting. Kalau waktu pembayarannya tidak memenuhi, maka itu disebut
wanprestasi juga,” jelas Swandy Halim kepada Tirto.

Sengketa Utang
Sengketa utang-piutang Sariwangi dan Indorub dimulai ketika proses PKPU keduanya
berakhir damai pada 9 Oktober 2015. Sariwangi memiliki tagihan senilai Rp1,05 triliun,
sedangkan Indorub punya tagihan sebesar Rp35,71 miliar. Mengutip salinan putusan
pengadilan, restrukturisasi utang pokok Sariwangi dan Indorub baru akan dibayar setelah
waktu tenggang atau grace period selama enam tahun pasca-homologasi. Sedangkan utang
bunga harus langsung dibayar per bulan, selama delapan tahun pascahomologasi.

Rinciannya, utang bunga denominasi dolar AS sebesar 2 persen dan utang bunga mata uang
rupiah sebesar 4,75 persen selama dua tahun pertama. Untuk tahun ketiga dan keempat,
dikenakan utang bunga sebesar 3 persen untuk dolar AS dan sebesar 5,5 persen untuk mata
uang rupiah.

Beban bunga sebesar 4 persen dan 6,5 persen masing-masing dibebankan untuk utang valas
dan rupiah di tahun kelima dan keenam. Sedangkan tahun ketujuh dan kedelapan, Sariwangi
dan Indorub dibebankan membayar utang bunga sebesar masing-masing 5 persen dan 7,5
persen untuk denominasi dolar AS dan mata uang garuda.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Nah, kewajiban senilai $416 ribu dan $42 ribu milik Sariwangi dan Indorub, hanyalah baru
utang bunga pada tahun pertama terhadap ICBC. Tagihan utang bunga ini seharusnya dicicil
tiap bulan pasca-homologasi. Namun, dalam perjanjian perdamaian sekaligus juga disepakati
bahwa pembayaran dapat ditangguhkan selama 12 bulan dan bisa dilunasi pada 9 Oktober
2016.

Namun, Sariwangi maupun Indorub tidak pernah melakukan pembayaran utang bunga
bahkan sampai dengan tahun berikutnya yaitu 9 Oktober 2017. Pembayaran baru dilakukan
pada Desember 2017 sebesar Rp500 juta dan berlangsung secara berkala sampai dengan
Agustus 2018. Ini pun hanya datang dari pihak Indorub, tanpa ada kepatuhan dari Sariwangi.

Pada perjanjian utang berdasarkan cross default yaitu perjanjian tanggung-menanggung alias
tanggung renteng, maka jika Sariwangi tidak membayar utang bunga, Indorub terkena getah
untuk membayar. Sehingga, ketika Sariwangi tidak bayar dan melakukan wanprestasi, maka
Indorub juga dinyatakan demikian.

Catatan ICBC, hingga 24 Oktober 2017, setelah ditambahkan bunga total nilai tagihan
Sariwangi senilai Rp288,932 miliar dan Indorub sebesar Rp33,827 miliar. Rincian kewajiban
senilai Rp1,05 triliun untuk tagihan Sariwangi berasal dari 5 kreditur separatis (kreditur yang
memegang jaminan) senilai Rp719,03 miliar, 59 kreditur konkuren (kreditur yang tak
memegang jaminan) Rp334,18 miliar, dan kreditur preferen (kreditur yang haknya jadi
prioritas) senilai Rp1,21 miliar.

Untuk Indorub, kewajiban utang senilai Rp35,71 miliar dengan rincian 5 kreditur separatis
senilai Rp31,50 miliar, 19 konkuren senilai Rp3,28 miliar, dan preferen sebesar Rp922,81
juta.

