Perjanjian kerjasama merupakan perjanjian tidak bernama yang diatur di luar KUHPerdata,
tetapi terjadi di dalam masyarakat. Lahirnya perjanjian kerjasama di dalam praktek adalah
berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata,
ketentuan ini berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya”.
Kata “semua” berarti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun yang
tidak dikenal oleh undang-undang. Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi
perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan dan
mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Asas kebebasan
berkontrak mengandung pengertian bahwa “setiap orang bebas mengadakan perjanjian, baik
perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata maupun perjanjian yang tidak diatur dalam
KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Definisi perjanjian itu sendiri dalam
ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan
mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.
Perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata dapat dinilai secara materiil atau dinilai
dengan uang. Perjanjian yang dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak tidak begitu saja
dapat dilakukan, karena masih dibatasi undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Tidak sedikitnya perjanjian dibentuk dari antara 2 perusahaan besar yang ada di Indonesia,
salah satu contohnya adalah perusahaan PT.Indomarco Prismatama salah satu perusahaan retail
besar di Indonesia bekerjasama atau memutuskan satu perjanjian dengan PT.IBU perusahaan
produksi beras yang biasanya di sebut dengan “Beras Maknyuss” dan berbagai macam produk
beras lainnya. PT. Indomarco Prismatama dengan PT.IBU telat menyepakati adanya kontrak
yang mengatur pasokan beras dengan mutu, varietas dan kemasan tertentu. Namun, kualitas
mutu beras yang dipasok oleh PT.IBU berada jauh di bawah kesepakatan dan varietasnya tidak
sesuai. Dalam perjanjian kerjasama yang telah disepakati adalah kualitas mutu dua, tapi
ternyata PT. IBU menggunakan kelas mutu lima yang jauh dari kualitas yang telah disepakatai
pada awal perjanjian itu dibuat. Tindakan ini tentunya sangat merugikan perusahaan retail
tersebut karena telah memberikan citra buruk dan selain itu juga memberikan kualitas produk
yang tentunya menyimpang dari hak konsumen dalam mendapatkan produk atau kualitas yang
baik. Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar
Martinus Sitompul mengatakan bahwa PT.IBU diduga telah melakukan tiga kecurangan
Berdasarkan hasil penyidikan, Trisnawan bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran pidana
yang dilakukan PT IBU. Ia akan dijerat dengan Pasal 382 bis KUHP, Pasal 144 Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan perdagangan. Dalam kegiatan perdagangan ini diharapkan menimbulkan
keseimbangan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan konsumen. Di Indonesia saat ini
perlindungan konsumen mendapat perhatian yang cukup baik karena menyangkut aturan untuk
menciptakan kesejahteraan. Dengan adanya keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen
dapat menciptakan rakyat yang sejahtera dan makmur.
Dalam Pasal 28 J ayat 1 perubahan yang kedua Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
tahun 1945 mengatur mengenai “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.” Sebagaimana diketahui
dengan adanya globalisasi dan perkembangan perekonomian yang terjadi secara pesat dalam
era perekonomian modern telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi barang dan atau jasa
yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
Secara umum dan mendasar hubungan antara produsen (perusahaan penghasil barang dan atau
jasa) dan konsumen (pemakai akhir dari barang dan atau jasa untuk diri sendiri atau
keluarganya) merupakan hubungan yang terus menerus atau berkesinambungan. Hubungan
tersebut terjadi karena keduanya memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lainnya. Produsen sangat
membutuhkan dan sangat bergantung atas dukungan konsumen sebagai pelanggan. Tanpa
dukungan konsumen, tidak mungkin produsen dapat terjamin masyarakat kelangsungan
usahanya.
Berdasarkan uraian di atas,maka penelitian ini akan mengkaji perjanjian yang terjadi antara
PT. Indomarco Prismatama dengan PT. IBU dalam hal perjanjian dan undang-undang hak
konsumen.