Proses Panjang Sebelum Pailit


Sebelum permohonan pailit dilayangkan ICBC, Sariwangi dan Indorub pernah menerima
permohonan yang sama dari PT Bank Pan Indonesia Tbk atau Bank Panin pada November
2016. Kala itu, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan tidak dapat

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


menerima gugatan lantaran permohonan pembatalan perdamaian tersebut kekurangan pihak.
Sariwangi pun lolos dari ancaman kepailitan.

Andrew T. Supit, yang dalam dokumen putusan pengesahan perjanjian perdamaian (PDF)
yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 22
September 2015, disebut bertindak sebagai Presiden Direktur Sariwangi AEA, mengaku
sudah tidak menjadi bagian dari manajemen lagi sejak 30 Oktober 2015.

Kuasa hukum Sariwangi ketika proses PKPU yaitu Aji Wijaya dari Kantor Hukum Aji Wijaya
& Co, menyatakan belum menerima kuasa atau belum ditunjuk untuk menangani perkara
gugatan pembatalan perdamaian alias homologasi ini

Nama Sariwangi memang terkenal sebagai produsen teh celup di Indonesia dan merupakan
pemain besar. Perusahaan yang pada awalnya berkecimpung di bidang perdagangan teh dan
berkembang menjadi produsen teh ini didirikan oleh Johan Alexander Supit pada 1962.
Perseroan juga sukses memperkenalkan format teh celup dengan merek "SariWangi" pada
1973.

Medio 1989, Unilever Indonesia kemudian mengakuisisi merek dagang teh Sari Wangi.
Pasca-akuisisi merek oleh Unilever, pihak PT Sariwangi AEA meminta izin untuk tetap
menggunakan nama Sariwangi sebagai nama perusahaan kepada pihak Unilever. Namun,
entitas merek dagang teh Sari Wangi dengan PT Sariwangi sebagai perusahaan perkebunan
teh sudah terpisah sama sekali.

Awalnya, Sariwangi AEA masih memproduksi teh untuk Unilever Indonesia dan juga
perusahaan lainnya. Namun saat ini, Sariwangi AEA sudah tidak lagi memproduksi
kebutuhan teh untuk Unilever Indonesia. “Unilever sudah memproduksi teh sendiri. Kami
memenuhi kebutuhan teh dari pasar lelang di Indonesia,” imbuh Sancoyo.

Head of Corporate Communication PT Unilever Indonesia Tbk Maria Dewantini Dwianto


dalam keterangan resminya juga menegaskan "PT Sariwangi Agricultural Estate Agency dan

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung keduanya bukan merupakan bagian
ataupun anak dari PT Unilever Indonesia Tbk."

Maria menjelaskan PT Sariwangi Agricultural Estate Agency memang pernah menjadi


rekanan usaha Unilever untuk memproduksi merek teh celup SariWangi, "Namun saat ini
Unilever sudah tidak memiliki kerja sama apapun dengan PT Sariwangi Agricultural Estate
Agency."

Kasus yang menimpa perusahaan perkebunan teh Sariwangi menyisakan pertanyaan,


terutama soal pemicu utang piutang, apakah karena faktor industri secara keseluruhan yang
sedang lesu atau mismanajemen internal perusahaan. Bila melihat sisi industri secara umum,
perkebunan teh di Indonesia memang sedang dalam tren yang kurang baik. Luas areal
perkebunan teh di Indonesia berada dalam tren penyusutan. Sehingga produksi maupun
volume ekspor teh juga menurun, di sisi lain impor teh Indonesia justru berada dalam tren
kenaikan sejak tahun 2007 dari hanya 10.366 ton menjadi 18.886 ton pada 2016 dengan nilai
masing-masing $11,85 juta dan $24,67 juta.

B. Bagaimana proses terjadinya kepailitan pada PT. Sariwangi AEA?

Dunia usaha terhentak saat majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memvonis pailit
alias bangkrut PT Sariwangi Agricultural Estate Agency. Sariwangi mengikuti 'jejak'
perusahaan besar lainnya dalam bisnis jamu yakni PT Nyonya Meneer yang juga divonis
pailit PN Semarang pada Agustus 2017 akibat memiliki kredit macet Rp 89 miliar.
Vonis pailit perusahaan yang pertama kali memperkenalkan merk teh celup SariWangi pada
1973 itu tak lain karena PT Sariwangi AEA tak mampu membayar utang senilai Rp 288,9
miliar kepada Bank Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) Indonesia.
"Putusan sesuai dengan permohonan kami. Karena dari perjanjian perdamaian mereka
janjinya kan mau bayar bunga dan juga (utang) pokok, tapi kenyataanya mereka, Sariwangi,
tidak pernah bayar," kata kuasa hukum ICBC Swandy Halim pada kumparan.

Bagaimana sebenarnya PT Sariwangi AEA sampai terjerat utang?

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Berdasarkan beberapa referensi yang dikutip kumparan, PT Sariwangi AEA pada 2013 dan
2014 melakukan beberapa investasi yang salah satunya di pasar modal. Seperti lazimnya
investasi, selain berasal dari kas perusahaan, PT Sariwangi AEA juga mengajukan pinjaman
atau kredit kepada beberapa pihak termasuk perbankan.

Nahasnya, sejumlah investasi PT Sariwangi AEA pada 2013 hingga 2014 itu tidak
memberikan imbal hasil yang baik, atau bisa dikatakan investasi yang mereka lakukan justru
buntung. Akibatnya perusahaan yang berdiri sejak 1962 itu tak mampu membayar kredit yang
mereka pinjam untuk investasi.

Berapa utang PT Sariwangi AEA?


Menurut catatan Bank ICBC, PT Sariwangi AEA memiliki utang plus bunga Rp 288,9 miliar.
Namun di luar utang terhadap Bank ICBC itu, PT Sariwangi AEA itu juga memiliki utang
lain kepada beberapa pihak yang totalnya mencapai Rp 1,05 triliun.
Total utang Rp 1,05 triliun itu terdiri dari pinjaman dari lima kreditur separatis (dengan
jaminan) sebesar Rp 719,03 miliar, 59 kreditur konkuren (tanpa jaminan) Rp 334,18 miliar,
dan kreditur preferen (prioritas) Rp 1,21 miliar.

Kenapa PT Sariwangi AEA tidak membayar utangnya?


Tidak jelas alasan mengapa perusahaan pelopor teh celup di Indonesia itu tidak membayar
utangnya. Tetapi pada tahun 2015 lalu, sebenarnya PT Sariwangi AEA pernah digugat pailit
oleh beberapa kreditur (pemberi utang) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Namun PT Sariwangi AEA sebagai debitur (pihak yang diberi utang) berdamai (homologasi)
dengan para kreditur -salah satunya Bank ICBC- melalui putusan penundaan kewajiban
pembayaran utang (PKPU) pada Oktober 2015.

Mengapa setelah ada PKPU PT Sariwangi AEA tetap dinyatakan pailit?


Bank ICBC memiliki perjanjian dengan PT Sariwangi AEA untuk mencicil pembayaran
utang plus bunga selama enam tahun setelah masa tenggang (2 tahun) pasca-homologasi.
Dalam artian, PT Sariwangi harus memulai pembayaran utang kepada Bank ICBC mulai
Oktober 2017 hingga enam tahun setelahnya.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Rinciannya, sebanyak 2 persen dari utang pokok akan dibayar setiap tahun sejak tahun
pertama hingga keempat. Selanjutnya 22,5 persen utang pokok akan dibayarkan tiap tahun
pada tahun kelima dan keenam. Sisanya, sebanyak 48 persen dari sisa utang pokok akan
dibayar pada tanggal jatuh tempo.