Menurut dari asas kontrak dan peritakatan PT. IBU telah melakukan kecurangan dari kontrak
yang telah di buat dengan PT. Indomarco Prismatama tentang perjanjian mutu beras. Hal ini di
lakukan oleh PT. IBU yang menjadi supplier berah tidak memenuhi perjanjian atas kualitas
mutu beras yang jauh berada di bawah kesepakatan yang telah di buat dengan PT. Indomarco
Prismatama dan memasukan varietas yang tidak sesuai dengan perjanjian. Penurunan kualitas
atas barang yang sudah di janjikan membuat PT. Indomarco Prismatama menjadi pihak yang
di rugikan oleh PT. IBU dengan ketidak sesuaiannya kontrak yang berlaku dan berjalan dengan
seharusnya,
ASAS KONSENSUALISME
Menurut asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1 BW. Bahwa salah
satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya
kesepakatan oleh para pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga
disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir yakni melahirkan kewajiban bagi para
pihak untuk memenuhi kontrak tersebut. Sedangkan dalam kasus ini PT. IBU tidak
melaksanakan kewajiban yang harus mereka jalankan dan PT. Indomarco Prismatama tidak
mendapatkan hak yang seharusnya mereka terima. Disini perlakuan PT. IBU telah melanggar
perjanjian dan menyimpang dari asas konsensualisme.
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga sebagai asas kepastian hukum, berkaitan dengan
akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga
harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
Asas pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan “perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”
Menurut kepala bagian penerangan umum divisi humas porli komisaris besar Martinus
Sitompul mengatakan bahwa PT. IBU diduga melakukan tiga kecurangan terhadap konsumen.
PT. IBU juga merupakan produsen dari beras merek ‘Maknyuss’ dan ‘Ayam Jago’ yang
beredar di pasaran. Selain itu, PT. IBU juga diduga melakukan tiga kecurangan lain terhadap
konsumen dengan tidak mencantumkan mutu beras pada lebel Standar Nasional Indonesia
(SNI) 2008, lalu mereka juga memproduksi beras yang tidak sesuai dengan kualitas SNI yang
dicantumkan sebagaimana harusnya dan mereka memberikan informasi gisi yang menyesatkan
terkait dengan informasi Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang tidak sesuai dengan produk yang
sesungguhnya.
PT IBU dan PT Indomarco telah menyepakati kontrak yang mengatur pasokan beras
dengan mutu, varietas, dan kemasan tertentu. Dalam hal ini juga terdapat akibat hukum
bagi para pihak yang bersepakat.
Sebagaimana Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa hanya barang-barang yang dapat
diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian. Selain itu, berdasarkan Pasal 1334
KUHPer barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek
perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas. Adapun produk beras
yang disuplai PT IBU ke Indomaret antara lain merek Rojo Lele dan Pandan Wangi.
Dimana dalam perjanjian kerja sama disepakati kalau kualitas yang akan digunakan adalah
kelas mutu dua.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian
tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-
undang. Sebagaimana Pasal 1335 KUHPer menyatakan suatu perjanjian yang tidak
memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang,
tidak mempunyai kekuatan hukum
Selain syarat sah perjanjian dimaksud perjanjian yang dilakukan juga sudah memenuhi syarat
berupa;
1. Bahwa perjanjian kerjasama dilakukan oleh minimal dua subjek huku (orang/badan
hukum).
2. Bahwa atas dasar perjanjian dimaksud terdapat akibat hukum atas para pihak karena
adanya hak dan kewajiban.
2. Memproduksi beras yang tidak sesuai dengan kualitas SNI yang dicantumkan.
Dalam pelaksanaannya kontrak yang sudah dibuat antara perusahaan (Indomaret)
dengan PT IBU, dalam produksinya diselewengkan atau ditentukan grade berbeda
(mutu, varietas, dan kemasan tertentu) dari kontrak yang seharusnya oleh PT IBU.
Sehingga sesuai dengan Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen di mana
“Pasal 62 (1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, huruf e,, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar
rupiah). (2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d
dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Terhadap
pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.”
Berdasarkan hasil penyidikan, Trisnawan selaku Direktur Utama PT IBU bertanggung jawab
atas dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan PT IBU. Ia dijerat dengan Pasal 382 bis
KUHP, Pasal 144 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 62 UU Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pengadilan Negeri Bekasi memvonis 1 tahun
4 bulan penjara terhadap Trisnawan.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari permasalahan ini adalah :