Sementara untuk bunganya akan dibayarkan selama delapan tahun dengan rincian 4,75 persen
akan dibayarkan pada tahun pertama dan kedua. Sebesar 5,5 persen akan dibayar pada tahun
ketiga dan keempat. Dan 6,5 persen akan dibayar pada tahun kelima dan keenam. Sedangkan
pada tahun ketujuh dan kedelapan Sariwangi harus membayar bunga sebesar 7,5 persen.

Akibat tak kunjung membayar utangnya sesuai perjanjian, Bank ICBC kembali menggugat
PT Sariwangi AEA ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada pertengahan 2018. Dalam
gugatannya, Bank ICBC meminta pembatalan perjanjian damai (homologasi) antara pihak
bank asal China itu dengan PT Sariwangi AEA.

Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan gugatan Bank ICBC dan menyatakan PT
Sariwangi AEA pailit. Tak hanya PT Sariwangi AEA, majelis hakim juga memutus pailit PT
Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung juga karena tak mampu membayar utang Rp
33,82 miliar kepada Bank ICBC.

"(Pihak) Sariwangi tidak pernah datang dalam persidangan. Sampai saat ini pembicaraan
dengan Sariwangi belum ada, karena mereka enggak pernah hadir," ucapnya.
Setelah dinyatakan pailit, lanjut Swandy, aset kedua perusahaan itu akan dilelang dan
dibagikan kepada para kreditur.

Setelah dinyatakan pailit, apakah konsumen tidak bisa lagi menikmati teh celup
SariWangi?

Konsumen tetap bisa menikmati teh celup SariWangi. Teh celup SariWangi tetap beredar di
pasaran dan tidak ada hubungannya dengan putusan pailit tersebut.
Hal itu karena merk teh celup SariWangi telah diakuisisi oleh Unilever pada 1989. Tak hanya
itu, sejumlah aset PT Sariwangi AEA berupa mesin-mesin juga sudah dibeli Unilever. Head

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


of Corporate Communication Unilever Indonesia Maria Dewantini Dwianto mengatakan,
produksi teh celup SariWangi akan tetap berjalan.
"PT Unilever Indonesia Tbk, tetap memproduksi teh celup SariWangi sehingga teh celup
SariWangi akan terus bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia," kata Maria.

Unilever memang sempat bekerja sama dengan PT Sariwangi AEA untuk memasok dan
memproduksi teh SariWangi. Namun kerja sama tersebut, kata Maria, sudah tidak berlanjut.
Maria juga menegaskan PT Sariwangi AEA bukan anak perusahaan Unilever.
"PT Sariwangi Agricultural Estate Agency pernah menjadi rekanan usaha Unilever untuk
memproduksi merek teh celup SariWangi, namun saat ini Unilever sudah tidak memiliki kerja
sama apa pun dengan PT Sariwangi Agricultural Estate Agency," kata Maria yang tak
menyebut sejak kapan kerja sama itu berakhir.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


DAFTAR PUSTAKA
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c1f565b3c5e7/diskursus-serta-pelajaran-
berharga-dari-pailit-dan-pkpu-beberapa-perusahaan-di-2018/ diakses pada 9 Februari 2020.

https://lifestyle.okezone.com/read/2018/10/17/298/1965289/sariwangi-dinyatakan-pailit-
inilah-asal-usul-teh-celup diakses pada 9 Februari 2020.

https://finance.detik.com/industri/d-4262118/sejarah-sariwangi-dibuat-sejak-1973-hingga-
pailit-di-2018 diakses pada 9 Februari 2020.

https://tirto.id/kenapa-perusahaan-teh-sariwangi-bisa-pailit-cUoh . Diakses 10 Februari 2020.

https://kumparan.com/kumparannews/memahami-vonis-pailit-perusahaan-teh-sariwangi-
1539841313160351880 . Diakses 16 Februari 2020.

https://finance.detik.com/industri/d-4262474/kenapa-sariwangi-bisa-pailit . Diakses 16
Februari 2020.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic

Anda mungkin juga menyukai